Dosen Pembimbing:
Kadek Pranetha Prananjaya, S.E., M.A.
Disusun oleh:
Kelompok 10
i
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga para penulis
dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas
pengenaan pajak Pajak Penghasilan Pasal 21 (Non Pegawai Tetap). Dalam
penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu
bisa teratasi.
Oleh karena itu, saya sebagai penulismengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasanyang
setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Para penulis menyadari
bahwamakalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya.
Akhir kata semoga makalah ini dapatmemberikan manfaat kepada kita
semua.
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.3. Tujuan......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.9. Tarif PPh Pasal 21 Selain Tarif Pasal 17 UU No.36 Tahun 2008.....12
Kesimpulan........................................................................................................20
Saran...................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang
dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi yang disingkat PPh pasal 21 atau PPh
pasal 26 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honoranium, tunjangan,
dan pembayaran dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau abatan, jasa, dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21
undang-undang Nomor 7 Nomor 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana
telah diubah terakhir engan undang-undang nomor 36 tahun 2008. PPh pasal 21
adalah uang muka pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honoranium,
tunjangan serta imbalan lainnya dalam bentuk apapun yang diterima atau
diperoleh orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,
jasa atau kegiatan yang dilakukan. dari definisi ini dapat dipahami bahwa PPh
pasal 1 hanya dikenakan atas penghasilan yang sifatnya aktif (active income),
yaitu penghasilan yang berasal dari pekerjaankegiatan atau jasa. Contohnya: gaji,
upah, premi asuransi jiwa, Kesehatan, tunjangan, honoranium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pension atau imbalan lainnya.
Secara ringkas, dapat dijelaskan bahwa pajak penghasilan pasal 21 merupakan
ara pelunasan pajak penghasilan dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak
atas penghassilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam
negeri sehubungan dengan pekerrjaan, jasa, dan kegiatan sesuai dengan peraturan
direktur jendral pajak nomor 032/PJ/2005 tentang pedoman teknis tata cara
pemotongan penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 dan /atau pajak
penghasilan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang
pribadi.
1
5. Bagaimana ketentuan bagian penghasilan pegawai harian dan mingguan?
6. Bagaimana Rumusan penghasilan kena pajak (PHKP)?
7. Berapa Tarif Pemotongan PPh pasal 21?
8. Bagaimana ketentuan Penghasilan tidak kena pajak (PTKP)?
9. Apa saja Tarif pph pasal 21 selain tarif pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008?
10. Apa saja ketentuan lain yang ada?
11. Bagaimana contoh soal PPh pasal 21 dan penyelesaiannya?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui siapa pemotong pph pasal 21.
2. Untuk mengetahui siapa Subjek pajak pph pasal 21.
3. Untuk mengetahui apa saja Objek pajak (TI) pph pasal 21.
4. Untuk mengetahui apa saja Non-Objek pajak (NTI) pph pasal 21.
5. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan bagian penghasilan pegawai
harian dan mingguan.
6. Untuk mengetahui bagaimana rumusan penghasilan kena pajak (PHKP).
7. Untuk mengetahui berapa Tarif Pemotongan pph pasal 21.
8. Untuk mengetahui Bagaimana ketentuan Penghasilan tidak kena pajak
(PTKP).
9. Apa saja Tarif pph pasal 21 selain tarif pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008?
10. Untuk mengetahui Apa saja ketentuan lain yang ada.
11. Untuk mengetahui Bagaimana contoh soal pph pasal 21 dan
penyelesaiannya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Organisasi-organisasi international sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) huruf c Undang-Undang pajak penghasilan, yang telah ditetapkan
oleh Menteri keuangan;
3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk
melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
b. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau
pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI,
Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga pemerintah, Lembaga-lembaga
pemerintah lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri,
yang membayarkan gaji, upah, honoranium, tunjangan, dan pembayaran lain
dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa, dan kegiatan; yang termasuk juga dalam pengertian bendahara
adalah pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama.
c. Dana pensiun badan penyelenggara jaminan social tenaga kerja, dan badan-
badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari
tua atau jaminan hari tua;
“badan lain”, misalnya, adalah badan penyelenggara jaminan social tenaga
kerja yang membayarkan uang pensiun, tunjangan hari tua, tabungan hari tua
dan pembayaran lain yang sejenis dengan nama apa pun. Yang termasuk
dalam pengertian uang pensiun atau pembayaran lain adalah tunjangan-
tunjangan baik yang dibayarkan secara berkala ataupun tidak yang dibayarkan
kepada penerima pensiun, penerima tunjangan hari tua, dan penerima
tabungan hari tua.
