Anda di halaman 1dari 4

Nama : Abiyyu Hidayat

NIM : 215030400111017
Metode Pengkreditan Pajak Masukan
A. Pengkreditan Pajak Masukan
1. Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan
Jika pengusaha melakukan penyerahan yang terutang PPN dan tidak terutang PPN atau
dibebaskan, dan pengusaha tidak mengetahui atau mencampurkan antara pajak masukan
yang atas penyerahannya dibebaskan atau tidak terutang dengan yang terutang PPN, maka
pajak masukan yang dapat dikreditkan menggunakan pedoman pengkreditan. Rumus untuk
pedoman pengkreditan PPN: P = PM x Z
Keterangan:
• P adalah jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan.
• PM adalah jumlah pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP.
• Z adalah persentase yang sebanding dengan jumlah penyerahan yang terutang pajak
• terhadap penyerahan seluruhnya.
PKP mengkreditkan pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP tersebut pada bulan
perolehan BKP dan/atau JKP di SPT Masa PPN bulan perolehan BKP dan/atau JKP. Pada
akhir tahun buku, setelah diketahui berapa jumlah total penyerahan yang sebenarnya atas
penyerahan yang terutang PPN, tidak terutang PPN atau dibebaskan PPN, PKP melakukan
penghitungan kembali pajak masukan berdasarkan pedoman penghitungan pengkreditan
pajak masukan sebagai berikut:
a. Untuk BKP dan JKP yang masa manfaatnya lebih dari 1 (satu) tahun:
P’ = PM/T x Z’
Keterangan:
• P’ adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam 1 (satu) tahun buku.
• PM adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena
• Pajak.
• T adalah masa manfaat BKP dan/atau JKP yang ditentukan sebagai berikut: untuk BKP
• berupa tanah dan bangunan adalah 10 (sepuluh) tahun dan untuk BKP selain tanah dan
• bangunan dan JKP adalah 4 (empat) tahun;
• Z’ adalah persentase yang sebanding dengan jumlah penyerahan yang Terutang Pajak
• terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku.
b. Untuk BKP dan JKP yang masa manfaatnya 1 (satu) tahun atau kurang:
P’ = PM x Z’
Keterangan:
• P’ adalah jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan dalam 1 (satu) tahun buku.
• PM adalah jumlah pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP,
• Z’ adalah persentase yang sebanding dengan jumlah penyerahan yang terutang pajak
• terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku.
• Pedoman pengkreditan PPN ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak
Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang
Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak.
2. Pengkreditan Pajak Masukan Normal
Tata cara pengkreditan pajak masukan berkaitan erat dengan kondisi faktur pajak
sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang (UU) PPN. Pasal ini mengatur
persyaratan faktur pajak yang dapat dikreditkan dan kondisi faktur pajak yang menyebabkan
tidak dapat dikreditkan. Berikut syarat-syarat faktur pajak yang dapat dikreditkan menurut
UU PPN:
1. Pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran dalam
masa pajak yang sama.
2. Pajak masukan yang belum dikreditkan pada masa pajak yang sama, masih boleh
dikreditkan di masa pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya
masa pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan
belum dilakukan pemeriksaan.
3. Pajak masukan yang dikreditkan harus memenuhi persyaratan formal dan material.
4. Pajak masukan yang dikreditkan harus mencantumkan keterangan tentang
penyerahan BKP dan/atau JKP yang paling sedikit memuat:
• Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan
BKP atau JKP;
• Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;
• Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan
harga;
• PPN yang dipungut;
• PPnBM yang dipungut;
• Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak; dan
• Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.
Karena faktur pajak sekarang berbentuk elektronik, maka tanda tangan pun dibuat secara
elektronik. Sertifikat elektronik merupakan tanda tangan bagi penerbit faktur pajak.
Adapun, PKP yang melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan
pengambilalihan usaha, pajak masukan atas BKP yang dialihkan dan belum dikreditkan oleh
PKP yang mengalihkan maka pajak masukan tersebut dapat dikreditkan oleh PKP yang
menerima pengalihan sepanjang belum dibiayakan atau dikapitalisasi. Sedangkan, kondisi
faktur pajak yang tidak dapat dikreditkan adalah:
1. Perolehan BKP atau JKP, pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP
dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;
2. Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha;
3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon,
kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean
yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan “dokumen tertentu yang
kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak”;
5. Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya ditagih dengan penerbitan
ketetapan pajak;
6. Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa
PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan
7. Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi;
8. Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya :
• tidak memenuhi ketentuan informasi minimal sebagaimana di atas;
• tidak memenuhi persyaratan formal dan material; atau
• tidak mencantumkan nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima
JKP.
9. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP yang
atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN.
10. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP yang
atas penyerahannya tidak terutang PPN.
B. Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Ada Pajak Keluaran
1. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan mengalikan tarif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 dengan Dasar Pengenaan Pajak.
2. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk
Masa Pajak yang sama.
3. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan,
maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha
Kena Pajak.
4. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar
daripada Pajak keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat
dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya.
5. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak disamping melakukan
penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak,
sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari
pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak
Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
6. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak disamping melakukan
penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak,
sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui
dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan
yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
7. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha yang dikenakan Pajak
Penghasilan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana
dimaksudkan dalam Undang-undang Perubahan Kedua Undang-undang Pajak
Penghasilan 1984, dapat dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan
pengkreditan Pajak Masukan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
8. Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara yang diatur pada ayat (2) bagi
pengeluaran untuk :
• Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak;
• Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai
hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
• Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van,
dan kombi;
• Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak;
• Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutan pajaknya
berupa Faktur Pajak Sederhana;
• Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
• Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 (6);
• Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih
dengan penerbitan ketetapan pajak;
• Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang
diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.
9. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran
pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya selambat-
lambatnya pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku yang bersangkutan,
sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.

Anda mungkin juga menyukai