Anda di halaman 1dari 15

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) SEKTOR PERKEBUNAN

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

Pajak Bumi dan Bangunan & Bea Meterai

yang diampu oleh Ibu Latifah Hanum, SE., MSA.,Ak

Disusun Oleh :

Jessica Halim / 195030400111006

Rifqi Hasperi / 195030400111049


Rama Semida Nehemia M. / 195030401111001

PROGRAM STUDI PERPAJAKAN

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

APRIL 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) Sektor Perkebunan” dengan tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan
penulisan makalah.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas kelompok untuk mata
kuliah Pajak Bumi dan Bangunan & Bea Meterai. Dalam melakukan penulisan dan
penyusunan makalah ini, penulis seringkali menghadapi berbagai tantangan serta
hambatan. Namun, berkat bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan sangat baik. Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Latifah Hanum, SE.,MSA.,Ak. selaku dosen pengampu untuk mata kuliah Pajak Bumi
dan Bangunan & Bea Meterai.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini dan sebagai acuan bagi penulis untuk dapat melangkah lebih
maju lagi di masa depan. Akhir kata, penulis sangat berharap dengan adanya makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekalian.

Malang, 5 April 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii
BAB I PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.1. Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2. Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
1.3. Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

BAB II PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
2.1. Objek PBB Perkebunan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
2.2. Dasar Pengenaan PBB Perkebunan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
2.3. Perhitungan Standar Investasi Tanaman (SIT) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
2.4. Penghitungan PBB Perkebunan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7

BAB III PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10


3.1. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
3.2. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11

DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap bumi dan
bangunan. PBB sendiri merupakan pajak yang bersifat kebendaan yang berarti besarnya
pajak terutang ditentukan dari keadaan objek pajak berupa bumi dan/atau bangunan.
Selain itu, keadaan subjek pajak juga memengaruhi besarnya PBB terutang. PBB
sebenarnya terdiri dari 5 sektor yaitu perdesaan, perkotaan, perkebunan, perhutanan,
dan pertambangan. Namun sejak bergulirnya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, PBB dibagi menjadi dua yaitu PBB-P2 (Perdesaan dan
Perkotaan) dan PBB-P3 (Perkebunan Perhutanan Pertambangan). PBB P3 merupakan
pajak atas bumi dan bangunan yang digunakan/dimanfaatkan untuk kepentingan
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. PBB P3 sendiri merupakan pajak yang
kewenangannya dipegang oleh pemerintah pusat dalam Direktorat Jenderal Pajak.
Penerimaan PBB P3 dari pemerintah pusat diserahkan kepada kabupaten/kota melalui
dana bagi hasil pajak. Salah satu sektor PBB P3 yang turut berkontribusi terhadap
penerimaan negara adalah PBB sektor perkebunan.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor perkebunan sebagaimana dimaksud pada
PER-31/PJ/2014 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor
Perkebunan adalah Pajak Bumi dan Bangunan yang dikenakan atas bumi dan/atau
bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan. PBB sektor perkebunan dikenakan pada usaha budidaya tanaman
perkebunan yang diberikan Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B) dan usaha
budidaya tanaman perkebunan yang terintegrasi dengan usaha pengolahan hasil
perkebunan yang diberikan Izin Usaha Perkebunan (IUP). PBB Perkebunan sangat
berperan penting bagi penerimaan negara, pasalnya hasil perkebunan Indonesia per 2021
menurut Kementerian Pertanian Indonesia mencapai angka Rp. 363,2 triliun, sehingga
diharapkan pengusaha perkebunan dapat berkontribusi lebih terhadap PBB Perkebunan.
Namun, masih banyak masyarakat khususnya pengusaha perkebunan belum mengetahui
dengan baik tentang apa itu PBB Perkebunan, apa saja objek pajak dan subjek pajaknya,
bagaimana dasar pengenaan dan dasar perhitungannya, serta cara menghitung PBB
terutang. Padahal, dengan memahami mengenai PBB perkebunan dengan baik akan
membantu masyarakat untuk memberikan kontribusi penerimaan pajak bagi negara yang
dapat berguna bagi masyarakat termasuk pengusaha perkebunan itu sendiri. Maka dari
itu, penulis tertarik untuk menulis makalah ini dengan judul “Pajak Bumi dan Bangunan

1
(PBB) Sektor Perkebunan”.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah ditulis, maka rumusan masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa sajakah yang menjadi objek pajak dari PBB sektor perkebunan?
2. Bagaimanakah dasar pengenaan pajak pada PBB sektor perkebunan?
3. Bagaimanakah cara perhitungan Standar Investasi Tanaman (SIT) pada PBB
sektor perkebunan?
4. Bagaimanakah cara menghitung PBB sektor perkebunan?

