Anda di halaman 1dari 20

Taat Pajak

Dengan Efisien
Pada PPh Pasal
21
Dasar Hukum
Dasar hukum yang digunakan dalam taat pajak dengan efisien pada Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 21, yaitu:

• PER 31/PJ/2013 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan
Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26. (Lama)
• UU PPh Pasal 26, dalam UU PPh No. 36 Tahun 2008.
• Peraturan Pemerintahan (PP) No. 149 Tahun 2000.
• PER-32/PJ/2015. Petunjuk Pelaksanaan Dalam, Memotong, Menyetor, dan Melaporkan
PPh Pasal 21 dan Pasal 26. (Terbaru).
• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015, tentang Penghasilan Tidak
Kena Pajak pada Tabel 1 (PTKP).
Pemotongan PPh Pasal 21 Secara Umum

1. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan
pekerjaan dilakukan oleh pegawai dan bukan pegawai.
2. Bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
3. Dana pensiunan atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama dan
dalam bentuk apapun dalam rangka pensiun.
4. Perusahaan, badan dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang membayar honorarium atau pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
5. Yayasan, lembaga, kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan, organisasi masa, organisasi sosial politik, dan
organisasi lainnya sebagai pembayar gaji, upah, honorarium, atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk
apapun sehubungan apapun sehubungan dengan pekerjaan jasa, kegiatan yang dilakukan oleh orang
pribadi.
6. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksaan suatu kegiatan.
Subjek Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal
26
1. Karyawan Tetap dan Karyawan Tidak Tetap
2. Penerima Pensiun
3. Pegawai Tidak Tetap/Pemegang/Calon Pegawai/Distributor Multi Level Marketing/Direct
Selling.
4. Pihak-pihak yang menerima honorarium, uang saku, hadiah dan penghargaan dengan nama
dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan atas jasa atau kegiatan yang jumlahnya tidak
dihitung atas dasar banyaknya hari yang digunakan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan
tersebut, seperti pemain music, seperti pemain music, olahragawan, pengarang, agen, dan
lain-lain.
5. Penerima uang pesangon, uang pensiun, THT atau JHT yang dibayar sekaligus.
6. Pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI yang menerima honorarium yang
sumber dananya berasal dari keuangan negara atau keuangan daerah.
7. Wajib Pajak Luar Negri yang menerima imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan.
Objek PPh Pasal 21
1. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan
pekerjaan dilakukan oleh pegawai dan bukan pegawai.
2. Bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
3. Dana pensiunan atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama dan
dalam bentuk apapun dalam rangka pensiun.
4. Perusahaan, badan dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang membayar honorarium atau pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
5. Yayasan, lembaga, kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan, organisasi masa, organisasi sosial politik, dan
organisasi lainnya sebagai pembayar gaji, upah, honorarium, atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk
apapun sehubungan apapun sehubungan dengan pekerjaan jasa, kegiatan yang dilakukan oleh orang
pribadi.
6. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksaan suatu kegiatan.
Bukan Objek PPh Pasal 21
1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa.
2. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk
natura dan/atau kenikmatan, meliputi:
a. Makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai;
b. Natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;
c. Natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan;
d. Natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai APBN, APBD dan/atau APBDes; atau
e. Natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu.

3. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Otoritas Jasa Keuangan,
baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
4. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja
5. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan pemerintah.
Formulasi Kebijakan
PPh Pasal 21
PPh Pasal 21 dalam
PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan
PPh Pasal 21 yang dipotong atas gaji karyawan tersebut bentuk tunjangan
sehingga mengurangi penghasilan. Istilah yang sering Tunjangan akan
digunakan adalah PPh Pasal 21 dipotong oleh menambah penghasilan
perusahaan. karyawan dan kemudian
dikenakan PPh Pasal 21. Dalam
hal ini, perhitungan PPh Pasal
21 dilakukan dengan metode
gross up di mana besarnya
tunjangan pajak sama dengan
PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan jumlah PPh Pasal 21 terutang
PPh Pasal 21 atas gaji karyawan ditanggung oleh perusahaan
untuk masing-masing karyawan.
sehingga gaji yang diterima oleh karyawan tidak dikurangi dengan
PPh Pasal 21. Untuk biaya PPh Pasal 21 yang muncul di laporan
keuangan perusahaan tidak boleh dibebankan (nondeductible
expenses) dalam menghitung penghasilan bruto perusahaan.
Tata Cara Perhitungan PPh Pasal 21
Rumus Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan Tetap
 Gaji Sebulan xxx
 Tunjangan dan Bonus xxx
 Asuransi yang dibayar pemberi kerja xxx
 Penghasilan Bruto xxx
Pengurang:
 Biaya Jabatan 5% x Penghasilan Bruto (maks. Rp 500.000) xxx
 Iuran Pensiun xxx
Penghasilan Neto Sebulan xxx
Penghasilan Neto disetahunkan xxx
PTKP Setahun:
 WP Sendiri xxx
 Tambahan WP Nikah + Tanggungan xxx
Jumlah PTKP xxx
PKP xxx
 PKP x Tarif Pasal 17 Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) 
Tabel 1
PTKP Mulai Tahun Pajak 2016

