Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH TENTANG

PERPAJAKAN PPH 21
Disusun untuk memenuhi mata kuliah perpajakan
Dosen Pengampu: Fajriani Azis, S.Pd. M.Si

Disusun Oleh:
Kelompok 7

Andi Fatimah Azzahrah Fauziah (200901502039)


Putri Zheilda Permatasari M (200901502036)
Agustini (200901502037)
Nasrah Irsan (200901502038)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
anugerah-Nya yang telah dilimpahkan kepada kami, sehingga dapat merangkai kata
dalam menyajikan tugas kelompok mengenai “PPH 21” ini dapat diselesaikan dengan
baik. Penyusunan laporan makalah ini di latar belakangi oleh penyelesaian tugas
kelompok pada mata kuliah Perpajakan yang diampu oleh ibu Fajriani Azis, S.Pd., M.Si
guna memberikan informasi seputar “Perpajakan PPH 21” kepada para pembaca dan
juga sebagai salah satu sumber penilaian dalam mata kuliah Perpajakan. Penulisan
makalah ini berdasarkan sumber buku dan jurnal yang diharapkan dapat berguna bagi
para pembaca agar memahami dan berpartisipasi dalam hal “Perpajakan PPH 21”.
Kami selaku penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang disusun
ini masih belum atau jauh dari kata sempurna, untuk itu saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat kami butuhkan untuk penyempurnaan penyusunan makalah
berikutnya. Akhir kata, tidak lupa kami ucapkan terima kasih atas segala bentuk
dukungan dari teman-teman anggota kelompok dalam penyelesaian makalah ini.

Makassar, 26 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
A. Deskripsi Singkat...........................................................................................................1
B. Relevansi........................................................................................................................2
C. Indikator..........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................3
A. Definisi PPH 21..............................................................................................................3
B. Penerima Penghasilan..................................................................................................5
C. Objek PPH 21.................................................................................................................6
D. Tarif Pajak dan Penerapan...........................................................................................7
E. Kewajiban Pemotong Pajak PPh 21.........................................................................10
F. PPH 21 atas Pegawai Tetap dan Ilustrasi Perhitungan..........................................11
G. PPH 21 atas Penghasilan Tidak Teratur dan Ilustrasi Perhitungan......................13
H. PPH 21 atas Uang Pensiun dan Ilustrasi Pehitungan............................................16
I. PPH 21 atas Kenaikan Gaji dan Ilustrasi Perhitungan...........................................18
J. PPH 21 atas Upah dan Ilustrasi Perhitungannya....................................................20
STUDI KASUS.........................................................................................................................23
BAB III PENUTUP...................................................................................................................26
A. Kesimpulan...................................................................................................................26
B. Saran.............................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................27
LAMPIRAN...............................................................................................................................28

iii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Format lembar kegiatan kelompok....................................................................28


Lampiran II Kriteria Penilaian Sikap......................................................................................28
Lampiran III Bukti Foto Kegiatan Kelompok diatas.............................................................29

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
Dalam UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang perubahan keempat
atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal1 Ayat 1
menyatakan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar- besarnya kemakmuran
rakyat.
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang
digunakan untuk membiayai kepentingan umum, yang pada akhirnya juga
mencakup kepentingan pribadi perseorangan, seperti kepentingan rakyat,
pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat, dan lain-lain. Sehingga
pajak menjadi salah satu alat untuk mencapai tujuan negara sebab merupakan
sumber pendapatan terpenting bagi negara. Di antara sekian banyak jenis
pajak, salah satunya pajak penghasilan. Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak
atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun luar negeri. Penghasilan yang dimaksud meliputi usaha,
gaji, hadiah, kompensasi, dan lain-lain. Dasar hukum pajak penghasilan adalah
UU No. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan.
Dari berbagai jenis pajak penghasilan, salah satunya pajak penghasilan
pasal 21. Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak penghasilan berupa upah,
gaji, honorium, tunjangan dan pembayaran lainnya dengan nama apapun dan
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan
oleh oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak yang dipungut melalui With
Holding System, yang melibatkan pihak ketiga yang diberi wewenang oleh UU
untuk memotong PPH Pasal 21. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Sadjiarto
(2008) bahwa di Indonesia pajak yang dipungut secara With Holding adalah
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn
BM), dan Pajak Penghasilan (PPh). Dengan sistem ini, mengharuskan

1
pemotong pajak mampu dan memahami tata cara perhitungan, pemotongan
dan hal lainnya yang berkaitan pada PPh Pasal 21 agar efektif dan efisien
sehingga orientasi pemberi kerja bisa tercapai.

B. Relevansi
Pada bagian ini akan dibahas mengenai Perpajakan PPH 21. Dengan
dasar pemahaman ini akan menjadi landasan bagi mahasiswa untuk
memahami hal hal yang ada pada PPH 21.

