Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERPAJAKAN

PAJAK PENGHASILAN PPH PASAL 21

DISUSUN OLEH :

ADINDA AMALIA (205030200111069)

REZKYAN KRESNA D. (205030200111072)

CHANDRA FAJAR. A.W (205030200111054)

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

PRODI ADMINISTRASI BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2022
KATA PENGATAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan
rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikna makalah yang berjudul “Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan” tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan terimakasih kepada ibu Latifah Hanum, M.S.A, A.K. yang telah
memberikan bimbingan dan teman-teman yang telah memberikan kontribusi dalam
menyelesaikan makalah ini. Berkat bantuan tersebut kami dapat menyelasaikan tugas
makalah ini dengan lancar dan optimal.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini.
Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca
sekalian. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya.

Penulis

23 Maret Malang

i
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR..............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................................1
1.3. Tujuan..................................................................................................................................2
BAB II...................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..................................................................................................................................3
2.1. Definisi PPh Pasal 21...........................................................................................................3
2.2. Wajib Pajak PPh Pasal 21....................................................................................................3
2.3. Wajib Pajak yang Tidak Termasuk PPh Pasal 21..........................................................4
2.4. Obyek Pajak PPh Pasal 21..................................................................................................5
2.5. Penghasilan yang Dikecualikan dari Pengenaan PPh Pasal 21.................................6
2.6. Pemotongan PPh Pasal 21..................................................................................................7
2.7. Jumlah Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun......................................................................8
2.8. Tarif-tarif yang Ada Pada PPh Pasal 21...........................................................................9
2.9. Contoh Kasus PPh Pasal 21.............................................................................................10
BAB III................................................................................................................................................12
PENUTUP..........................................................................................................................................12
KESIMPULAN...................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pajak merupakan salah satu instrumen yang menjadi sumber pendapatan negara
Indonesia. Pendapatan yang bersumber dari pajak, akan digunakan negara Indonesia untuk
pembiayaan pembangunan. Sehingga, pemerintah mencoba untuk memaksimalkan
pendapatan yang bersumber dari pajak.

Sumber pendapatan yang berasal dari pajak diprediksikan sumber paling banyak
berasal dari pajak non-migas. Salah satu pajak yang tergolong pajak non-migas adalah
pajak penghasilan yang sesuai dengan pasal 21 atau PPh pasal 21. Berdasarkan undang-
undang yang berlaku, yakni Undang-Undang RI No.36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal
21 didefinisikan sebagai bentuk penghasilan berupa gaji, upah, honorium, dan pembayaran
apapun yang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan seorang Wajib Pajak Pribadi dalam
negeri.

Pemerintah juga mencoba untuk mendorong setiap perusahaan untuk menyadarkan


setiap anggota organisasnya agar sadar akan pentingnya membayar pajak, terutama bagi
pihak perusahaan yang juga terdapat pada ketetapan Wajib Pajak PPh pasal 21, seperti
para pegawai perusahaan yang mendapatkan penghasilan. Perusahaan sebagai penyedia
lapangan kerja (pemberi kerja), diharapkan mampu untuk melakukan pemotongan,
perhitungan, penyetoran, serta pelaporan PPh pasal 21 yang berkaitan dengan kewajiban
para pegawainya, agar pembayaran PPh pasal 21 berjalan secara efektif dan efisien.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apakah definisi dari Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21?
2. Bagaimana klasifikasi atas Wajib Pajak pada PP pasal 21?
3. Siapa saja pihak yang tidak termasuk pada Wajib Pajak PPh pasal 21?
4. Apa saja yang menjadi objek pajak pada PPh pasal 21?
5. Apa saja bentuk penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan pajak pada PPh
pasal 21?
6. Bagaimana cara pemotongan pajak pada PPh pasal 21?
7. Bagaimana jumlah biaya jabatan dan biaya pensiun pada PPh pasal 21?
8. Bagaimana tarif-tarif yang ada pada PPh pasal 21?
9. Bagaimana kasus-kasus pajak pada PPh pasal 21

1
1.3. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami tentang definisi dari PPh pasal 21.
2. Mengetahui dan memahami tentang klasifikasi Wajib Pajak pada PPh pasal 21.
3. Mengetahui dan memahami tentang pihak tidak termasuk pada Wajib Pajak pada
PPh pasal 21.
4. Mengetahui dan memahami tentang objek pajak PPh pasal 21.
5. Mengetahui dan memahami bentuk penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan
pajak PPh pasal 21.
6. Mengetahui dan memahami cara pemotongan pajak PPh pasal 21.
7. Mengetahui dan memahami jumlah biaya jabatan dan biaya pensiun PPh pasal 21.
8. Mengetahui dan memahami tarif-tarif yang ada pada PPh pasal 21.
9. Mengetahui dan memahami kasus-kasus pajak pada PPh pasal 21.
1.