Diri WP Orang Pribadi Rp 54.000.000

Tambahan untuk WP Kawin Rp 4.500.000

Tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan Rp 54.000.000


suami

Tambahan untuk setiap tanggungan Rp 4.500.000


Tarif Wajib Pajak Orang Pribadi berdasarkan
PPh Pasal 17
Undang – Undang PPh Undang – Undang HPP

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Rp 0 – Rp 50.000.000 5% Rp 0 – Rp 60.000.000 5%

> Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 15% > Rp 60.000.000 – Rp 250.000.000 15%

> Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 25% > Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 25%

> Rp 500.000.000 30% > Rp 500.000.000 – Rp 5.000.000.000 30%


> Rp 5.000.000.000 35%

* Berlaku tahun Pajak 2022


* UU HPP = Undang – Undang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan
Penerima Penghasilan yang tidak Berhak
Mendapatkan Pengurang Biaya Jabatan dan
PTKP
1. Penerima honorarium, uang saku, hadiah, atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun sebagai imbalan atas jasa atau kegiatan yang jumlahnya tidak dihitung atas dasar
banyaknya hari yang digunakan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan tersebut, seperti
pemain musik, olahragawan, pengarang, penerjemah, agen iklan, artis, dan MC.
2. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, seperti
a. Pengacara
b. Akuntan
c. Arsitek
d. Dokter
e. Notaris * Perhitungannya: 50% dari Penghasilan Bruto lalu
dikalikan tarif WPOP PPh Pasal 17
f. Penilai
g. Aktuaris
h. Konsultan
Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal
21 Bersifat Final
 Penerima pesangon dengan tarif pajak PPh 21 finalnya sebagai berikut :
Tarif PPh 21 atas pesangon
Pesangon : Rp 0 – Rp 50.000.000 tarif 0%
Pesangon : diatas Rp 50.000.000 tarif 5%
Pesangon : Rp 100.000.000 – Rp 500.000.000 tarif 15%
Pesangon : diatas Rp 500.000.000 tarif 25%

 Tunjangan hari tua dikenakan PPh Pasal 21 bersifat final


Tunjangan hari tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara
tunjangan hari tua kepada orang pribadi yang telah mencapai usia pensiun.

 Jaminan hari tua


Jaminan hari tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara
jaminan sosial tenaga kerja kepada orang pribadi yang berhak dalam jangka waktu yang telah
ditentukan atau keaadan lain yang ditentukan.
KLAUSUL PAJAK DALAM
KONTRAK KERJA
Masalah perpajakan yang berhubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain :
MENGAPA SERING TERJADI?
• Pemuatan klausul pajak dalam perjanjian atau
• Tenaga yang melakukan pekerjaan bebas,
kontrak kerja, yang mensyaratkan pajak terutang
dikenakan tarif 50% x jumlah penghasilan
harus dihitung berdasarkan nilai kontrak yakni
bruto.Sehingga PPh Pasal 21 yang dipotong
dikenakan dari nilai bruto kontrak, dan untuk PPh
sebesar 50% x Nilai Proyek x Tarif PPh Pasal 17
Pasal 21 atau Pasal 26, pemberi kerja wajib
ayat 1 huruf a.
memotong dari nilai bruto kontrak, dan untuk PPh
• Sehubungan dengan pemberian jasa selain pegawai
Pasal 21 atau Pasal 26, pemberi kerja wajib
dan tenaga ahli, yang dalam pemberian jasanya
memotong dari pembayarannya.
memperkejakan orang lain sebagai pegawainya • Klausul pajak secara eksplisit menyatakan siapa
dan atau melakukan penyerahan material atau
yang harus menanggung PPh Pasal 21/Pasal 26,
bahan, dikenai sebesar Tarif PPh Ps. 17 ayat 1
sehingga pajak yang terutang dan pemotongannya
huruf a dari Nilai Proyek.
didasarkan pada klausul tersebut.
PAJAK DITANGGUNG PEMBERI KERJA

Seringkali di dalam kontrak kerja ditemukan klausul yang menyatakan, bahwa nilai kontrak sudah “net”,
tidak termasuk pajak, atau “pajak ditanggung perusahaan/pemberi kerja.

