Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MANAJEMEN PERPAJAKAN

Disusun Oleh:
Nama : TAMRIN

Npm : 18320056

PROGRAM STUDI AKUTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDDIN
BAUBAU 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik
serta hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah “Taat Pajak dengen Efisien
pada PPh Pasal 21” dengan baik dan tepat pada waktunya. Makalah ini saya susun untuk
memenuhi tugas“Manajaemen Perpajakan”.Dalam makalah ini saya banyak mendapat
bantuan dari berbagai referensi buku dan website.

saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat kelemahan dan
kekurangan, maka saran dan kritik yang membangun sangat saya butuhkan dari semua pihak
untuk penyempurnaan makalah ini. Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah banyak membantudalam proses penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai acuan pembelajaran dikemudian hari.

Baubau, 14 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1

A. Latar Belakanng....................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................1

C. Tujuan....................................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................2

A. Pemotongan PPh Pasal 21 dan Subjek Pemotongan PPh Pasal 21/Pasal 26...................2

B. Objek PPh Pasal 21 dan Bukan Objek PPh Pasal 21........................................................5

C. Formulasi Kebijakan PPh 21 dan Tata Cara Perhitungan...............................................6

D. Tarif Wajib Pajak Orang Pribadi Berdasarkan PPh pasal 17........................................11

BAB III PENUTUP........................................................................................................................13

A. Kesimpulan...........................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pajak merupakan suatu kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal
balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Menghindari pajak adalah merupakan cara yang ilegal yang hanya akan
mengundang masalah dan mengancam kelangsungan hidup perusahaan. Salah satu upaya dari
WP yang tidak melanggar aturan adalah Tax Planning yang tepat agar perusahaan membayar
pajak dengan efisien. Terdapat 4 metode dalam pemotongan PPh Pasal 21 yaitu metode nett,
gross, gross up dan mixed. Perencanaan pajak, PPh Pasal 21, efisiensi pajak perusahaan A.Latar
Belakang Dalam menjalankan usaha bisnisnya, tentu perusahaan melakukan upaya untuk
memaksimalkan laba usahanya. Dengan laba yang tinggi, perusahaan akan mendapat
kepercayaan dari investor dan juga kreditur, sehingga perusahaan mendapat modal untuk
melakukan kegiatan operasional perusahaan. Hampir seluruh kehidupan dan perkembangan
dunia usaha dipengaruhi oleh ketentuan perundang-undangan perpajakan. Dalam
pelaksanaannya terdapat perbedaan kepentingan antara wajib pajak dengan pemerintah. Wajib
pajak berusaha untuk membayar pajak sekecil mungkin karena dengan membayar pajak berarti
mengurangi kemampuan

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemotongan PPh pasal 21 secara umum
2. Bagaimana subjek pemotongan PPh pasal 21/ pasal 26
3. Bagaimana Objek PPh pasal 21
4. Bagaimana bukan Objek PPh pasal 21
5. Tata cara perhitungan PPh pasal 21
6. Tarif wajib pajak orang pribadi berdasarkan PPh pasal 17
C. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini iyalah agar mahasiswa atau mahasiswi dapat
mengetahui bagaimana kita melakukan taat pajak dengan efisien pada PPh pasal 21

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemotongan PPh Pasal 21 dan Subjek Pemotongan PPh Pasal 21/Pasal 26

Pemotongan PPh pasal 21 adalah pungutan atas penghasilan yang diterima dari suatu
pekerjaan, jasa dan kegiatan. Itulah pengertian pemotongan PPh pasal 21.Jadi, ketika seseorang
memperoleh gaji, honorarium, tunjangan dan pembayaran lainnya sehubungan dengan
pekerjaan, jasa dan kegiatan, yang bersangkutan berpotensi menjadi subjek pajak PPh 21.Oleh
karenanya, jika Anda seorang karyawan, sangat mungkin mengalami potongan pajak ini setiap
bulannya.Aturan detail tentang pemotongan PPh pasal 21 dapat kita temukan pada Peraturan
Direktur Jenderal Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
penyetoran dan Pelaporan PPh 21. Di dalam sebuah perusahaan, pemotongan pajak tersebut
dilakukan oleh bagian keuangan yang berwenang atas pembayaran gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lainnya.

