Anda di halaman 1dari 13

PERPAJAKAN II

“ PPH 21 ”

DISUSUN OLEH

( KELOMPOK 1 )

1. Dandung Alif Sultan F. L (B1C118049)

2. Rudi (B1C119051)

3. Salmiati (B1C119052)

4. Samsiah (B1C119053)

5. Sarlini (B1C119054)

6. Sherly Renata Rasjid (B1C119055)

7. Sinar Junika M. (B1C119056)

8. Suci Nurul Annisa Usman (B1C119058)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Perpajakan
2 ” PPH 21 “ dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.

Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca dalam mempelajari Sistem Informasi Akuntansi. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT. senantiasa meridhai
segala usaha kita semua. Amin.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................5
2.1 Pengertian PPh Pasal 21.......................................................................................................5
2.2 Subjek Pajak PPh Pasal 21 (Wajib Pajak PPh Pasal 21)......................................................5
2.3 Objek PPh Psal 21.................................................................................................................6
2.4 Wajib pajak PPh 21..............................................................................................................7
2.5 Hak dan kewajiban Wajib Pajak PPh pasal 21....................................................................8
2.6 Hak Dan Kewajiban Pemotong Pajak PPh Pasal 21............................................................9
2.7 Penghasilan yang Tidak Dikenakan PPh Pasal 21..............................................................10
2.8 Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21...........................................................................10
BAB III PENUTUP.....................................................................................................................12
Kesimpulan................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................13
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai kepentingan
umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kepentingan rakyat,
pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat dan sebagainya. Sehingga pajak
merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan Negara. Pemungutan pajak yang dilakukan
oleh pemerintah merupakan sumber terpenting dari penerimaan Negara. Lagipula penerimaan
Negara dari pajak dapat dijadikan indicator atas peran serta masyarakat (sebagai subjek pajak)
dalam kontribusinya melakukan kewajiban perpajakan, karena pembayaran pajak yang dilakukan
akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk tidak langsung, dan berupa
pengeluaran rutin dan pembangunan yang berguna bagi rakyat. PPh Pasal 21 merupakan pajak
honorarium, tunjangan atas penghasilan berupa gaji, upah, dan pembayaran lain dengan nama
dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan pada makalah ini
adalah:
1. Apa pengertian dari pajak penghasilan pasal 21?
2. Siapa subjek atau Wajib Pajak PPh pasal 21?
3. Siapa objek pajak penghasilan pasal 21?
4. Apa saja hak dan kewajiban wajib pajak PPh pasal 21?
5. Apa saja hak dan kewajiban pemotong pajak PPh pasal 21?
6. Penghasilan apa saja yang dipotong PPh Pasal 21 (Objek Pajak)?
7. Bagaimana cara menghitung PPh Pasal 21?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan Penulisan makalah ini agar kami selaku penyusun mengetahui segala hal
mengenai PPh pasal 21, kemudian agar menambah wawasan para pembaca serta menjadi
referensi bagi penulis – penulis berikutnya.
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian PPh Pasal 21

Dasar hukum Pajak Penghasilan pasal 21 adalah UU no. 36 Tahun 2008, yang dimaksud
dengan PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan
kegiatan yang dilakukan oleh Wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
Pajak penghasilan pasal 26 adalah pajak atas penghasilan, dengan nama dan dalam bentuk apa
pun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh
badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha
tetap di Indonesia.
Tarip pajak penghasilan sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak
yang wajib membayarkan: dividen;. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan pasal 26 Undang Undang No. 10 Tahun 1994
,Undang Undang No. 17 Tahun 2000 dan terakhir Undang Undang No. 36 Tahun 2008.
Jumlah PPh pasal 21 yang dipotong adalah tidak bersifat final, maka merupakan kredit
pajak dan dapat diperhitungkan sebagai angsuran pajak bagi penerima penghasilan yang
dikenakan pemotongan untuk tahun pajak yang bersangkutan. Apabila PPh pasal 21 yang
dipotong adalah bersifat final, maka tidak dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak.

