Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PAJAK PENGHASILAN PPH 21

Dosen Pengampu:
Dra. Susfa Yetti,M. Si.,Ak
Disusun Oleh:
Kelompok 1
Serlya Salsabila Putri C1C019049
Suci Sulistyorini C1C019133

PROGRAM AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pajak penghasilan pph 21” ini
tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada Mata
Kuliah perpajakan 2. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Susfa Yetti,M. Si.,Ak, selaku Dosen
Pengampu Mata Kuliah perpajakan 2 yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi, 09 Maret 2021

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG .................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH .............................................................................2
1.3 TUJUAN PENELITIAN .............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN PPH PASAL 21 ................................................................3
2.2 SUBYEK DAN OBJEK PPH PASAL 21 ..................................................5
2.3 PTKP PPH PASAL 21................................................................................. 8
2.4 MEKANISME DAN TARIF PEMOTONGAN PPH PASAL 21...........12
2.5 KEWAJIBAN PEMOTONG PPH PASAL 21.........................................14
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN ..........................................................................................15
3.2 SARAN ........................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak adalah salah satunya sumber penerimaan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara
yang sangat berperan penting. Dengan adanya penerimaan pajak, pemerintah memperbesar
kemampuan membangun, memperluas ruang gerak pendanaan bagi berbagai macam program
kegiatan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk dapat meningkatkan
kesejahteraan rakyat tentu adanya bentuk kerjasama yang baik antara pemerintah dengan
masyarakat dan menghasilkan sesuatu yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak.
Bagi pemerintah dapat melaksanakan kewajibannya sebagai fasilitator dalam melayani
publik, dan bagi masyarakat sendiri dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dari
pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah. Adanya kegiatan pemungutan pajak
adalah salah satu bentuk kerjasama yang dilakukan antara pemerintah dengan masyarakat.
Sebagai penunjang kegiatan pembangunan, pemerintah menggunakan pajak yang diberikan
oleh masyarakat yang nantinya juga akan dinikmati oleh masyarakat itu sendiri. Terlihat dari
berbagai prestasi yang diraih oleh pemerintah, Pemerintah telah memperlihatkan kinerja yang
sangat baik khususnya Direktorat Jenderal Pajak dalam mengumpulkan dana yang berasal
dari masyarakat atau Wajib Pajak. Dan juga dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat untuk mendapatkan informasi-informasi tentang perpajakan, dengan demikian
tentunya dapat menjaring lebih banyak lagi wajib pajak untuk membayarkan kewajiban
pajaknya. Sehingga dengan bertambahnya wajib pajak akan bertambah pula penerimaan
pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Direktorat Jenderal Pajak memiliki unit
kerja yaitu kantor pelayanan pajak, yang melaksanakan pelayanan kepada masyarakat baik
yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak maupun tidak. Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Padang adalah salah satu unit kerja yang terletak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak Sumatera Barat. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Padang adalah salah satu lembaga
yang bertugas sebagai pemungut pajak. Bentuk penerimaan pajak yang dipungut oleh Kantor
Pelayanan Pajak terdiri beberapa jenis, salah satu diantaranya yaitu Pajak Penghasilan (PPh)
pasal 21. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 ini merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji,
upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib
pajak orang pribadi dalam negeri. Setiap tahun penerimaan pajak diharapkan mencapai target
yang telah ditentukan. Lalu penerimaan pajak digunakan untuk kepentingan melayani
kebutuhan publik yang dijalankan oleh pemerintah. Semua pegawai tetap yang sudah
berpenghasilan wajib mempunyai NPWP dan membayar pajaknya.Pajak tersebut dipungut
oleh Kantor Pelayanan Pajak, salah satunya pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21.
Pegawai tetap Kantor Pelayanan Pajak juga wajib mempunyai NPWP dan membayar pajak.
Apakah pegawai tersebut sudah membayar pajak sesuai ketentuan undang-undang yang
berlaku
1.2 Rumusan Masalah
1.Apa itu pph pasal 21?
2 Siapa saja yang menjadi subjek pph pasal 21?
3.Apa aja yang menjadi objek pph pasal 21?
4. Mekanisme dan tarif pemotongan pph pasal 21?
5. Kewajiban pemotong pph pasal 21?
1.3.TujuanPenulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang pajak penghasilan pph pasal 21 dan subyek
serta objek yang dikenakan pajak pph pasal 21 beserta cara perhitungan dan agar bisa menambah
wawasan bagi pembacanya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PPh Pasal 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan cara pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun
berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan sesuai dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor 31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan
Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

B. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26

Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, meliputi:

1. pemberi kerja yang terdiri dari:


 orang pribadi dan badan;
 cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau seluruh
administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, atau unit tersebut.
2. bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada
Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau
lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik
Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan
atau jabatan, jasa, dan kegiatan;
3. dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial Pajak Penghasilan tenaga kerja, dan
badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua
atau jaminan hari tua;
4. orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayar:
 honorarium, komisi, fee,  atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa
yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk
jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya
sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya;
 honorarium, komisi, fee,  atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa
yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri;
 honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta pendidikan dan pelatihan, serta
pegawai magang;
5. penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional
dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan
dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu
kegiatan.
2. Subjek PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Penerima penghasilan yang dipotong
PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah orang pribadi yang merupakan:
1. pegawai;
2. penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;bukan pegawai yang menerima atau
memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:
3. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
4. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama,
penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
 olahragawan;
 penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
 pengarang, peneliti, dan penerjemah;
 pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
 agen iklan;
 pengawas atau pengelola proyek;
 pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
10. petugas penjaja barang dagangan;
 petugas dinas luar asuransi;
 distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan
sejenis lainnya;
5. anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai
Tetap pada perusahaan yang sama;
6. mantan pegawai;
7. peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:
 peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
 peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
 peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan
tertentu;
 peserta pendidikan dan pelatihan;
 peserta kegiatan lainnya.
3. Bukan Subjek PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26

Tidak termasuk dalam pengertian Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh pasal 21 dan/atau
PPh Pasal 26 adalah:

a. pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal
bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak
menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut,
serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
b. pejabat perwakilan organisasi internasional, yang telah ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha
atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

4. Objek PPh Pasal 21 Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26
adalah:

a. penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa Penghasilan yang
Bersifat Teratur maupun Tidak Teratur;
b. penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang
pensiun atau penghasilan sejenisnya;
c. penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu
2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja;
d. penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
e. imbalan kepada Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee,  dan imbalan
sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan jasa yang
dilakukan;
f. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang
rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan
imbalan sejenis dengan nama apapun;
g. penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima
atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap
sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;
h. penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang
bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau i. penghasilan
berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus
sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan. Termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya
dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:
 Wajib Pajak yang dikenakan Pajak penghasilan yang bersifat final; atau
 Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan
khusus (deemed profit). (didasarkan pada harga pasar atas barang yang diberikan
atau nilai wajar atas pemberian kenikmatan yang diberikan.)
5. Bukan Objek PPh Pasal 21 Tidak Termasuk dalam Pengertian Penghasilan yang
Dipotong PPh Pasal 21 adalah:
1. pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
beasiswa;
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang
diberikan oleh Wajib Pajak atau pemerintah;
3. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan
penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja
yang dibayar oleh pemberi kerja;
4. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya
wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang
berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara
pihak-pihak yang bersangkutan;
5. beasiswa, yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Ketentuan Lain :
a. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dan penerima penghasilan yang Dipotong
PPh Pasal 21 wajib mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
b. Pegawai, penerima pensiun berkala, serta bukan pegawai wajib membuat surat
pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender atau pada
saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib
menyerahkannya kepada Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 pada saat mulai
bekerja atau mulai pensiun.
c. Dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga bagi pegawai, penerima pensiun
berkala dan bukan pegawai wajib membuat surat pernyataan baru dan menyerahkannya
kepada pemotong PPh Pasal 21 dan/ atau PPh Pasal 26 paling lama sebelum mulai tahun
kalender berikutnya.
d. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 wajib menghitung, memotong,
menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 yang terutang untuk
setiap bulan kalender, dan membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 21.
e. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib membuat catatan atau kertas kerja
perhitungan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk masing-masing penerima
penghasilan, yang menjadi dasar pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 yang
terutang untuk setiap masa pajak dan wajib menyimpan catatan atau kertas kerja
perhitungan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
f. Ketentuan mengenai kewajiban untuk melaporkan pemotongan PPh pasal 21 dan/atau
PPh Pasal 26 untuk setiap bulan kalender tetap berlaku, dalam hal jumlah pajak yang
dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil.
g. Dalam hal dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26 yang terutang oleh pemotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26,
kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 dan/atau PPh
Pasal 26 yang terutang pada bulan berikutnya melalui Surat Pemberitahuan Masa PPh
Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26.
h. Bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif 20% lebih tinggi

