DISUSUN OLEH:
STIE MALANGKUÇEÇWARAMALANG
Maret 2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah Taxtation
Tidak lupa juga kami mengucapkan terimakasih kepada semua anggota kelompok yang telah
turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan
maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati
menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi
untukpembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) merupakan pemotongan atas penghasilan yang
dibayarkan sehubungan dengan jasa dan sumber tertentu, seperti jasa konstruksi, sewa
tanah dan/atau bangunan, hadiah undian, dan lain sebagainya.
Ringkasnya, PPh Pasal 4 ayat (2) adalah pajak penghasilan atas jenis penghasilan tertentu
yang bersifat final dan tidak bisa dikreditkan dengan pajak penghasilan terutang. Maka dari
itu, PPh Pasal 4 ayat (2) ini dikenal juga sebagai PPh Final.
PPh Pasal 4 ayat (2) memiliki skema tarif khusus atas setiap jenis penghasilan, serta biaya
yang terkait atas penghasilan tersebut tidak bisa menjadi pengurang penghasilan bruto.
Pembayaran dan pemotongan/pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2) bukan merupakan
pembayaran di muka atas PPh terutang, melainkan menjadi pelunasan. Dengan demikian,
Wajib Pajak yang telah dipotong atau menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) terutangnya,
maka sudah dianggap melunasi pajaknya.
Secara garis besar, kategori PPH Pasal 4 Ayat 2 dibagi menjadi 2 berdasarkan mekanisme
pengenaannya, yaitu:
Dalam hal ini, wajib pajak yang telah dipotong atau dipungut pajak penghasilannya
hanya akan menerima bukti pemotongan dari pihak pemotong.
2. Di Setor Sendiri:
Dalam hal ini, Wajib Pajak sebagai pihak pemotong/pemungut pajak dan harus
menyetorkannya ke kas negara.
C. Objek PPH Pasal 4 AYAT (2)
Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dikenakan terhadap penghasilan atau pendapatan tertentu, yang
di antaranya berupa:
Tarif PPh Pasal 4 ayat (2) yang dikenakan kepada Wajib Pajak baik orang pribadi
maupun badan akan merujuk pada sumber-sumber penghasilan yang diperolehnya. Berikut ini
tarif dari setiap objek pajak PPh Pasal 4 ayat (2):
2. Tarif sebesar 10% dikenakan atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada para anggotanya (kecuali bunga dibawah Rp 240 ribu tidak dikenakan
pajak).
dalam satu tahun. Dalam hal ini, bunga tersebut akan dikenakan pajak sebesar 10%.
Namun, karena ada batasan bahwa bunga di bawah Rp 240 ribu tidak dikenakan
pajak, bunga sebesar Rp 300.000 hanya akan dikenakan pajak atas selisihnya
dengan Rp 240 ribu, yaitu Rp 60.000. Jadi, jumlah pajak yang harus dibayarkan
adalah 10% dari Rp 60.000, atau Rp 6.000. Setelah pemotongan pajak sebesar Rp
6.000, anggota koperasi akan menerima jumlah bersih dari bunga simpanannya,
yaitu Rp 294.000.
3. Tarif sebesar 10% dikenakan atas dividen yang diterima oleh Wajib Pajak orang
dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak dividen diperoleh. Apabila diinvestasikan,
sahamnya dalam satu tahun. Jika individu tersebut memilih untuk tidak
sebesar 10%. Jadi, jumlah pajak yang harus dibayarkan adalah 10% dari Rp
4. Tarif sebesar 10% dikenatan terhadap persewaan atas tanah dan/atau bangunan.
penyewa dengan harga sewa bulanan sebesar Rp 5.000.000. Dalam hal ini, pemilik
rumah akan dikenakan pajak sebesar 10% dari jumlah sewa yang diterima. Jadi,
jumlah pajak yang harus dibayarkan adalah 10% dari Rp 5.000.000, atau Rp
500.000. Pajak tersebut harus dilaporkan dan dibayarkan sesuai dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku di negara tempat tanah atau bangunan tersebut berada.
yang tepat dan membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
5. Tarif sebesar 0% — 20% dikenakan atas bunga obligasi (surat utang negara) dan
Misalnya:
Jika tarif pajak adalah 0% untuk penghasilan hingga Rp 5.000.000, maka bunga
individu tersebut akan dikenakan pajak sebesar 10% dari jumlah bunga obligasi,
yaitu Rp 1.000.000.