1. Jenis Penghasilan yang Terkena Pemotongan PPh 21


Jenis penghasilan yang terkena pemotongan PPh pasal 21:
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik penghasilan teratur maupun
tidak teratur.
b. Penghasilan yang diperoleh pensiunan secara teratur seperti uang pensiun.
c. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua yang
dibayarkan sekaligus dalam jangka waktu lewat dari 2 tahun sejak pegawai berhenti
bekerja.
d. Penghasilan pekerja lepas (freelance) seperti upah harian, upah mingguan, upah satuan,
upah borongan atau upah bulanan.
e. Imbalan yang diberikan pada bukan pegawai seperti honorarium, komisi, fee, atau
imbalan sejenisnya yang diberikan karena jasa yang dilakukan.
f. Imbalan peserta kegiatan seperti uang saku, uang representasi, honorarium, hadiah, atau
imbalan dalam bentuk apapun.
g. Imbalan atau honorarium yang sifatnya tidak teratur yang diperoleh anggota dewan
komisaris atau dewan pengawas yang bukan atau tidak merangkap pegawai tetap di
perusahaan yang sama.
h. Penghasilan seperti jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau jenis imbalan lain yang
sifatnya tidak teratur yang diperoleh mantan pegawai.
i. Penghasilan yang merupakan penarikan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
menteri keuangan oleh peserta program pensiun yang masih berstatus pegawai.

2. Tarif Pemotongan PPh Pasal 21

2
Hal lain yang perlu di ketahui, besaran tarif PPh pasal 21 berbeda beda berdasarkan
besarnya jumlah penghasilan. Jika penghasilan sampai dengan Rp 50.000.000, maka tarif
PPh pasal 21 yang harus ditanggung adalah 5%. Jika penghasilan di atas Rp 50.000.000
sampai Rp 250.000.000, maka tarif PPh pasal 21 yang harus Anda bayarkan sebesar 15%.
Namun, jika penghasilan di atas Rp 250.000.000 hingga Rp 500.000.000, maka tarif yang
jadi tanggungan adalah 30%.Sementara, jika penghasilan di atas Rp 500.000.000
potongan PPh pasal 21 yang di bayar sebesar 25%.
Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, meliputi:

1. pemberi kerja yang terdiri dari:


o orang pribadi dan badan;
o cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau seluruh
administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, atau unit tersebut.
2. bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada
Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau
lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik
Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan
atau jabatan, jasa, dan kegiatan;
3. dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial Pajak Penghasilan tenaga kerja, dan
badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua
atau jaminan hari tua;
4. orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayar:
o honorarium, komisi, fee,  atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam
negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk
dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya;
o honorarium, komisi, fee,  atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri;
o honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta pendidikan dan
pelatihan, serta pegawai magang;
5. penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional
dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan
dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu
kegiatan.
3
Subjek PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Penerima penghasilan yang dipotong PPh
Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah orang pribadi yang merupakan:
1. pegawai;
2. penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
3. bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pemberian jasa, meliputi:
o tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
o pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama,
penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
o olahragawan;
o penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
o pengarang, peneliti, dan penerjemah;
o pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi
jasa kepada suatu kepanitiaan;
o agen iklan;
o pengawas atau pengelola proyek;
o pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
10. petugas penjaja barang dagangan;
o petugas dinas luar asuransi;
o distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan
sejenis lainnya;
4. anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai
Tetap pada perusahaan yang sama;
5. mantan pegawai;
6. peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:
o peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
o peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
o peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan
tertentu;
o peserta pendidikan dan pelatihan;
o peserta kegiatan lainnya.

4
B. Objek PPh Pasal 21 dan Bukan Objek PPh Pasal 21
1. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh 21 pada umumnya berkaitan dengan pajak yang dipotong pada sistem penggajian
suatu perusahaan. Namun PPh 21 sebenarnya juga digunakan untuk berbagai jenis
penghasilan lainnya, contohnya:
 Penghasilan bagi Pegawai Tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun
tidak teratur
 Penghasilan bagi Penerima Pensiun secara teratur, dapat berupa uang pensiun atau
penghasilan serupa
 Penghasilan bagi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pensiun yang diterima
secara sekaligus, dapat berupa uang pesangon, tunjangan/jaminan hari tua, uang manfaat
pensiun, serta pembayaran lain sejenisnya
 Penghasilan bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, dapat berupa upah
satuan, upah borongan upah harian, upah mingguan, atau upah bulanan
 Penghasilan bagi Bukan Pegawai, dapat berupa honorarium, upah, komisi dan imbahan
serupa
 Imbalan kepada peserta kegiatan, dapat berupa uang saku, uang rapat, honorarium,
hadiah, uang representasi, atau penghargaan sejenis dengan nama dan dalam bentuk
lainnya.
2. Bukan Objek PPh Pasal 21
Tidak Termasuk Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21
a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
bea siswa;
b. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan
oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali kecuali penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ./2009;
c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada
badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga
kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya
wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi
yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihak yang bersangkutan;
e. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l Undang-Undang Pajak
Penghasilan.