6. Dasar Pengenaan dan pemotongan Pajak PPh 21


a. Penerima penghasilan kena pajak, antara lain:
 Pegawai tetap
 Penerima pensiun berkala
 Pegawai tidak tetap dengan penghasilan per bulan melewati Rp 4.500.000
 Bukan pegawai seperti yang dimaksud dalamPER-16/PJ/2016 Pasal 3(c) yang
menerima imbalan yang sifatnya berkesinambungan.
b. Seseorang yang menerima penghasilan melebihi Rp 450.000 per hari, yang
berlaku bagi pegawai tidak tetap atau tenaga lepas sepanjang penghasilan
kumulatif yang diterima dalam 1 bulan kalender belum melebihi Rp 4.500.000.
c. 50% dari penghasilan bruto, yang berlaku bagi bukan pegawai sebagaimana
dimaksud dalam PER-16/PJ/2016 Pasal 3(c) yang menerima imbalan yang tidak
bersifat berkesinambungan.
d. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain
penerima penghasilan, sebagaimana yang dimaksud dalam tiga poin di atas.

Selain dasar pengenaan dan pemotongan, perhitungan PPh 21 juga didasarkan atas Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP).Kemudian DPP pajak pph 26 adalah jumlah penghasilan bruto.

7. Penentuan PTKP PPh 21


a) Rp 54.000.000 per tahun atau setara dengan Rp 4.500.000 per bulan untuk wajib pajak
orang pribadi.
b) Rp 4.500.000 per tahun atau setara Rp 375.000 per bulan tambahan untuk wajib pajak
yang kawin (tanpa tanggungan).
c) Rp 4.500.000 per tahun atau setara Rp 375.000 per bulan tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus atau anak angkat,
yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (orang) untuk setiap keluarga.

 PTKP untuk pegawai perempuan :


a) Bagi pegawai perempuan yang sudah menikah hanya sebesar PTKP untuk diri sendiri
b) Bagi pegawai perempuan yang belum menikah, jumlah PTKP diri sendiri dan PTKP
orang yang ditanggung

 Perhitungan PPH 21 bagi pegawai tetap


a) Pegawai Tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam
jumlah tertentu secara teratur
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan
menjadi 2 (dua), yaitu:

1. Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yang
terutang untuk setiap Masa Pajak, yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa
PPh Pasal 21
2. Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian bukti potong 1721 A1 atau 1721 A2 untuk
PNS/anggota TNI/Polri

Penghitungan kembali ini dilakukan pada:


1. Bulan di mana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun;
2. Bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun kalender
 Besarnya penghasilan neto PPh 21 bagi pegawai tetap adalah jumlah penghasilan bruto
dikurangi : Biaya jabatan, sebesar 5% dari penghasilan bruto, maksimal 500.000 / per
bulan atau 6.000.000 / tahun
 Besarnya penghasilan neto PPh 21 bagi penerima pension berkala adalah jumlah
penghasilan bruto dikurangi : Biaya pension, sebesar 5% dari penghasilan bruto,
maksimal 200.000 / bulan atau 2.400.000 / tahun

Contoh Perhitungan :
Ahmad Zakaria pada tahun 2019 bekerja pada perusahaan PT Zamrud Abadi dengan
memperoleh gaji sebulan Rp 10.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp
100.000,00. Ahmad Zakaria menikah tetapi belum mempunyai anak.NPWP suami dan istri
pisah.

 Gaji Per Bulan = 10.000.000


 Pengurangan
Biaya Jabatan
(5% x 10.000.000) = 500.000
Iuran Pensiun = 100.000
 Jumlah Pengurang = 600.000
 Penghasilan neto per tahun
(9.400.000 x 12 ) = 112.800.000
 PTKP :
WP sendiri = 54.000.000
Status Kawin = 4.500.000
 Jumlah PTKP = 58.500.000
 PKP
(112.800.000-58.500.000) = 54.300.000

Tarif pajak : 5% x 50.000.000 = 2.500.000

       15% x 4.300.000 = 645.000


       PPh 21 terutang = 2.500.000 + 645.000 = 3.145.000

8. Perhitungan PPh 21 pegawai tidak tetap


Contoh Perhitungan :
Fajrul merupakan seorang pekerja belum menikah.Pada bulan Januari 2018, Fajar bekerja
sebagai tenaga kerja harian PT Monisa TV serta mendapat upah Rp 100.000 per jumlah unit TV
yang dapat diselesaikan. Dalam satu minggu (6 hari kerja) Fajar  menyelesaikan 30 buah TV
dengan total upah Rp 3.000.000. Berapa PPh 21 yang dikenakan?

