Anda di halaman 1dari 30

Taat Pajak dengan

Efisien pada PPN


UU PPN NO. 42 Tahun 2009
PMK-151/PMK 03/2013
PER-16/PJ/2014

Dasar
KEP-136/PJ/2014
PENG-4/PJ.02/2015

Hukum
PENG-3/PJ.02/2015
Karakteristik PPN
Sebagai pajak objektif yang pengenaannya sangat bergantung pada objeknya. Objek sebagaimana
dijelaskan dalam UU PPN (Pasal 4, Pasal 16 C , dan Pasal 16D) :
● Objek Pajak PPN
● Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) didalam daerah pabean yang dilakukan oleh PKP
● Penyerahan Jasa kena pajak didalam Daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
● Pemanfaatan Barang kena pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan didalam daerah pabean.
● Ekspor Barang Kena Pajak oleh PKP
● Kegiatan membangun sendiri diluar kegiatan usaha atau pekerjaannya yang digunakan untuk tempat
tinggal dan tempat usaha.
● Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan sepanjang PPN pada
saat perolehannya dapat dikreditkan.

Mekanisme Pengkreditan PPN


Pengenaan PPN berdasarkan sistem faktur sehingga setiap penyerahan BKP/JKP yang dilakukan PKP
harus dibuatkan Faktur pajak.
Fungsi Faktur Pajak Jika diiktisarkan Mekanisme Pengkreditan Pajak
Masukan diatur dalam Pasal 9 UU 18 Tahun 2000
Bagi BKP yang melakukan penyerahan adalah sebagai berikut:
BKP/JKP (Penjual)
• Bukti transaksi penyerahan BKP/JKP • Pajak Masukan dikreditkan dengan Pajak
yang terutang pajak Keluaran untuk suatu masa yang sama.
• Apabila terdapat Pajak Masukan yang dapat
• Bukti pemungutan PPN (Pajak Keluaran)
dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan
Pajak Keluaran pada masa pajak yang sama,
Bagi pembeli BKP atau Penerima JKP yang
dapat dikreditkan pada masa pajak
dipungut pajaknya
berikutmya, paling lambat 3 bulan setelah
• Bukti transaksi yang terhutang PPN
berakhirnya masa pajak berikutnya, sepanjang
• Bukti Pembayaran Pajak Masukan
belum dilakukan pemeriksaan.
• Jika dalam masa pajak belum ada Pajak
Keluaran, maka Pajak Masukan tetap dapat
dikreditkan.
Berikut ini Jenis
Mekanisme PPN
Dokumen yang Berhubungan Dokumen pendukung transaksi penyerahan
BKP/JKP dalam hal impor antara lain:
(Pembantu) Faktur Pajak • Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atau
Pemberitahuan Impor untuk dipakai (PIUD)
• Bill of landing (BL)
Dokumen pendukung transaksi penyerahan • Invoice
BKP/JKP yang dilakukan dalam daerah • Packing List
pabean antara lain: • Certificate of Origin
• Surat Pesanan • Surat setoran pabean, cukai dan pajak
• Delivery Order (SSCP) atas pembayaran Bea Masuk, PPN
• Surat Jalan Impor dan PPh Pasal 22
• Faktur Komersial • Bukti Biaya pemasukan barang dipelabuhan
• Kuitansi • Bukti pembukuan Letter of credit (L/C) pada
• Faktur Pajak bank devisa
• Surat-surat korespondensi lainnya.
PPN Masukan dapat
dikreditkan dengan Kriteria
● Memenuhi ketentuan material yaitu PPN Masukan yang dibayarkan atas perolehan BKP/JKP
yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha yang meliputi kegiatan produksi, manajemen,
distribusi dan pemasaran
● Memenuhi Ketentuan Formal dalam yaitu Pasal 9 ayat 8 UU PPN yang mengatakan bahwa
standar; diisi lengkap dan tidak cacat.