C. Indikator
Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, penerima penghasilan, objek,
kewajiban pemotong, tarif pajak dan penerapan pada PPH 21 serta mampu
menjelaskan mengenai perhitungan PPH 21 atas pegawai tetap, penghasilan
tidak teratur, uang pensiun, kenaikan gaji dan upah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi PPH 21
Pph Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk
apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi. PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pihak lain
tersebut sepanjang tidak bersifat final dapat dikreditkan oleh Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri terhadap pajak penghasilan (PPh) yang terhutang pada
akhir tahun pajak yang bersangkutan.
1. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak orang
pribadi atau Wajib Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang
mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas
Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang
Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 26 UU Pajak
Penghasilan.
2. Penyelenggara Kegiatan adalah orang pribadi atau badan sebagai
penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran imbalan dengan
nama dan dalam bentuk apa pun kepada orang pribadi sehubungan
dengan pelaksanaan kegiatan tersebut.
3. Pegawai ialah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, berdasarkan
perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis,
untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu
dengan imbalan yang dibayarkan pada periode tertentu, penyelesaian
pekerjaan, atau ketentuan lain, termasuk orang yang melakukan pekerjaan
dalam jabatan negeri.
4. Pegawai Tetap ialah pegawai yang menerima penghasilan dalam jumlah
tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota
dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk
suatu jangka waktu tertentu dalam jumlah tertentu secara teratur.
5. Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya
menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja,

3
berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit dihasilkan atau penyelesaian
pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.
6. Penerima Penghasilan Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain poin 5
dan 6 yang memperoleh penghasilan dengan nama dan bentuk apapun
dari Pemotong PPh Pasal 21 dansebagai imbalan atas jasa yang dilakukan
berdasarkan perintah atau permintaan.
7. Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan
tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, lokakarya (workshop),
pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau lainnya akan memperoleh imbalan
atas keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut.
8. Penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima
atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu,
termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima tunjangan hari
tua atau jaminan hari tua.
9. Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Teratur adalah penghasilan bagi
pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan
imbalan dengan nama apa pun yang diberikan secara periodik berdasarkan
ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur.
10. Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Tidak Teratur adalah
penghasilan bagi pegawai tetap selain penghasilan yang bersifat teratur,
yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain
berupa bonus, Tunjangan Hari Raya (THR), jasa produksi, tantiem,
gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apa pun.
11. Upah harian adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh
pegawai yang terutang atau dibayarkan secara harian.
12. Upah mingguan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh
pegawai yang terutang atau dibayarkan secara mingguan.
13. Upah satuan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh
pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan jumlah unit hasil
pekerjaan yang dihasilkan.
14. Upah borongan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh
pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan penyelesaian suatu
jenis pekerjaan tertentu.
15. Imbalan kepada bukan pegawai adalah penghasilan dengan nama dan
dalam bentuk apa pun yang terutang atau diberikan kepada bukan pegawai

4
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan, antara
lain berupa honorarium, komisi, fee, dan penghasilan sejenis lainnya.
16. Imbalan kepada peserta kegiatan adalah penghasilan dengan nama dan
dalam bentuk apa pun yang terutang atau diberikan kepada peserta
kegiatan tertentu, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang
rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan, dan penghasilan sejenis
lainnya.
17. Masa Pajak terakhir adalah masa Desember atau masa pajak tertentu di
mana pegawai tetap berhenti bekerja.

B. Penerima Penghasilan
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang
pribadi yang merupakan:
1. Pegawai.
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan
hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya.
3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:
a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari
pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan
aktuaris.
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,
bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan
seniman lainnya.
c. Olahragawan.
d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan
sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan
sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan.
g. Agen iklan.
h. Pengawas atau pengelola proyek.
i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang
menjadi perantara.

5
j. Petugas penjaja barang dagangan.
k. Petugas dinas luar asuransi.
l. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan
kegiatan sejenis lainnya.
4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain
meliputi :
a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan
olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan
perlombaan lainnya.
b. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja.
c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara
kegiatan tertentu.
d. Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang.
e. Peserta kegiatan lainnya.

C. Objek PPH 21
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur
berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
3. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari
tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang
pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai
berhenti bekerja.
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah
harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang
dibayarkan secara bulanan.
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi,
fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan.
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan

6
nama dan dalam bentuk apa pun, dan imbalan sejenis dengan nama apa
pun.
7. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur
yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan
pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan
yang sama.
8. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan
lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan
pegawai.
9. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun
yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
10. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan
nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan oleh:
a. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma
penghitungan khusus (deemed profit).

D. Tarif Pajak dan Penerapan


Tarif pajak yang berlaku beserta penerapannya menurut ketentuan
dalam Pasal 21 UU Pajak Penghasilan sebagai berikut:
1. Tarif berdasarkan Pasal 17 UU PPh, diterapkan atas Penghasilan Kena
Pajak dari:
a. Pegawai tetap.
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai tetap adalah
sebesar penghasilan neto dikurangi PTKP. Sementara itu, penghasilan
neto dihitung seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan:
1) Biaya jabatan.
2) Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada
dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