Rumus gross up secara Matematis untuk Karyawan Tetap


Lapisan 1 : Untuk PKP 0 – 47.500.000
Tunjangan PPh = (PKP Setahun - 0) x 5/95 + 0
Lapisan 2 : Untuk PKP 47.500.000 – 217.500.000
Tunjangan PPh = (PKP Setahun – 47.500.000) x 15/85 + 2.500.000
Lapisan 3 : Untuk PKP 217.500.000 – 405.000.000
Tunjangan PPh = (PKP Setahun – 217.500.000) x 25/75 + 32.500.000
Lapisan 4 : Untuk PKP >405.000.000
Tunjangan PPh = (PKP Setahun – 405.000.000) x 30/70 + 95.000.000
Ibu Ani, karyawan PT Sentosa berstatus TK/0 pada tahun 2018 memiliki penghasilan per bulan Rp 6.000.000. PT
Sentosa mengikuti program BPJS sesuai dengan peraturan pemerintah. Ibu Ani mendapat bonus dalam tahun 2018
yaitu sebesar Rp 12.000.000. PT Sentosa menggunakan metode gross up dalam menanggung PPh Ps 21
karyawannya sesuai dengan kontrak kerja. Maka bagaimana perhitungannya?

Perhitungan
Gaji Per Tahun Rp 72,000,000.00
JKK 1,27% x Rp 72.000.000 Rp 914,400.00
JKM 0,30% x Rp 72.000.000 Rp 216,000.00 Gaji Per Tahun Rp 72,000,000.00
Rp 73,130,400.00 Tunjangan Pajak Hasil Gross Up Rp 1,246,900.00
Bonus Rp 12,000,000.00 Pembuktian terhadap
JKK 1,27% x Rp metode Gross
72.000.000 RpUp 914,400.00
Penghasilan Bruto Rp 85,130,400.00 JKM 0,30% x Rp 72.000.000 Rp 216,000.00
Pengurang : Rp 74,377,300.00
Biaya Jabatan 5% x Rp 85.130.400 Rp 6,000,000.00
Bonus Rp 12,000,000.00
Iuran Pensiun 2% x Rp 72.000.000 Rp 1,440,000.00
Rp 7,440,000.00
Penghasilan Neto Rp 86,377,300.00
Penghasilan Neto Rp 77,690,400.00 Pengurang :
PTKP TK/0 Rp 54,000,000.00 Biaya Jabatan 5% x 85.130.400 Rp 6,000,000.00
PKP Rp 23,690,400.00 Iuran Pensiun 2% x 72.000.000 Rp 1,440,000.00
Penghasilan
PPh 21 = 5%Neto Rp 78,937,300.00
x Rp 24.937.300 = 1.246.900
Biaya Jabatan maks 6jt/th
PTKP TK/0 Rp 54,000,000.00
Karena PKP dilapisan pertama maka rumus gross up yang
PKP Rp 24,937,300.00
di gunakan adalah lapisan satu.
Maka, Lapisan Pertama =
(23.690.400 – 0) x 5/95 = 1.246.863,15
Tunjangan pajak sebesar = 1.246.900
Metode Pemberian Uang Saku
Secara Lump-Sum atau
Reimbursment
Metode lump-sum adalah perusahaan memberikan sekaligus dalam
jumlah tertentu yang meliputi uang saku, transport, akomodasi, atau unsur
biaya lainnya, tanpa harus dimintakan pertanggung jawaban dan bukti
penggunaannya.

Metode reimbursement yaitu pembayaran yang disertai dengan kewajiban


untuk mempertanggung jawabkan penggunaan dana dengan meminta
bukti pengeluaran.
Metode Pemberian Tunjangan Makan atau Disiapkan
Makan Bersama oleh Pihak Pemberi Kerja

• Setelah berlakunya UU PPh tahun 2000, tunjangan atas makan dan minum untuk karyawan
sudah dapat dibayarkan di PPh Badan.

• Namun, pemberian tunjangan makan dan minum berupa uang tunai akan mengakibatkan
bertambahnya PPh Pasal 21.

• Kondisi di lapangan penggunaan jasa catering akan timbul pemotongan PPh Pasal 23 atas
jasa tersebut dengan tarif 2% dari penghasilan bruto.
Metode Pemberian Tunjangan Kesehatan atau Diberikan
Fasilitas Pengobatan
1. Taxable dan Deductible : Jika perusahaan sehubungan dengan
pemberian tunjangan kesehatan. Artinya, Objek Pajak PPh Pasal 21 bagi
karyawan dan merupakan biaya bagi perusahaan.
2. Non Taxable dan Non Deductible : Jika perusahaan memilih
menyediakan fasilitas pengobatan karyawan. Ini dimaksudkan bukan
penghasilan bagi karyawan dan bukan biaya bagi perusahaan.

Bila perusahaan menggunakan metode reimbursement dalam memberikan biaya


pengobatannya, maka dampak perpajakan adalah sebagai berikut :
a) Bersifat non-taxable dan non-deductible, semua bukti asli diserahkan ke
perusahaan.
b) Bersifat taxable dan deductible, bila persyaratan reimbursement di atas
tidak dapat dipenuhi.
Tabel Fasilitas Kesehatan Berupa Perusahaan PPh Pasal 21 Karyawan

Tabel Objek Pajak PPh Pasal 21 dan Perlakuan Pajak Sesuai dengan Undang-Undang
Thanks!
Do you have any questions?

Anda mungkin juga menyukai