Bukan Obyek PPN (Negatif List)


Undang-undang PPN No 42 Tahun 2009 menganut Negative list. Artinya, semua barang
adalah barang kena Pajak (objek PPN) kecuali yang dikecualikan. Dan semua jasa
adalah jasa kena pajak (Objek PPN) kecuali yang dikecualikan. Karena itu, semua
barang dan jasa selain yang disebutkan dibawah ini adalah objek PPN.
• Barang hasil Pertambangan atas hasil pengeboran
yang diambil langsung dari sumbernya
• Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat

ar a n g y an g dibutuhkan oleh rakyat banyak.


Jenis B n ak a n
• Makanan dan minuman yang disajikan dihotel,
d ik e restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya
tidak
PPN (tidak termasuk makanan dan mi numan yang
diserahkan oleh usaha katering atau usaha jasa
boga).
• Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.

Jenis Jasa yang
Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik
● Jasa di bidang pelayanan social Tidak dikenakan


Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko
Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha
PPN
dengan hak opsi
● Jasa di bidang keagamaan
● Jasa di bidang Pendidikan
● Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan
pajak tontonan
● Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan
● Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air
● Jasa di bidang tenaga kerja
● Jasa di bidang perhotelan
● Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka
menjalankan pemerintahan secara umum.
Menghitung PPN

Pajak Keluaran atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN Keluaran


Restitusi PPN
Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak:
● Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) setempat. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dalam hal:
o Untuk PPh, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan
pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang;
o Untuk PPN, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan
pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Apabila terdapat pajak terutang yang dipungut oleh
Pemungut PPN, maka jumlah pajak yang terutang adalah jumlah pajak Keluaran setelah dikurangi Pajak
yang dipungut oleh Pemungut PPN tersebut;
o Untuk PPnBM, jika Pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau telah dilakukan
pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
● SKPLB diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan
diterima secara lengkap, kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain dengan keputusan Direktur Jenderal
Pajak.
● Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi, Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan
keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan, SKPLB diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 (satu)
bulan setelah jangka waktu berakhir.
Pengembalian Pendahuluan
1. WP dengan kriteria tertentu dapat mengajukan restitusi dan Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
2. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
3. Wajib Pajak dengan kriteria tertentu adalah WP yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dengan syarat:
a. SPT disampaikan tepat waktu dalam 2 (dua) tahun terakhir.
b. Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak
c. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak dan tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2
(dua) masa pajak terakhir.
d. Tidak pernah dijatuhi hukuman tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
e. Laporan Keuangan diaudit oleh akuntan publik atau BPKP dengan:
■ Pendapat Wajar Tanpa/Dengan Pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi
fiskal,
■ Laporan audit disusun dalam bentuk Panjang dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.
■ Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dan menerbitkan surat ketetapan pajak berupa
SKPKB atau SKPLB atau SKPN dalam jangka waktu 10 tahun, terhadap WP yang telah memperoleh
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
■ SKPKB yang diterbitkan ditambah dengan sanksi administrasi kenaikan 100% dari jumlah kekurangan
pembayaran pajak
Pengembalian Pendahuluan

Wajib Pajak yang laporan keuangannya tidak diaudit akuntan publik, juga dapat mengajukan
permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak kriteria tertentu paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum
tahun buku berakhir dengan syarat memenuhi kriteria pada angka 3 huruf a, b, dan c, d (di atas)
ditambah dengan syarat:
● Dalam 2 (dua) tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
● Apabila dalam 2 (dua) tahun terakhir terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan pajak,
maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10% (sepuluh persen).
● Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak menetapkan Wajib Pajak yang
memenuhi kiteria tertentu setiap bulan Januari dan berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun.
● Wajib Pajak yang penghitungan jumlah peredaran usahanya mudah diketahui karena berkaitan
dengan pengenaan cukai sepanjang memenuhi persyaratan WP kriteria tertentu, dapat diberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN. Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak diterbitkan paling lambat 3 (tiga) bulan untuk PPh dan 1 (satu) bulan
untuk PPN, sejak permohonan diterima lengkap.
E-Faktur Pajak
E-Faktur adalah faktur pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan atau
disediakan oleh Dirjen Pajak.
Siapa saja yang diwajibkan membuat E-Faktur:
Semua PKP dengan tahapan-tahapan yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
E-Faktur paling sedikit harus memuat:
● Nama, alamat dan NPWP yang menyerahkan BKP/JKP
● Nama, alamat dan NPWP (pembell BP dan penerima JKP).
● Jenis barang atau jasa kuantitas barang jika diketahui. O jumlah harga jual dan potongan harga.
● PPN yang dipungut dan PPn BM yang dipungut.
● Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.
● Nama dan tanda tangan elektronik yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

