Anda di halaman 1dari 12

Mega Dwi Lestari

200502110121
Perpajakan B

1. PPh Pasal 21
a. Pengertian PPh Pasal 21
PPh 21 merupakan pajak pemotongan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima
oleh seorang Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dalam negeri berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
yang sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukannya. Pembayar
PPh atau subjek pajak disebut juga sebagai Wajib Pajak, dan hal yang dibayarkan
pajaknya disebut sebagai Objek Pajak.

b. Objek PPh Pasal 21


PPh 21 pada umumnya berkaitan dengan pajak yang dipotong pada sistem
penggajian suatu perusahaan. Namun PPh 21 sebenarnya juga digunakan untuk
berbagai jenis penghasilan lainnya, contohnya:
 Penghasilan bagi Pegawai Tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur
maupun tidak teratur
 Penghasilan bagi Penerima Pensiun secara teratur, dapat berupa uang pensiun atau
penghasilan serupa
 Penghasilan bagi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pensiun yang
diterima secara sekaligus, dapat berupa uang pesangon, tunjangan/jaminan hari
tua, uang manfaat pensiun, serta pembayaran lain sejenisnya
 Penghasilan bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, dapat berupa
upah satuan, upah borongan upah harian, upah mingguan, atau upah bulanan
 Penghasilan bagi Bukan Pegawai, dapat berupa honorarium, upah, komisi dan
imbahan serupa
 Imbalan kepada peserta kegiatan, dapat berupa uang saku, uang rapat, honorarium,
hadiah, uang representasi, atau penghargaan sejenis dengan nama dan dalam
bentuk lainnya.

c. Subjek PPh Pasal 21


Kategori subjek yang dikenakan PPh 21 ini seperti pegawai, bukan pegawai, penerima
pensiun maupun pesangon, anggota dewan komisaris, mantan pekerja dan peserta
kegiatan.

d. Subjek pemotong PPh Pasal 21


jenis PPh 21 ini dipotong atau dipungut oleh perusahan/pemberi kerja melalui
pemotongan pajak PPh Pasal 21. Pihak pemotong/perusahaan/pemberi kerja
kemudian menyetorkan atau membayarkan PPh 21 yang dipotong dari wajib pajak
orang pribadi yang memperoleh penghasilan kena pajak tersebut ke kas negara.
e. Tarif pengenaan pajak PPh pasal 21
1) Tarif PPh 21 yang memiliki NPWP
Perhitungan tarif pajak pribadi menggunakan tarif progresif dengan ketentuan
besar tarif adalah :
- 5% untuk penghasilan sampai dengan 0 – Rp 60.000.000 per tahun
- 15% untuk penghasilan Rp60.000.000 – Rp250.000.000 per tahun
- 25% untuk penghasilan Rp250.000.000 – Rp500.000.000 per tahun
- 30% untuk penghasilan Rp500.000.000 – Rp5.000.000.000 per tahun
- 35% untuk penghasilan di atas Rp5.000.000.000 per tahun (aturan terbaru
dalam UU HPP)
- Untuk WP yang tidak memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak),
dikenakan tarif 20% lebih tinggi dari mereka yang memiliki NPWP
2) Tarif PPh 21 yang tidak memiliki NPWP
Setiap karyawan yang akan membayar PPh 21 tetapi belum memiliki
NPWP harus mengalikan jumlah penghasilannya dengan persentase Wajib
Pajak ditambah dengan 120%.

