Oleh:
Segala puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi
petunjuk dan Ridho-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat penulis selesaikan dengan baik.
Tak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini, khususnya ibu Dr. Nella Safelia S.E.,M.Si selaku dosen pengampu mata
kuliah perpajakan 2. Sehingga penulis dapat menyelesaikan MAKALAH PERPAJAKAN 2
PERHITUNGAN PPh PASAL 21. Makalah ini penulis susun berdasarkan pengetahuan yang
penulis peroleh dari buku Perpajakan dan media internet dengan harapan orang yang membaca
dapat memahami tentang isi makalah ini.
Terlepas dari itu semua, penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah Perhitungan PPh
Pasal 21 ini jauh dari kata sempurna, baik aspek kualitas maupun aspek kuantitas dari materi
penelitian yang disajikan. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran
dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak guna memperbaiki makalah ini agar
menjadi lebih baik kedepannya.
Terakhir semoga dengan segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan, karya tulis
ini dapat bermanfaat untuk semua orang guna mengetahui lebih jauh tentang Perhitungan PPh
Pasal 21. Demikian laporan ini penulis susun dalam waktu yang telah di rencanakan. Kritik dan
saran pembaca yang bersifat membangun sangat penulis harapkan agar penyusunan laporan
selanjutnya dapat lebih baik.
ii
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................................I
KATA PENGANTAR...................................................................................................................II
DAFTAR ISI.............................................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................3
2.1 Perhitungan PPh Pasal 21: Gaji Bulanan............................................................................................4
2.2 Perhitungan PPh Pasal 21: Gaji Mingguan.........................................................................................6
2.3 Perhitungan PPh Pasal 21: Bonus......................................................................................................7
2.4 Perhitungan PPh Pasal 21: Rapel.......................................................................................................9
2.5 Perhitungan PPh Pasal 21: Karyawati..............................................................................................11
2.6 Perhitungan PPh Pasal 21: Pindah tugas..........................................................................................13
2.7 Perhitungan PPh Pasal 21: Upah......................................................................................................20
BAB III PENUTUP....................................................................................................................23
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................................23
3.2 Saran................................................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................24
iii
Bab I
Pendahuluan
Pajak merupakan salah satu unsur penting dalam operasional perusahan.Terlebih lagi
bagi perusahaan yang berkala nasional. Pajak adalah Iuran rakyat kepada kas Negara
berdasarkan Undang- undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapatkan jasa timbal
yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Undang
– Undang PPh) Pasal 21 ayat (1) huruf a bahwa Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh pemberi kerja yang
membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
Jenis penghasilan yang dikenakan Pemotongan PPh Pasal 21 salah satunya yaitu
penghasilan yang diterima oleh pegawai tetap, baik penghasilan teratur maupun tidak teratur.
Selain penghasilan berupa upah atau gaji yang diterima secara teratur oleh pegawai tetap dalam
suatu perusahaan, bonus dapat menjadi salah satu penghasilan tidak teratur yang diberikan oleh
perusahaan sebagai bentuk apresiasi kepada pegawai tetap dan menjadi motivasi pegawai tetap
dalam menyelesaikan pekerjaan selain mendapatkan tunjangan transportasi dan kesehatan. Bonus
yang didapatkan oleh pegawai tetap telah diatur secara khusus dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER -16/PJ/2016
Pasal 1 ayat (16) yang menyatakan bahwa penghasilan pegawai tetap yang bersifat tidak teratur
adalah penghasilan bagi pegawai tetap selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima
sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya
(THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
2
Bab II
Pembahasan
Metode gross diterapkan bagi pegawai atau penerima penghasilan yang menanggung PPh 21
terutangnya sendiri. Ini berarti gaji pegawai tersebut belum dipotong PPh 21.
Misalnya, Ardi seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji bulanan senilai Rp 10.000.000,
maka perhitungannya sebagai berikut:
Metode gross-up diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang diberikan tunjangan
pajak (gajinya dinaikkan terlebih dahulu) sebesar pajak yang dipotong.