7
Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut:
PPh Pasal 21
= (Penghasilan neto - PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh
= {(Penghasilan bruto - Biaya Jabatan - iuran pensiun dan iuran
THT/JHT yang dibayar sendiri - PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh}
b. Penerima pensiun berkala yang dibayarkan secara bulanan.
Besarnya Penghasilan Kena Pajak ialah bagi penerima pensiun
berkala sebesar penghasilan neto dikurangi PTKP. Besarnya
penghasilan neto adalah seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi
dengan biaya pensiun. Secara ringkas dapat digambarkan sebagai
berikut:
PPh 21 = (Penghasilan neto - PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh
= { (Penghasilan bruto - Biaya Pensiun - PTKP) x tarif Ps
17 UU PPh }
c. Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara
bulanan.
Bagi pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara
bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima selama 1
bulan kalender telah melebihi Rp4.500.000,00 besarnya Penghasilan
Kena Pajak dihitung sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP.
PPh 21 = (Penghasilan bruto - PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh
d. Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat
berkesinambungan.
2. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau
tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah
borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan
secara bulanan, tarif lapisan pertama Pasal 17 UU PPh (5%) diterapkan
atas:
a. Jumlah penghasilan bruto sehari yang melebihi Rp450.000,00, atau
b. Jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya dalam hal
jumlah penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender telah
melebihi Rp4.500.000,00.
Dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender
telah melebihi Rp10.200.000,00, PPh 21 dihitung dengan menerapkan tarif
Pasal 17 UU PPh atas jumlah Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan.

8
3. Berdasarkan Pasal 17 UU PPh, diterapkan atas jumlah kumulatif dari:
a. Penghasilan Kena Pajak sebesar jumlah penghasilan bruto dikurangi
PTKP, yang diterima atau diperoleh bukan pegawai (selain tenaga
ahli), yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan yang
memenuhi ketentuan:
1) Yang bersangkutan telah mempunyai NPWP.
2) Hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan
Pemotong PPh Pasal 21.
3) Tidak memperoleh penghasilan lainnya.
PPh Pasal 21 = (Penghasilan bruto - PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh
Apabila tidak memenuhi syarat-syarat tersebut maka yang dijadikan
dasar adalah jumlah penghasilan bruto
PPh Pasal 21 Penghasilan bruto x tarif Ps 17 UU PPh
b. 50% dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari
pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan
aktuaris.
PPh 21 (50% x Penghasilan bruto) x tarif Ps 17 UU PPh
c. Jumlah penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan yang
bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan
komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai
pegawai tetap pada perusahaan yang sama
PPh 21 = Penghasilan bruto x tarif Ps 17 UU PPh
d. Jumlah penghasilan bruto berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi,
bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau
diperoleh mantan pegawai.
PPh Pasal 21 = Penghasilan bruto x tarif Ps 17 UU PPh
e. Jumlah penghasilan bruto berupa penarikan dana pensiun oleh
peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari
dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
PPh Pasal 21 Penghasilan bruto x tarif Ps 17 UU PPh

9
4. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas jumlah penghasilan
bruto:
a. Untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai yang tidak
bersifat berkesinambungan.
b. Untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah,
yang diterima oleh peserta kegiatan.
5. Tarif PPh Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain dengan nama apa
pun yang menjadi beban APBN atau APBD adalah sebagai berikut:
a. Sebesar 0% (nol persen) dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan I
dan Golongan II. Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat
Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya.
b. Sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan
III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira
Pertama, dan Pensiunannya.
c. Sebesar 15% (lima belas persen) dari penghasilan bruto bagi Pejabat
Negara. PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI
Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan
Pensiunannya.

E. Kewajiban Pemotong Pajak PPh 21


Yang termasuk pemotong pajak PPh Pasal 21 adalah:
1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan
pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam
bentuk apa pun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau
pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI,
Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga
negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri,
yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran
lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.

10
3. Dana pensiun, penyelenggara Jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-bad
lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari
tua.
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta
badan yang membayar:
a. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa dan atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi
dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli
yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas
namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya.
b. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan
status Subjek Pajak luar negeri.
c. Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan,
dan magang.
5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang
bersif nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta
lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar
honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apa pun kepada
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
Yang tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban
untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 21 adalah:
a. Kantor perwakilan negara asing.
b. Organisasi-organisasi internasional yang telah ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
c. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi
untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan
dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

F. PPH 21 atas Pegawai Tetap dan Ilustrasi Perhitungan


Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dibedakan menjadi 2
(dua), yaitu:
1. Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh
Pasal 21 yang terutang untuk setiap masa pajak, yang dilaporkan dalam

11
SPT Masa PPh Pasal 21, selain masa pajak Desember atau masa pajak di
mana pegawai tetap berhenti bekerja.
2. Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian Form 1721 A1 atau 1721
A2 dan pemotongan PPh Pasal 21 dan pemotongan PPh Pasal 21 yang
terutang untuk masa pajak Desember atau masa pajak di mana pegawai
tetap berhenti bekerja. Penghitungan kembali ini dilakukan pada:
 Bulan di mana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun.
 Bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun
kalender dan bagi penerima pensiun yang menerima uang pensiun
sampai akhir tahun kalender.
Ilustrasi Perhitungan
Menghitung PPh 21 Karyawan Tetap dengan Gaji Mingguan dan Harian
(Perhitungan PPh 21 ini bukan untuk pekerja lepas)
Misal:
Adi Putra, pegawai di perusahaan PT ABC Subur Makmur, memperoleh
gaji mingguan sebesar Rp1.500.000.00. Adi Putra telah menikah dan memiliki
seorang anak. PT ABC Subur Makmur masuk program BPJS Ketenagakerjaan,
premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh
pemberi kerja dengan jumlah masing-masing setiap bulan sebesar 1,00% dan
0.30% dari gaji.
PT ABC Subur Makmur membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan
sebesar 3.70% dari gaji sedangkan Adi Putra membayar iuran pensiun sebesar
Rp50.000,00 dan Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji. Dalam minggu
kedua pada bulan september 2017, Adi Putra hanya memperoleh pembayaran
berupa gaji saja sehingga perhitungan PPh pasal 21 untuk minggu kedua bulan
september adalah:
Penghasilan Seminggu Rp 1.500.000
Penghasilan sebulan
4 X Rp 1.500.000,00 Rp 6.000.000
Premi jaminan kecelakaan kerja Rp 60.000
Premi jaminan kematian Rp 18.000
Penghasilan bruto Rp 6.078.000
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 6.078.000,00 Rp 303.900