2.2 Subjek Pajak PPh Pasal 21 (Wajib Pajak PPh Pasal 21)

a. Pemotong Pajak atau Subjek Pajak atas PPh Pasal 21/26 adalah :
a) Pemberi kerja terdiri atas orang pribadi dan badan, termasuk Bentuk Usaha Tetap
(BUT) baik merupakan induk atau cabang perwakulan atau unit.
b) Bendaharawan pemerintah termasuk bendaharawan pada pemerintah pusat, pemerintah
daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga lembaga negara lainnya dan
kedutaan besar RI di luar negeri. 56
c) Dana pensiun, PT. Taspen, PT. Jamsostek dan badan penyelenggara jaminan sosial
tenaga kerja lainnya, atau badan badan lain yang membayar uang pensiun, Tabungan
Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT).
d) Yayasan, lembaga, kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan dan organisasi dalam bentuk
apapun dalam bidang kegiatan
e) Badan atau organisasi internasional dalam bentuk apapun yang tidak dikecualikan
sebagai Pemotong Pajak berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.
f) BUMN dan BUMD

2.3 Objek PPh Psal 21


Penghasilan yang dipotong PPh pasal 21/26 adalah:
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun
bulanan, upah, honorarium (termasuk untuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan
pengawas), premi bulanan, uang lembur, tunjangan tunjangan termasuk tunjangan pajak,
premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama
apapun.
2. Penghasilan yang diterima dan diperoleh secara tidak teratur yang berupa jasa produksi,
tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan 58 tahun baru, bonus,
premi tahunan dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap yang biasanya
dibayarkan sekali dalam setahun.
3. Upah harian, upah mingguan, upah borongan dan upah satuan.
4. Uang Tebusan Pensiun, uang Tabungan Hari Tuan atau Tunjangan Hari Tua (THT), uang
pesangon, dan pembayaran lain sejenis.
5. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib pajak dalam negeri.
6. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang diterima
oleh pejabat negara, PNS dan ABRI serta yang pensiun dan tunjangan lain yang terkait.
7. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang
diberikan oleh bukan Wajib pajak.
8. Imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau yang diperoleh
orang pribadi dengan status Wajib pajak luar negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
dan kegiatan.

Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah:
1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali yang diberikan oleh bukan
wajib pajak.
3. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang
diberikan oleh pemerintah
4. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri keuangan, serta iuran Tabungan Hari Tua dan Tunjangan Hari Tua (THT)
kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.
5. Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh d ana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan dan THT yang dibayarkan sekaligus oleh badan
penyelenggara Jamsostek, yang jumlah brutonya Rp50.000.000,00 atau kurang.
6. Uang pesangon yang jumlah brutonya Rp50.000.000,00 atau kurang
7. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja.
8. Penghasilan yang dibayarkan kepada PNS golongan II/d ke bawah dan anggota ABRI
berpangkat Letnan Satu ke bawah, yang pembayarannya dibebankan keuangan negara
atau daerah, yang berupa honorarium dan imbalan lain selain gaji pensiun, dan tunjangan
yang terkait dengan pensiun.

2.4 Wajib pajak PPh 21

Wajib pajak yang dipotong PPh pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan :
a. Pegawai, karyawan atau karyawati tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada
pemberi kerja dan atas jasanya itu ia memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara
berkala.
b. Pegawai, karyawan atau karyawati lepas Adalah orang pribadi yang berkeja untuk
pemberi kerja dan hanya menerima upah jika ia bekerja.
c. Penerima honorarium Adalah orang pribadi atau sekelompok orang pribadi yang
memberikan jasanya, dan atas jasanya ia memperoleh imbalan tertentu sesuai dengan
jasa yang diberikan.
d. Penerima upah Adalah orang pribadi yang atas jasanya ia memperoleh upah, seperti upah
harian, upah borongan, upah satuan dll.