d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta
badan yang membayar:
1. Honoranium, Komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status
subjek pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan
pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas Namanya sendiri, bukan
untuk dan atas nama persekutuannya;
4
2. Honoranium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status
subjek pajak luar negeri;
3. Honoranium, komisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta Pendidikan
dalam pelatihan, serta pegawai magang;
Yang termasuk dalam pengertian badan adalah organisasi internasional yang
tidak dikecualikan. Yang temasuk tenaga ahli orang pribadi, misalnya adalah
dokter, pengacara, dan akuntan, yang melakukan pekerjaan bebas dan
bertindak untuk dan atas nama sendiri, bukan untuk dan atas nama
persekutuannya.
e. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta Lembaga
lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honoranium,
hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada wajib pajak orangn
pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.
Penyelenggara kegiatan wajib memotong pajak atas pembayaran hadiah atau
penghargaan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh wajib pajak
orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan. Dalam
pengertian penyelenggara kegiatan termasuk antara lain badan, badan
pemerintah, organisasi termasuk organisasi internasional, perkumpulan, orang
pribadi, serta Lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan. Kegiatan
yang diselenggarakan misalnya kegiatan olahraga, keagamaan, dan kesenian.
Dari uraian tersebut tertulis bahwa pemotongan PPh Pasal 21 wajib dilakukan
oleh:
1. Pemberi kerja yang membayar gaji;
2. Bendaharawan yang membayar gaji;
3. Dana pensiun yang membayarkan uang pensiun;
4. Badan yang membayar honoranium sehubungan dengan jasa; atau
5. Penyelenggara kegiatan yang membayar sehubugan dengan kegiatan.
Hal ini menandakan bahwa pihak-pihak yang melakukan meotongan PPh
Pasal 21 tesebut adalah pihak-pihak yang membayarkan penghasilan yang
5
bersumber dari suatu pekerjaan atau kegiatan (active income) yang dilakukan oleh
orang pribadi.
6
d. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap
sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
e. Mantan pegawai;
f. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghassilan
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain
meliputi:
1. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan,
olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan
perlombaan lainnya;
2. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
3. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara
kegiatan tertentu;
4. Peserta Pendidikan dan pelatihan;
5. Peserta kegiatan lainnya.
Tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan yang dipotong PPh
Pasal 21 adalah:
a. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari negara
asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal Bersama mereka, dengan syarat bukan warga
negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan lain diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara
yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
b. Pejabat perwakilan organiasi intenational, yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
7
b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur
berua uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
c. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari
tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya
melewati jangka waktu 2 tahun sejak pegawai berhenti bekerja;
d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah
harian, upah mingguan, upah satuan, upah Borongan atau upah yang
dibayarkan secara bulanan;
e. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honoranium, komis,
fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun
sebagai imbalan sehubungan dengan jasa yang dilakukan;
f. Imbalan kepada perserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honornaium, hadiah, atau penghargaan dengan
nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;
g. Penghasilan berupa honoranium atau imbalan yang bersifat tidak teratur
yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan
pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan
yang sama;
h. Pengasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan
lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan
pegawai; atau
i. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun
yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
j. Termasuk pula penerrimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan
lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:
1. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final; atau
2. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma
penghitungan khusus (demand profit).
(Didasarkan pada harga pasar atau barang yang diberikan atau nilai
wajar atas pemberian kenikmatan yang diberikan).
8
Adapun penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26 adalah imbalan dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh orang pribadi
dengan status wajib pajak luar negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan
kegiatan. Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 terhadap wajib
pajak luar negeri adalah penghasilan bruto.
9
mingguan, upah satuan, upah Borongan, dan uang saku harian yang
jumlahnya tidak lebih dari Rp 450.000 sehari , tidak dipotong PPh pasal 21
sepanjang jumlah penghasilan bruto tersebut dalam satu bulan takwim
tidak melebihi Rp 4.500.000 dan tidak dibayarkan secara bulanan.
2. Pegawai harian,pegawai mingguan, pemagang dan calon pegawai, serta
pegawai tidak tetap lainya menerima upah harian, upah mingguan, upah
satuan, upah Borongan dan uang saku harian besarnya melebihi Rp
450.000 sehari tatapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi
Rp 4.500.000 maka PPh pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah
dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp
450.000,
3. Dalam hal penghasilan sebagaimana dimaksud dalam point (1) dalam
bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 4.500.000 maka besarnya PTKP yan
dapat dikurangkan untuk satuhari adalah sesuai dengan jumlah PTKP yang
sebenarnya dari penerima penghasilan bersangkutan dibagi dengan 360.