f. SPT Masa Batas Pemabayaran PPh Pasal 21


Tanggal 10 bulan berikutnya

g. SPT Masa Batas Pelaporan PPh Pasal 21


Tanggal 20 bulan berikutnya

h. Contoh Perhitungan PPh Pasal 21


1) Memiliki NPWP
Pak Aldi seorang pekerja lepas dan memiliki penghasilan kena pajak sebesar
Rp 95.000.000 dan Pak Aldi memiliki NPWP. Maka Pajak Penghasilan yang
harus dipotong bagi wajib pajak yang memiliki NPWP adalah :
= 5% x Rp60.000.000 = Rp3.000.000
= 15% x Rp35.000.000 = Rp5.250.000
= Rp3.000.000 + Rp5.250.000
= Rp8.250.000
2) Tidak memiliki NPWP
Pak Nizar seorsng pekerja bebas dengan gaji yang diterima sebesar
Rp95.000.000, namun Pak Nizar tidak memiliki NPWP. Pajak Penghasilan
yang harus dipotong jika wajib pajak tidak memiliki NPWP adalah :
= 5% x 120% x Rp60.000.000 = Rp3.600.000
= 15% x 120% x Rp35.000.000 = Rp6.300.000
= Rp3.600.000 + Rp6.300.000
= Rp9.900.000
2. PPh Pasal 22
a. Pengertian PPh Pasal 22
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, PPh 22 merupakan bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang
dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan
perdagangan barang. Atau pajak penghasilan yang pemungutannya dilakukan oleh
bendaharawan atau badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang
melakukan kegiatan ekspor dan impor serta re-impor maupun kegiatan usaha lain.

b. Objek PPh Pasal 22


Objek PPh Pasal 22 sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017
adalah:
 Impor barang dan ekspor barang komoditas tambang batubara, mineral logam,
dan mineral bukan logam yang dilakukan oleh eksportir
 Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah
dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah, dan lembaga-
lembaga negara lainnya
 Pembayaran atas pembelian barang dengan mekanisme uang
persediaan (UP) yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran
 Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga dengan mekanisme
pembayaran langsung (LS) oleh KPA atau pejabat penerbit surat perintah
membayar yang diberi delegasi oleh KPA
 Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan
kegiatan usahanya BUMN (Badan Usaha Milik Negara); diatur dalam pasal 22 e
 Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha
yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja,
yang merupakan industri hulu, industri otomotif, dan industri farmasi
 Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang
Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan
bermotor
 Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen
atau importir
 Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan
industrinya atau ekspornya oleh industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor
kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan
 Penjualan barang yang tergolong sangat mewah yang dilakukan oleh wajib
pajak badan; diatur dalam pasal 22 ayat 1

c. Subjek yang dikenakan PPh Pasal 22


Jenis PPh Pasal 22 dikenakan pada wajib pajak badan-badan usaha tertentu, baik
milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor,
impor dan re-impor.
d. Subjek pemotong Pajak Penghasilan Pasal 22
Pemungut atau yang memotong PPh 22 :
 Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas objek PPh
Pasal 22 impor barang
 Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau
Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang
 Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP)
 Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA),
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang
dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS)
 Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung
yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:
- PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT
Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia
(Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan
Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya
(Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero)
- Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
o Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-
bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau
ekspornya.
o Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas
tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan
atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan.

Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut Pajak
Penghasilan Pasal 22 saat penjualan :
- Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan
hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri
- Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM),
dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan
bermotor di dalam negeri
- Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas
- Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang
merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan
industri hilir
- Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan
usahanya:
o Mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan
perikanan
o Menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang
bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan
perikanan.
- Sesuai dengan PMK No. 90/PMK.03/2015, pemerintah menambahkan
pemungut PPh Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang melakukan penjualan
barang yang tergolong sangat mewah.

e. Tarif PPh Pasal 22


1) Atas impor
 Bagi yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai
impor
 Bagi non-API = 7,5% x nilai impor
 Bagi yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang
2) Atas pembelian barang
Pembelian barang ini dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,
BUMN/BUMD, yakni:
= 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final)
3) Atas penjualan hasil produksi
Penjualan hasil produksi ini ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak, yaitu:
 Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
 Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
 Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
 Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4) Atas penjualan hasil produksi
hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan
bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
 Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final
 Selain penyalur/agen bersifat tidak final
5) Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri
Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang
pengumpul ditetapkan, yaitu:
= 0,25% x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
6) Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir
Impor beberapa komoditas tersebut bagi importir yang menggunakan API,
dengan tarif sebesar:
= 0,5% x nilai impor.
7) Atas penjualan
 Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20 miliar
 Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10 miliar
 Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya
lebih dari Rp10 miliar dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
 Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp10 miliar dan/atau luas bangunan lebih
dari 400 m2.
 Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari
10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose
vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari
Rp5 miliar dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
Besarnya tarif pemungutan yang diterapkan terhadap wajib pajak yang
tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan
terhadap wajib pajak yang dapat memiliki NPWP. Ketentuan ini berlaku untuk
pemungutan PPh Pasal 22 yang bersifat tidak final.
f. SPT Masa Batas Pembayaran PPh Pasal 22
- PPh 22 impor setor sendiri(dilunasi saat bersama dengan bea masuk, PPN,
PPnBM) dan dibayar saat penyelesaian dokumen PIB
- PPh 22 impor yang pemungutan oleh Bea Cukai dibayar saat 1 hari kerja
berikutnya
- PPh 22 pemungutan oleh bendaharawan dibayar pada hari yang sama dengan
pembayaran atas penyerahan barang
- PPh 22 migas dibayar pada tanggal 10 bulan berikutnya
- PPh 22 pemungutan oleh WP badan tertentu dibayar pada tanggal 10 bulan
berikutnya