Yang tidak termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21 yaitu :

a. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing dan
orang – orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia
tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya
tersebut, serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
b. Pejabat perwakilan organisasi internasional dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf c
Undang – Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan
atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

2.5 Hak dan kewajiban Wajib Pajak PPh pasal 21

Hak-hak WP PPh 21
a. Wajib pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada pemotong pajak.
Jumlah PPh pasal 21 yang telah dipotong dapat dikreditkan dari pajak penghasilan untuk
tahun yang bersangkutan.
b. Wajib pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jendral Pajak, jika PPh
pasal 21 yang dipotong oelh pemotong pajak tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku
dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal pemotongan.
c. Wajib pajak berhak mengajukan banding kepada badan peradilan pajak dalam jangka waktu
3 bulan sejak diterbitkannya surat keputusan Direktur Jendral Pajak yang berhubungan
dengan keberatannya.

Kewajiban Wajib Pajak PPH pasal 21


a. Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP
b. Pegawai, Penerima Pensiun Berkala, dan Bukan Pegawai tertentu Wajib Membuat Surat
Pernyataan Yang Berisi Jumlah Tanggungan Keluarga Pada Awal Tahun Kalender Atau
Pada Saat Menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri
c. Wajib Menyerahkan Surat Pernyataan Tanggungan Keluarga kepada Pemotong Pajak Pada
Saat Mulai Bekerja Atau Mulai Pensiun 5.

2.6 Hak Dan Kewajiban Pemotong Pajak PPh Pasal 21

Hak-hak pemotong pajak PPh pasal 21

a. Pemotong pajak berhak utnuk mengajukan permohonan memperpanjang jangka waktu


penyampaina SPT tahunan PPh pasal 21
b. Pemotongan pajak berkhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran pada SPT tahuna
terhadap pajak yang terhutang untuk bulan pada waktu dilakukan perhitungan kembali.
c. Pemotong pajak berhak untuk membetulkan sendiri SPT dengan menyampaikan pernyataan
tertulis kepada Kepala Inspeksi Pajak setempat atau tempat lai yang ditentukan oleh
Direktur Jendral Pajak sepanjang belum dimulai tindakan pemeriksaan.
d. Pemotong pjaka berhak mengajukan surat keberatan kepada Kepala Inspeksi pajak atau
suatu ketetapan pajak
e. Pemotong pajak berhak mengajukan banding kepada badan peradilan pajak terhadap
keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi Pajak mengenai keberatan.

Kewajiban pemotong pjaka PPh pasal 21

a. Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP


b. Wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 dan Pasal 26
yang terutang untuk setiap bulan kalender.
c. PPh Pasal 21/26 yang dipotong wajib disetor ke Kantor Pos atau Bank paling lama 10 hari
setelah Masa Pajak berakhir. 6
d. Pemotong Pajak wajib lapor sekalipun nihil, paling lama 20 hari setelah Masa Pajak
berakhir.
e. Wajib Membuat Catatan atau Kertas Kerja Perhitungan PPh Ps. 21/26 Untuk Setiap Masa
Pajak
f. Wajib Menyimpan Catatan atau Kertas Kerja Sesuai Ketentuan g. Wajib Membuat Bukti
Potong dan Memberikannya Kepada Penerima Penghasilan

2.7 Penghasilan yang Tidak Dikenakan PPh Pasal 21

1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna dan
bea siswa
2. Natura/kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah
3. Iuran pensiun kepada dana pensiun yang telah disahkan Menkeu, iuran THT/JHT yang
dibayar pemberi kerja
4. Zakat/sumbangan wajib keagamaan dari badan/lembaga yang dibentuk/disahkan
pemerintah
5. Bea siswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l UU PPh

2.8 Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21

Rumus pengitungan PPH pasal 21 atas pegawai tetap:

Tarif Pajak pasal 17 x (PKP) PKP = Penghasilan bruto- (Biaya Jabatan + iuran pensiun +
Iuran Jamsostek)- PTKP

Tarif pajak yang digunakan menurut UU No 36 Tahun 2008 pasal 17 adalah:


 sampai dengan Rp50.000.000,00 ( 5% )
 di atas Rp50.000.000,00 s.d Rp250.000.000 (15%)
 di atas Rp250.000.000,00 s.d Rp500.000.000,00 (25%)
 di atas Rp500.000.000,00 (30% )

PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak kena
pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan neto Wajib Pajak
Orang Pribadi jumlahnya dibawah PTKP tidak akan terkena Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29
dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh Pasal 21,
maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.

