Dasar
KEP-136/PJ/2014
PENG-4/PJ.02/2015
Hukum
PENG-3/PJ.02/2015
Karakteristik PPN
Sebagai pajak objektif yang pengenaannya sangat bergantung pada objeknya. Objek sebagaimana
dijelaskan dalam UU PPN (Pasal 4, Pasal 16 C , dan Pasal 16D) :
● Objek Pajak PPN
● Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) didalam daerah pabean yang dilakukan oleh PKP
● Penyerahan Jasa kena pajak didalam Daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
● Pemanfaatan Barang kena pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan didalam daerah pabean.
● Ekspor Barang Kena Pajak oleh PKP
● Kegiatan membangun sendiri diluar kegiatan usaha atau pekerjaannya yang digunakan untuk tempat
tinggal dan tempat usaha.
● Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan sepanjang PPN pada
saat perolehannya dapat dikreditkan.
Wajib Pajak yang laporan keuangannya tidak diaudit akuntan publik, juga dapat mengajukan
permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak kriteria tertentu paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum
tahun buku berakhir dengan syarat memenuhi kriteria pada angka 3 huruf a, b, dan c, d (di atas)
ditambah dengan syarat:
● Dalam 2 (dua) tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
● Apabila dalam 2 (dua) tahun terakhir terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan pajak,
maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10% (sepuluh persen).
● Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak menetapkan Wajib Pajak yang
memenuhi kiteria tertentu setiap bulan Januari dan berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun.
● Wajib Pajak yang penghitungan jumlah peredaran usahanya mudah diketahui karena berkaitan
dengan pengenaan cukai sepanjang memenuhi persyaratan WP kriteria tertentu, dapat diberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN. Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak diterbitkan paling lambat 3 (tiga) bulan untuk PPh dan 1 (satu) bulan
untuk PPN, sejak permohonan diterima lengkap.
E-Faktur Pajak
E-Faktur adalah faktur pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan atau
disediakan oleh Dirjen Pajak.
Siapa saja yang diwajibkan membuat E-Faktur:
Semua PKP dengan tahapan-tahapan yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
E-Faktur paling sedikit harus memuat:
● Nama, alamat dan NPWP yang menyerahkan BKP/JKP
● Nama, alamat dan NPWP (pembell BP dan penerima JKP).
● Jenis barang atau jasa kuantitas barang jika diketahui. O jumlah harga jual dan potongan harga.
● PPN yang dipungut dan PPn BM yang dipungut.
● Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.
● Nama dan tanda tangan elektronik yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
● Sanksi Perpajakan untuk satu objek pajak PPN dikenakan lebih dari satu kali, dimana penjual dan
pembeli sama-sama dikenakan. Ini tak sesuai dengan karakter legal dari PPN yang bersifat non kumulatif
dan tidak menimbulkan pajak berganda.
● Sesuai dengan karakteristik PPN sebagai pajak tidak langsung senantiasa menjaga sifat netralitas, maka
tanggung jawab pemungutan pajak (serta penyetoran dan pelaporan) dalam hal ini berada di tangan
penjual yang melakukan penyerahan BKP/JKP.
Atas dasar kondisi ini maka pihak perusahaan sebagai pembeli perlu melakukan tindakan antisipasi dengan
memastikan.
● Jangan pernah ada satupun faktur penjualan (commercial invoice) yang diterbitkan perusahaan tanpa
disertai faktur pajak, dan sesuai dengan program e-faktur (ada kode barcode di faktur pajak).
● Setiap transaksi penjualan harus ada kontrak penjualan dan Purchase Order (PO) sehingga sengketa
tentang syarat penjualan (harga pajak, termin pembayaran dan lain-lain) bila dihindari dikemudian hari.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam perencanaan PPN
• Perlu kita perhatikan pesyaratan formal Faktur Pajak yang dapat dikreditkan agar tidak menimbulkan
kerugian bagi perusahaan. Cross-cek dan cermati dengan teliti Faktur Pajak.
• Berkaitan dengan batas waktu tiga bulan atas pengkreditan Faktur Pajak Masukan, maka semakin
lebih baik bagi perusahaan karena perusahaan sudah dapat mengkreditkan walaupun belum
melakukan pembayaran. Usahakan faktur Pajak sudah diterima sebelum lewat tiga bulan setelah
berakhirnya masa pajak, kecuali untuk pemungut PPN agar perusahaan tidak disibukan oleh
pembetulan SPT Masa PPN.
• Jika Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keļuaran, maka kelebihan PPN tersebut dapat
diperhitungkan dan dimintakan restitusi atau kompensasi. Pemiliha model restitusi atau kompensasi
bergantung pada kondisi masing-masing PKP. Pengusaha Kena Pajak (PKP) perlu memperhatikan
secermat mungkin tata cara pembuatan faktur pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku (e-faktur
dijabarkan di atas) agar terhindar dari dari sanksi 2 % dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sesuai
dengan Pasal 14 ayat 4 Undang-Undang KUP.