Metode net diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang mendapatkan gaji bersih
dengan pajak yang ditanggung perusahaan.
Misalnya jika Ardi, seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji bulanan sejumlah Rp
10.000.000, maka: perhitungannya:
3
Gaji pokok: Rp 10.000.000/bulan atau Rp 120.000.000/tahun
Total gaji bruto: Rp 10.000.000
Tarif PPh 21: 15%
Pajak yang ditanggung perusahaan: Rp 9.900.000/tahun atau Rp 825.000/bulan
Nilai PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan): Rp 825.000/bulan
Gaji bersih (take home pay): Rp 10.000.000/bulan
1. Retto pada tahun 2016 bekerja pada perusahaan PT Jaya Abadi dengan memperoleh gaji per
bulan Rp5.750.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp200.000,00. Retto menikah tetapi
belum mempunyai anak. Pada bulan Januari penghasilan Retto dari PT Jaya Abadi hanya dari
gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Januari adalah sebagai berikut:
Pengurangan:
a. Biaya Jabatan:
5% x Rp 5.750.000,00 Rp 287.500,00
Rp 487.500,00 -
PTKP setahun
Rp 58.500.000,00 -
4
5% x Rp 4.650.000,00 = Rp 232.500,00
Rp 232.500,00 : 12 = Rp 19.375,00
Catatan:
a Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa
memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.
b. Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP. Dalam hal
pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus
dipotong adalah sebesar: 120% x Rp 19.375,00 = Rp 50.700.000,00.
c. Untuk contoh-contoh selanjutnya diasumsikan penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal
21 sudah memiliki NPWP, kecuali disebut lain dalam contoh tersebut.
2. Tanti Agustin adalah seorang karyawati dengan status menikah tanpa anak, bekerja pada PT
Dharma Utama dengan gaji per bulan sebesar Rp 8.500.000,00. Tanti Agustin membayar iuran
pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp
50.000,00 per bulan. Berdasarkan surat keterangan dari Pemerintah Daerah (Pemda) tempat
Tanti Agustin berdomisili yang diserahkan kepada pemberi kerja, diketahui bahwa suaminya
tidak mempunyai penghasilan apa pun. Pada bulan Juli 2016 selain menerima pembayaran gaji
juga menerima pembayaran atas lembur (overtime) sebesar Rp 2.000.000,00. Penghitungan PPh
Pasal 21 bulan Juli 2016 adalah sebagai berikut:
Pengurangan:
a.Biaya Jabatan
5% x Rp 10.500.000,00 Rp 500.000,00
Rp 550.000,00 -
5
Penghasilan neto per bulan Rp 9.950.000,00
12 x Rp 9.950.000,00 Rp 119.400.000,00
PTKP
Rp 58.500.000,00 -
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
Rp 4.135.000,00
Rp 4.135.000,00 : 12 = Rp 344.583,33
Catatan:
Oka Sagala, belum menikah, pada tahun 2016 bekerja sebagai pegawai tetap pada Perusahaan PT
Mahagoni Gemilang menerima gaji yang dibayar mingguan sebesar Rp 2.000.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 minggu pertama bulan Agustus 2016 apabila dalam minggu tersebut
hanya menerima penghasilan berupa gaji saja adalah:
Pengurangan:
6
Biaya Jabatan
5% x Rp 8.000.000,00 Rp 400.000,00
12 x Rp7.600.000,00 Rp 91.200.000,00
PTKP
Rp54.000.000,00 -
PPh Pasal 21
5% x Rp 37.200.000,00 = Rp 1.860.000,00
Rp 1.860.000,00 : 12 = Rp 38.750,00
Bonus yang diberikan untuk karyawan bisa berupa bonus tahunan atau bulanan tergantung
keputusan dari pimpinan usaha itu sendiri.
