Anda di halaman 1dari 4

Nama : Abiyyu Hidayat

NIM : 215030400111017

Subjek Pajak Pertambahan Nilai


Pengusaha
Untuk dapat digolongkan sebagai PKP, suatu person harus merupakan pengusaha.
Dalam UU PPN, definisi pengusaha telah dirumuskan dalam Pasal 1 angka 14 UU PPN sebagai
berikut:
“Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan
usaha atau pekerjaanya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari
luar Daerah Pabean.”
Dari definisi ini dapat diketahui bahwa pengusaha mencakup orang pribadi atau badan usaha
yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya:
a) Menghasilkan barang;
b) Mengimpor barang;
c) Mengekspor barang;
d) Melakukan usaha perdagangan;
e) Memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean;
f) Melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa;
g) Memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
Oleh karena itu, apabila orang pribadi atau badan melakukan kegiatan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya diatas, orang pribadi/badan tersebut tidak termasuk dalam pengertian
pengusaha berdasarkan UU PPN.
Pengusaha Kecil
Biasanya dicapai dengan menetapkan tingkat minimum atau ambang batas kegiatan
usaha dan hanya mewajibkan orang-orang dengan tingkat kegiatan di atas minimum untuk
menjadi pengusaha kena pajak. Ukuran yang biasa digunakan untuk mengukut kegiatan usaha
adalah jumlah nilai peredaran (total turnover of taxable goods and services) yang diserahkan
dalam suatu periode, tentunya tidak termasuk penyerahan yang dibebaskan dari PPN atau yang
di luar cakupan PPN. Namun, ada pula negara, contohnya Bolivia tidak menggunakan nilai
peredaran (turnover), tetapi menggunakan term of income or assets untuk mengukur kegiatan
usaha yang digunakan dalam menemukan threshold.
Batasan (threshold) Pengusaha Kecil menurut Keputusan Menteri Keuangan RI No.
571/KMK.03/2003 tertanggal 29 Desember 2003 dan Peraturan Menteri Keuangan RI No.
68/PMK.3/2010 tertanggal 23 Maret 2010, pengusaha yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan
bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Sehingga sejak tahun 2004,
batas minimal untuk menentukan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto, tidak lagi
dibedakan antara apakah pengusaha tersebut melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak.
Hubungan Istimewa
Pengusaha Kena Pajak
Pengertian PKP dalam UU PPN di Indonesia terdapat dalam Pasal 1 angka 15 UU PPN
dengan rumusan sebagai berikut:
“Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-
Undang ini.”
Berdasarkan pengertian di atas, berikut dapat dijabarkan lebih lanjut mengenai elemen utama
dari PKP yang dapat digunakan untuk menganalisis apakah suatu person merupakan PKP
berdasarkan UU PPN.
a) PKP adalah pengusaha
b) Pengusaha tersebut melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP yang dikenai PPN
berdasarkan UU PPN.
Kewajiban PKP
Pengusaha Kena Pajak wajib melakukan kewajiban perpajakan lainnya, yaitu sebagai
berikut:
1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
2. Memungut PPN yang terutang.
3. Menerbitkan faktur pajak.
4. Membuat pencatatan atau pembukuan atas kegiatan usahanya.
5. Menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak
Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yg dapat dikreditkan, serta menyetorkan
pajak penjualan barang mewah yg terutang. Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh
Pengusaha Kena Pajak, harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya, setelah
berakhirnya Masa Pajak dan sebelum surat pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai disampaikan.
6. Melaporkan perhitungan pajak melalui surat pemberitahuan pajak, yaitu SPT masa PPN
paling lama akhir bulan berikutnya, setelah berakhirnya masa pajak.
Kewajiban Melaporkan Usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP
Berdasarkan Pasal 44 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang
Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta
Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, pelaporan kegiatan usaha
untuk dikukuhkan sebagai PKP di Indonesia dapat dilakukan dgn menyampaikan permohonan
kepada:
a) KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal/tempat kedudukan,
dan/atau tempat kegiatan usaha pengusaha; atau
b) KPP tertentu yang ditetapkan oleh DJP.
Terdapat 2 cara yg dapat dilakukan pengusaha untuk menyampaikan permohonan pengukuhan