• Melakukan pemusatan tempat terutangnya PPN jika perusahaan memiliki banyak cabang tujuannya
agar dapat diawasi dengan mudah.
Analisa Peraturan Restisusi yang Di
Setahunkan
Proses pengurusan restitusi yang memakan waktu lama juga membuat PKP menjadi enggan jikalau
terjadi SPM masa PPN lebih bayar. Karena DJP akan melakukan pemeriksaan dan melakukan
sehati-hati mungkin untuk melihat kebenaran dari SPT masa PPN lebih bayar tersebut.
Atas dasar tersebut pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/ PMK.03/2010
Tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah yang inti dari PMK ini berbunyi kelebihan pajak dilakukan pada akhir tahun pajak,
kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak yang memiliki kriteria tertentu dapat langsung melakukan
restitusi kelebihan pembayaran pajak.
Penelitian ini bertujuan mengukur dampak kerugian dari sisi keuangan (cash flow) atas PPN yang
direstitusikan selama setahun yang didasari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010.
Sebelumnya, peraturan PMK Nomor: 54/PKM 03/2009, memperbolehkan untuk melakukan
restitusi atas kelebihan PPN setiap bulan dengan dilakukan pemeriksaan oleh fiskus terlebih
dahulu.
Pembahasan
Terjadinya restitusi PPN dikarenakan PKP kelebihan membayar PPN, dimana angka PPN Masukan lebih besar
setelah dikurangi dengan PPN Keluaran. Ada dua cara untuk mengatasi kelebihan pembayaran PPN, pertama
cara kompensasi, kedua cara restitusi. PKP banyak memilih cara pertama karena jika memilih cara kedua akan
mengalami pemeriksaan, sedangkan memilih cara kesatu PKP tidak langsung mengalami pemeriksaan pajak
pada saat SPT Masa PPN dilaporkan ke pihak otoritas pajak.
Sehubungan dengan restitusi PPN, ada peraturan yang cukup efektif dan berpihak dengan dunia bisnis ini yang
tertuang dalam PMK Nomor 54/PKM 03/2009, yang menjelaskan sehubungan dengan PKP yang memenuhi
persyaratan tertentu juga mendapatkan fasilitas khusus berupa pengembalian pendahuluan, dimana kriteria PKP
yang memenuhi persyaratan tertentu meliputi:
A. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
B. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menjalankan pembukuan
dengan:
1. Jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
paling banyak sama dengan batasan peredaran Usaha Wajib Pajak orang pribadi yang diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma perhitungan netto (Rp 4,8 miliar).
2. Jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan PPh kurang dari Rp 1.000.000,- atau jumlah lebih bayar
menurut SPT Tahunan PPh paling banyak 0,5% dari jumlah peredaran usaha sebagaimana dimaksud
pada butir 1)
Pembahasan
C. Wajib Pajak dengan:
1. Jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT tahunan PPh paling banyak Rp 5.000.000.000,-
dan
D.PKP yang telah menyampaikan SPT Tahunan dan SPT masa PPN dengan
1. Jumlah penyerahan menurut SPT Masa PPN untuk suatu masa pajak paling banyak Rp
400.000.000,- dan
2. Jumlah lebih bayar menurut SPT Masa PPN paling banyak Rp 28.000.000,-
Sedangkan Kriteria PKP tertentu yang tertuang dalam Pasal 17C UU KUP meliputi:
Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan.
Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan Pajak yang telah
memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran Pajak
Pembahasan
Kepada PKP Kriteria Tertentu yang penerapanya dilakukan melalui keputusan Dirjen Pajak ini
diberikan fasilitas khusus berupa pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, namun apabila:
Terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindakan penyidikan tindak pidana Perpajakan.
Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 2 (dua) masa
pajak berturut-turu.
Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 3 (tiga) masa
pajak dalam 1(satu) tahun kalender.
● Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
Kepada PKP Kriteria Tertentu yang penerapanya dilakukan melalui keputusan Dirjen Pajak ini
diberikan fasilitas khusus berupa pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, namun apabila:
● Terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindakan penyidikan tindak pidana Perpajakan.
● Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 2 (dua)
masa pajak berturut-turu.
● Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 3 (tiga)
masa pajak dalam 1(satu) tahun kalender.
● Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
Pembahasan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Pengembalian
Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang inti
dari PMK ini berbunyi kelebihan pajak dilakukan pada akhir tahun pajak, kecuali bagi
Pengusaha Kena Pajak sebagai berikut:
Perusahaan Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud.
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak.
● Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 9 Undang-undang PPN.
Analisa
Perhitungan