Anda di halaman 1dari 10

RMK PERPAJAKAN II

“PPh Pasal 21/26”

AJAR M. ALI

A031211142

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2023
PPh Pasal 21/26

A. Definisi PPh Pasal 21


PPh pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan atau sebagai imbalan atas jasa.
B. Subjek Pajak PPh Pasal 21 (Wajib Pajak PPh Pasal 21)
Wajib pajak yang dipotong PPh pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan :
1. Pegawai, karyawan atau karyawati tetap
Adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja dan atas jasanya itu ia
memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala.
2. Pegawai, karyawan atau karyawati lepas
Adalah orang pribadi yang berkeja untuk pemberi kerja dan hanya menerima upah
jika ia bekerja.
3. Penerima honorarium
Adalah orang pribadi atau sekelompok orang pribadi yang memberikan jasanya,
dan atas jasanya ia memperoleh imbalan tertentu sesuai dengan jasa yang diberikan.
4. Penerima upah
Adalah orang pribadi yang atas jasanya ia memperoleh upah, seperti upah harian,
upah borongan, upah satuan dll
Yang tidak termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21 yaitu:
1. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing dan
orang – orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di
Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut, serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan
timbal balik.
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf
c Undang – Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan
usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia.
C. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21
Pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan
oleh UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan
UU No. 17 tahun 2000 dan terakhir UU No 36 tahun 2008 untuk memotong PPh Pasal
21. Termasuk pemotong PPh Pasal 21 dalam peraturan Menteri Keuangan No.
252/KMK.03/2008 adalah :
1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat
maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau
bukan pegawai.
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang kas
yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan
nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa
dan kegiatan.
3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan social tenaga kerja dan badan – badan
lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
4. Perusahaan dan badan yang membayar honorarium atau pembayaraan lain atas jasa
yang dilakukan di Indonesia oleh tenaga ahli dan atau kelompok tenaga ahli sebagai
wajib pajak dlam negeri yang melakukan pekerjaan bebas.
D. Hak dan kewajiban Wajib Pajak PPh pasal 21
1. Hak-hak WP PPh 21
a. Wajib pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada pemotong
pajak. Jumlah PPh pasal 21 yang telah dipotong dapat dikreditkan dari pajak
penghasilan untuk tahun yang bersangkutan.
b. Wajib pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jendral Pajak,
jika PPh pasal 21 yang dipotong oelh pemotong pajak tidak sesuai dengan
peraturan yang berlaku dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal pemotongan.
c. Wajib pajak berhak mengajukan banding kepada badan peradilan pajak dalam
jangka waktu 3 bulan sejak diterbitkannya surat keputusan Direktur Jendral
Pajak yang berhubungan dengan keberatannya.
2. Kewajiban Wajib Pajak PPh Pasal 21
a. Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP
b. Pegawai, Penerima Pensiun Berkala, dan Bukan Pegawai tertentu Wajib
Membuat Surat Pernyataan Yang Berisi Jumlah Tanggungan Keluarga Pada
Awal Tahun Kalender Atau Pada Saat Menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri
c. Wajib Menyerahkan Surat Pernyataan Tanggungan Keluarga kpd Pemotong
Pajak Pada Saat Mulai Bekerja Atau Mulai Pensiun
E. Objek Pajak PPh Pasal 21
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan
yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima paensiun secara teratur berupa
uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan
sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon,
uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua dan pembayaran
lain jenis;
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi,
uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;
F. Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21

Rumus pengitungan PPh pasal 21 :


PPh 21 = (Tarif PPh Pribadi x Penghasilan Kena Pajak)

1. PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)


adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi
jumlahnya dibawah PTKP tidak akan terkena Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29
dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh
Pasal 21, maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh Pasal
21.
Besarnya penhasilan tidak kena pajak (PTKP) adalah:

Status Besaran PTKP


Tidak kawin/0 TK/0 54,000,000
Tidak kawin /1 TK/1 58,500,000
Tidak kawin /2 TK/2 63,000,000
Tidak kawin /3 TK/3 67,500,000
Kawin/0 K/0 58,500,000
Kawin/1 K/1 63,000,000
Kawin/2 K/2 67,500,000
Kawin/3 K/3 72,000,000
Kawin/I/0 K/I/0 112,500,000
Kawin/I/1 K/I/1 117,000,000
Kawin/I/2 K/I/2 121,500,000
Kawin/I/3 K/I/3 126,000,000