4. Dalam hal penghasilan dibayarkan secara bulanan, maka PTKP yang
sebenarnya dikurangkan adala PTKP sebenarnya dari penerima
penghasilan yang bersangkutan.
5. Atas penghasilan yang dibayarkan kepada pegawai tetap yang dihitung
berdasarkan upah harian dilakukan PTKP yang sebenarnya.
6. Atas penghasilan berupa beasiswa yang diterima pegawai, setelah
digabungkan dengan penghasilan sebagai pegawai dilakukan pengurangan
PTKP yang sebenarnya.
7. Atas penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada tenaga ahli yang
melakukan pekerjaan bebas yan terdiri dari pengaca, akuntan, arsitek,
dokter konsultan, notaris,penilai, dan aktuaris dikenakan pemotongan PPh
pasal 21 berdasarkan perkiraan penghasilan neto. Perkiraan penghasilan
neto adalah 50% berupa honoriu, atau imbalan dengan nama dalam bentuk
apapun.
10
a. Pegawai tidak tetap yang peghasilanya dibayar secraa bulanan atau
sejumlah kumulatif penghasilan yang diterima alam satu bulan kalender
setelah melebihi Rp 4.500.000.
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Bruto- PTKP
b. Bukan pegawai yang menerima imbalan yang berdifat berkesinambungan
Penghasilan kena pajaak = 50% ( penghasilan bruto / bulan – PTKP/bulan)
c. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp 450.000 sehari yang berlaku bagi
pegawai tidak tetap yang menerima upah hariaan, upah mingguan, upah
satuan atau upah Borongan, sepanjanng penghasilan kumulatif yang
diterima dalaam 1 bulan melebihi Rp. 4.500.000
Penghasilan kenaa pajak = Penghasilan bruto- Rp 450.000
Catatan:
PPh 21 terutang = tarif berdasarkan pasal 17 x Penghasilan Kena Pajak
(PHKP). penghasilan kena pajak yang dibulatkan hingga ribuan penuh untuk
keperluan tarif.
11
1. Yang dimaksud dengan anggota keluarga yang menjaditanggungan
sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak memiliki penghasilan dan
seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh wajib pajak.
2. Anak angkat termasuk penambahan PTKP. dalam perundangn undangan
pajak adalah seseorang yang belum dewasa, bukan anggota
keluargasedarah atau semenda dalam garis keturunan yang bersangkutan.
3. Contoh hubungan keluarga sedarah dan semenda :
a. Sedarah lurus, ayah, ibu, anak kandung
b. Sedarah kesamping: saudara kandung
c. Semenda lurus: Mertua, anak tiri
d. Semenda kesamping: Saudara ipar
4. Status wajib pajak terdiri dari:
TK/ Tidak kawin, ditambahn dengan banyaknya tanggungan anggota
keluarga
K/ Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan angota keluarga
K/1/ Kawin, tambahan untuk isteri yang penghasilanya digabung dengan
penghasilan suami, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota
keluarga
PH Wajib Pajak kawin yang secara tertulis melakukan
perjanjianpemisahan harta dan penghasilan. PTKP nya tetap seperti
PTKP untuk WP kawin yang penghasilan suai istri digabung K/1/
HB/ Wajib pajak kawin yang telah hidup berpisah ditambah banyaknya
tanggungan anggota keluarga.
5. Uraian mengenai PTKP Karyawati kawin adalah:
a. Karyawati kawin: sebesar PTKP untuk dirinya sendiri
b. Karyawati tidak kawin: Sebesar PTKP untuk dirinya sendiri + untuk
keluarga yang menjadi tanggungan sepTenuhnya
c. Karyawati kawinyangmempunyai surat keterangan tertulis dari
pemerintah daerah setempat.
2.9. Tarif PPh Pasal 21 Selain Tarif Pasal 17 UU No.36 Tahun 2008
1. Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat 1 huruf a undang–undang pajak
penghasilan diterapkan atas jumalh kumulatif dalam satu tahun kalender
dari:
12
a. Penghasilan kena pajak bagi bukan peawai yang menerima imbalan
yang bersifat berkesinambungan.
b. 50% dari jumalh penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan
bagi bukan pegawai sebagaimana dalam pasal 3 huruf c yang bersifat
berkesinambungan yang tidak memenuhi ketentuan.
c. Jumlah penghasilan bruto berupa honorium atau imbalan yang bersifat
tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan kominsaris.
d. Jumlah Penghasilan bruto berupa jasa produksi, tantiem, ratifikasi,
bonus,atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau
diperoleh mantan pegawai.
e. Jumlah penghasilan bruto berupa penarikan dana pension oleh peserta
program pension yang masih berstatus sebagai pegwai, dari dan
pension yang pendirinanya telah disahkan oleh Menteri keuangan.