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Definisi PPh Pasal 21
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah besaran pajak yang dibebankan atau
dikenakan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri atas jumlah penghasilan yang
berkaitan dengan pekerjaan (profesi), jasa, ataupun kegiatan.

Proses pembayaran Pajak Penghasilan oleh Wajib Pajak akan dilaksanakan dalam
setiap tahun berjalan yang akan melalui pemotongan oleh pihak-pihak tertentu atau yang
berwenang. Beberapa pihak yang yang wajib dan berwenang untuk melakukan
pemotongan, penyetoran, dan pelaporan sesuai dengan PPh pasal 21 adalah pemberi kerja,
bendaharawan pemerintah, daba pensiun, badan perusahaan, serta penyelenggara
kegiatan. Jumlah besaran pajak yang telah dipotong akan digunakan oleh Wajib Pajak untuk
dijadikan tarif kredit pajak atas PPh yang bersangkutan pada periode terutang disetiap akhir
tahun.

2.2. Wajib Pajak PPh Pasal 21


Seorang Wajib Pajak yang penghasilannya akan dipotong sebagaimana dijelaskan
pada PPh pasal 21 merupakan seseorang atau pribadi yang memiliki status subjek pajak
dalam negeri yang mendapatkan sejumlah penghasilan. Besaran penghasilan yang
didapatkan, berhubungan dengan pekerjaan, jasa, dan segala aktivitas serta penerima dana
pensiun. Sesuai dengan PPh pasal 21, yang termasuk Wajib Pajak antara lain :

1. Seorang pegawai yang merupakan pekerja atau karyawan yang ditugaskan oleh
seorang pemberi kerja dengan diberikan imbalan atas pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab yang diberikan pada periode atau waktu tertentu. Seorang
pegawai ini bisa dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pegawai tetap yang
menerima penghasilan secara teratur dan pegawai tidak tetap yang besarnya
penghasilan ditetapkan berdasarkan hasil pekerjaan yang telah dilakukan.
2. Seorang penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, jaminan
hari tua, termasuk ahli warisnya.
3. Seorang yang bukan termasuk pegawai merupakan semua pihak yang tidak
termasuk pada pegawai tetap dan pegawai tidak tetap. Pihak bukan termasuk
pegawai mendapatkan penghasilan atas dasar pemberian dari pemberi
penghasilan sebagai imbalan atas pekerjaannya. Adapaun pihak yang bukan
termasuk sebagai pegawai, seperti :

3
a.) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, seperti : notaris,
pengacara, konsultan, dan pekerjaan sejenisnya.
b.) Penyanyi, pelawak, penari, pemahat, pemain musik, bintang film, dan
pekerjaan sejenisnya.
c.) Atlet atau olahragawan.
d.) Tenaga pengajar, pelatih, penceramah, moderator, dan lainnya.
e.) Peneliti, penerjemah, dan pengarang.
f.) Pemberi jasa di bidang telekomunikasi, fotografi, elektornika, dan
sejenisnya.
g.) Agensi iklan atau promotor.
h.) Pengawas proyek.
i.) Pembawa atau pengantar pesanan.
j.) Tenaga atau petugas penjaja barang dagangan.
k.) Petugas dinas lepas di luar asuransi.
l.) Distributor perusahaan direct selling atau sejenisnya.
4. Golongan atau anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak
menangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama.
5. Mantan pegawai.
6. Peserta kegiatan yang menerima ataupun mendapatkan besaran penghasilan
yang berhubungan dengan keikutsertaan dalam sebuah kegiatan, seperti :
a.) Peserta acara perlombaan.
b.) Peserta acara konferensi, sidang, rapat, dan sejenisnya.
c.) Peserta atau anggota dari sebuah acara kepanitiaan.
d.) Peserta acara pelatihan ataupun kependidikan.
e.) Peserta acara atau kegiatan yang lainnya.