Seperti yang diketahui, untuk menghitung penghasilan satu Tahun Pajak adalah jumlah
penghasilan teratur dalam satu bulan dikalikan 12. Sementara untuk penghasilan yang tidak
menentu seperti bonus karyawan maka perhitungannya selama satu tahun adalah sebesar jumlah
penghasilan teratur ditambah dengan jumlah penghasilan yang bersifat tidak teratur atau tidak
menentu.
Karyawati Shanaya Aqeela (tidak kawin) bekerja pada PT Prabu Kedaton dengan memperoleh
gaji sebesar Rp 5.000.000,00 per bulan. Perusahaan ikut dalam program BPJS Ketenagakerjaan.
Premi Jamninan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dan iuran Jaminan Hari Tua
dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan masing-masing sebesar 1,00%, 0,30%, dan 3,70% dari
7
gaji. Shanaya Aqeela membayar iuran Pensiun Rp 50.000,00 dan iuran Jaminan Hari Tua sebesar
2,00% dari gaji untuk setiap bulan. Pada bulan April 2016 Shanaya Aqeela memperoleh bonus
sebesar Rp 6.000.000,00 sehingga pada bulan April 2016 Shanaya Aqeela menerima pembayaran
berupa gaji sebesar Rp 5.000.000,00 dan bonus sebesar Rp 6.000.000,00. Cara menghitung PPh
Pasal 21 atas bonus adalah sebagai berikut:
Bonus Rp 6.000.000,00
Pengurangan:
1)Biaya Jabatan
5% x Rp 66.780.000,00 = Rp 3.339.000,00
12 x Rp 50.000,00 = Rp 600.000,00
12 x Rp 100.000,00 = Rp 1.200.000,00 +
Rp 5.139.000,00 -
PTKP
5% x Rp 7.641.000,00 = Rp 382.050,00
8
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (12 x Rp 50.000,00) Rp 600.000,00
Jumlah Rp 60.780.000,00
Pengurangan:
1)Biaya Jabatan
5% x Rp 60.780.000,00 = Rp 3.039.000,00
12 x Rp 50.000,00 = Rp 600.000,00
12 x Rp 100.000,00 = Rp 1.200.000,00 +
Jumlah Rp 4.839.000,00 -
PTKP
5% x Rp 1.941.000,00 = Rp 97.050,00
Perlakuan pajak kenaikan gaji secara prospektif sama dengan perlakuan PPh pasal 21 atas
penghasilan teratur lainnya. Penghasilan bruto yang mencakup jumlah gaji setelah terjadi
9
kenaikan diperhitungkan dalam menentukan besarnya PKP sebagai dasar pemotongan PPh 21
bulan berjalan dan bulan-bulan selanjutnya.
Jika kenaikan gaji berlaku surut (retrospektif), penghasilan bulan berjalan akan mencakup
akumulasi kenaikan gaji dari bulan-bulan sebelumnya, dikenal dengan istilah rapel. Sebagai
contoh, kenaikan gaji ditetapkan pada bulan Juni dan berlaku surut dari Januari. Pada bulan Juni,
selain memperoleh gaji baru yang sudah naik, karyawan juga menerima akumulasi kenaikan gaji
(rapel) lima bulan sebelumnya.
1. Jumlah rapel dibagi dengan banyaknya bulan perolehan rapel tersebut (contohnya 5
bulan). Jumlah rapel per bulan seharusnya sama dengan kenaikan gaji yang ditetapkan.
Sebagai contoh, gaji ditetapkan naik Rp1.000.000 pada bulan Juni dan berlaku surut dari
Januari. Rapel yang diterima bulan Juni adalah Rp5.000.000. Jika jumlah rapel dibagi 5
bulan (Januari – Mei), hasil pembagiannya sama dengan besarnya kenaikan gaji, yaitu
Rp1.000.000.
2. Hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelum adanya
kenaikan gaji.
3. PPh pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan sebelum ada kenaikan dihitung kembali atas
dasar gaji baru setelah ada kenaikan.