Upah per hari = Rp 3.000.000 / 6 = Rp 500.000


Upah di atas Rp 450.000 dan dibawah 4.500.000 = Rp 500.000 – Rp 450.000 = Rp 50.000 
PPh 21 terutang = 6 x (5% x Rp 50.000) = Rp 15.000

 Ketentuan khusus dalam PPh 21 pegawai tidak tetap:


1. Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 jika penghasilan sehari belum melebihi Rp
300.000.
2. Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, jika penghasilan sehari sebesar atau melebihi Rp
450.000 merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
3. Bila pegawai tidak tetap memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1 bulan kalender
melebihi Rp 4.500.000 , maka jumlah tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
4. Rata-rata penghasilan sehari adalah rata-rata upah mingguan, upah satuan, atau upah
borongan untuk setiap hari kerja yang digunakan.
5. PTKP sebenarnya adalah untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya.
6. PTKP sehari sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya adalah sebesar
PTKP per tahun Rp 54.000.000 dibagi 360 hari.
7. Bila pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas tersebut mengikuti program jaminan atau
tunjangan hari tua, maka iuran yang dibayar sendiri dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto.

9. Perhitungan PPh 21 bukan pegawai


Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap atau tenaga
kerja lepas di sebuah perusahaan yang memperoleh penghasilan sebagai imbalan jasa yang
dilakukan

Dalam SPT PPh 21 terdapat 6 pengelompokan bukan pegawai:

1. Imbalan Kepada Distributor Multi Level Marketing (MLM)


2. Imbalan Kepada Petugas Dinas Luar Asuransi
3. Imbalan Kepada Penjaja Barang Dagangan
4. Imbalan Kepada Tenaga Ahli
5. Imbalan Kepada Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Bersifat
Berkesinambungan
6. Imbalan Kepada Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Tidak Bersifat
Berkesinambungan

Perhitungan PPh 21 bukan pegawai


1. PPh 21 Bukan Pegawai Berkesinambungan Memperoleh PTKP dihitung secara kumulatif
dengan rumus: (50% x Penghasilan Bruto) – PTKP 1 bulan) x  Tarif Pasal 17
 Bukan pegawai akan menerima pengurangan berupa PTKP sepanjang yang bersangkutan
mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan hanya memperoleh penghasilan dari
hubungan kerja dengan satu pemotong PPh 21 serta tidak memperoleh penghasilan
lainnya.
2. PPh 21 Bukan Pegawai Berkesinambungan Tidak Menerima PTKP, dihitung secara
kumulatif dengan rumus: (50% x Penghasilan Bruto) x Tarif Pasal 17
3. PPh 21 Bukan Pegawai Tidak Berkesinambungan, dihitung secara kumulatif dengan
rumus: (50% x Penghasilan Bruto) x Tarif Pasal 17
 Bukan Pegawai Berkesinambungan adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap dan
Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama
dan dalam bentuk apapun yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun
kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
 Bukan Pegawai Tidak Berkesinambungan adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap dan
Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama
dan dalam bentuk apapun yang dibayar atau terutang hanya satu kali dalam satu tahun
kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

Contoh :

 Bukan pegawai tidak berkesinambungan


Delima merupakan pengajar di sebuah bimbel bernama PT Harus Pintar Semua dengan bayaran
sebesar Rp7.000.000. Berapa PPh 21 yang harus dibayar Delima yang sudah memiliki NPWP?

(50% x Rp 7.000.000) x 5% = Rp 175.000

10. Penghasilan Bruto (Penghasilan Kotor) PPh Pasal 21

Penghasilan bruto atau penghasilan kotor adalah jenis penghasilan yang dikenakan
pemotongan PPh Pasal 21.Unsur-unsur penambah penghasilan yang termasuk dalam penghasilan
bruto, adalah:

 Penghasilan Rutin
Cara perhitungan PPh 21 tidak akan terlepas dari penghasilan rutin wajib pajak orang
pribadi, yakni upah atau gaji yang diterima secara teratur dalam jangka waktu tertentu,
seperti:

- Gaji Pokok 
Gaji pokok adalah gaji dasar yang ditetapkan untuk melaksanakan satu jabatan
atau pekerjaan tertentu pada golongan pangkat dan waktu tertentu. 