1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui serta mendeskripsikan mengenai apa saja objek pajak dari PBB sektor
perkebunan;
2. Mengetahui serta mendeskripsikan mengenai dasar pengenaan pajak pada PBB
sektor perkebunan;
3. Mengetahui serta mendeskripsikan mengenai cara perhitungan Standar Investasi
Tanaman (SIT) pada PBB sektor perkebunan; dan
4. Mengetahui serta mendeskripsikan mengenai cara menghitung PBB sektor
perkebunan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Objek dan Subjek PBB P3


Objek Pajak dari PBB sektor perkebunan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 PER-
31/PJ/2014 adalah bumi dan bangunan. Objek bumi dalam peraturan tersebut dibagi
menjadi dua yaitu areal yang dikenakan PBB dan areal yang tidak dikenakan PBB dengan
perincian sebagai berikut:
a. Areal yang dikenakan PBB sektor Perkebunan, berupa:
1) Areal Produktif (areal yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk
kegiatan usaha perkebunan yang telah ditanami tanaman perkebunan);
2) Areal Belum Produktif, yang meliputi:
a) yang belum diolah;
b) yang sudah diolah tetapi belum ditanami; dan
c) pembibitan
3) Areal Tidak Produktif (areal yang berada di dalam kawasan yang digunakan
untuk kegiatan usaha perkebunan yang tidak dapat diusahakan untuk kegiatan
usaha perkebunan);
4) Areal Pengaman (areal yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk
kegiatan usaha perkebunan yang dimanfaatkan sebagai pendukung dan
pengaman kegiatan usaha perkebunan);
5) Areal Emplasemen (areal yang berada di dalam kawasan yang digunakan
untuk kegiatan usaha perkebunan yang diatasnya dimanfaatkan untuk
bangunan dan/ atau pekarangan serta fasilitas penunjangnya); dan
b. Areal yang tidak dikenakan PBB, berupa Areal Lainnya.

Objek bangunan sebagaimana dimaksud Pasal 3 PER-31/PJ/2014 didefinisikan


sebagai konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan/atau perairan.

2.2. Dasar Pengenaan PBB Perkebunan


Berdasarkan Pasal 8 PER-31/PJ/2014, dasar pengenaan PBB sektor perkebunan
adalah NJOP hasil penjumlahan antara NJOP bumi dan NJOP Bangunan. NJOP bumi
merupakan hasil perkalian antara total luas areal objek pajak yang dikenakan dengan
NJOP bumi per meter persegi. Sedangkan NJOP bumi per meter persegi adalah hasil
konversi nilai bumi per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bumi sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi NJOP bumi. NJOP
Bangunan didefinisikan sebagai hasil perkalian antara total luas bangunan dengan NJOP

3
bangunan per meter persegi. Sedangkan NJOP bangunan per meter persegi adalah hasil
konversi nilai bangunan per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bangunan
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi NJOP
bangunan.
Selanjutnya pada Pasal 9 PER-31/PJ/2014, Nilai Bumi per meter persegi merupakan
hasil pembagian antara total nilai bumi dengan total luas areal objek pajak yang
dikenakan PBB Perkebunan. Total nilai bumi merupakan jumlah dari perkalian luas
masing-masing areal objek pajak yang dikenakan PBB Perkebunan dengan nilai bumi per
meter persegi masing-masing areal objek pajak dimaskud. Nilai bumi per meter persegi
untuk masing-masing areal objek pajak berupa:
 Areal Empalasemen dan areal yang belum diolah pada Areal Belum Produktif,
ditentukan melalui perbandingan harga tanah sejenis yang ada di sekitarnya;
 Areal Produktif, ditentukan melalui perbandingan harga tanah yang ada di
sekitarnya ditambah dengan Standar Investasi Tanaman (SIT);
 Areal yang sudah diolah tetapi belum ditanami dan areal pembibitan pada Areal
Belum Produktif, ditentukan melalui penyesuaian terhadap nilai bumi per meter
persegi untuk areal yang belum diolah pada Areal Belum Produktif;
 Areal pengaman, ditentukan melalui penyesuaian terhadap nilai bumi per meter
persegi Areal produktif; dan
 Areal tidak produktif, ditentukan melalui penyesuaian terhadap nilai bumi per
meter persegi untuk areal yang belum diolah dan pada Areal Belum Produktif.