Jika tarif pajak adalah 20% untuk penghasilan di atas Rp 50.000.000, dan bunga
obligasi lebih dari itu, maka individu tersebut akan dikenakan pajak sesuai dengan
tarif tersebut. Pajak yang harus dibayarkan akan dihitung berdasarkan tarif yang
6. Tarif sebesar 25% dikenakan atas hadiah undian atau lotre. Ketentuan ini lebih
hal ini, penerima hadiah tersebut akan dikenakan pajak sebesar 25% dari jumlah
hadiah yang diterima. Jadi, jumlah pajak yang harus dibayarkan adalah 25% dari
nilai hadiah yang diterima oleh penerima hadiah undian atau lotere sebelum mereka
7. Tarif sebesar 0,5% dikenakan atas transaksi penjualan saham pendiri dan tarif
Dengan demikian, pendiri perusahaan akan dikenakan pajak sebesar Rp 50.000 atas
transaksi penjualan sahamnya, sedangkan pihak lain yang bukan pendiri perusahaan
akan dikenakan pajak sebesar Rp 10.000 atas transaksi penjualan saham mereka.
Pajak atas transaksi penjualan saham ini biasanya dipotong oleh pihak yang
mengelola transaksi, seperti perusahaan efek atau bursa efek, dan kemudian
berlaku.
8. Tarif sebesar 5% dikenakan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan,
termasuk usaha real estate. Sedangkan, tarif sebesar 1% dikenakan atas pengalihan
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (termasuk usaha real estate):
Tarif pajak: 5%
Tarif pajak: 1%
Dengan demikian, jika seseorang mengalihkan hak atas rumah tersebut dan itu
termasuk dalam kategori rumah sederhana atau rumah susun sederhana, pajak yang
harus dibayarkan adalah Rp 10.000.000. Namun, jika itu bukan rumah sederhana
atau rumah susun sederhana, pajak yang harus dibayarkan adalah Rp 50.000.000.
9. Tarif sebesar 0,1% dikenakan atas transaksi penjualan saham atau pengalihan
ventura.
100.000 atas transaksi penjualan saham atau pengalihan penyerahan modal pada
10. Tarif sebesar 2,5% dikenakan atas transaksi derivatif berjangka panjang yang sudah
diperdagangkan di bursa
dilakukannya di bursa.
11. Tarif sebesar 1,75% dikenakan terhadap pelaksana jasa konstruksi kecil dengan
sertifikasi;
tersebut akan dikenakan pajak sebesar Rp 17.500.000 atas proyek konstruksi senilai
12. Tarif sebesar 4% dikenakan terhadap pelaksana jasa konstruksi tanpa sertifikasi;
Tarif pajak: 4%
13. Tarif sebesar 2,65% dikenakan terhadap pelaksana konstruksi menengah dan besar;
14. Tarif sebesar 2,65% dikenakan atas penyedia jasa yang mempunyai sertifikasi
badan usaha;
Contoh: Seorang penyedia jasa yang telah memiliki sertifikasi badan usaha
berlaku:
Tarif pajak: 2,65%
26.500.000. Dengan demikian, penyedia jasa yang memiliki sertifikasi badan usaha
tersebut akan dikenakan pajak sebesar Rp 26.500.000 atas proyek jasa senilai Rp
15. Tarif sebesar 4% dikenakan atas penyedia jasa yang mempunyai sertifikasi badan
usaha;
Contoh: Seorang penyedia jasa yang telah memiliki sertifikasi badan usaha
berlaku:
Tarif pajak: 4%
Dengan demikian, penyedia jasa yang memiliki sertifikasi badan usaha tersebut
16. Tarif sebesar 3,5% dikenakan terhadap perancang atau pengawas jasa konstruksi
Contoh: Seorang perancang jasa konstruksi bekerja pada sebuah proyek yang
dijalankan oleh penyedia jasa konstruksi yang memiliki sertifikasi badan usaha, dan
17. Tarif sebesar 6% dikenakan terhadap perancang atau pengawas jasa konstruksi oleh
Contoh: Seorang perancang jasa konstruksi bekerja pada sebuah proyek yang
dijalankan oleh penyedia jasa konstruksi yang tidak memiliki sertifikasi badan
usaha, dan nilai proyek tersebut adalah Rp 1.000.000.000. Berdasarkan tarif yang
berlaku:
Tarif pajak: 6%
1.000.000.000 yang dijalankan oleh penyedia jasa konstruksi tanpa sertifikasi badan
usaha.
Dalam Pasal 1
Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana
Pasal 2
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rLlang lingkup Peraturan Pemerintah ini
dan Perda mengenai Pajak dan Retribusi; c. pengawasan Perda mengenai pajak
sanksi administratif.
(1) Pemerintah Pusat sesuai dengan program prioritas nasional dapat melakukan
penyesuaian tarif pajak dan/atau Retribusi yang telah ditetapkan dalam Perda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa proyek strategis nasional yang
Pasal 4
Pasal 5
terakhir daerah yang bersangkutan; b. dampak terhadap fiskal nasional dan daerah;
c. urgensi penetapan tarif; d. kapasitas fiskal daerah; dan e. insentif fiskal yang
telah diterima.
yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimalsud dalam
pemerintah daerah dan dewan perwakilan ralqrat daerah menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip
pajak
Kenapa pph pasa 4 ayat 2 di anggap final dan bagimana perlakuan perpajakannya
JelasKan apakah pajak yang dipotong pihak lain berpengaruh kepada penghasilan
kita
Apakah ada penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak PPh Pasal 4 Ayat 2?
dimaksud. Apakah penghasilan tersebut berasal dari gaji, usaha, investasi, atau
lainnya? Apakah transaksi tersebut merupakan penjualan barang, jasa, atau
aset?
antara lain:
4. Perhatikan Pengecualian
Perlu diingat bahwa tidak semua penghasilan atau transaksi dikenakan pajak.