- Tunjangan
Tunjangan adalah penghasilan tambahan di luar gaji pokok yang berkaitan dalam
pelaksanaan tugas dan sebagai insentif. Misalnya adalah tunjangan jabatan,
tunjangan transportasi, tunjangan makan, dll.

 Penghasilan Tidak Rutin

Penghasilan tidak rutin adalah upah atau gaji yang diterima secara tidak teratur oleh
seorang pegawai atau penerima penghasilan lainnya, seperti:

- Bonus 
Bonus adalah tambahan penghasilan di luar gaji kepada pegawai atau dividen
tambahan kepada pemegang saham.

- Tunjangan Hari Raya Keagamaan (THR)


THR adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada
pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan dengan perhitungan
proposional dan dibayarkan menjelang hari raya keagamaan. 

- Upah Lembur 
Upah lembur adalah tambahan upah yang dibayarkan perusahaan karena pekerja
melakukan perpanjangan jam kerja dari jam kerja normal yang telah ditentukan 

 Iuran BPJS atau premi asuransi pegawai yang dibayarkan perusahaa

BPJS adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan Badan Penyelenggara


Jaminan Sosial (BPJS).Setiap warga negara Indonesia dan asing yang telah tinggal di
Indonesia selama lebih dari 6 bulan wajib menjadi anggota BPJS.Iuran BPJS dibayar oleh
pemberi kerja dan pekerja dengan persentase iuran dari gaji atau upah (tidak dijelaskan
dalam peraturan bahwa apakah gaji ini merupakan gaji pokok, gaji bruto, gaji bersih, dsb)
yang telah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah.

 Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

Jaminan Kecelakaan Kerja adalah kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang
mengalami kecelakaan saat mulai berangkat kerja sampai tiba kembali di rumah atau
menderita penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan.Iuran JKK dibayar sepenuhnya oleh
perusahaan. Besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha dan risiko:

 Kelompok I : premi sebesar 0,24% x upah kerja sebulan.


 Kelompok II : premi sebesar 0,54% x upah kerja sebulan.
 Kelompok III : premi sebesar 0,89% x upah kerja sebulan.
 Kelompok IV : premi sebesar 1,27% x upah kerja sebulan.
 Kelompok V : premi sebesar 1,74% x upah kerja sebulan.
 Jaminan Kematian (JK)

Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program BPJS
Ketenagakerjaan yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja.Pengusaha wajib
menanggung iuran program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dari gaji atau upah.

 Jaminan Kesehatan (JKes / BPJS Kesehatan) berlaku sejak Juli 2015

Jaminan Kesehatan adalah program BPJS Kesehatan yang diikuti wajib pajak.Sejak 1 Juli
2015, tarif iuran Jaminan Kesehatan adalah 5% dari gaji per bulan yaitu sebanyak 4%
dibayar oleh pemberi kerja dan 1% oleh pegawai.Gaji atau upah yang digunakan sebagai
dasar perhitungan iuran Jaminan Kesehatan terdiri dari gaji atau upah pokok dan tunjangan
tetap.Batas paling tinggi gaji atau upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan
iuran adalah 2 kali PTKP dengan status kawin dengan 1 anak.Untuk keluarga lainnya, yaitu
terdiri dari anak keempat dan seterusnya, orang tua dan mertua, besarnya iuran adalah 1% per
orang dari gaji/upah.

 Tunjangan PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan, jika ada)

Bagi pemberi kerja yang memberikan tunjangan PPh 21 kepada pegawainya, dalam hal
ini tunjangan PPh 21 penuh atau sebagian, maka jumlah tunjangan PPh 21 ini merupakan
komponen penambah penghasilan bruto.Sedangkan metode perhitungan gaji bagi pegawai
yang menerima tunjangan PPh 21 adalah metode gaji bersih atau gross-up.

 Tunjangan BPJS (yang dibayarkan perusahaan, jika ada)

Bagi pemberi kerja yang memberikan tunjangan BPJS (JKK, JK, JP, JKes) secara penuh
dengan metode perhitungan gaji bersih atau gross up, maka tunjangan ini dijadikan
komponen penambah penghasilan bruto.

