Anda di halaman 1dari 11

Makalah Perpajakan

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4


Ayat 2

Oleh :
Kelompok 5

1. Dinda Dwi Danintan (B1C119090) 5. Elsa Febrianti (B1C119094)


2. Dwi Wahyuniar (B1C119091) 6. Fadilla Zahrani(B1C119095)
3. Egha Adriani Argo (B1C119092) 7. Fahra Amaliah (B1C119096)
4. Elmayanti (B1C119093)

Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi & Bisnis

Universitas Halu Oleo

Kendari

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa. Atas berkat dan rahmat-Nya kami
dapat menyusun makalah ini dengan judul “Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 Ayat 2”. Penulisan makalah ini di
dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari
berbagai sumber. Makalah ini dibuat untuk memberikan pengetahuan kepada para pembaca, agar mengetahui
tentang PPh Pasal 4 Ayat 2.
Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu penulis
mohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata semoga tugas makalah
ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Kendari, 1 Mei 2021
Penulis,

Kelompok 5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Di Indonesia maupun di berbagai negara lainnya, pasti memiliki kebijakan setiap warga yang
berpenghasilan untuk melakukan pembayaran pajak kepada negara. Hal ini dikarenakan pajak merupakan salah
satu sumber pemasukan untuk kas negara yang akan digunakan untuk membiayai pembangunan suatu negara.
Pajak ini sendiri bersifat memaksa terhadap seluruh warga negara atau wajib pajak untuk menaaitinya. Di
Indonesia terdapat berbagai macam jenis pajak, salah satunya Pajak Penghasilan (PPh), yang merupakan pajak
terhutang atas dasar penghasilan yang didapatkan, antara lain penghasilan dari pendapatan berupa gaji,
penghasilan dari laba usaha, penghasilan yang berupa hadiah, dan penghasilan yang berupa pendapatan bunga.
PPh yang terhutang dalam jangka waktu 1 tahun haruslah dilunasi oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan
perpajakan penghasilan yang ada. Sesuai dengan ketentuan dalan Undang-undang PPh, PPh terdiri atas PPh
pasal 4 ayat (2), PPh pasal 25, PPh pasal 21, PPh pasal 22, dll.

Pada makalah akan membahas mengenai PPh pasal 4 ayat (2) UU yang merupakan pajak penghasilan yang
mengatur penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, usaha jasa konstruksi,
usaha real estate, dan persewaan tanah dan atau bangunan dikenai pajak bersifat final yang diatur dengan
peraturan pemerintah. Namun fokus utama akan dibahas mengenai PPh pasal 4 ayat (2) mengenai jasa
kontruksi, karena sering kali sering terdapat perbedaan persepsi antara pengenaan pajak pasal 4 ayat (2) dengan
pajak pasal 23. Adapun peraturan pemerintah yang mengatur tentang jasa konstruksi tersebut adalah Peraturan
Pemerintah nomor 51 tahun 2008 .

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu :
1. Apa yang terkandung dalam peraturan tentang pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) mengenai jasa
kontruksi?
2. Apa perbedaan pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) dengan pasal 23?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa saja mengenai pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) mengenai jasa kontruksi .
2. Untuk mengetahui perbedaan antara pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) dengan pajak penghasilan pasal
23.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2

Pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) menurut undang-undang pajak penghasilan menyebutkan, bahwa : “Atas
penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan lainya,penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainya di bursa
efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainya, pengenaan
pajaknya diatur dengan peraturan pemerintah”. PPh Pasal 4 ayat (2) merupakan jenis pajak yang bersifat final, yang
berarti PPh yang telah dipotong tidak bisa untuk dikreditkan lagi sebagai pengurang PPh Pasal 29 di akhir tahun. Oleh
karena itu penghasilan yang sudah dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) akan dilaporkan secara tersendiri dalam sebuah lampiran
dan akan dikoreksi dari pelaporan penghasilan neto fiskal dalam SPT Tahunan PPh wajib pajak. Nilai pajak PPh Pasal 4
ayat (2) tidak dapat dibukukan sebagai uang muka untuk pembayaran pajak, karena pajak ini bersifat final. Oleh karena
itu PPh Pasal 4 ayat (2) dicatat sebagai beban bagi pihak yang dipotong dan dicatat sebagai utang bagi pihak yang
memotong apabila prosedur yang harus dilakukan adalah dipotong dan memotong. Jenis penghasilan yang dikenai PPh
Pasal 4 ayat (2) beserta dasar hukumnya, antara lain:

Uraian Tarif Dasar Hukum

Penghasilan dari sewa tanah 10% x jumlah bruto nilai PP No 5/2002, KEP
dan/atau bangunan persewaan 227/PJ/2002