5
C. Formulasi Kebijakan PPh 21 dan Tata Cara Perhitungan
a. Formulasi Kebijakan PPh 21

Salah satu bentuk kebijakan stimulus yang difokuskan untuk meredam gelombang PHK
adalah insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung oleh pemerintah (selanjutnya
disebut PPh 21 DTP). Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan daya beli
masyarakat, khususnya take home pay pekerja informal. Sederhananya seperti ini: PPh 21
yang seharusnya disetorkan perusahaan ke kas negara, dialihkan menjadi dibayarkan secara
tunai ke pegawai.  

1. Syarat & Ketentuan 


Kebijakan ini semula diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
23/PMK.03/2020. Namun, seiring dengan semakin banyaknya sektor usaha yang terdampak
Covid-19, pemerintah memperluas cakupan jenis usaha yang berhak menerima fasilitas PPh
21 DTP dengan menerbitkan PMK Nomor 44/PMK.03/2020. Substansi revisi beleid tersebut
adalah menambah jenis klasifikasi lapangan usaha (KLU) yang berhak mendapat insentif
PPh 21 DTP, dari awalnya 440 KLU menjadi 1062 KLU.  
Bicara soal kebijakan pemerintah, selalu ada syarat dan ketentuan yang menyertainya.
Dalam konteks pemanfaatan PPh 21 DTP, pemberi kerja harus terlebih dahulu melakukan
pemberitahuan ke (Kantor Pelayanan Pajak) tempatnya terdaftar melalui saluran elektronik di
laman
Dalam proses pengajuan insentif PPh 21 DTP, setelah masuk ke sistem, pemberi kerja
akan dihadapkan pada sejumlah persyaratan berikut:  
 Bidang usaha yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh 2018 termasuk dalam daftar
1062 klasifikasi lapangan usaha yang telah ditentukan; 
 Telah ditetapkan sebagai perusahaan penerima fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor
(KITE); atau  
 Telah mendapatkan izin penyelenggara Kawasan Berikat, atau izin pengusaha dalam
Kawasan Berikat (PDKB).  
Ketentuan lainnya adalah pemberi kerja wajib menyampaikan laporan realisasi
pemanfaatan insentif PPh 21 DTP setiap bulan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir.  
Tidak semua pegawai dari pemberi kerja yang berhak atas insentif PPh 21 DTP. Catat,
hanya pegawai yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan penghasilan tetap
bruto tidak lebih dari Rp200 juta setahun. Di luar itu, maaf Anda kurang beruntung.
b. Tata Cara Perhitungan PPh pasal 21

6
Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) merupakan jenis pajak yang dikenakan terhadap
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain yang diterima
oleh pegawai, bukan pegawai, mantan pegawai, penerima pesangon dan lain sebagainya.
1. Penerima penghasilan kena pajak, antara lain:
 Pegawai tetap
 Penerima pensiun berkala
 Pegawai tidak tetap dengan penghasilan per bulan melewati Rp 4.500.000
 Bukan pegawai seperti yang dimaksud dalam PER-16/PJ/2016 Pasal 3(c) yang
menerima imbalan yang sifatnya berkesinambungan.
2. Seseorang yang menerima penghasilan melebihi Rp 450.000 per hari, yang berlaku bagi
pegawai tidak tetap atau tenaga lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah
satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1
bulan kalender belum melebihi Rp 4.500.000.
3. 50% dari penghasilan bruto, yang berlaku bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud
dalam PER-16/PJ/2016 Pasal 3(c) yang menerima imbalan yang tidak bersifat
berkesinambungan.
4. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima
penghasilan, sebagaimana yang dimaksud dalam tiga poin di atas.