g. SPT Masa Batas pelaporan PPh Pasal 22


- PPh Pasal 22 Impor yang Pemungutan oleh Bea Cukai dilaporkan pada hari
kerja terakhir miggu berikutnya
- PPh Pasal 22 Pemungutan oleh Bendaharawan dilaporkan saat 14 hari setelah
masa pajak berakhir
- PPh Pasal 22 Migas dilaporkan tanggal 20 bulan berikutnya
- PPh Pasal 22 Pemungutan oleh WP Badan Tertentu dilaporkan tanggal 20
bulan berikutnya
i. Contoh perhitungan PPh pasal 22
 Perhitungan PPh Pasal 22 atas Pembelian Barang oleh Instansi Pemerintah
PT. Brilian berkedudukan di Surabaya, menjadi pemasok alat-alat tulis kantor bagi
Dinas Pendidikan Kota Surabaya. Pada tanggal 1 Oktober 2015, PT. Brilian
melakukan penyerahan barang kena pajak dengan nilai kontrak sebesar
Rp11.000.000 (nilai sudah termasuk PPN). Maka, berapakah PPh Pasal 22 yang
dipungut oleh Dinas Pendidikan Kota Surabaya?
Jawab :
Diketahui Nilai (Rp)
1 Nilai kontrak termasuk PPN Rp11.000.000
2 DPP (100/110) x Rp11.000.000 Rp10.000.000
3 PPN dipungut (10% dari DPP) Rp1.000.000
4 PPh Pasal 22 yang dipungut (1,5% x Rp10.000.000) Rp150.000

3. PPh Pasal 23
a. Pengertian PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas modal, penyerahan jasa,
atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

b. Objek PPh Pasal 23


Objek jenis PPh atau pajak penghasilan pasal 23 ini di antaranya :
 Dividen
 Bunga
 Royalti
 Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain kepada Orang Pribadi
 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta seperti pajak
sewa kendaraan, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan
 Imbalan sehubungan dengan jasa industri, jasa manajemen, jasa konstruksi,
jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Khusus untuk objek PMK PPh 23 Jasa di antaranya :
 Penilai (appraisal)
 Aktuaris
 Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan
 Hukum
 Arsitektur
 Perencanaan kota dan arsitektur landscape
 Perancang (design)
 Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas)
kecuali yang dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT)
 Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas
bumi (migas)
 Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan
penambangan minyak dan gas bumi (migas)
 Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara
 Penebangan hutan
 Pengolahan limbah
 Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services)
 Perantara dan/atau keagenan
 Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek,
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek
Indonesia (KPEI)
 Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI
 Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara
 Mixing film
 Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner,
pamphlet, baliho dan folder
 Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer,
termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan
 Pembuatan dan/atau pengelolaan website
 Internet termasuk sambungannya
 Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau
program
 Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau
TV Kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di
bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi
 Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas,
AC dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi
 Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat
 Maklon
 Penyelidikan dan keamanan
 Penyelenggara kegiatan atau event organizer
 Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau
media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan
 Pembasmian hama
 Kebersihan atau cleaning service
 Sedot septic tank
 Pemeliharaan kolam
 Katering atau tata boga
 Freight forwarding
 Logistik
 Pengurusan dokumen
 Pengepakan
 Loading dan unloading
 Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau
institusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis
 Pengelolaan parkir
 Penyondiran tanah
 Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada
APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah).