Penghasilan dari pengalihan 5% x jumlah bruto nilai PP 48/1994, PP 71/2008


hak atas tanah dan/atau pengalihan atau 1% x
bangunan jumlah bruto nilai
pengalihan (RS/RSS)

Penghasilan dari jasa sesuai PP 51/2008 PP 51/2008 jo PP


kontruksi 40/2009
Penghasilan dari penjualan 0,1% x jumlah bruto nilai PP 41/1994 jo PP
saham yang dilakukan di transaksi dan tambahan 14/1997
bursa efek 0,5% x nilai saham untuk
saham pendiri
Penghasilan berupa 15% x jumlah bruto PP 16/2009
bunga/diskonto obligasi bunga/diskonto untuk
WPDN dan 20% untuk
WPLN
Penghasilan dari bunga 20% x diskonto SPN PP 27/2008
Surat Perbendaharaan
Negara (SPN)
Penghasilan Deviden yang 10% x jumlah bruto PP 19/2009
diterima oleh Wajib Pajak deviden
Orang Pribadi
Dalam Negeri
Bunga simpanan koperasi yang 0% x bunga simpanan PP 15/2009
dibayarkan kepada anggota sampai dengan
koperasi orang pribadi Rp240.000,- dan 10% x
bunga simpanan di atas
Rp 240.000,-
Pendapatan berupa bunga 20% x jumlah bruto PP 131/2000
deposito dan tabungan serta bunga
sertifikat bank
indonesia (SBI)
Penghasilan berupa 25% x jumlah bruto nilai PP 132/2000
hadiah undian hadiah
Penghasilan dari 0,1% x jumlah bruto nilai PP 4/1995
penjualan saham milik transaksi
modal ventura
Penghasilan usaha Wajib Pajak 1% x peredaran usaha PP 46/2013
yang memiliki setiap bulan setiap tempat
peredaran bruto tertentu kegiatan usaha

2.2 Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2 Mengenai Jasa Konstruksi

Jasa kontruksi merupakan layanan yang menyediakan jasa berupa konsultasi yang
dimulai dari perencanaan pekerjaan kontruksi, pelaksaan pekerjaan kontruksi serta konsultasi
pengawasan para pekerja kontruksi. Dimana hasil dari penyediaan jasa ini akan dikenakan
pajak berupa pajak penghasilan Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final berdasarkan dengan
Peraturan Pemerintah No 51 tahun 2008. Ada pula hal lain yang tercantum dalam PP No.51
tahun 2008 adalah sebagai berikut :
a. Pekerjaan kontruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian perencanaan dan/atau
pelaksanaan beserta pengawasan yang termasuk didalamnya antara lain pekerjaan
arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta
kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
b. Perencanaan konstruksi adalah pemberian jasa yang dilakukan oleh orang pribadi atau
badan yang memiliki keahlian dan professional dibidang perencanaan jasa konstruksi
yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik
lain.
c. Pelaksanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional dibidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu
menyelenggarakan kegiatan untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk
bangunan bentuk fisik lain, termasuk didalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi
penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan
pembangunan (engineering, proturement and contruction) serta model penggabungan
perencanaan dan pembangunan (design and build).
d. Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional dibidang pengawasan konstrusi,yang mampu
melaksanakan pekerjaan pengawasan jasa konstrusi sejak awal pelaksanaan pekerjaan
konstrusi sampai selesai dan diserahterimakan.

Subjek pajak dalam pajak penghasilan Pasal 4 ayat (2) adalah pengusaha yang memberikan
atau menyediakan jasa konstruksi baik yang berbentuk hukum maupun orang pribadi yang di
sebut dengan kontraktor. Tertera dalam Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
Nomor 11 Tahun 2006 menyatakan bahwa kontraktor yang berstatus orang pribadi akan
dikelompokan dalam Grade 1 dan hanya dapat melakukan proyek konstruksi nilainya tidak lebih
dari Rp 100.000.000,00. Kegiatan usaha jasa kontruksi terbagi menjadi tiga kelompok jasa yakni
jasa perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan konstruksi.

Tarif pengenaan pajak atas jasa kontruksi, sebagai berikut:


Jenis Jasa Penyelenggara kegiatan Grade Keterangan Peruntukan Tarif
kompetensi
Grade 1 0 – 100 juta Perorangan /
Badan
usaha
100 juta - 300 juta Perorangan /
Kualifikasi kecil Grade 2 Badan 2%

Pelaksanaan usaha
300 juta – 600 Perorangan /
Konstruksi Grade 3 Badan
Juta
usaha
600 juta – 1M Perorangan /
Grade 4 Badan
usaha
Kualifikasi menengah Grade 5 1 M – 10 M Badan usaha 3%
Grade 6 1M – 25 M Badan usaha
Kualifikasi besar 1 M – tidak Badan usaha 3%
Grade 7
Dibatasi (termasuk
asing)
Tidak punya kualifikasi 4%
Perencanaan Mempunyai kualifikasi 4%
Tidak
dan
Pengawasan 6%
mempunyai kualifikasi
Konstruksi