Pada Pasal 10 PER-31/PJ/2014, dijelaskan bahwa nilai bangunan per meter persegi
merupakan hasil pembagian antara total nilai bangunan dengan total luas bangunan.
Sedangkan total nilai bangunan merupakan jumlah nilai bangunan masing-masing
bangunan. Berikutnya, nilai bangunan untuk masing-masing bangunan ditentukan
sebesar biaya pembangunan baru setelah dikurangi penyusutan.

2.3. Perhitungan Standar Investasi Tanaman (SIT)


Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2014 tentang Tata
Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Standar Investasi
Tanaman (SIT) didefinisikan sebagai jumlah biaya tenaga kerja, bahan dan alat yang
diinvestasikan untuk pembukaan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman.
Besaran SIT ditetapkan setiap tahun oleh Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) setempat untuk masing-masing daerah kabupaten/kota. Sehingga
nilai SIT perkebunan masing-masing daerah dapat berbeda satu dengan lainnya. Dalam
melakukan perhitungan Standar Investasi Tanaman (SIT), diperlukan data biaya investasi

4
setiap tahun. Menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-72/PJ.6/1999
tentang Tata Cara Perhitungan Standar Investasi Tanaman Sektor Perkebunan, data
biaya investasi setiap tahun dimulai dari tahap pembukaan lahan (land clearing),
pembibitan, penanaman (bisa terjadi dalam tahun yang sama ataupun tidak),
pemeliharaan hingga tanaman tersebut menghasilkan dapat diperoleh dari dinas
perkebunan setempat, instansi yang terkait atau informasi langsung dari wajib pajak.
Berdasarkan SE-72/PJ.6/1999, cara perhitungan SIT untuk sektor perkebunan terbagi
menjadi dua, yaitu:
1. Tanaman Berumur Panjang (lebih dari setahun)
Cara menentukan SIT untuk tanaman berumur panjang adalah dengan
menjumlahkan biaya yang telah dikeluarkan setiap tahun sampai dengan tahun
perhitungan Standar Investasi, dengan konsep perhitungan nilai yang akan datang
(Future Value). Artinya, biaya yang telah dikeluarkan pada saat pembukaan lahan,
tahun pertama, kedua dan seterusnya, akan bertambah nilainya pada akhir tahun
ke-n. Hal ini berkaitan dengan tingkat bunga diskonto (discount rate) yang dalam
perhitungan ini ditetapkan berdasarkan keadaan ekonomi normal sebesar 10%
(sepuluh persen).
2. Tanaman Berumur Pendek
Apabila suatu jenis tanaman budidaya perkebunan dalam satu tahun mengalami
lebih dari satu kali periode tanaman, maka besarnya standar investasi tanaman
perkebunan dalam satu tahun dihitung sebesar biaya investasi untuk satu kali
periode tanam dikalikan jumlah periode tanam dalam satu tahun.

Rumus dari perhitungan SIT untuk sektor perkebunan sebagaimana dijelaskan dalam
Lampiran I SE-72/PJ.6/1999 adalah sebagai berikut:
SIT n = B0 x (1 + i)n + B1 x (1 + i)n - 1 + B2 x (1 + i)n – 2 + B3 x (1 + i)n - 3 + ... + Bn x (1 + i)0

Keterangan:
SIT n = Standar Investasi Tanaman tahun ke-n
I = Tingkat bunga diskonto (ditetapkan 10%)
B0, B1, B2, ..., Bn = Biaya yang dikeluarkan saat pembukaan lahan, tahun ke-satu,
tahun ke-dua, dan seterusnya sampai tahun ke-n.

Adapun contoh perhitungan SIT untuk jenis tanaman berumur panjang dan tanaman
berumur pendek sebagaimana dijabarkan dalam Lampiran I SE-72/PJ.6/1999 adalah
sebagai berikut:
a. Tanaman Berumur Panjang
Diketahui satuan biaya untuk tanaman karet per-Ha sebagai berikut :

5
 Biaya Pembukaan lahan pada tahun ke-0 = Rp. 329.060
 Biaya Penanaman pada tahun ke-0 = Rp. 1.269.462
 Biaya Pemeliharaan tahun ke-1 = Rp. 402.181
 Biaya Pemeliharaan tahun ke-2 = Rp. 380.588
 Biaya Pemeliharaan tahun ke-3 = Rp. 379.494
 Biaya Pemeliharaan tahun ke-4 = Rp. 333.037
 Biaya Pemeliharaan tahun ke-5 = Rp. 548.293
 Tingkat bunga diskonto yang digunakan = 10%