2. Tarif berdasarkan pasal 17 ayat 1 huruf a undang undang pajak
penghasilan diterapkan diatas:
a. 50% darijumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan
kepada bukan pegwai yang tidak bersifat berkesinambuangan.
Jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan
tidakpecah, yang diterima oleh peserta kegiatan.
13
dan menyerahkannya kepada pemotong PPh pasal 21 paling lama sebelum
mulai tahun kalender berikutnya.
d. Pemotong PPh pasal 21 wajib menghitung, memotong menyetorkan dan
melaporkan PPh pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan kalender, dan
membuat bukti pemotongan PPh pasal 21.
e. Pemotong PPh pasal 21 wajib membuat catatan atau kertas kerja
perhitungan PPh pasal 21 untuk masing-masing penerima penghasilan,
yang menjadi dasar pelaporan PPh pasal 21 yang terutang untuk setiap
masa pajak dan wajib menyimpan catatan atau kertas kerja perhitungan
tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
f. Ketentuan mengenai kewajiban untuk melaporkan pemotongan PPh pasal
21 untuk setiap bulan kalender tetap berlaku dalam hal jumlah pajak yang
dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil.
g. Dalam hal dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh
pasal 21 yang terutang oleh pemotong PPh pasal 21, kelebihan penyetoran
tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh pasal 21 yang terutang pada
bulan berikutnya melalui surat pemberitahuan masa PPh pasal 21.
h. Bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif 20% lebih
tinggi.
14
Sampai dengan hari ke-10, karena jumlah kumulatif upah yang diterima
belum melebihi Rp4.500.000,00 maka tidak ada PPh Pasal 21 yang
dipotong.
Misalkan Nurcahyo bekerja selama 11 hari, pada hari ke-11 jumlah
kumulatif upah yang diterima melebihi Rp4.500.000,00, maka PPh Pasal
21 terutang dihitung berdasarkan upah setelah dikurangi PTKP yang
sebenarnya.
Upah s.d. hari ke-11 11 X Rp 450.000,00 = Rp 4.950.000,00
PTKP sebenarnya 11 X (Rp54.000.000 / 360) = Rp 1.650.000,00
Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-11 = Rp 3.300.000,00
PPh Terutang pada hari ke-11 5% X Rp 3.300.000,00 = Rp 165.000,00
PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d hari ke-10 = Rp –
PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-11 = Rp 165.000,00
Sehingga pada hari ke-11, Nurcahyo menerima upah bersih sebesar Rp
450.000,00 - Rp 165.000,00 = Rp 285.000,00
Misalkan Nurcahyo bekerja selama 12 hari, maka penghitungan PPh Pasal
21 yang harus dipotong pada hari ke- 12 adalah sebagai berikut:
Pada hari kerja ke-12, jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong adalah:
Upah sehari = Rp 450.000,00
PTKP sehari (Rp54.000.000,00/360) = Rp 150.000,00
Penghasilan Kena Pajak = Rp 300.000,00
PPh Pasal 21 Terutang 5% X Rp 300.000,00 = Rp 15.000,00
Sehingga pada hari ke-12, Nurcahyo menerima upah bersih sebesar: Rp
450.000,00 - Rp 15.000,00 = Rp 435.000,00
PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPH PASAL 21 ATAS
PENGHASILAN UPAH SATUAN
1. Rizal Fahmi (belum menikah) adalah seorang karyawan yang bekerja
sebagai perakit TV pada suatu perusahaan elektronika. Upah yang dibayar
berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu Rp 125.000,00
per buah TV dan dibayarkan tiap minggu. Dalam waktu 1 minggu (6 hari
kerja) dihasilkan sebanyak 24 buah TV dengan upah Rp3.000.000,00
Jawab :
15
Penghitungan PPh Pasal 21 :
Upah sehari adalah Rp3.000.000,00 : 6 = Rp 500.000,00
Upah diatas Rp450.000,00 sehari Rp500.000,00 - Rp450.000,00 =Rp
50.000,00
Upah seminggu terutang pajak 6 x Rp50.000,00 = Rp 300.000,00
PPh Pasal 21 5% x Rp300.000,00= Rp15.000,00 (Mingguan).