2.3. Wajib Pajak yang Tidak Termasuk PPh Pasal 21


Pada ketentuan yang ada pada Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21, terdapat golongan
atau pihak Wajib Pajak yang penghasilannya tidak dipotong seperti ketentuan yang ada
pada PPh pasal 21. Golongan yang tidak termasuk pada sebagaimana pihak yang tidak
termasuk sesuai ketentuan PPh pasal 21, antara lain :

1. Anggota pejabat sebagai perwakilan diplomatik dan konsultan ataupun pejabat lain
yang berasal dari negara lain (negara asing), dan orang-orang yang diperbantukan
(ditugaskan) kepada mereka yang sedang bekerja dan bertempat tinggal bersama
mereka. Namun, ketentuan tersebut dengan syarat bukan merupakan warga negara

4
Indonesia dan di Indonesia tidak mendapatkan penghasilan lain di luar jabatan
pekerjaannya, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan sebagai
bentuk timbal balik.
2. Anggota atau golongan dari pejabat perwakilan organisasi internasional yang sesuai
dengan ketentuan pada pasal 3 ayat 1(c) UU PPh yang dikeluarkan oleh menteri
keuangan negara Indonesia. Namun, ketentuan tersebut harus berdasarkan syarat
bahwa orang yang bersangkutan bukan merupakan seorang warga negara Indonesia
(WNI) dan sedang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan untuk memperoleh
penghasilan di negara Indonesia.

2.4. Obyek Pajak PPh Pasal 21


Berikut merupakan yang termasuk penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21:

1. penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa penghasilan
yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
2. penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima Pensiun secara teratur berupa
uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
4. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, ſee, dan
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
5. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi,
uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apa pun, dan imbalan sejenis dengan nama apa pun;
6. penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka
waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja;
7. penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang
diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak
merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;
8. penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, atau imbalan lain yang
bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai;
9. penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang
masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan;
10. semua jenis penghasilan no. 1-9 yang diterima dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan oleh:
a. Wajib Pajak yang dikenakan PPh yang bersifat final; atau

5
b. Wajib Pajak yang dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus
(deemed profit).

Terdapat juga penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 final dalam pengertiannya
pemungutan PPh bersifat final berarti jumlah pajak yang telah dibayarkan dalam tahun
berjalan melalui pemotongan (oleh pemberi kerja atau pemotongan yang lain) tidak dapt
dikreditkan dari total PPh yang terutang padaakhirsuatu tahun saat mengisi Surat
Pemberitahuan (SPT)

Beberapa penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang bersifat final adalah:

1. Penghasilan berupa uang pesangon yang dibayar sekaligus oleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
2. Penghasilan berupa uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari
tua, yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
3. Penghasilan berupa honorarium, uang perangsang, uang sidang, uang hadir, uang
lembur, imbalan prestasi kerja, dan imbalan lain dengan nama apa pun yang diterima
oleh pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI/POLRI yang sumber
dananya berasal dari keuangan negara atau keuangan daerah, kecuali yang
dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil golongan II/d ke bawah dan anggota
TNI/POLRI berpangkal Pembantu Letnan Satu ke bawah atau Ajun Inspektur Tingkat
Satu ke bawah.

2.5. Penghasilan yang Dikecualikan dari Pengenaan PPh Pasal 21


1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi beasiswa;
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apa pun
diberikan oleh Wajib Pajak atau pemerintah (termasuk Pajak Penghasilan yang
ditanggung oleh pemberi kerja, maupun yang ditanggung oleh pemerintah), kecuali
penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa
uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari
tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara
jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, atau sumbangan keagamaan

6
yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh
orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah:
5. Beasiswa yang diperoleh atau diterima oleh Warga Negara Indonesia dari Wajib
Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan di dalam negeri pada
tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi yang tidak
mempunyai pemberi beasiswa. Komponen beasiswa terdiri atas biaya pendidikan
yang dibayarkan ke sekolah (tuition fee), biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan
dengan bidang