4. PPh 21 atas kenaikan gaji untuk bulan-bulan sebelum ditetapkannya kenaikan adalah
selisih antara jumlah pajak yang memperhitungkan kenaikan gaji dengan jumlah pajak
yang sudah dipotong pada bulan-bulan yang sama.
Retto (lihat contoh penghitungan gaji bulanan nomor 1) pada bulan Juni 2016 menerima
kenaikan gaji, menjadi Rp 6.750.000,00 per bulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2016.Dengan
adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut maka Retto menerima rapel sejumlah Rp
5.000.000,00 (selisih gaji yang seharusnya diterima untuk masa Januari s.d. Mei 2016). Untuk
menghitung PPh Pasal 21 untuk masa Januari s.d. Mei 2016 atas dasar penghasilan setelah ada
kenaikan gaji. Dengan demikan penghitungan PPh Pasal 21 terutangnya adalah sebagai berikut:
Gaji Rp 6.750.000,00
Pengurangan:
a.Biaya Jabatan
5% x Rp 6.750.000,00 = Rp 337.500,00
Rp 537.500,00 -
10
Penghasilan neto per bulan Rp 6.212.500,00
12 x Rp 6.212.500,00 Rp 74.550.000,00
PTKP
Rp 58.500.000,00 -
5% x Rp 16.050.000,00 Rp 802.500,00
Rp 802.500,00 : 12 = Rp 66.875,00
Jika seorang karyawati yang berstatus menikah dapat menunjukkan keterangan tertulis dari
Pemerintah Daerah setempat, serendah-rendahnya kecamatan, yang menyatakan bahwa
suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP adalah PTKP untuk
dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status menikah dan PTKP untuk keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya.
11
Tahnia (menikah dan mempunyai 3 anak kandung) adalah karyawati tetap pada perusahaan PT
Ambition Company dengan gaji sebulan Rp18.000.000. Pada Agustus 2018, ia menerima
pembayaran dari PT Ambition Company berupa gaji Rp18.000.000. Ia membayar iuran pensiun
sebesar Rp200.000 setiap bulan.
Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan Tahnia dari PT Ambition Company pada Agustus
2018 adalah:
Pengurangan:
Biaya jabatan
12 x Rp 17.300.000 = Rp 207.600.000
(Rp 72.000.000)
5% x Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% x Rp85.600.000 Rp 12.840.000
Rp 15.340.000
12
PPh Pasal 21 per bulan: Rp15.340.000 : 12 = Rp 1.278.333
Terdapat kondisi yang mengharuskan pegawai dipindahtugaskan ke tempat lain, tetapi masih
dalam lingkup perusahaan/instansi yang sama. Hal tersebut merupakan bagian dari penerapan
kebijakan mutasi oleh perusahaan/instansi dimaksud.
Dari sisi pajak, terutama pemotongan PPh Pasal 21, pihak pemotong harus menghitung,
memotong dan menyetor PPh pegawai yang dipindahtugaskan dengan tepat. Pihak pemotong,
yang meliputi pemotong di kantor lama (sebelum pegawai pindah) dan pemotong di kantor baru
(setelah pegawai pindah), harus menyesuaikan penghitungan PPh Pasal 21 berdasarkan jangka
waktu pegawai bekerja pada masing-masing kantor dalam suatu tahun pajak.
Pada saat pegawai dipindahtugaskan, pegawai yang bersangkutan tidak berhenti bekerja dari
perusahaan tempat dia bekerja. Pegawai yang bersangkutan masih tetap bekerja pada perusahaan
yang sama dan hanya berubah lokasinya saja. Dengan demikian dalam penghitungan PPh Pasal
21 tetap menggunakan dasar penghitungan selama setahun.
Tablo yang berstatus belum menikah adalah pegawai pada PT H1GHR COMPANY di Jakarta.