Maka besarnya SIT per-Ha pada masing-masing tahapan adalah sebagai berikut:

1) SIT pada tahapan pembukaan lahan


= Rp. 329.060 x (1 + 0,1)0 + Rp. 1.269.462 x (1 + 0,1)0
= Rp. 1.598.522

2) SIT pada saat karet berumur 1 tahun


= Rp. 329.060 x (1 + 0,1)1 + Rp. 1.269.462 x (1 + 0,1)1 + Rp. 402.181 x (1 +
0,1)0
= Rp. 1.598.522

3) SIT pada saat karet berumur 2 tahun


= Rp. 329.060 x (1 + 0,1)2 + Rp. 1.269.462 x (1 + 0,1)2 + Rp. 402.181 x (1 + 0,1)1
+ Rp. 380.588 x (1 + 0,1)0
= Rp. 2.757.198

4) SIT pada saat karet berumur 3 tahun


= Rp. 329.060 x (1 + 0,1)3 + Rp. 1.269.462 x (1 + 0,1)3 + Rp. 402.181 x (1 + 0,1)2
+ Rp. 380.588 x (1 + 0,1)1 + Rp. 379.474 x (1 + 0,1)0
= Rp. 3.412.392

5) SIT pada saat karet berumur 4 tahun


= Rp. 329.060 x (1 + 0,1)4 + Rp. 1.269.462 x (1 + 0,1)4 + Rp. 402.181 x (1 + 0,1)3
+ Rp. 380.588 x (1 + 0,1)2 + Rp. 379.474 x (1 + 0,1)1 + Rp. 333.037 x (1 + 0,1)0
= Rp. 4.086.668

6) SIT pada saat karet berumur 5 tahun


= Rp. 329.060 x (1 + 0,1)5 + Rp. 1.269.462 x (1 + 0,1)5 + Rp. 402.181 x (1 + 0,1)4
+ Rp. 380.588 x (1 + 0,1)3 + Rp. 379.474 x (1 + 0,1)2 + Rp. 333.037 x (1 + 0,1)1
+ Rp. 548.293 x (1 + 0,1)0

6
= Rp. 5.043.628

b. Tanaman Berumur Pendek


Diketahui satuan biaya untuk tanaman tembakau per-Ha sebagai berikut :
 Biaya sewa tanah = Rp. 1.200.000
 Biaya upah tenaga kerja = Rp. 1.795.000
 Biaya sarana produksi = Rp. 620.000
 Biaya angkutan dan peralatan = Rp. 160.000
 Tingkat bunga diskonto yang digunakan = 10%

Besarnya biaya investasi yang diperlukan per Ha adalah total biaya yang dikeluarkan,
maka perhitungannya adalah sebagai berikut :
= Rp. 1.200.000 + Rp. 1.795.000 + Rp. 620.000 + Rp. 160.000
= Rp. 3.775.000

Apabila dalam setahun terjadi 2 (dua) kali periode tanam, maka biaya investasi yang
diperlukan adalah sebagai berikut :
= 2 x Rp. 3.775.000
= Rp. 7.550.000

Maka besarnya Standar Investasi Tanaman (SIT) adalah sebagai berikut :


= Rp. 7.550.000 x (1 + 0,1)0
= Rp. 7.550.000

2.4. Penghitungan PBB Perkebunan


Untuk lebih memahami mengenai bagaimanakah cara menghitung PBB terutang pada
sektor perkebunan, kami memberikan contoh soal beserta pembahasannya sebagai
berikut:

PT Maju Jalan merupakan sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit di daerah


Sumatera Utara. Adapun PT Maju Jalan memiliki tanah dan bangunan dengan rincian
sebagai berikut:
A. Tanah
a. Area Kebun
 Usia tanaman 2 tahun: 100 Ha, kelas 178 (Rp. 1.700/m2), SIT (Standar
Investasi Tanaman) : Rp. 2.795.000/Ha.
 Tanaman sudah menghasilkan 300 Ha, kelas 178, SIT: Rp. 5.646.000/Ha.
b. Area Emplasemen
 Kantor: 0,5 Ha, kelas 140 (Rp. 1.400/m2)