2.6. Pemotongan PPh Pasal 21


Pemotongan PPh Pasal 21 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau badan termasuk
Bentuk Usaha Tetap yang mempunyai kewajiban melakukan pemotongan pejak atas
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Pemotongan PPh Pasal 21
sesuai dengan Peraturan Dirjrn Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 sebagai berikut:

1. Pemberi kerja yang terdiri atas:


a. orang pribadi dan badan,
b. cabang perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau
seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium,
tunjangan,dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, dan unit tersebut.
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara ataukas kepada
Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau
lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar
Republik Indonesia di luar negeri yang membayarkan gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan
lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan
yang membayar:
a. honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan
status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan
pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk
dan atas nama persekutuannya.

7
b. honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status
Subjek Pajak luar negeri;
c. honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta pendidikan,
pelatihan, dan pegawai magang.
5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau
penghargaan dalam bentuk apa pun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
berkenaan dengan suatu kegiatan.
Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan
pemotongan pajak adalah:
1) kantor perwakilan negara asing:
2) organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) huruf Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh
Menteri Keuangan;
3) pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk
melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
4) jika organisasi internasional tidak memenuhi ketentuan tersebut, organisasi
internasional dimaksud merupakan pemberi kerja yang berkewajiban
melakukan pemotongan pajak

2.7. Jumlah Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun


Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 600/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994
tentang "Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang Dapat Dikurangkan dari
Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan" sebagai pengganti Keputusan Menteri
Keuangan Nomor : 49/KMK.04/1994 tanggal 9 Februari 1994, dengan ini disampaikan hal-
hal sebagai berikut :
1. Besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk
penghitungan pemotongan pajak penghasilan bagi pegawai tetap sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1994 ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya
Rp. 648.000,00 (enam ratus empat puluh delapan ribu rupiah) setahun atau Rp.

8
54.000,00 (lima puluh empat ribu rupiah) sebulan. Penghasilan bruto sebagaimana
tersebut di atas adalah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-02/PJ/1995 tanggal 9 Januari 1995,
yaitu baik penghasilan teratur maupun penghasilan tidak teratur.
2. Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk
perhitungan pemotongan pajak penghasilan bagi pensiunan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 ditetapkan sebesar
5% (lima persen) dari penghasilan bruto berupa uang pensiun, setinggi-tingginya Rp.
216.000,00 (dua ratus enam belas ribu rupiah) setahun atau Rp.18.000,00 (delapan
belas ribu rupiah) sebulan

2.8. Tarif-tarif yang Ada Pada PPh Pasal 21


1. Penghasilan Kena Pajak
Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Penghasilan
Kena Pajak adalah pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dikenakan PKP
sebesar Penghasilan Netto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru.
Sementara pegawai tidak tetap dikenakan PKP sebesar Penghasilan Bruto dikurangi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru. Sedangkan untuk pegawai yang
termuat dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Pasal 3
huruf c, dikenakan sebesar 50% atas PKP dari jumlah penghasilan bruto dikurangi
PTKP dalam satu bulan.

2. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)


Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pendapatan yang tidak dikenai
Pajak Penghasilan seperti yang termuat dalam PPh Pasal 21. Menurut DJP,
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dijelaskan sebagai pengeluaran untuk
memenuhi kebutuhan dasar Wajib Pajak beserta keluarga, dalam satu tahun. Maka
tidak termasuk dalam PPh Pasal 21. Seperti diketahui, besar PTKP dapat berubah
sewaktu-waktu melalui peraturan pelaksana perundang-undangan perpajakan.
Perubahan besar PTKP terakhir kali pada tahun 2016 yang ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK. 010/2016. Berdasarkan PMK 101/2016
tersebut, Wajib Pajak tidak akan dikenakan pajak penghasilan apabila penghasilan
Wajib Pajak sama dengan atau tidak lebih dari Rp54.000.000 dan tambahan besar
PTKP yang disesuaikan dengan status WP.