Sejak 1 Juni 2018 dipindahtugaskan ke kantor cabang di Bandung dan pada 1 Oktober 2018
dipindahtugaskan lagi ke kantor cabang di Garut. Gaji Tablo sebesar Rp 5.000.000 dan
pembayaran iuran pensiun yang dibayar sendiri sebulan sejumlah Rp100.000. Selama bekerja di
PT H1GHR COMPANY Tablo hanya menerima penghasilan berupa gaji saja.
13
Catatan:
*)PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada bulan Januari sampai dengan Mei untuk setiap
bulannya adalah Rp90.000,00 : 12 = Rp7.500,00
Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 Al) di Kantor Jakarta
14
Kantor Cabang Bandung
15
Catatan:
*)PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada bulan Juni sampai dengan September untuk setiap
bulannya adalah Rp90.000,00 : 12 = Rp7.500,00
Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 Al) di Kantor Bandung
16
Kantor Cabang Garut
17
Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 Al) di Kantor Garut
18
2.7 Perhitungan PPh Pasal 21: Upah
19
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang
Pribadi. Bab I Ketentuan Umum Pasal 1:
17.Upah harian
adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan
secara harian.
18.Upah mingguan
adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan
secara mingguan.
19.Upah satuan
adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan
berdasarkan jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan.
20.Upah borongan
adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan
berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan tertentu.
a. Tentukan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yang diterima atau
diperoleh dalam sehari:
b. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian belum melebihi
Rp450.000,00, dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang
bersangkutan belum melebihi Rp4.500.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong
c. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihi
Rp450.000,00, dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan
kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp4.500.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus
dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah
dikurangi Rp450.000,00, dikalikan 5%.
d. Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang
bersangkutan telah melebihi Rp4.500.000,00 dan kurang dari Rp 10.200.000,00, maka PPh Pasal
20
21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku
harian setelah dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5%.
e. Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan kalender
telah melebihi Rp 10.200.000,00, maka PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17
ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah upah bruto dalam satu bulan yang disetahunkan setelah
dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil
perhitungan tersebut dibagi 12.
Nello Putra tercatat sebagai pegawai tetap di PT AOMG COMPANY. Ia memperoleh gaji yang
dibayar harian sebesar Rp 200.000. Nello belum menikah. PT AOMG COMPANY masuk
program BPJS Ketenagakerjaan, premi Jaminan Kecelakaan Kerja, dan premi jaminan Kematian
yang dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing setiap bulan sebesar 1% dan 0,50
% dari gaji. PT AOMG COMPANY membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar
3,70% dari gaji dan Nello membayar iuran pensiun Rp15.000 dan Jaminan Hari Tua sebesar 2%
dari gaji.
Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan Nello Putra dari di PT AOMG COMPANY :
21
22
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Meskipun perhitungan PPh 21 telah diatur oleh DJP, namun pada praktiknya, setiap
perusahaan memiliki metode perhitungan PPh 21 sendiri yang disesuaikan dengan tunjangan
pajak atau gaji bersih yang diterima karyawannya. Selain itu juga dapat dipahami bahwa sebagai
wajib pajak tentunya harus mengerti dasar perhitungan PPh itu sendiri dikarenakan sebagai wajib
pajak kita memiliki tanggung jawab untuk melaporkan wajib pajak yang terutang terhadap
penghasilan kita baik itu secara bulanan, mingguan, tahunan dan sebagainya.
3.2 Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas
masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan segera
melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber
dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.
Penulis harap, teman teman selalu mempelajari ilmu-ilmu Akuntansi dan Perpajakan
dengan baik dan mengaplikasikannya di kehidupan sehari hari serta dunia kerja maupun di
lingkungan masyarakat agar kita selalu bermanfaat bagi nusa, bangsa, dan agama.
Daftar Pustaka
23
Mardiasmo. (2018). Perpajakan. Yogyakarta: Andi Penerbit
OnlinePajak. (2016). Cara Perhitungan PPh Pasal 21. Diakses Pada 31 Agustus 2022.
Warsidi. (2019). Cara Perhitungan Pph 21 Kenaikan Gaji. Diakses Pada 31 Agustus 2022.
24