Selain dasar pengenaan dan pemotongan, perhitungan PPh 21 juga didasarkan atas
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).Artinya, pengenaan PPh tidak secara mentah
diterapkan sesuai tarif, melainkan dikurangi PTKP terlebih dahulu.
Perhitungan PPh 21 dengan PTKP Terbaru
Perhitungan PPh 21 selalu disesuaikan dengan tarif PTKP yang ditetapkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak (DJP). PTKP yang tercantum pada Pasal 17 Ayat (1) huruf a
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008. adalah sebagai berikut:
1. Rp 54.000.000 per tahun atau setara dengan Rp 4.500.000 per bulan untuk wajib pajak
orang pribadi.
2. Rp 4.500.000 per tahun atau setara Rp 375.000 per bulan tambahan untuk wajib pajak
yang kawin (tanpa tanggungan).
3. Rp 4.500.000 per tahun atau setara Rp 375.000 per bulan tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus atau anak angkat,
yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (orang) untuk setiap keluarga.
Adanya penyesuaian tarif PTKP membuat cara penghitungan PPh 21 juga mengalami
perubahan.Tarif PTKP yang ditetapkan oleh DJP belum mengalami perubahan sejak tahun
2016. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai PTKP terbaru, klik di sini.

7
Ragam Metode Perhitungan Gaji Karyawan
Walaupun perhitungan PPh 21 telah diatur oleh DJP, namun pada praktiknya, setiap
perusahaan memiliki metode perhitungan PPh 21 sendiri yang disesuaikan dengan tunjangan
pajak atau gaji bersih yang diterima karyawannya.
Ada 3 metode perhitungan PPh 21 yang paling umum, yaitu:
1. Metode Gross (Gaji Kotor Tanpa Tunjangan Pajak)
Metode gross diterapkan bagi pegawai atau penerima penghasilan yang
menanggung PPh 21 terutangnya sendiri. Ini berarti gaji pegawai tersebut belum
dipotong PPh 21.Misalnya, Ardi seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji
bulanan senilai Rp 10.000.000, maka perhitungannya sebagai berikut:
 Gaji pokok: Rp 10.000.000/bulan atau Rp 120.000.000/tahun
 Tarif PPh: 15%
 PPh 21 (yang ditanggung sendiri): Rp 9.900.000/tahun atau Rp 825.000/bulan
 Gaji bersih (take home pay): Rp 9.175.000
2. Metode Gross-Up (Gaji Bersih dengan Tunjangan Pajak)
Metode gross-up diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang
diberikan tunjangan pajak (gajinya dinaikkan terlebih dahulu) sebesar pajak yang
dipotong.Misalnya, Ardi seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji bulanan
senilai Rp 10.000.000, maka perhitungannya:
 Gaji pokok: Rp 10.000.000/bulan atau Rp 120.000.000/tahun
 Tarif PPh: 15%
 Tunjangan pajak (dari perusahaan): Rp 9.900.000/tahun atau Rp
825.000/bulan
 Total gaji bruto: 10.825.000
 Nilai PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan): Rp 825.000/bulan
 Gaji bersih (take home pay): Rp 10.000.000/bulan
3. Metode Net (Gaji Bersih dengan Pajak Ditanggung Perusahaan)
Metode net diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang
mendapatkan gaji bersih dengan pajak yang ditanggung perusahaan.Misalnya jika
Ardi, seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji bulanan sejumlah Rp
10.000.000, maka: perhitungannya:
 Gaji pokok: Rp 10.000.000/bulan atau Rp 120.000.000/tahun
 Total gaji bruto: Rp 10.000.000
 Tarif PPh 21: 15%
 Pajak yang ditanggung perusahaan: Rp 9.900.000/tahun atau Rp
825.000/bulan
 Nilai PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan): Rp 825.000/bulan

8
 Gaji bersih (take home pay): Rp 10.000.000/bulan
Cara Perhitungan PPh 21 Karyawan Tetap
Sebelum menghitung PPh 21 untuk karyawan tetap, ada baiknya untuk memahami
pengertiannya.Dikutip dari situs DJP, karyawan tetap adalah karyawan yang menerima
penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur atau pegawai yang berstatus kontrak dalam
jangka waktu yang telah ditentukan, yang menerima penghasilan dalam jumlah tertentu secara
teratur.Berikut ini adalah contoh-contoh penghitungan PPh 21 untuk karyawan atau pegawai
tetap dengan memperhitungkan PTKP.