PKP. Pertama, permohonan tersebut disampaikan secara elektronik melalui saluran tertentu yg
ditetapkan oleh DJP. Sistem e-Registration mulai efektif digunakan sejak tahun 2005, yaitu
sejak diterbitkannya Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor: KEP-173/PJ/2004. Kedua,
permohonan untuk dikukuhkan sebagai PKP dapat disampaikan secara tertulis dengan
dilampiri dokumen yang disyaratkan baik secara langsung, melalui pos dgn bukti pengiriman
surat, maupun melalui perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
Bentuk Kerja Sama Operasi
Tata Cara Pengukuhan, Pencabutan PKP, dan Perubahan Data PKP
- Pengukuhan PKP:
Pengusaha yang melaporkan kegiatan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib
mengisi, menandatangi, dan menyampaikan formular pendaftaran ke Kantor Pelayanan Pajak.
KPP menerbitkan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, paling lama 3 (tiga) hari kerja
berikutnya, setelah pelaporan beserta persyaratannya diterima secara lengkap. Dalam hal wajib
pajak melakukan pendaftaran sekaligus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP,
maka Nomor Pokok Wajib Pajak, Surat Keterangan Terdaftar, dan Surat Pengukuhan PKP
diterbitkan secara bersamaan, paling lama 3 (tiga) hari kerja berikutnya, setelah permohonan
pendaftaran dan pelaporan beserta persyaratannya diterima secara lengkap.
- Pencabutan PKP:
Pencabutan pengukuhan PKP dilakukan oleh DJP terhadap:
a. PKP dengan status wajib pajak tidak aktif (wajib pajak nonefektif);
b. PKP yang tidak diketahui keberadaan dan/atau kegiatan usahanya;
c. PKP menyalahgunakan pengukuhan PKP;
d. PKP pindah alamat ke wilayah kerja KPP lain;
e. PKP yang sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai PKP;
f. PKP telah dipusatkan tempat terutangnya PPN di tempat lain; dan
g. PKP yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pencabutan pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud dapat dilakukan atas permohonan PKP
atau secara jabatan berdasarkan hasil verifikasi/hasil pemeriksaan. Pencabutan pengukuhan
sebagai PKP dilakukan berdasarkan hasil verifikasi apabila pencabutan pengukuhan tersebut
dilakukan terhadap:
a. PKP orang pribadi yang telah meninggal dunia;
b. PKP telah dipusatkan tempat terutangnya PPN di tempat lain;
c. PKP yang pindah alamat tempat tinggal, tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan
usaha ke wilayah kerja KPP lainnya;
d. PKP yang jumlah peredaran usaha dan/atau penerimaan brutonya untuk 1 (satu) tahun
buku tidak melebihi batas jumlah perederan usaha dan/atau penerimmaan bruto untuk
pengusaha kecil dan tidak memilih untuk menjadi PKP;
e. PKP selain perseroan terbatas dengan status tidak aktif (nonefektif) dan secara nyata
tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha; atau
f. PKP BUT yang telah menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.
Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan juga dapat dilakukan berdasarkan hasil verifikasi
apabila pencabutan tersebut terkait dengan hasil sensus pajak nasional, hasil konfirmasi
lapangan atau pengawasan setelah pengukuhan PKP, atau hasil kegiatan lain yang dilakukan
oleh DJP.
- Perubahan Data PKP:
PKP harus selalu memberikan informasi setiap perubahan data dan identitasnya kepada
KPP. Sebaliknya, KPP juga harus selalu memeriksa dan memperbaharui informasi data PKP.
Dengan demikian, perubahan data PKP dapat dilakukan atas permohonan PKP ataupun secara
jabatan.
Permohonan perubahan data oleh PKP dapat diajukan atau dilakukan secara elektronik
dengan mengisi Formulir Perubahan Data Wajib Pajak pada aplikasi e-Registration yg tersedia
pada laman DJP di www.pajak.go.id atau secara tertulis.
Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak Berwujud, atau JKP Dikenai PPN apabila dilakukan
oleh PKP
Mengacu pada Pasal 1 angka 11 UU PPN yang merumuskan pengertian ekspor BKP
berwujud dan Pasal 1 angka 28 UU PPN yang menjelaskan pengertian ekspor BKP tidak
berwujud, pengusaha yang mengekspor barang adalah orang pribadi atau badan yg melakukan
kegiatan mengeluarkan barang berwujud atau tidak berwujud, dari dalam daerah pabean ke luar
daerah pabean. Orang pribadi atau badan yg melakukan kegiatan ekspor biasa disebut eksportir.
Definisi ekspor JKP telah diatur dalam Pasal 1 angka 29 UU PPN. Dengan demikian,
yang dimaksud dengan pengusaha yang melakukan ekspor jasa adalah orang pribadi atau badan
yang menyerahkan jasa ke luar daerah pabean.

Anda mungkin juga menyukai