c. Subjek yang dikenakan PPh 23


Jenis PPh Pasal 23 ini dikenakan pada:
 Wajib pajak dalam negeri
 BUT

d. Subjek pemotong PPh 23


1. Pemotong PPh 23 Bentuk Badan :
- Badan pemerintah
- Subjek pajak badan dalam negeri
- Penyelenggara kegiatan
- Bentuk usaha tetap
- Atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
2. Pemotong PPh 23 oleh Orang Pribadi
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri (hanya memotong PPh Pasal 23 atas sewa
saja) yang ditunjuk sebagai pemotong jenis PPh 23. Harus ada Surat Keputusan
Penunjukan (SKP) yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP),
namun tidak ada format baku yang tersedia, yaitu:
- Akuntan
- Arsitek
- Dokter
- Notaris
- Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah camat,
pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas
- Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan.

e. Tarif PPh pasal 23


Besar tarif pajak penghasilan pasal 23 ditetapkan sebesar :
 15% dari DPP untuk pajak dividen, royalti, bunga, hadiah dan penghargaan
 2% dari DPP untuk objek pajak lainnya
 100% atau dua kali lipat tarif standar PPh 23, jika tidak memiliki NPWP
Pengenaan tarif PPh 23 yang mengalami kenaikan 2 kali lipat tarif standar karena tak
punya NPWP ini maka besar tarifnya menjadi :
 30% dari DPP untuk pajak dividen, royalti, bunga, hadiah dan penghargaan
 4% dari DPP untuk objek pajak lainnya
Tarif Khusus PPh 23
Pada tarif kategori objek pajak hadiah dan penghargaan diterapkan ketentuan khusus,
yakni:
 25% dari DPP jika hadiah undian atau lotre yang dianggap sebagai
penghasilan
 20% dari DPP jika penerima hadiah dan penghargaan ekspatriat, dan bukan
termasuk BUT internasional
 15% dari DPP jika penerima adalah sebuah organisasi, termasuk BUT
 Hadiah lainnya dan penghargaan, termasuk penghargaan karier akan
dikenakan tarif yang sama seperti halnya tarif pajak yang berlaku menurut PPh
21

f. SPT Masa Batas pembayaran PPh Pasal 23


Dibayarkan pada tanggal 10 bulan berikutnya

g. SPT Masa Batas pelaporan PPh Pasal 23


Dilaporkan pada tanggal 20 bulan berikutnya

j. Contoh perhitungan PPh Pasal 23


Pada 17 Juli 2021, PT Angkasa membagikan dividen melalui Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS), dan melakukan pembayaran dividen tunai kepada PT Dinar sebesar
Rp200.000.000 yang melakukan penyertaan modal. Karena tarif PPh 23 atau besaran
PPh 23 untuk dividen adalah 15%, maka perhitungannya adalah:
Jawab :
PPh 23 = Tarif PPh 23 x Pembayaran Dividen
= 15% x Rp200.000.000
= Rp30.000.000
Saat terutang: akhir bulan dilakukan pembayaran, yakni pada 31 Juli 2021
Saat penyetoran: dilakukan paling lambat 17 Agustus 2021

4. PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final


a. Pengertian PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final
PPh Pasal 4 ayat 2 atau juga disebut PPh Final adalah pajak penghasilan yang
dikenakan atas beberapa jenis penghasilan yang didapatkan dan pemotongan pajaknya
bersifat final serta tidak dapat dikreditkan dengan pajak penghasilan terutang. Istilah
Final di sini artinya pemotongan pajaknya dilakukan hanya sekali dalam sebuah masa
pajak.