12
2. Iuran Pensiun Rp 50.000
3. Iuran Jaminan Hari Tua Rp 120.000
Rp 473.900
Penghasilan neto sebulan Rp 5.604.100
Penghasilan neto setahun adalah
12 X Rp 5.604.100,00 Rp 67.249.200
PTKP setahun
Untuk wajib pajak sendiri Rp 54.000.000
tambahan karena menikah Rp 4.500.000
tambahan seorang anak Rp 4.500.000
Rp 63.000.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 4.249.200
Pembulatan Rp 4.249.000
PPh Pasal 21 terutang
5% X Rp 4.249.000,00 Rp 212.450
PPh pasal 21 sebulan
Rp 212.450,00 : 12 Rp 17.704
PPh pasal 21 minggu kedua
Rp 17.704,00 : 4 Rp 4.426

G. PPH 21 atas Penghasilan Tidak Teratur dan Ilustrasi Perhitungan


Kepada pegawai tetap adakalanya diberikan penghasilan tidak teratur
seperti bonus, jasa produksi, Tunjangan Hari Raya (THR) atau penghasilan lain
sejenis, yang sifatnya tidak tetap dan terkadang dibayarkan sekali setahun.
PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur dihitung dan dipotong dengan cara
sebagai berikut (Penghitungan dilakukan pada saat penyerahan penghasilan
tidak teratur):
1. Dihitung penghasilan bruto total selama setahun yang terdiri dari
Penghasilan bruto teratur selama setahun, ditambah dengan Penghasilan
tidak teratur misalnya bonus, jasa produksi atau THR
2. Kemudian dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan bruto total selama
setahun (pada nomor 1) tersebut di atas,
3. Dihitung PPh pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa bonus, jasa
produksi atau THR. Dengan menghitung selisih antara:

13
a. PPh pasal 21 atas penghasilan bruto total selama setahun (pada huruf
b di atas) dengan
b. PPh pasal 21 atas penghasilan bruto teratur selama setahun (pada
angka 3 di atas)
Ilustrasi Perhitungan
Sebagaimana Tn. Candra dengan status kawin memiliki 4 anak, ia
bekerja pada PT “Sembada” sebagai pegawai tetap. Setiap bulan menerima
gaji dan tunjangan sebagai berikut:
Gaji bulan Januari 2012
Gaji pokok Rp4.800.000,00
Tunjangan Kesehatan Rp1.200.000,00
Tunjangan makan Rp1.000.000,00
Tunjangan transportasi Rp1.000.000,00
Tunjangan keluarga Rp2.000.000,00 +
Rp10.000.000,00
Merujuk dari data diatas dimisalkan bahwa Tn. Candra sebagai pegawai
tetap memiliki prestasi kerja yang memuaskan, sehingga pada bulan
September 2012 perusahaan memberikan bonus atas prestasinya berupa uang
sebesar Rp9.600.000,00 sebesar 2 kali gaji pokok. Sampai dengan bulan
September penghasilan teratur yang diterima Tn. Candra tidak mengalami
perubahan.
Diminta: Menghitung PPh pasal 21 atas bonus yang diterima Tn. Candra
Penyelesaian:
Gaji pokok Rp4.800.000,00
Tunjangan kesehatan Rp1.200.000,00
Tunjangan makan Rp1.000.000,00
Tunjangan transportasi Rp1.000.000,00
Tunjangan keluarga Rp2.000.000,00 +
Penghasilan bruto satu bulan Rp10.000.000,00
Dikurangi
 Biaya jabatan 5% x bruto (Maks) Rp500.000,00
 Iuran pensiun potong gaji Rp120.000,00
 Iuran THT potong gaji Rp200.000,00 +
Rp 820.000,00 -

14
Penghasilan neto satu bulan Rp 9.180.000,00
Penghasilan netto 1 tahun (12 bulan) Rp110.160.000,00
PTKP (K/3) Rp 21.120.000,00
PKP Rp.89.040.000,00

Tarif PPh pasal 17


PPh 21 untuk 1 tahun
5% x Rp50.000.000,00 Rp2.500.000,00
15%x Rp39.040.000,00 Rp5.856.000,00
PPh 21 untuk 1 tahun Rp8.356.000,00
PPh 21 untuk satu bulan
Rp Rp8.356.000,00: 12 Rp696.333,33

Penghitungan saat menerima bonus:


Penghasilan bruto total selama 1 tahun:
Penghasilan teratur (12 x Rp10.000.000) Rp 120.000.000,00
Bonus yang diterima bulan September Rp 9.600.000,00 +
Penghasilan bruto total selama 1 Tahun Rp 129.600.000,00
Dikurangi:
 Biaya jabatan 5% x bruto Max Rp. 6.000.000,00
 Iuran pensiun potong gaji Rp 1.440.000,00
 Iuran THT potong gaji Rp 2.400.000,00
Rp9.840.000,00
Penghasilan neto total 1 tahun Rp 119.760.000,00
PTKP = K/3 Rp 21.120.000,00
PKP Rp 98.640.000,00
PPh Pasal 21 termasuk bonus
5% x Rp50.000.000,00 Rp2.500.000,00
15% x Rp48.640.000,00 Rp7.296.000,00 +
PPh 21 termasuk bonus Rp9.796.000,00
PPh Pasal 21 tanpa bonus Rp 8.356.000,00
PPh Pasal 21 atas bonus Rp 1.440.000,00

15
H. PPH 21 atas Uang Pensiun dan Ilustrasi Pehitungan
Pada saat pegawai tetap berhenti bekerja karena pensiun, pemotong
pajak berkewajiban menghitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang terutang
oleh pegawai tetap menurut tarif PPh pasal 17. Setelah pegawai tetap pensiun,
kemudian mulai menerima uang pensiun misalnya dari Dana Pensiun. Dana
Pensiun, dalam hal ini sebagai pemberi penghasilan, harus menghitung PPh
Pasal 21 atas uang pensiun bulanan yang diterima atau diperoleh penerima
pensiun pada tahun pertama pensiun.
Adapun cara penghitungan PPh Pasal 21 bulanan atas uang pensiun
pada tahun pertama tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pertama tama dihitung penghasilan bruto sebulan yang diterima oleh
penerima pensiun. Penghasilan bruto di sini adalah berupa uang pensiun.
2. Dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara
penghasilan bruto diatas dikurangi dengan biaya pensiun. Biaya pensiun
yaitu biaya untuk mendabu patkan, menagih dan memelihara uang pensiun
yang besarnya 5% (lima persen) dari penghasilan bruto dari uang pensiun,
setinggi tingginya Rp2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah)
setahun atau Rp200.000,00 (dua ratus ribu) sebulan.
3. Kemudian dihitung penghasilan neto setahun (dari uang pensiun) dengan
cara penghasilan neto sebulan tersebut kemudian dikalikan dengan
banyaknya bulan penerima pensiun yang bersangkutan menerima pensiun
sampai dengan bulan Desember.
4. Kemudian dihitung penghasilan neto yang diterima selama setahun takwim
penuh (selama 12 bulan). Penghasilan setahun takwim dihitung dengan
cara penghasilan neto setahun dari uang pensiun (pada angka 3 di atas)
ditambah dengan penghasilan neto dalam tahun yang bersangkutan yang
diterima atau diperoleh dari pemberi kerja sebelum pegawai yang
bersangkutan pensiun.
5. Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan neto
selama setahun takwim (pada angka 4) dikurangi dengan PTKP.
6. Dihitung PPh Pasal 21 setahun takwim dengan cara Penghasilan Kena
Pajak (pada angka 5) dikalikan dengan tarif PPh Pasal 17.
7. PPh pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan (pada
angka 6 di atas) dihitung dengan cara mengurangi PPh pasal 21 yang
terutang dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun,

16
sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21
sebelum pensiun.
8. PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah sebesar PPh Pasal 21
atas uang pensiun pada angka 7 diatas, dibagi dengan banyaknya bulan
sebagaimana dimaksud pada angka 3.
Selanjutnya Perhitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan
untuk tahun kedua dan selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto per bulan yang diperoleh dengan
cara menguranngi penghasilan bruto dengan biaya pensiun.
2. Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan
neto per bulan dikalikan 12.
3. Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan
tarif Pasal 17 UU PPh, yaitu sebesar penghasilan neto setahun dikurangi
dengan PTKP.
4. Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan Tarif Pasal 17 UU
PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21
per bulan, yang harus dipotong dan/atau disetor ke kas negara, yaitu
sebesar jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi dengan 12.
Ilustrasi Perhitungan
Sebagaimana contoh pada Ilustrasi perhitungan sebelumnya diatas
bahwa Tn. Candra adalah pegawai tetap, pada tanggal 30 September 2012
Pensiun. Pada bulan Oktober 2012 menerima uang pensiun dari dana pensiun
sebesar Rp 4.000.000,00 setiap bulan.
Diminta: menghitung PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh dana pensiun
atas uang pensiun yang diterimanya!
Penyelesaian:
Pada saat pensiun (penghitungan dibuat oleh PT. Sembada)
Penghasilan neto 1 bulan (*seperti contoh sebelumnya) Rp 9.180.000 ,00
Penghasilan neto selama th. 2012
(9 x Rp 9.180.000) Rp. 82.620.000.00
PTKP=K/3 Rp. 21.120.000,00 -
PKP Rp. 61.500.000,00

17
PPh terutang selama 2012
5% x Rp50.000.000,00 Rp2.500.000,00
15% x Rp11.500.000,00 Rp1.725.000,00 +
PPh terutang selama 2012 Rp4.225.000,00
PPh yang telah dipotong s/d September
(9 x Rp696.333,33) Rp6.266.999,97 -
PPh 21 yang lebih dipotong Rp2.041.999,97