1. Layanan Perpajakan secara Elektronik tersebut berupa


○ Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak melalui Website
○ Penggunaan Aplikasi atau Sistem Elektronik yang disediakan oleh DJP untuk pembuatan E-Faktur.
○ Pengajuan sertifikat elektronik dapat dilakukan oleh PKP mulai 1 Januari 2015 melalui KPP tempat PKP
dikukuhkan.
2. Pembatalan E-Faktur
○ Didukung oleh bukti atau dokumen bahwa telah terjadi pembatalan transaksi, berupa pembatalan
kontrak atau dokumen lain. PKP penjual yang melakukan pembatalan Faktur Pajak harus memiliki
bukti dari PKP pembeli yang menyatakan bahwa transaksi dibatalkan.
○ Melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan disediakan DJP.
3. Pembatalan E-Faktur jika belum Melaporkan di SPT Masa PPN
Tetap melaporkan E-Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN dengan mencantumkan nilai NOL pada
kolom DPP, PPN atau PPn BM.
4. Pembatalan E-Faktur Jika Sudah Melaporkan di SPT Masa PPN
Melakukan pembetulan SPT masa PPN Masa Pajak yang bersangkutan dengan cara tetap melaporkan E-
Faktur yang dibatalkan tersebut dan mencantumkan nilai NOL. pada kolom DPP, PPN atau PPn BM.
5. E-Faktur Pengganti
Faktur Pajak yang salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan sehingga tidak memuat keterangan
lengkap, jelas dan benar (Pasal 6 Dalam PER 16/PL/2014) akan dibuatkan faktur pajak pengganti melalui
aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan oleh DJP.
6. Data E-Faktur Rusak atau Hilang
Berdasarkan Pasal 8 ayat 2 dan 3 pada PER 16/PJ/2014. Mengajukan permintaan data e-faktur ke DJP
(KPP setempat) dengan menyampaikan surat permintaan data e-faktur. Terbatas pada data e-faktur yang
telah di unggah ke DJP dan telah memperolah persetujuan.
7. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam E-Faktur
○ Dalam hal keadaan tertentu yang menyebabkan PKP tak dapat membuat
Faktur Pajak berbentuk kertas (hard copy). Keadaan tertentu yang
dimaksud disini adalah peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam,
pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya diluar kuasa PKP, yang
ditetapkan Dirjen Pajak.
○ E-faktur berbentuk elektronik sehingga tidak diwajibkan untuk dicetak
dalam bentuk kertas baik oleh pihak penjual dan atau pihak pembeli, e-
faktur dipersilahkan dicetak sesuai dengan kebutuhan.
○ E-Faktur Elektronik ditandatangani secara elektronik sehingga
diisyaratkan untuk tidak ditandatangani secara basah oleh pejabat dan
pegawai yang ditunjuk oleh PKP.
○ E-Faktur menggunakan mata uang rupiah.
Nota Retur
Nota Retur sekurang-kurangnya harus
Nota Retur adalah Nota yang dibuat mencantumkan:
oleh penerima BKP karena adanya 1. Nomor urut;
pengembalian atas BKP yang telah 2. Nomor dan tanggal Faktur Pajak dari
dibeli/diterimanya. Nota Retur BKP yang dikembalikan;
diterbitkan dan dilaporkan baik oleh 3. Nama, alamat, dan NPWP pembeli;
PKP penjual maupun PKP pembeli 4. Nama, alamat, dan NPWP yang
pada Masa Pajak terjadinya menerbitkan Faktur Pajak;