2. Tarif Pajak
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi Dalam Negeri adalah sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000,- 5%

di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,- 15%

di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,- 25%

di atas Rp 50.000.000,- 30%

3. Penghasilan dan biaya yang dikenakan


a. Penghasilan bruto (penghasilan, honor, upah, gaji, bunga, komosi, imbalan,
uang pensiun, uang pesangon)
b. Biaya-biaya yang dikenakan:
1) biaya jabatan, khusus untuk pegawai tetap. Besarnya adalan 5% dari
pengahsialn bruto maksimal yang diperkenakan adalah Rp 6.000.000,-
setahun dan Rp. 500.000,- sebulan
2) Iuran pensiun/ THT:
a) Yang dibayar pegawai
b) Yayasan dana pemsiun yang disetujui oleh Menkeu
c) Jumlah tidak dibatasi
3) Biaya pensiun. Khusus untuk penerima pensiun berkala bulanan besarnya
5% dari uang pensiun maksimal yang diperkenannkan adalah Rp.
2.400.000,- setahun dan Rp. 200.000,- sebulan
4. Contoh Perhitungan PPh Pasal 21
Budiyanta pada tahun 2013 bekerja di PT Aman Bahagia dengan gaji sebulan Rp
8.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 200.000,00. Budiyanta
menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Juli 2013 menerima kenaikan
gaji, menjadi Rp 10.000.000,00 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2013.
Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut, Budiyanta menerima
rapel sejumlah Rp 12.000.000,00 (kekurangan gaji untuk masa Januari s.d. Mei
2013). Pada bulan Oktober 2013 menerima bonus tahunan sebesar Rp
20.000.000,00.

A. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Tetap - Gaji Bulanan


Gaji sebulan Rp 8,000,000
Pengurangan :
Biaya Jabatan (5% xRp 8.000.000) Rp 400,000
Iuran Pensiun Rp 200,000 Rp 600,000
Penghasilan Neto sebulan Rp 7,400,000
Penghasilan Neto setahun (12 x Rp 7.400.000,00 ) Rp 88,800,000
PTKP setahun :
- untuk diri sendiri Rp 24,300,000
- tambahan WP kawin Rp 2,025,000 Rp 26,325,000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 62,475,000
PPh Pasal 21 terutang :
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2,500,000
15% x Rp 12.475.000,00 = Rp 1,871,000
Rp 4,371,000
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 4.371.000,00 : 12 = Rp 364,250
B. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Rapel
Gaji sebulan Rp 10,000,000
Pengurangan :
Biaya Jabatan (5% xRp 10.000.000) = Rp 500,000
Iuran Pensiun = Rp 200,000 Rp 700,000
Penghasilan Neto sebulan Rp 9,300,000
Penghasilan Neto setahun ( 12 x Rp 9.300.000,00 ) Rp 111,600,000
PTKP setahun :
- untuk diri sendiri Rp 24,300,000
- tambahan WP kawin Rp 2,025,000 Rp 26,325,000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 85,275,000
PPh Pasal 21 setahun :
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2,500,000
15% x Rp 35.275.000,00 = Rp 5,291,000
Rp 7,791,000
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 7.791.000,00 : 12 Rp 649,250
PPh Pasal 21 Januari s.d Juni 2013 seharusnya adalah :
6 x Rp 649.250,00 Rp 3,895,500
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong Januari s.d Juni 2013
6 x Rp 364.250,00 (dari perhitungan contoh A) Rp 2,185,500
PPh Pasal 21 untuk uang rapel Rp 1,710,000

C. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Bonus


Gaji setahun (12 x Rp 10.000.000,00) Rp 120,000,000
Bonus Rp 20,000,000
Penghasilan bruto setahun Rp 140,000,000
Pengurangan :
Biaya Jabatan (5% xRp 140.000.000,00) = Rp 7.000.000,00
*Biaya Jabatan dlm setahun maksimal Rp 6.000.000,00 Rp 6,000,000
Iuran Pensiun (12 x Rp 200.000,00) Rp 2,400,000 Rp 8,400,000
Penghasilan Neto setahun Gaji + Bonus Rp 131,600,000
PTKP setahun :
- untuk diri sendiri Rp 24,300,000
- tambahan WP kawin Rp 2,025,000 Rp 26,325,000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 105,275,000
PPh Pasal 21 setahun atas Gaji + Bonus :
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2,500,000
15% x Rp 55.275.000,00 = Rp 8,291,250
10,791,250
*PPh Pasal 21 setahun dibulatkan Rp 10,791,000
PPh Pasal 21 atas Gaji (dari contoh B) Rp 7,791,000
PPh Pasal 21 atas Bonus Rp 3,000,000
G. Pengertian PPh Pasal 26
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
(WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya
dipersamakan dengan subjek pajak badan. Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri
selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak
luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial
owner).
H. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26
1. Badan pemerintah
2. Subjek pajak dalam negri
3. Penyelenggara kegiatan
4. BUT
5. Perwakilan Perusahaan luar negri lainnya selain BUT di Indonesia
I. Tarif dan Objek PPh Pasal 26
1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
Luar Negeri berupa :
a. Dividen
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;
c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
e. Hadiah dan penghargaan
f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
g. Premi swap dan transaksi lindung lainnya, dan/atau
h. Keuntungan karena pembebasan utang
2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
a. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
b. premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui
pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
3. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham
perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang didirikan
atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang
mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia;
4. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT
di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
5. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia
dengan negara pihak pada persetujuan.
DAFTAR PUSTAKA

Direktorak Jenderal Pajak, Cara Penghitungan PPh Pasal 21 Terbaru. 2013:


http://www.pajak.go.id/content/article/cara-penghitungan-pph-pasal-21-terbaru

Direktorak Jenderal Pajak, Seri PPh - Pajak Penghasilan Pasal 26. 2012:
http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-26

https://www.scribd.com/doc/236560817/PPh-Pasal-21

Anda mungkin juga menyukai