7
 Gudang: 1 Ha, kelas 147 (Rp. 10.000/m2)
 Pabrik: 2 Ha, kelas 147 (Rp. 10.000/m2)
B. Bangunan
a. Kantor: 500 m2, kelas 072 (Rp. 700.000/m2)
b. Gudang: 1.000 m2, kelas 078 (Rp. 505.000/m2)
c. Pabrik: 4.000 m2, kelas 084 (Rp. 365.000/m2)

Apabila NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp. 12.000.000, maka perhitungannya adalah


sebagai berikut:
A. NJOP Tanah
1. Area Kebun
a. Usia Tanaman 2 Tahun: 100 x 10.000 x Rp 1.700 = Rp. 1.700.000.000
 SIT: 100 x Rp. 2.795.000 = Rp. 297.500.000
b. Tanaman sudah menghasilkan: 300 x 10.000 x Rp 1.700 = Rp. 5.100.000.000
 SIT: 300 x Rp. 5.646.000 = Rp. 1.639.800.000+
NJOP Tanah Area Kebun = Rp. 8.773.300.000
2. Area Emplasemen
a. Kantor: 0,5 x 10.000 x Rp. 14.000 = Rp. 70.000.000
b. Gudang: 1 x 10.000 x Rp. 10.000 = Rp. 100.000.000
c. Pabrik: 2 x 10.000 x Rp. 10.000 = Rp. 200.000.000+
NJOP Tanah Area Emplasemen = Rp. 370.000.000
Total NJOP Tanah Keseluruhan = Rp. 9.143.300.000

B. NJOP Bangunan
a. Kantor: 500 x Rp. 700.000 = Rp. 350.000.000
b. Gudang: 1.000 x Rp. 505.000 = Rp. 505.000.000
c. Pabrik: 4.000 x Rp. 365.000 = Rp. 1.460.000.000+
NJOP Bangunan = Rp. 2.315.000.000

Total NJOP Tanah dan Bangunan = Rp. 11.458.300.000


NJOPTKP = Rp. 12.000.000-
NJKP untuk perhitungan PBB Perkebunan = Rp. 11.446.300.000
PBB Perkebunan terutang (0,5% x 40% xRp. 11.446.300.000) = Rp. 22.892.600

Berdasarkan contoh soal dan perhitungan diatas, untuk menentukan besarnya PBB
terutang maka kita harus menghitung NJOP Tanah untuk setiap areal terlebih dahulu.
Dalam contoh soal dijabarkan mengenai perhitungan NJOP Tanah untuk Area Kebun dan

8
Area Emplasemen. Setelah menghitung NJOP Tanah secara keseluruhan, selanjutnya
kita menghitung NJOP Bangunan secara keseluruhan sehingga kita dapatkan total NJOP
keseluruhan dari tanah dan bangunan. Kemudian NJOP tanah dan bangunan tersebut
dikurangi dengan NJOPTKP sehingga kita mendapatkan NJKP untuk basis perhitungan
PBB terutang. Untuk mengetahui berapakan jumlah PBB perkebunan terutang kita
menggunakan rumus perhitungan PBB perkebunan yaitu tarif PBB perkebunan (0,5%) x
40% x (NJOP-NJOPTKP). Dari hasil perhitungan tersebut diketahui bahwa PBB
perkebunan terutang PT Maju Jalan adalah sebesar Rp. 22.892.600.

9
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Menurut PER-31/PJ/2014, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor perkebunan