Harta hibahan
Warisan
Penghasilan yang tidak melampaui batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
sebaiknya konsultasikan dengan ahli pajak atau Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Ahli pajak atau DJP dapat memberikan penjelasan dan panduan yang lebih
tax) oleh pihak pembayar penghasilan kepada penerima penghasilan. Sistem ini
2. Kepastian Hukum:
Dengan sifatnya yang final, PPh Pasal 4 ayat 2 memberikan kepastian hukum
bagi wajib pajak. Wajib pajak tidak perlu lagi melakukan penghitungan dan
perpajakan. Hal ini karena proses pemungutan pajak menjadi lebih mudah dan
Pemotongan Pajak:
Penyetoran Pajak:
Pihak pembayar penghasilan wajib menyetorkan PPh Pasal 4 ayat 2 yang telah
dipotong ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan
pemotongan.
Pihak pembayar penghasilan wajib melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat 2
secara online melalui DJP Online paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
3. Ya, pajak yang dipotong pihak lain (seperti PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, dan PPh
1. Penghasilan Neto:
(penghasilan setelah pajak). Penghasilan neto inilah yang menjadi basis untuk
Ketika mengisi SPT Tahunan PPh, kita perlu memasukkan bukti potong pajak
yang menunjukkan berapa jumlah pajak yang telah dipotong oleh pihak lain.
Jumlah pajak yang dipotong ini akan dikreditkan dengan pajak penghasilan
Jika jumlah pajak yang dipotong pihak lain lebih besar daripada pajak
Contoh:
Misalkan gaji bruto Anda Rp 10.000.000 per bulan dan PPh Pasal 21 yang
dipotong sebesar 10%. Maka, penghasilan neto Anda menjadi Rp 9.000.000 per
bulan. Penghasilan neto inilah yang menjadi basis untuk menghitung pajak
Kesimpulan:
Pajak yang dipotong pihak lain dapat memengaruhi penghasilan neto, SPT
4. Ya, ada pengecualian dari kewajiban pembayaran atau pemungutan PPh dalam
Kena Pajak (PTKP) yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau
2. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
persyaratan khusus
cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat.
koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil. Yang
mana ketentuannya diatur lebih lanjut dengan PMK. Sepanjang hibah tersebut
hibah kepada badan keagamaan. Lalu badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil.
PPh dalam pasal 4 ayat (2) ini adalah pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang tidak termasuk
subjek pajak
dilakukan melalui Pihak Lain dalam Sistem Informasi Pengadaan, yang telah
dipungut PPh Pasal 22 oleh Pihak LainYa, terdapat beberapa penghasilan yang
dikecualikan dari objek pajak PPh Pasal 4 Ayat 2. Berikut adalah beberapa
contohnya:
Penghasilan lainnya:
3. Penghasilan dari bunga deposito dan obligasi yang diterima oleh Wajib
Perlu diingat bahwa daftar ini tidak lengkap dan terdapat beberapa ketentuan
dan persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu penghasilan dapat dikecualikan
dari objek pajak PPh Pasal 4 Ayat 2. Untuk informasi lebih lengkap dan akurat,
yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto
Tertentu. Anda juga dapat berkonsultasi dengan ahli pajak atau Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) untuk mendapatkan penjelasan yang lebih spesifik terkait
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
penghasilan Wajib Pajak (WP) orang pribadi dan badan. Subjek pajak PPH adalah orang
pribadi dan badan yang memperoleh penghasilan. Objek pajak PPH adalah penghasilan yang
diterima WP, termasuk penghasilan dari pekerjaan, usaha, modal, dan hibah. Penghasilan
neto dihitung dengan mengurangkan biaya, penghasilan tidak kena pajak (PTKP), dan zakat
dari penghasilan bruto. Tarif pajak PPH progresif, artinya semakin besar penghasilan,
semakin besar tarif pajaknya. Tata cara penghitungan PPH berbeda-beda tergantung jenis
penghasilannya. PPH merupakan sumber pendapatan negara yang utama, dan WP wajib
mendaftarkan diri dan membayar pajak terutang. Pemerintah memberikan berbagai insentif
pajak untuk mendorong kegiatan ekonomi. WP wajib melaporkan SPT Masa PPH secara
berkala.
DAFTAR RUJUKAN
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 2021. (Online). Di ambil 21 Maret 2024
https://peraturan.bpk.go.id/Details/161840/pp-no-10-tahun-2021