16
PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPH PASAL 21 ATAS
PENGHASILAN UPAH HARIAN
1. Bagus Hermanto bekerja pada perusahaan elektronik dengan dasar upah
harian yang dibayarkan bulanan. Dalam bulan Januari 2016 Bagus
Hermanto hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari adalah
Rp250.000,00. Bagus Hermanto menikah tetapi belum memiliki anak.
Jawaban :
PPh Pasal 21 atas Gaji
Penghitungan PPh Pasal 21
Upah Januari 2016 = 20 x Rp250.000,00 = Rp 5.000.000,00
Penghasilan neto setahun = 12 x Rp5.000.000,00 = Rp60.000.000,00
Penghasilan neto setahun Rp 60.000.000,00
PTKP setahun
1) Untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
2) Tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00 Rp 58.500.000.00
Penghasilan Kena Pajak Rp 1.500.000,00
PPh Pasal 21 setahun adalah sebesar: 5% x Rp1.500.000,00 = Rp
75.000,00
PPh Pasal 21 sebulan adalah sebesar: Rp75.000,00 : 12 = Rp 6.250,00
17
PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPH PASAL 21 ATAS
PENGHASILAN BUKAN PEGAWAI
1. Toga Marolop Simanjuntak adalah seorang pengacara. Dalam menangani
sebuah kasus, Toga Marolop Simanjuntak mendapatkan fee sebesar
Rp450.000.000,00 dari PT Manis Manja.
Jawab :
Perhitungan dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21:
50% x Rp 450.000.000,00 = Rp 225.000.000,00
Besarnya PPh Pasal 21 yang terutang adalah sebesar:
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 175.000.000,00 = Rp 26.250.000,00
= Rp 28.750.000,00
Dalam hal Toga Marolop Simanjuntak tidak memiliki NPWP maka
besarnya PPh Pasal 21 yang terutang menjadi sebesar: 1
20% x 5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
120% x 15% x Rp 175.000.000,00 = Rp 31.500.000,00
= Rp 34.500.000,00
18
PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPH PASAL 21 ATAS
PENGHASILAN UPAH HARIAN
1. Pada bulan yang sama, Bagus Hermanto mendapatkan bonus sebesar
Rp6.000.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:
PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus Upah Januari 2016
20 X Rp 250.000,00 Rp 5.000.000,00
Penghasilan setahun 12 X Rp 5,000.000,00 = Rp 60.000.000,00
Bonus = Rp 6.000.000,00
Penghasilan neto setahun = Rp 66.000.000,00
PTKP setahun
1) untuk Wajib Pajak sendiri = Rp 54.000.000,00 –
2) tambahan karena menikah = Rp 4.500.000,00
Rp58.500.000,00
Penghasilan Kena Pajak = Rp 7.500.000,00
PPh Pasal 21 setahun 5% X Rp 7.500.000,00 = Rp375.000,00
PPh Pasal 21 atas Bonus Rp375.000,00 - Rp75.000,00
= Rp300.000,00
PPh Pasal 21 bulan Januari Rp300.000,00 + Rp6.250,00
= Rp306.250,00
19
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Penghasilan bruto pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang dan calon
pegawai, pegawai tidak tetap lainya berupa upah harian, upah mingguan, upah
satuan, upah Borongan, dan uang saku harian yang jumlahnya tidak lebih dari Rp
450.000 sehari, tidak dipotong PPh pasal 21 sepanjang jumlah penghasilan bruto
tersebut dalam satu bulan takwim tidak melebihi Rp 4.500.000 dan tidak
dibayarkan secara bulanan. melebihi Rp 450.000 sehari tatapi dalam satu bulan
takwim jumlahnya tidak melebihi Rp 4.500.000 maka PPh pasal 21 yang terutang
dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah
dikurangi Rp 450.000.
Dalam hal penghasilan dibayarkan secara bulanan, maka PTKP yang
sebenarnya dikurangkan adalah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang
bersangkutan. Atas penghasilan yang dibayarkan kepada pegawai tetap yang
dihitung berdasarkan upah harian dilakukan PTKP yang sebenarnya. Atas
penghasilan berupa beasiswa yang diterima pegawai, setelah digabungkan dengan
penghasilan sebagai pegawai dilakukan pengurangan PTKP yang sebenarnya.
Saran
Dari uraian pembahasan di atas penulis menyarankan kepada pembaca sekalian
agar manfaat dari pembahasan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 21 Non
Pegawai dapat memberikan wawasan positif. Dimana sisi positif dari uraian
tersebut bisa dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan tentang Pajak
Penghasilan Pasal 21 tersebut dan sisi kurang baiknya bisa dijadikan sebagai
bahan pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan saran dari pembaca.
20
DAFTAR PUSTAKA
21