didefinisikan sebagai Pajak Bumi dan Bangunan yang dikenakan atas bumi dan/atau
bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan. Objek Pajak dari PBB sektor perkebunan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 3 PER-31/PJ/2014 adalah bumi dan bangunan. Objek bumi dalam peraturan
tersebut dibagi menjadi dua yaitu areal yang dikenakan PBB dan areal yang tidak
dikenakan PBB. Areal yang dikenakan PBB berupa Areal Produktif, Areal Belum
Produktif, Areal Tidak Produktif, Areal Pengaman, dan Areal Emplasemen. Sedangkan
untuk areal yang tidak dikenakan PBB adalah areal lainnya yang secara spesifik diatur
dalam UU PBB maupun peraturan turunannya. Objek PBB berikutnya adalah bangunan
yang didefinisikan sebagai konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap
pada tanah dan/atau perairan. Berdasarkan Pasal 8 PER-31/PJ/2014, dasar pengenaan
PBB sektor perkebunan adalah NJOP hasil penjumlahan antara NJOP bumi dan NJOP
Bangunan. NJOP bumi merupakan hasil perkalian antara total luas areal objek pajak yang
dikenakan dengan NJOP bumi per meter persegi. Sedangkan NJOP bangunan adalah
hasil perkalian antara total luas bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi.
Standar Investasi Tanaman (SIT) sebagaimana dimaksud dalam PER-31/PJ/2014
didefinisikan sebagai jumlah biaya tenaga kerja, bahan dan alat yang diinvestasikan
untuk pembukaan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman. Dalam melakukan
perhitungan SIT, diperlukan data biaya investasi setiap tahun. Menurut Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-72/PJ.6/1999, data biaya investasi setiap tahun dapat
diperoleh dari dinas perkebunan setempat, instansi yang terkait atau informasi langsung
dari wajib pajak. Ada dua cara yang dapat digunakan untuk menghitung SIT yaitu untuk
tanaman berumur panjang (perhitungannya menggunakan konsep nilai yang akan
datang/Future Value) dan untuk tanaman berumur pendek (dihitung sebesar biaya
investasi untuk satu kali periode tanam dikalikan jumlah periode tanam dalam satu tahun).
Untuk menghitung PBB sektor perkebunan, hal yang perlu diperhatikan adalah
menghitung terlebih dahulu NJOP tanah dan NJOP bangunan sesuai dengan objek pajak
yang dimiliki. Lalu NJOP tanah dan bangunan tersebut ditambahkan menjadi satu.
Setelah diketahui hasil NJOP keseluruhan, maka nantinya NJOP tersebut dikurangi oleh
NJOPTKP untuk mengetahui NJKP nya. Rumus yang digunakan dalam perhitungan PBB
sektor perkebunan adalah tarif PBB perkebunan (0,5%) x 40% x (NJOP Tanah dan
Bangunan-NJOPTKP).

10
3.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah ditulis, maka penulis dapat memberikan saran
sebagai berikut:

1. Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa, sangat diperlukan untuk memahami dengan baik mengenai
konsep PBB sektor perkebunan mulai dari pengertian, objek dan subjek pajak,
dasar pengenaan pajak dan dasar perhitungannya, serta cara perhitungan PBB
terutang. Karena materi ini masih di dalam ruang lingkup PBB P3 (Perkebunan,
Perhutanan, dan Pertambangan) dan tiap sektor dijabarkan secara spesifik.

2. Bagi Dosen/Tenaga Pendidik


Bagi bapak/ibu dosen/tenaga pendidik, sangat diperlukan untuk memberikan
bimbingan dan penjabaran secara komprehensif kepada mahasiswa agar dapat
memahami materi mengenai PBB sektor perkebunan. Selain itu, bapak/ibu dosen
dapat memberikan diskusi kasus agar membangkitkan partisipasi aktif antara
dosen dan mahasiswa dalam bekerja sama untuk menyelesaikan contoh kasus
yang relevan terkait dengan PBB sektor perkebunan.

3. Bagi Masyarakat

Bagi masyarakat khususnya pelaku usaha di sektor perkebunan, sangat


diperlukan untuk memahami dengan baik tentang PBB sektor perkebunan agar
masyarakat khususnya pelaku usaha di sektor perkebunan dapat menjalankan
kewajiban pembayaran PBB sektor perkebunan dan memberikan kontribusi
penerimaan pajak kepada pemerintah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2014 tentang Tata Cara Pengenaan
Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-72/PJ.6/1999 tentang Tata Cara Perhitungan
Standar Investasi Tanaman Sektor Perkebunan.

Website
DDTC. Ilustrasi Kasus Perhitungan PBB Sektor Perkebunan. Diakses dari
https://perpajakan.ddtc.co.id/ilustrasi-kasus/read/88, pada tanggal 10 April 2022 pukul
18:15 WIB.
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. 2021 : Kementan Dorong Kontribusi
Perkebunan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional. Diakses dari
https://ditjenbun.pertanian.go.id/2021-kementan-dorong-kontribusi-perkebunan-
terhadap-pertumbuhan-ekonomi-nasional/, pada tanggal 10 April 2022 pukul 18:20
WIB.
Widya. Mengenal Pajak Perkebunan. Diakses dari
https://www.sobatpajak.com/article/5fa0075d76fc9d5a95175b74/Mengenal%20Pajak
%20Perkebunan, pada tanggal 10 April 2022 pukul 18:30 WIB.

12

Anda mungkin juga menyukai