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atas jasa konstruksi tertera dalam peraturan PMK Nomor
187/ PMK.03/ 2008, dimana dinyatakan untuk dasar perhitungan besaran pajak menggunakan
jumlah pembayaran dan jumlah penerimaan pembayaran. Menggunakan dasar besaran jumlah
pembayaran, apabila PPh Final jasa konstruksi dikenakan melalui pemotongan PPh oleh
pengguna jasa (pemilik proyek). Sedangkan menggunakan dasar besaran jumlah penerimaan
pembayaran, apabila PPh Final jasa konstruksi dikenakan melalui pembayaran sendiri oleh
kontraktor / pemiliki proyek yang bersangkutan. PPh Final jasa konstruksi ini dilakukan pada
saat pembayaran dan dilakukan paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan
terhutangnya PPh Final jasa konstruksi dan harus dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya setelah bulan terhutangnya PPh final.

2.3 Perbedaan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 dengan Pajak Penghasilan Pasal 23

Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) yang terbaru, yaitu UU Nomor 36
Tahun 2008, jasa konstruksi disebutkan dalam dua pasal yang berbeda. Pertama, jasa konstruksi
disebutkan dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d dan yang berikutnya disebutkan dalam Pasal 23 ayat
(1) huruf c angka 2 UU PPh. Bedanya PPh Pasal 4 ayat (2) sudah bersifat final, sedangkan Pasal
23 tidak final. Apabila di dilihat dari sudut pandang subjek pajaknya antara Pajak Penghasilan
Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 23 tampak berbeda. Didalam Pajak Pasal 4 ayat (2) ditujukan untuk
usaha jasa konstruksi, sendangkan Pajak Pasal 23 di tunjukan untuk jasa konstruksi. Dengan
memperhatikan makna dari kata usaha jasa konstruksi yang digunakan dalam Pasal 4 ayat (2)
UU PPh, maka subjek pajak yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh adalah subjek yang
bidang usahanya secara formal adalah jasa konstruksi. Artinya, hanya pengusaha yang sudah
memperoleh sertifikasi dan juga kualifikasi di bidang jasa konstruksi saja yang tercakup dalam
Pasal 4 ayat (2). Sedangkan dalam pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan diatur
bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf c angka 2 diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan. Peraturan Menteri
Keuangan yang mengatur jenis jasa lain ini adalah Peraturan Menteri Keuangan nomor
244/PMK.03/2008.

Apabila kita perhatikan lebih jauh pasal 1 peraturan menteri keuangan, setidaknya terdapat
dua jenis jasa konstruksi yang dikelompokkan sebagai jenis jasa lainnya yaitu:
a. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV
kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
b. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,
TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib
Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi.
Jika kita menggunakan dasar Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2008 sebagai dasar
pengenaan pajak maka dua jenis jasa diatas dapat kita kelompokkan kedalam jasa pelaksanaan
konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha sehingga
akan dikenakan PPh final dengan tarif 4%, namun karena dalam peraturan Menteri Keuangan
dua jenis jasa tersebut dikelompokkan ke dalam jenis jasa lain maka perlakuannya bukan
merupakan objek PPh final tetapi merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Pajak Penghasilan.


http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-%20penghasilan-pasal-4-ayat-2%20(diakses
%20tanggal%2028%20Agustus%202016)%20Bahrun,%20M..%202014.%20Pajak%20Jasa
%20Konstruksi.
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-%20pajak/19556-jasa-konstruksi,-
antara-pasal-4-2-dan-pasal-23-uu-pph%20(diakses%20tanggal%2029%20Agustus
%202016)%20Fajriani.%202015.%20Makalah%20Perpajakan.
http://fajriarifwibawa.blogspot.sg/2015/04/makalah-perpajakan-pajak-%20penghasilan.html
%20(diakses%20tanggal%2028%20Agustus%202016)%20Muhammad.%202011.
https://armuhammad.wordpress.com/2011/10/15/ragam-withholding-tax-%20untuk-
%E2%80%98jasa-konstruksi%E2%80%99/(diaksestanggal29%20Agustus
%202016)%20Nasikhudin.%202015.%20PPh%20Pasal%204%20ayat%202.
https://nasikhudinisme.com/2015/01/04/akuntansi-pph-pasal-4-ayat-2/%20(diakses%20tanggal
%2029%20Agustus%202016)%20Ray.%202015.%20PPh%20Jasa%20Konstruksi.
http://pphppn.blogspot.sg/2015/03/pph-final-%20jasa-konstruksi.html%20(diakses%20tanggal
%2028%20Agustus%202016)

Anda mungkin juga menyukai