Perhitungan yang dilakukan secara manual maupun perhitungan otomatis menggunakan


aplikasi.Tanpa panjang lebar lagi, mari kita lihat contoh cara penghitungan PPh Pasal 21
secara manual:
Sita Rianti adalah karyawati pada perusahaan PT. Onix Komunika dengan status menikah
dan mempunyai tiga anak. Suami Sita merupakan pegawai negeri sipil di Kementrian
Komunikasi & Informatika. Sita menerima gaji Rp 6.000.000 per bulan.PT. Onix Komunika
mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayarkan iuran pensiun
dari BPJS Ketenagakerjaan sebesar 1% dari perhitungan gaji, yakni senilai Rp 60.000 per
bulan. Di samping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua (JHT) karyawannya
setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Sita membayar iuran (JHT) setiap bulan
sebesar 2,00% dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK)
dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 0,24% dan 0,3% dari
gaji.Pada bulan Juli 2016, di samping menerima pembayaran gaji, Sita juga menerima uang
lembur (overtime) senilai Rp 2.000.000.
Maka hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:

Gaji Pokok   6.000.000


(i) Tunjangan Lainnya (jika ada)   2.000.000
(ii) JKK 0,24%   14.400
JK 0,3%   18.000
Penghasilan Bruto   8.032.400
Pengurangan:    
1. (iii) Biaya jabatan 5% x 8.032.400 401.620  
2. Iuran Jaminan Hari Tua (JHT), 2% dari gaji pokok 120.000  
3. (iv) Jaminan Pensiun (JP), 1% dari gaji pokok 60.000  
    (581.620)
Penghasilan neto (bersih) sebulan   7.450.780
     
(v) Penghasilan neto setahun 12 x 7.450.780   89.409.360
(vi) PTKP 54.000.000  
    (54.000.000)
Penghasilan Kena Pajak Setahun   35.409.360
(vii) Pembulatan ke bawah   35.409.000
PPh Terutang 5% x 35.409.000   1.770.450

9
     
PPh Pasal 21 Bulan Juli: 1.770.450/12   147.538
Ilustrasi di atas berlaku bagi wajib pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Sementara, bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP, akan dikalikan 120%, sehingga PPh
Pasal 21 Bulan Juli menjadi Rp 147.538 x 120% = Rp 177.046.
D. Tarif Wajib Pajak Orang Pribadi Berdasarkan PPh pasal 17

Pengertian PPh Pasal 17


Dalam Undang-Undang nomor 36 Tahun 2008,  PPh Pasal 17 menjelaskan secara terperinci
tentang tarif yang digunakan untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak. Istilah Penghasilan
Kena Pajak mengacu pada jumlah penghasilan bruto dikurangi komponen pengurang
penghasilan bruto dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Wajib Pajak yang dimasukkan
dalam undang-undang ini meliputi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dan Wajib Pajak
badan dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 17


Perlu Anda pahami, tarif progresif Pajak Penghasilan Pasal 17 merupakan perwujudan dari asas
keadilan. Artinya, tarif pajak yang dikenakan akan semakin tinggi seiring kenaikan jumlah
penghasilan yang dijadikan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Tarif Pajak Penghasilan Pasal 17
dikenakan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, wajib pajak Badan Dalam Negeri, dan
Bentuk Usaha Tetap (BUT). Berikut ini adalah ketentuan tarif PPh Pasal 17 yang dikenakan
kepada wajib pajak:
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP) Tarif Pajak
Sampai dengan Rp50.000.000 5%
Rp50.000.001 s.d. Rp250.000.000 15%
Rp250.000.001 s.d. Rp500.000.000 25%
Di atas Rp500.000.001 30%
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebesar 28%
a. Tarif tertinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a, dapat diturunkan menjadi paling
rendah 25% yang diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP)
b. Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dapat
diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan (KMK).
c. Untuk keperluan penerapan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1, jumlah
Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.
d. Besarnya pajak yang terutang bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang terutang
pajak dalam bagian tahun pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat 4 dihitung
sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi 360 dikalikan dengan pajak
yang terutang untuk satu tahun pajak.

10
e. Untuk keperluan penghitungan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 5, tiap bulan yang
penuh dihitung 30 hari.
f. Dengan PP, dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat 2, sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana tersebut pada
ayat 1.