 Pengurang Penghasilan Bruto

Pengurang penghasilan bruto adalah biaya-biaya yang dapat mengurangi penghasilan


bruto atau kotor. Termasuk di dalamnya adalah:

 Biaya Jabatan
Biaya jabatan adalah biaya yang diasumsikan petugas perpajakan sebagai pengeluaran
(biaya) selama setahun yang berhubungan dengan pekerjaan. Peraturan Direktur Jenderal
Pajak No. PER-16/PJ/2016 menetapkan, biaya jabatan adalah sebesar 5% dari
penghasilan bruto setahun dan setinggi-tingginya Rp 500.000 sebulan atau Rp 6 juta
setahun. Dari staf biasa hingga direktur berhak mendapatkan pengurang penghasilan
bruto ini.
 Biaya Pensiun
Biaya pensiun adalah pengurang penghasilan bruto dalam menghitung PPh Pasal 21 yang
terutang dan harus dipotong atas penghasilan yang diterima penerima pensiun secara
bulanan. Besarnya biaya pensiun yang ditetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.
PER-16/PJ/2016 adalah 5% dari penghasilan bruto dan setinggi-tingginya Rp 200.000 per
bulan atau Rp 2.400.000 per tahun.
 Iuran BPJS yang Dibayarkan Karyawan
Dalam hal iuran BPJS yang persentasenya dibayarkan karyawan, maka komponen
dimasukkan sebagai pengurang penghasilan bruto. Iuran BPJS yang termasuk sebagai
pengurang penghasilan bruto tersebut adalah:

 Jaminan hari tua


Program ini ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena
meninggal, cacat atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua.
Jumlah iuran program jaminan hari tua yang ditanggung perusahaan adalah 3,7%,
sedangkan yang ditanggung pekerja adalah 2%. Premi JHT yang diberikan pemberi kerja
tidak dimasukkan sebagai komponen penambah penghasilan. Pengenaan pajaknya akan
dilakukan pada saat karyawan menerima JHT. Sedangkan premi JHT yang dibayar
sendiri oleh karyawan merupakan pengurang penghasilan bruto.
i. JaminanPensiun(JP)
Jaminan pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan memberikan derajat
kehidupan yang layak bagi pesertanya dan/atau ahli warisnya dengan memberikan
penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun, cacat total atau meninggal
dunia. Jaminan Pensiun (JP) berlaku sejak Juli 2015. Iuran program JP adalah 3%,
yang terdiri atas 2% iuran pemberi kerja dan 1% iuran pekerja.
ii. Jaminan Kesehatan (JKes)
Sejak 1 Juli 2015, tarif iuran Jaminan Kesehatan yang dibayarkan pegawai adalah
1%.

 PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)


Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang merupakan komponen penting cara
perhitungan PPh 21 2021 adalah jumlah nilai penghasilan bruto bagi wajib pajak yang
tidak dikenakan pajak. Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-
16/PJ/2016 dan PMK No. 101/PMK.010/2016, berikut ini tarif PTKP terbaru yang perlu
Anda ketahui:
o Rp 54.000.000 per tahun atau Rp 4.500.000 per bulan untuk diri Wajib Pajak
orang pribadi
o Rp 4.500.000,- per tahun atau Rp 375.000 per bulan tambahan untuk Wajib Pajak
yang kawin
o Rp 54.000.000 per tahun atau Rp 375.000 per bulan untuk istri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
o Rp 4.500.000 per tahun atau Rp 375.000 per bulan tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak
angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap
keluarga.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Pph pasal 21 merupakan pajak
atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama
dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negri pemotong Pph pasal 21 adalah setiap orang
pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU No. 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 tahun 2000 dan terbaru pada tahun 2013 untuk
memotong pph pasal 21.

3.2 SARAN
Dari uraian pembahasan diatas penulis menyarankan kepada pembaca sekalian agar
manfaat dari pembahasan mengenai pajak penghasilan pasal 21 dapat memberikan wawasan
positif, dimana sisi positif dari uraian tersebut bisa dijadikan sebagai bahan untuk menambah
pengetahuan tentang pajak penghasilan pasal 21 tersebut dan sisi kurang baiknya bisa dijadikan
sebagai pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan
saran dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.online-pajak.com/tentang-pph21/cara-perhitungan-pph-21#:~:text=Pajak
%20Penghasilan%20Pasal%2021%20(PPh,penerima%20pesangon%20dan%20lain
%20sebagainya.
https://klikpajak.id/blog/pajak-bisnis/pajak-penghasilan-pasal-21-
2/#:~:text=PPh%2021%20%3D%20Tarif%20Pajak%20x,dengan%20total%20pajak
%20yang%20terutang.

Anda mungkin juga menyukai