Penghitungan pada saat menerima pensiun


Penghasilan bruto 1 bulan atas pensiun Rp 4.000.000,00
Dikurangi:
Biaya pensiun
5% x bruto Max Rp 200.0000,00 -
Penghasilan neto 1 bulan Rp 3.800.000,00
Penghasilan neto 3 bulan pensiun
3 x Rp3.800.000,00 Rp11.892.000,00
Penghasilan neto 9 bulan gaji
(9 x Rp 9.180.000) Rp82.620.000,00 +
Penghasilan neto 1 tahun (12 bulan) Rp94.512.000,00
PTKP Rp. 21.120.000,00 -
PKP Rp 73.392.000,00
PPh 21 satu tahun,
5% x Rp50.000.000,00 Rp2.500.000,00
15% x Rp23.392.000,00 Rp3.508.800,00 +
Rp6.008.800,00
PPh terutang atas gaji
(9 x Rp696.333,33) Rp6.266.999,97 -
PPh 21 atas uang pensiun 3 bulan Rp 258.999,97
PPh 21 atas uang pensiun tiap bulan Rp258.999,97 : 3 Rp 86.333.33

I. PPH 21 atas Kenaikan Gaji dan Ilustrasi Perhitungan


Cara perhitungan pajak penghasilan berbeda ketika sebuah perusahaan
memberikan kenaikan gaji kepada karyawannya. Pertimbangan lainnya juga
jatuh kepada metode yang digunakan perusahaan dalam perhitungan PPh 21
kenaikan gaji yaitu surut (retrospektif) dan prospektif atau tidak surut. Sebagai

18
departemen HR, Anda harus cermat memperhatikan penghitungan karena ada
kemungkinan besar pajak yang dipotong dan dibayarkan mengalami
penambahan untuk masa pajak setelah kenaikan gaji.
Sementara itu, bagi para karyawan yang baru saja mengalami kenaikan
gaji, ada baiknya juga menyimak penghitungan ini untuk mengetahui proses
distribusi gaji secara transparan. Sebagai informasi, untuk kenaikan gaji yang
berlaku surut (retrospektif), penghasilan selama beberapa bulan sebelumnya
akan diakumulasikan. Kemudian, di bulan Agustus karyawan akan menerima
akumulasi kenaikan gaji (rapel) tujuh bulan sebelumnya dan gaji baru yang
sudah naik.
Hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan
sebelum kenaikan gaji. Hitung PPh 21 atas gaji untuk bulan-bulan sebelumnya
dihitung kembali atas dasar gaji baru setelah ada kenaikan. Hitung PPh 21 atas
kenaikan gaji untuk beberapa bulan sebelum ditetapkannya kenaikan adalah
selisih antara jumlah pajak yang memperhitungkan kenaikan gaji dengan
jumlah pajak yang sudah dipotong pada bulan-bulan yang sama.
Ilustrasi Perhitungan
Retto pada bulan Juni 2016 menerima kenaikan gaji, menjadi Rp
6.550.000 per bulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2016. Dengan
adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut maka Retto menerima
rapel sejumlah Rp 5.000.000 (selisih gaji yang seharusnya diterima untuk
masa januari s.d. Mei 2016). Untuk menghitung PPh 21 atas uang rapel
tersebut terlebih dahulu dihitung kembali PPh 21 untuk masa Januari s.d.
Mei 2016 atas dasar penghasilan setelah ada kenaikan gaji. Dengan
demikian perhitungan PPh Pasal 21 terutangnya adalah sebagai berikut :
Gaji Rp 6.550.000
Pengurangan:
a. Biaya Jabatan
5% x Rp 6.750.000 Rp 327.500
b. Iuran Pensiun Rp 200.000
Penghasilan neto per bulan Rp 527.500
Rp 6.022.500
Penghasilan neto setahun
12 x Rp 6.022.000 Rp 72.270.000
PTKP

19
a. Untuk Wajib Pajak Rp 54.000.000
b. (+) karena menikah Rp 4.500.000
Rp 58.500.000
Rp 13.770.000
Penghasilan Kena Pajak
a. PPh Pasal 21 setahun
5% x Rp 13.770.000 Rp 688.500
b. PPh Pasal 21 per bulan
Rp 688.500. : 12 Rp 57.375
c. PPh Pasal 21 Januari s.d Mei 2016 seharusnya
5 x Rp 57.375 Rp 286.875
d. PPh Pasal 21 yang sudah dipotong Januari s.d. Mei 2016
5 x Rp 19.375 Rp 96.875
e. PPh Pasal 21 uang rapel Rp 237.5000

J. PPH 21 atas Upah dan Ilustrasi Perhitungannya


Penghasilan pegawai tidak tetap atau Tenaga Kerja Lepas ini terdapat 2
jenis cara pembayaran, yaitu dibayar secara bulanan dan dibayar tidak secara
bulanan.
1. Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon
Pegawai yang Menerima Upah yang Dibayarkan Secara Bulanan
a. PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1)
huruf a Undang-Undang (UU) PPh atas jumlah upah bruto yang
disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus
dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut
dibagi 12.
b. Berlaku untuk Upah Harian/Satuan/Borongan/Honorarium yang
Diterima Tenaga Harian Lepas Tetapi Dibayarkan Secara Bulanan
2. Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon
Pegawai yang Menerima Upah yang Dibayarkan tidak Secara Bulanan
a. Tentukan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang
saku yang diterima atau diperoleh dalam sehari:
 upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam
seminggu;