pengembalian BKP tersebut. 5. Jenis barang dan harga jual BKP yang
dikembalikan;
6. PPN atas BKP yang dikembalikan;
7. PPNBM atas BKP yang tergolong
yang
8. Tanggal pembuatan Nota Retur;
9. Tanda tangan pembeli.
Dalam hal terjadi kelebihan bayar PKP perlu menimbang-
Manajemen
nimbang apakah akan melakukan kompensasi atau Restitusi PPN
melakukan restitusi. Pertimbangan utama dalam
menentukan pilihan tersebut melakukan kalkulasi biaya
pemeriksaan dan opportunit cost dari dana yang tertanam
di negara.
Biaya pemeriksaan merupakan biaya yang akan
dikeluarkan perusahaan atas pemeriksaan pajak yang
berlangsung. Sedangkan opportunity cost dapat tercermin
dan tingkat bunga deposito yang berlaku. Ketika
opportunity cost lebih besar dibandingkan dengan biaya
pemeriksaan, maka Wajib Pajak akan cenderung meminta
restitusi.
Aspek yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan restitusi
PPN
Jumlah Besarnya PPN yang Lebih Bayar
Semakin besar PPN yang lebih bayar tersebut, maka sebaliknya permohonan restitusi dilakukan
maka semakin besar lebih bayar dalam SPT masa PPN, maka akan semakin besar opportunity cost
yang hilang jika tidak direstitusi.
Kondisi Keuangan Perusahaan
Kondisi keuangan perusahaan ini juga ikut menentukan perlu tidaknya melakukan restitusi PPN.
Jika perusahaan cukup banyak cashflow, maka kebutuhan restitusi juga akan menurun. Restitusi PPN
merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan cash inflow dari pada harus memperoleh dengan
pinjaman/kredit ke Bank.
Kesiapan Perusahaan untuk Diperiksa
Tidak semua perusahaan siap untuk di periksa pajak. Kesiapan menghadapi pemeriksaan pajak
ini dapat dilihat dari: Kelengkapan dokumen yang mendukung transaksi perusahaan yang akan di
audit. Misalnya kelengkapan Faktur Pajak Masukan maupun Faktur Pajak Keluaran, pencatatan; Ada
atau tidaknya personil yang akan menangani pemeriksaan secara langsung. Hal ini bisa dikaitkan
dengan siklus pekerjaannya masing-masing.
Prediksi Masa Depan Pembayaran PPN
Jika diprediksi bahwa kelebihan PPN tersebut dapat dikompensasikan dengan Pajak Keluaran
yang akan terhutang di masa yang akan datang, maka sebaiknya perlu dimintakan restitusinya.
Taat Pajak Pajak Dapat Efisien dengan Cara
Menjaga Kepatuhan pada UU PPN
Hal-hal yang selalu perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan pajak
yaitu:
• Review faktur pajak berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku.
• Pembayaran (penyetoran) tidak lebih dari tanggal terakhir bulan
berikutnya.
• SPT Masa PPN selalu dilaporkan pada tanggal bulan berikutnya.
• Memastikan sistem pengarsipan atau penyimpanan dokumen PPN
yang rapih dan terdokumentasi untuk dapat menghadapi pemeriksaan.
• Ekualisasi harus dapat menjelaskan keterkaitan perbedaan antara
penjualan yang dilaporkan pada SPT PPh Badan dengan Penjualan
yang dilaporkan pada SPT Masa PPN.
Buku Besar (Ledger) Untuk Analisis Ekualisasi PPN
Dilaporkan ke SPT Tahunan PPh SPT MASA PPN
tahun 2013
Masa 2013 Badan Selisish

