PPH PASAL 21
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JAMBI
2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................3
1.3 Tujuan...............................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................4
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai
kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti
kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat dan sebagainya.
Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan Negara.
Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self assesment. Dengan sistem
tersebut Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung sendiri besarnya pajak yang
terutang dalam suatu tahun pajak. Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) terutang dilakukan
oleh Wajib Pajak sendiri dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang
pribadi dalam negeri. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang – Undang Pajak
Penghasilan.
Pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan peraturan pembayaran perpajakan
untuk tahun berjalan, dengan cara memotong pajak penghasilan yang diperoleh atau yang
didapatkan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang berhubungan dengan pekerjaan,
jasa maupun kegiatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf c
Undang– Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau
kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
3. Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang
kas yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain
dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa dan kegiatan.
2.7 PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Tarif dan Penerapannya:
1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan
calon pegawai, serta distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis, dikenakan
tarif Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP).
PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut:
a. Pegawai Tetap: Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari
penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000
sebulan); dikurangi iuran pensiun/iuran jaminan hari tua, dikurangi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
b. Penerima Pensiun Bulanan: Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5%
dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000 setahun atau Rp 200.000
sebulan); dikurangi PTKP.
2. Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, bea siswa, dan
pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya dihitung
tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau
kegiatan; mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus;
peserta program pensiun yang menarik dananya pada dana pensiun; dikenakan tarif
berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan penghasilan bruto.
3. Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
konsultan, notaris, penilai dan aktuaris) dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17
Undang-undang PPh x 50% dari perkiraan penghasilan bruto dikurangi PTKP
perbulan.
4. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai
tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah
borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp 150.000 sehari tetapi
dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp 1.320.000 atau tidak
dibayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah
dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp 150.000.
Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 1.320.000, maka besarnya
PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP
sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360.
5. Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua
yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai berikut:
6. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/Polri yang menerima honorarium dan imbalan
lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah
dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final,
kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. II/d ke bawah, anggota TNI/Polri
berpangkat Peltu atau Aiptu ke bawah.
Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah
kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi
Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
2. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) sehari,
yang berlaku bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang menerima upah
harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan
kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp
3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
3. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto yang berlaku bagi bukan
pegawai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No.
PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang tidak bersifat
berkesinambungan.
4. Jumlah penghasilan bruto yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima
penghasilan di atas.
5. Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 26 adalah jumlah penghasilan bruto.
2.4 Penerima Penghasilan yang Dipotong dan tidak dipotong PPh Pasal 21
a.Penerimaan penghasilan yang di potong PPh Pasal 21
1. Pegawai tetap.
5. Penerima upah.
6. Tenaga ahli ( Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan
Aktuaris ).
7. Peserta Kegiatan.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau mantan
pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan
cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan
penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap.
3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau
diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau
mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan, atau pemagangan yang
merupakan calon pegawai.
4. Uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang
pesangon, dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan
kerja.
5. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apa pun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri, terdiri atas:
a. Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai,
dan Aktuaris).
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/peragawati,
pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.
c. Olahragawan.
d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
6. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis
lainnya.
Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan honorarium atau
imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil
serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun
yang diterima oleh pensiunan termasuk janda/duda atau anak-anaknya
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan
penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.
4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
5. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu (Pasal 3 ayat 1 UU PPh).
Ketentuannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
246/PMK.03/2008:
Ketentuan Lainnya :
1. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta
maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi
bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan
Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun.
Pengurangan:
Biaya Jabatan
5% x 52.480.000 2.624.000
Iuran Pensiun
12 x 100.000 1.200.000 +
3.824.000 –
Penghasilan Netto setahun 48.656.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan
5% x 48.480.000 2.424.000
Iuran Pensiun
12 x 100.000 1.200.000 +
3.624.000 –
Penghasilan Netto Setahun 44.856.000
3. Bapak Raden memperoleh uang pensiun setiap bulan sebesar Rp. 3.000.000,-
Hitunglah berapa PPH Pasal 21 dari setiap bulannya
Jawab :
PPh Pasal 21 Dana Pensiun
Penghasilan 3.000.000
Pengurang:
Biaya Pensiun 5% x 3.000.000 150.000 -
2.850.000