20
 upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang
dihasilkan dalam sehari;
 borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk
menyelesaikan pekerjaan borongan.
b. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku
harian belum melebihi Rp450.000,00, dan jumlah kumulatif yang
diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan
belum melebihi Rp4.500.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang
harus dipotong
c. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku
harian telah melebihi Rp450.000,00, dan sepanjang jumlah kumulatif
yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan
belum melebihi Rp4.500.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus
dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata
upah/uang saku harian setelah dikurangi Rp450.000,00, dikalikan 5%.
d. Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam
bulan kalender yang bersangkutan telah melebihi Rp4.500.000,00 dan
kurang dari Rp 10.200.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus
dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata
upah/uang saku harian setelah dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5%.
e. Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam
satu bulan kalender telah melebihi Rp 10.200.000,00, maka PPh Pasal
21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU
PPh atas jumlah upah bruto dalam satu bulan yang disetahunkan
setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong
adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.
Ilustrasi Perhitungan
Cakra belum menikah. Pada bulan Januari 2022 dia bekerja sebagai
karyawan harian di PT Kali Besar. Upah harian yang diberikan sebesar
Rp450.000 per hari. Dengan memperhatikan ketentuan PPh pasal 21,
penghasilan kena pajak (PKP) dengan dasar upah yang diterima setiap hari
adalah nihil.
Upah Sehari Rp. 450.000
Batas Upah Harian Tidak Dipotong PPh Rp. 450.000
Penghasilan Kena Pajak Rp. 0

21
Cakra akhirnya harus dikenakan potongan PPh 21 di hari ke 11
karyawan bekerja. Saat itu, upah kumulatif yang sudah diterima sebesar
Rp4.950.000, atau di atas ambang batas Rp4.500.000.
Upah Selama 11 Hari Rp. 4.950.000
Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP)
11 x (Rp. 54.000.000 : 360) Rp. 1.650.000 -
Pendapatan Kena Pajak 11 Hari Rp. 3.300.000
Cara Hitung Potongan PPh 21Karyawan Terutang untuk 11 Hari
5% x Rp. 3.000.000 Rp 165.000
Sehingga, di hari ke 11 tersebut Cakra hanya menerima upah bersih sebesar
Rp. 285.000. Lantas bagaimana hari-hari selanjutnya?
Misalnya untuk hari ke 12, maka perhitungannya:
Upah Harian Rp. 450.000
PTKP Sehari (Rp. 54.000.000 : 360) Rp. 150.000
Rp. 300.000
Jadi, PPh 21 yang dipotong di hari ke 12 adalah sebesar Rp 15.000.
Angka tersebut didapat dari 5% x Rp300.000. Sehingga upah bersih Cakra di
hari ke 12 adalah Rp435.000.

22
STUDI KASUS

1. Dalam tahun takwim 2004, Renaldi Abdila bekerja pada PT Eka Panca Graha,
sebagai staf sumber daya manusia, memperoleh penghasilan per bulan sebesar
Rp950.000,00 status belum menikah.
Diminta:
a. Hitung PPh pasal 21 terutang tahun 2004
b. Hitung PPh pasal 21 per bulan
c. Hitung Gaji bersih per bulan
2. Rudjiman Sarlito pada bulan Agustus 2004 bekerja pada PT Cakrawala Buana
Global sebagai tenaga kerja harian dengan memperoleh upah Rp55.000,00 per
hari.
3. Rolando Pakpahan, S.E., M.M. diundang pada salah satu kegiatan seminar, untuk
memberikan ceramah dan mendapat honorarium sebesar Rp3.500.000,00. Berapa
PPh pasal 21 yang harus dipotong?
4. Agus Suparlan menerima upah borongan pekerjaan membuat taman sebesar
Rp375.000,00 yang pekerjaannya diselesaikan dalam waktu tiga (3) hari kerja.
5. Sarjiman bekerja pada PT Cakrawala Buana Global sebagai perakit radio, yang
memperoleh upah persatuan yang dihasilkan sebesar Rp42.500,00. Dalam satu
minggu Sakiman dapat merakit sebanyak 10 buah radio. Perusahaan membayar
setiap akhir minggu.

23
Jawaban Studi Kasus
1. Perhitungan PPh pasal 21 terutang tahun 2004, Renaldi Abdila
Penghasilan (Gaji) sebulan Rp950.000,00
Dikurangi:
Biaya Jabatan
5% x Rp950.000,00 Rp47.500,00
Penghasilan bersih per bulan Rp902.500,00
Penghasilan bersih disetahunkan ( Rp902.500,00 x 12 ) Rp10.830.000,00
PTKP Status Tidak Kawin
WP sendiri (Rp240.000,00 x 12) Rp2.880.000,00
Penghasilan kena pajak (PKP) setahun Rp7.950.000,00
a. PPh Pasal 21 terutang tahun 2004
Rp7.950.000,00 x 5% Rp397.500,00
b. PPh Pasal 21 per bulan
Rp397.500,00 / 12 Rp33.125,00
Pembulatan Rp33.000,00
Sesuai dengan peraturan pemerintah (PP) No.47/2003, penghasilan per
bulan sampai dengan Rp1 juta, pajak penghasilan pasal 21 ditanggung
oleh pemerintah, dengan demikian Renaldi Abdila dibebaskan dari
pungutan pajak penghasilan.
c. Gaji bersih yang diterima
Gaji kotor – PPh pasal 21 – THT – luran pensiun
= Rp950.000,00