Cara Menghitung Pasal 17 UU PPh


Cermati contoh penghitungan PPh Badan berikut ini:
Wajib Pajak memiliki Omzet tahun 2019 sebesar Rp5 miliar. Jumlah seluruh biaya adalah Rp4
miliar. Maka tarif pajak penghasilan badannya adalah:
 Penghasilan Kena Pajak = Rp5 miliar – Rp4 miliar = Rp1 miliar.
 Penghasilan yang mendapat tarif 12,5% adalah proporsi dari batas fasilitas yaitu Rp4,8
miliar dibanding dengan total omset, sehingga Penghasilan Kena Pajak yang mendapat
fasilitas (tarif 12,5%) adalah (Rp4,8 miliar / Rp5 miliar) x Rp1 miliar = Rp960.000.000.
 Sedangkan, Penghasilan Kena Pajak yang tidak mendapat fasilitas tarif di atas adalah
Rp1.000.000.000 – Rp960.000.000 = Rp40.000.000.
 Sehingga besar Pajak Penghasilan Badan Usahanya adalah (12,5% x Rp960.000.000) +
(25% x Rp40.000.000) = Rp130.000.000.
 Jadi untuk omset Rp5 miliar pajak penghasilannya adalah Rp130.000.000. Dan di tahun
2019 Wajib Pajak tetap menggunakan tarif pasal 17 UU PPh. Hal ini dikarenakan omset
tahun 2018 sudah di atas Rp4,8 miliar.
Banyaknya ketentuan pajak yang diberlakukan oleh Pemerintah, mengharuskan setiap Wajib
Pajak untuk memahami secara jelas aturan-aturannya. Pemungutan tarif Pajak Penghasilan Pasal
17 dilakukan secara langsung oleh pemerintah dari penghasilan masyarakat atau wajib pajak.
Dengan memahami ketentuan perpajakan di atas, diharapkan agar semakin memudahkan Wajib
Pajak untuk membayar pajak tepat waktu serta sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

BAB III
PENUTUP

11
A. Kesimpulan

Pajak merupakan sumber penerimaan terbesar bagi negara, tetapi di sisi lain pajak
merupakan biaya bagi perusahaan karena beban pajak akan mengurangi laba perusahaan, oleh
sebab itu banyak perusahaan yang melakukan perencanaan pajak. Self-Assesment yang berlaku
di Indonesia juga menjadi pemicu untuk perusahaan melakukan perencanaan pajak. Penelitian
ini dilakukan di PT.X yang berlokasi di Kabupaten Karangasem. Objek penelitian dalam
penelitian ini adalah perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan menggunakan 4 (empat)
alternatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi. Teknik analisis yang
digunakan adalah analisis kuantitatif deskriptif.Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan
bahwa menerapkan metode Gross Up akan memberikan penghematan jika dibanding dengan
penerapan alternatif yang lain. Perhitungan PPh Pasal 21 dengan metode Gross Up juga dapat
mengakibatkan gaji bruto karyawan akan naik yang mengakibatkan laba perusahaan menjadi
turun, sehingga pajak yang ditanggung oleh perusahaan akan turun, serta tidak terdapat selisih
antara biaya fiskal dan komersial yang ditanggung perusahaan. Menerapkan metode Gross up
pada perhitungan PPh Pasal 21 karyawan, penambahan beban gaji pada perusahaan tidak
menjadi beban bagi perusahaan karena kenaikan ini akan menurunkan laba sebelum pajak,
sehingga Pajak Penghasilan Badan perusahaan akan turun.

DAFTAR PUSTAKA

12
Arham, M.I. (2016). Analisis Perencanaan Pajak Untuk PPh Pasal 21 Pada PT. Pegadaian
(Persero) Cabang Tuminiting. Jurnal EMBA. 4. (1) Maret 2016: 077-086
Kementrian Keuangan Republik Indonesia. (2017). Perekonomian Indonesia dan APBN
2017, https://www.kemenkeu.go.id/apbn 2017
Mardiasmo. (2016). Perpajakan Edisi Terbaru. Yogyakarta: CV. Andi Offset
Ortax Training Center. (2016). Modul Training Updating PPh 21 : Pahami Teknis
Penanganan Lebih Bayar Akibat Perubahan PTKP. Jakarta: Ortax
Pohan, C.A. (2016). Manajemen Perpajakan Strategi Perencanaan Pajak dan Bisnis.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Sahilatua, P.F & Noviari, N. (2013). Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal
21 Sebagai Strategi Penghematan Pembayaran Pajak. E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana, 5 (1). 2013: 231-250
Saptono, P.B. (2016). Manajemen Pajak Teori & Aplikasi – Edisi 2. Jakarta: Penerbit
PT Pratama Indomitra Konsultan
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Bandung :
Alfabeta Sukardji, U. (2014). Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi 2014. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada

13

Anda mungkin juga menyukai