Penjualan PPN Keluaran PPN Keluaran Peredaran Bruto Berdasarkan data di


Januari 1.000 100 100 1.000 - samping pada bulan
Februari 2.000 200 200 2.000 - Desember terdapat
Maret 5.000 500 500 5.000 - selisih 100 PPN
April 4.000 400 400 4.000 - Keluaran yang
Mei 2.000 200 200 2.000 - dilaporkan dan yang
Juni 1.000 100 100 1.000 - terdapat di General
Juli 5.000 500 500 5.000 - Ledger, penyebabnya
Agustus 5.000 500 500 5.000 - adanya nota retur
September 4.000 400 400 4.000 - (retur penjualan) yang
Oktober 2.000 200 200 2.000 - belum di jurnal oleh
November 4.000 400 400 4.000 - bagian akuntansi
Desember 5.000 500 400 4.000 100 sehingga terjadi selisih
Jumlah 40.000 3.200 3.900 39.000 100 demikian.
Tanggung Jawab Renteng
Ketentuan tanggung jawab renteng terdapat dalam UU PPN Nomor 42 Pasal 16 F yang mengatakan:
“Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas
pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukan bukti bahwa pajak telah dibayar.”

Kesan yang timbul dari tanggung jawab renteng ini adalah

● Sanksi Perpajakan untuk satu objek pajak PPN dikenakan lebih dari satu kali, dimana penjual dan
pembeli sama-sama dikenakan. Ini tak sesuai dengan karakter legal dari PPN yang bersifat non kumulatif
dan tidak menimbulkan pajak berganda.
● Sesuai dengan karakteristik PPN sebagai pajak tidak langsung senantiasa menjaga sifat netralitas, maka
tanggung jawab pemungutan pajak (serta penyetoran dan pelaporan) dalam hal ini berada di tangan
penjual yang melakukan penyerahan BKP/JKP.
Atas dasar kondisi ini maka pihak perusahaan sebagai pembeli perlu melakukan tindakan antisipasi dengan
memastikan.
● Jangan pernah ada satupun faktur penjualan (commercial invoice) yang diterbitkan perusahaan tanpa
disertai faktur pajak, dan sesuai dengan program e-faktur (ada kode barcode di faktur pajak).
● Setiap transaksi penjualan harus ada kontrak penjualan dan Purchase Order (PO) sehingga sengketa
tentang syarat penjualan (harga pajak, termin pembayaran dan lain-lain) bila dihindari dikemudian hari.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam perencanaan PPN
• Perlu kita perhatikan pesyaratan formal Faktur Pajak yang dapat dikreditkan agar tidak menimbulkan
kerugian bagi perusahaan. Cross-cek dan cermati dengan teliti Faktur Pajak.
• Berkaitan dengan batas waktu tiga bulan atas pengkreditan Faktur Pajak Masukan, maka semakin
lebih baik bagi perusahaan karena perusahaan sudah dapat mengkreditkan walaupun belum
melakukan pembayaran. Usahakan faktur Pajak sudah diterima sebelum lewat tiga bulan setelah
berakhirnya masa pajak, kecuali untuk pemungut PPN agar perusahaan tidak disibukan oleh
pembetulan SPT Masa PPN.
• Jika Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keļuaran, maka kelebihan PPN tersebut dapat
diperhitungkan dan dimintakan restitusi atau kompensasi. Pemiliha model restitusi atau kompensasi
bergantung pada kondisi masing-masing PKP. Pengusaha Kena Pajak (PKP) perlu memperhatikan
secermat mungkin tata cara pembuatan faktur pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku (e-faktur
dijabarkan di atas) agar terhindar dari dari sanksi 2 % dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sesuai
dengan Pasal 14 ayat 4 Undang-Undang KUP.
• Melakukan pemusatan tempat terutangnya PPN jika perusahaan memiliki banyak cabang tujuannya
agar dapat diawasi dengan mudah.
Analisa Peraturan Restisusi yang Di
Setahunkan
Proses pengurusan restitusi yang memakan waktu lama juga membuat PKP menjadi enggan jikalau
terjadi SPM masa PPN lebih bayar. Karena DJP akan melakukan pemeriksaan dan melakukan
sehati-hati mungkin untuk melihat kebenaran dari SPT masa PPN lebih bayar tersebut.
Atas dasar tersebut pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/ PMK.03/2010
Tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah yang inti dari PMK ini berbunyi kelebihan pajak dilakukan pada akhir tahun pajak,
kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak yang memiliki kriteria tertentu dapat langsung melakukan
restitusi kelebihan pembayaran pajak.
Penelitian ini bertujuan mengukur dampak kerugian dari sisi keuangan (cash flow) atas PPN yang
direstitusikan selama setahun yang didasari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010.
Sebelumnya, peraturan PMK Nomor: 54/PKM 03/2009, memperbolehkan untuk melakukan
restitusi atas kelebihan PPN setiap bulan dengan dilakukan pemeriksaan oleh fiskus terlebih
dahulu.
Pembahasan
Terjadinya restitusi PPN dikarenakan PKP kelebihan membayar PPN, dimana angka PPN Masukan lebih besar
setelah dikurangi dengan PPN Keluaran. Ada dua cara untuk mengatasi kelebihan pembayaran PPN, pertama
cara kompensasi, kedua cara restitusi. PKP banyak memilih cara pertama karena jika memilih cara kedua akan
mengalami pemeriksaan, sedangkan memilih cara kesatu PKP tidak langsung mengalami pemeriksaan pajak
pada saat SPT Masa PPN dilaporkan ke pihak otoritas pajak.
Sehubungan dengan restitusi PPN, ada peraturan yang cukup efektif dan berpihak dengan dunia bisnis ini yang
tertuang dalam PMK Nomor 54/PKM 03/2009, yang menjelaskan sehubungan dengan PKP yang memenuhi
persyaratan tertentu juga mendapatkan fasilitas khusus berupa pengembalian pendahuluan, dimana kriteria PKP
yang memenuhi persyaratan tertentu meliputi:
A. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
B. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menjalankan pembukuan
dengan:
1. Jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
paling banyak sama dengan batasan peredaran Usaha Wajib Pajak orang pribadi yang diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma perhitungan netto (Rp 4,8 miliar).
2. Jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan PPh kurang dari Rp 1.000.000,- atau jumlah lebih bayar
menurut SPT Tahunan PPh paling banyak 0,5% dari jumlah peredaran usaha sebagaimana dimaksud
pada butir 1)
Pembahasan
C. Wajib Pajak dengan:

1. Jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT tahunan PPh paling banyak Rp 5.000.000.000,-
dan

2. Jumlah lebih bayar menurut SPT tahunan kurang dari Rp 10.000.000,

D.PKP yang telah menyampaikan SPT Tahunan dan SPT masa PPN dengan

1. Jumlah penyerahan menurut SPT Masa PPN untuk suatu masa pajak paling banyak Rp
400.000.000,- dan

2. Jumlah lebih bayar menurut SPT Masa PPN paling banyak Rp 28.000.000,-

Sedangkan Kriteria PKP tertentu yang tertuang dalam Pasal 17C UU KUP meliputi:
Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan.
Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan Pajak yang telah
memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran Pajak
Pembahasan
Kepada PKP Kriteria Tertentu yang penerapanya dilakukan melalui keputusan Dirjen Pajak ini
diberikan fasilitas khusus berupa pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, namun apabila:
Terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindakan penyidikan tindak pidana Perpajakan.
Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 2 (dua) masa
pajak berturut-turu.
Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 3 (tiga) masa
pajak dalam 1(satu) tahun kalender.
● Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.

Kepada PKP Kriteria Tertentu yang penerapanya dilakukan melalui keputusan Dirjen Pajak ini
diberikan fasilitas khusus berupa pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, namun apabila:
● Terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindakan penyidikan tindak pidana Perpajakan.
● Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 2 (dua)
masa pajak berturut-turu.
● Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 3 (tiga)
masa pajak dalam 1(satu) tahun kalender.
● Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
Pembahasan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Pengembalian
Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang inti
dari PMK ini berbunyi kelebihan pajak dilakukan pada akhir tahun pajak, kecuali bagi
Pengusaha Kena Pajak sebagai berikut:
Perusahaan Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud.
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak.
● Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 9 Undang-undang PPN.
Analisa
Perhitungan

Jumlah pajak lebih bayar x


(1+r)n
Terima kasih
sudah
menyimak

Anda mungkin juga menyukai