9
Dalam RUU HPP, besar PTKP tidak berubah, yakni: Rp54.000.000 per tahun / Rp4,5
juta per bulan untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi lajang tanpa tanggungan.
Tambahan Rp4.500.000 untuk Wajib Pajak yang kawin. Rp54.000.000 untuk istri
yang memiliki jumlah penghasilan tersebut telah digabung dengan penghasilan
suami. Tambahan Rp4. 500.000 untuk setiap anggota keluarga kandung serta
keluarga dalam garis keturunan serta anak angkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

3. Tarif Progresif PPh 21


Menurut Pasal 17 ayat 1, perhitungan tarif pajak penghasilan pribadi menggunakan
tarif progresif, dimana persentase pengenaan PPh 21 WPOP dikategorikan
berdasarkan jumlah penghasilan tahunannya. Adapun kategori tarif pajak yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan hingga Rp 50.000.000,- adalah 5%
Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan Rp 50.000.000, - Rp 250.000.000,- adalah
15%.
Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan Rp 250.000.000,- Rp 500.000.000,- adalah
25%.
Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500.000.000, - adalah 30%.
Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenai tarif 20% lebih tinggi dari tarif yang
diterapkan terhadap wajib pajak yang memiliki NPWP. Sehingga total PPh 21 yang
dipotong adalah sebesar 120% dari jumlah yang seharusnya dipotong.

2.9. Contoh Kasus PPh Pasal 21


Bapak Budi bekerja di PT. A sebagai pegawai tetap, Beliau mendapatkan gaji pokok 5
juta/bulan, dengan tunjangan transport dan makan 1 juta. Beliau belum berkeluarga dan
tidak memiliki tanggungan. Berapa PPh 21 Bapak Budi pada bulan Januari?

Pengahasilan

Gaji Pokok : 5.000.000

Tunjangan : 1.000.000

Pengurang

Biaya Jabatan : 5%

PTKP (TK/0) : 54.000.000

10
Keterangan Jumlah
Gaji Pokok 5.000.000
Tunjangan (+) 1.000.000
Pengasilan Pokok 6.000.000
Pengurangan : (-) 300.000
Biaya jabatan 5% x 6.000.000 = 300.000
Penghasilan Neto Sebulan 5.700.000
Pengashilan Neto Setahun 69.000.000
(12 X 5.750.000)

Ptkp TK (-) 54.000.000


Pengasilan kena pajak setahun 15.000.000
PPh Terutang (Setahun) 750.000
(5% x 5.000.000)
PPh Pasal 21 Bulan Juli 62.500
(750.000/12)

11
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah besaran pajak yang dikenakan kepada
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri atas penghasilan yang berkaitan dengan pekerjaan
(profesi), jasa, ataupun kegiatan. Pembayaran Pajak Penghasilan oleh Wajib Pajak akan
dilaksanakan dalam setiap tahun berjalan yang akan melalui pemotongan oleh pihak-pihak
tertentu dan jumlah pajak yang dipotong akan digunakan oleh Wajib Pajak untuk dijadikan
tarif kredit pajak atas PPh yang bersangkutan pada periode terutang disetiap akhir tahun.

Seorang Wajib Pajak yang penghasilannya akan dipotong sesuai PPh pasal 21
merupakan seseorang atau pribadi yang memiliki status subjek pajak dalam negeri yang
mendapatkan sejumlah penghasilan. Misalnya : pegawai, penerima dana pensiun, bukan
pegawai, anggota dewan komisaris, mantan pegawai, dan peserta suatu acara atau
kegiatan.

Terdapat pihak Wajib Pajak yang penghasilannya tidak dipotong seperti ketentuan
yang ada pada PPh pasal 21. Golongan yang tidak termasuk pada sebagaimana pihak yang
tidak termasuk sesuai ketentuan PPh pasal 21, seperti salah satu pejabat diplomatik negara
asing dan juga perwakilan organisasi internasional. Hal tersebut berlaku selama kedua pihak
tersebut tidak menerima sejumlah penghasilan dari negara Indonesia.

Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang Dapat Dikurangkan dari
Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan. Penghasilan Kena Pajak adalah
pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dikenakan PKP sebesar Penghasilan Netto
dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru. , Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) dijelaskan sebagai pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar Wajib Pajak
beserta keluarga, dalam satu tahun perhitungan tarif pajak penghasilan pribadi
menggunakan tarif progresif, dimana persentase pengenaan PPh 21 WPOP dikategorikan
berdasarkan jumlah penghasilan tahunannya

12
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. (2018). Perpajakan. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Resmi, S. (2017). Perpajakan Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.

13

Anda mungkin juga menyukai