2. Jawaban studi kasus nomor 2


Upah per hari Rp55.000,00
PTKP per hari Rp24.000,00
Penghasilan kena pajak (PKP) per hari Rp31.000,00
PPh pasal 21 terutang (Rp31.000,00 x 5%) Rp1.050,00

3. PPh pasal 21 yang dipotong (Rp3.500.000,00 x 5%) Rp175.000,00

24
4. Jawaban studi kasus nomor 4
Upah borongan per hari (Rp375.000,00 / 3) Rp125.000,00
PTKP per hari Rp24.000,00
Penghasilan kena pajak (PKP) per hari Rp101.000,00
PKP borongan (Rp101.000,00 x 3) Rp303.000,00
PPh pasal 21 terutang (Rp303.000,00 x 5%) Rp15.150,00

5. Jawaban studi kasus nomor 5


Upah yang diterima satu minggu (Rp42.500,00 x 10) Rp425.000,00
Upah per hari (Rp425.000,00 / 6) Rp70.833,00
PTKP per hari Rp24.000,00
PKP per hari Rp46.833,00
PKP satu minggu (Rp46.833,00 x 6) Rp280.998,00
PPh pasal 21 satu minggu (Rp280.998,00 x 5%) Rp14.050,00

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pph Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk
apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi. Adapun jenis jenis PPH;
1. PPH 21 atas Pegawai Tetap dan Ilustrasi Perhitungan
2. PPH 21 atas Penghasilan Tidak Teratur dan Ilustrasi Perhitungan
3. PPH 21 atas Uang Pensiun dan Ilustrasi Pehitungan
4. PPH 21 atas Kenaikan Gaji dan Ilustrasi Perhitungan
5. PPH 21 atas Upah dan Ilustrasi Perhitungannya

B. Saran
Perusahaan harus memerhatikan ketentuan dari PPh 21 dan bagi
pekerja ataupun pegawai harus mematuhi kewajiban pajak yang ada
dalam aturan PPh 21.

26
DAFTAR PUSTAKA

Debora, W. N. 2013. Analisis Perhitungan Dan Penerapan Pajak Penghasilan Pasal


21 Serta Pelaporannya. Jurnal Emba. Vol.1
June, C.G., Mayowan, Y., Sasmito, T 2015. Analisis Pemotongan Pemungutan
PajakPenghasilan (PPh) Sebagai Pemenuhan Keajaiban Wajib Pajak Badan
PT. Badak NGL Bontang. Jurnal Perpajakan. Vol. 1(1),2015
Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2021, 12 Agustus). Pajak Penghasilan
Pasal 21. Diakses 26 Oktober 2022, Available at.
https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/kotabumi/id/informasi/perpajakan/
pphpasal21.html#:~:text=PPh%20pasal%2021%20adalah
%20Pemotongan,jabatan%2C%20jasa%2C%20dan%20kegiatan .
Mardiasmo. (2019). Perpajakan. Edisi 2019.

Prabowo, Y. (2004). Akuntansi Perpajakan Terapan. Jakarta: PT Grasindo.

Ramdani, S. (2022). Hukum Pajak. Bandung: Media Sains Indonesia.

Yulita Setiawanta., d. (n.d.). Perpajakan Aplikasi dan Terapan. Yogyakarta: CV Andi


Offset.

27
LAMPIRAN

Lampiran I
Format lembar kegiatan kelompok

No Waktu Kegiatan Peserta

Mencari materi 1. Andi Fatimah Azzahrah F


26 Oktober 2022 pembahasan dan 2. Putri Zheilda Permatasari M
1
(14.00 - 16.00) menyusun bab 1 dan 3. Agustini
bab 2 pada makalh 4. Nasrah Irsan

Melanjutkan bab 2, 1. Andi Fatimah Azzahrah F


27 Oktober 2022 membuat bab 3 2. Putri Zheilda Permatasari M
2
(.00 - .00) penutup dan membuat 3. Agustini
ppt 4. Nasrah Irsan

Lampiran II
Kriteria Penilaian Sikap

Nama Mahasiswa Keaktifan Kehadiran

Aktif mencari materi dan Hadir di setiap


Andi Fatimah Azzahrah Fauziah
menyusun di makalah kegiatan kelompok

Aktif mencari materi dan Hadir di setiap


Putri Zheilda Permatasari M
menyusun di makalah kegiatan kelompok

Aktif mencari materi dan Hadir di setiap


Agustini
menyusun ppt kegiatan kelompok

Aktif mencari materi dan Hadir di setiap


Nasrah Irsan
menyusun ppt kegiatan kelompok

28
Lampiran III
Bukti Foto Kegiatan Kelompok diatas

Gambar 1. Mencari materi pembahasan dan menyusun bab 1 dan bab 2 pada makalah

Gambar 2. Melanjutkan bab 2, membuat bab 3 penutup dan membuat ppt

29

Anda mungkin juga menyukai