b. Objek PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final


Objek jenis PPh atau pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) atau PPh Final ini dikenakan
pada jenis tertentu dari penghasilan atau pendapatan berupa:
- Penghasilan berupa bunga dari deposito dan jenis-jenis tabungan lainnya serta
diskonto sertifikat Bank Indonesia
- Penghasilan berupa bunga dari obligasi swasta dan obligasi negara
(SUN/Surat Utang Negara)
- Penghasilan berupa bunga dari tabungan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota masing-masing
- Penghasilan berupa hadiah berupa lotre/undian
- Penghasilan dari transaksi saham/dividen dan surat berharga lainnya
- Penghasilan dari transaksi industri perdagangan di bursa
- Penghasilan dari transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal
pada perusahaan mitranya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
- Penghasilan dari transaksi atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
- Penghasilan dari usaha jasa konstruksi
- Penghasilan dari usaha real estate
- Penghasilan dari sewa atas tanah dan/atau bangunan
- Pendapatan tertentu lainnya, sebagaimana diatur dalam atau sesuai dengan
Peraturan Pemerintah
-
c. Subjek PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final
Jenis PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final ini dikenakan pada wajib pajak badan
maupun wajib pajak pribadi atas beberapa jenis penghasilan yang mereka dapatkan
dan pemotongan pajaknya bersifat final.

d. Subjek pemotong PPh 4 ayat (2)/PPh Final


1. Wajib Pajak Badan
Sebagai pemungut, wajib pajak badan ini ditunjuk untuk memotong jenis PPh
Pasal 4 ayat (2), di antaranya:
- Penerbit obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk
- Perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau
pembeli
- Koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota
koperasi orang pribadi
- Penyelenggara undian
- Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk sekali pembayar dividen
- Pengusaha jasa pada saat pembayaran, dalam hal pengguna jasa merupakan
pemotong pajak
2. Wajib Pajak Orang Pribadi
Sebagai pemungut, wajib pajak orang Pribadi tidak ditunjuk untuk memotong
PPh Pasal 4 ayat (2), di antaranya :
- Disetor sendiri oleh penyedia jasa, dalam hal pengguna jasa bukan
merupakan pemotong pajak
- Bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat
yang menyetujui tukar menukar untuk objek pajak pengalihan hak atas
tanah/bangunan
Wajib pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong jenis PPh Pasal 4 ayat
(2) adalah :
- Akuntan, arsitek, notaris, PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) kecuali
PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan
pekerjaan bebas
- Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan, yang telah terdaftar sebagai wajib pajak dalam negeri
-
e. Tarif PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final
PPh Final Pasal 4 ayat (2) ini dapat dikenakan terhadap jenis penghasilan,
transaksi atau lainnya yang telah ditentukan pada objek-objek PPh 4 ayat (2) ini, di
antaranya:
 20% untuk penghasilan dari deposito, tabungan, diskonto SBI (Surat Berharga
Indonesia)
 5%-15% untuk penghasilan dari bunga obligasi
 0-10% untuk penghasilan dari simpanan koperasi
 0,1% untuk penghasilan atas penjualan saham

f. SPT Masa Batas pembayaran PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final
- PPh Pasal 4 ayat (2) Setor Sendiri dibayarkan pada tanggal 15 bulan
berikutnya
- PPh Pasal 4 ayat (2) Pemotongan dibayarkan pada tanggal 10 bulan berikutnya

g. SPT Masa Batas pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final
- PPh Pasal 4 ayat (2) Setor Sendiri dilaporkan pada tanggal 20 bulan
berikutnya
- PPh Pasal 4 ayat (2) Pemotongan dilaporkan pada tanggal 20 bulan berikutnya

h. Contoh Perhitungan PPh Pasal 4 ayat (2)


Pak Ridwan menyimpan uang di Bank Aman dalam bentuk deposito sebesar
Rp500.000.000 dengan tingkat bunga 8% per tahun. Atas deposito tersebut, Pak
Ridwan menerima bunga setiap bulannya sebesar Rp40.000.000.
Maka PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong Bank Aman adalah
Jawab :
Pajak deposito per bulan:
= Tarif PPh Pasal 4 ayat (2) untuk deposito x bunga per bulan
= 20% x Rp40.000.000
= Rp8.000.000
Pajak deposito per tahun:
= Pajak bunga deposito per bulan x 12 bulan
= Rp8.000.000 x 12
= Rp96.000.000

Anda mungkin juga menyukai