Daftar PTKP untuk perhitungan pajak Wajib Pajak Orang Pribadi mulai tahun pajak 2016 adalah
sebagai berikut:
Laki-laki/Perempuan lajang Laki-laki Kawin Suami dan Istri Digabung
Rp58.500.00 Rp112.500.00
TK/0 Rp54.000.000   K/0 0 K/1/0 0
Rp63.000.00 Rp117.000.00
TK/1 Rp58.500.000   K/1 0 K/1/1 0
Rp67.500.00 Rp121.500.00
TK/2 Rp63.000.000   K/2 0 K/1/2 0
Rp72.000.00 Rp126.000.00
TK/3 Rp67.500.000   K/3 0 K/1/3 0

Kasus dan Pertanyaan:

Aliyanto melakukan jasa perawatan mesin fotokopi kepada PT BCD dengan imbalan
Rp28.000.000. Aliyanto mempergunakan tenaga 5 orang pekerja dengan membayarkan upah
harian masing-masing sebesar Rp750.000.

Upah harian yang dibayarkan untuk 5 orang pekerja selama 3 hari melakukan pekerjaan adalah
Rp11.250.000. Selain itu, Aliyanto juga membeli spare part mesin fotokopi yang dipakai untuk
perawatan sebesar Rp 5.550.000. Maka, berapakah PPh Pasal 21 yang terutang?

Jawaban:

Berdasarkan perjanjian serta dokumen yang diberikan Aliyanto, diketahui bahwa yang menjadi
penghasilan bruto adalah upah yang harus dibayarkan kepada pekerja harian yang dipekerjakan
oleh Aliyanto dan biaya untuk membeli spare part mesin fotokopi.

Maka, jumlah penghasilan bruto sebagai dasar perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong
oleh PT BCD atas imbalan yang diberikan kepada Aliyanto adalah sebesar penghasilan bruto
dikurangi upah tenaga kerja harian yang dipekerjaan Aliyanto dan biaya spare part mesin
fotokopi. Perhitungannya sebagai berikut:

Rp28.000.000 – (Rp11.250.000 + Rp 5.550.000) = Rp 11.200.000

PPh Pasal 21 yang harus dipotong PT BCD atas penghasilan yang diterima Aliyanto adalah
sebesar: 5% x 50% x Rp 11.200.000 = Rp280.000

Dalam hal Aliyanto tidak memiliki NPWP maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT
BCD menjadi: 120% x 5% x 50% x Rp 11.200.000 = Rp 336.000

Catatan: untuk pembayaran upah harian kepada masing-masing pekerja wajib dipotong PPh
Pasal 21 oleh Aliyanto.
BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa : PPh Pasal 21 merupakan pajak
atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama
dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Pemotong PPh pasal 21 adalah setiap
orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 tahun 2000 dan terbarupada tahun 2013 untuk
memotong PPh Pasal 21. B. Saran Dari uraian pembahasan di atas penulis menyarankan kepada
pembaca sekalian agar manfaat dari pembahasan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 21 dapat
memberikan wawasan positif. Dimana sisi positif dari uraian tersebut bisa dijadikan sebagai
bahan untuk menambah pengetahuan tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 tersebut dan sisi kurang
baiknya bisa dijadikan sebagai bahan pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi. Untuk itu,
penulis sangat mengharapkan saran dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Diunda, Gustian dkk. Pajak Penghasilan Orang Pribadi. 2003. Jakarta: Salemba Empat
Mardiasmo. Perpajakan. 1987. Yogyakarta: Andi Offset http://google.com

Isroah. Perpajakan.2013.Yogyakarta: Universitas negeri Yogyakarta

https://news.ddtc.co.id/contoh-soal-perhitungan-pph-pasal-21-7230?page_y=3726

Anda mungkin juga menyukai