Anda di halaman 1dari 33

BAB 2

KETENTUAN DAN TATACARA PERPAJAKAN

NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)

DEFINISI NPWP

NPWP ATAU Nomor pokok wajib pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak
(WP) sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal
diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

FUNGSI NPWP

NPWP memiliki fungsi sebagai:

1. Tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak

2. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan

FORMAT NPWP

NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 digit pertama yang merupakan Kode Wajib Pajak dan 6
digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan.

Contoh : 01.444.555.6-428.000

KEWAJIBAN MENDAFTARKAN DIRI DAN MELAPORKAN USAHA

1. Berdasarkan sistem "self assessment"Seluruh Wajib Pajak (WP), baik orang pribadi,
badan, maupun Pemotong/Pemungut, wajib mendaftarkan diri pada Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) melalui Kantor Pelayanan Pajak.
2. Orang Pribadi berpenghasilan diatas PTKP (termasuk OP yg mendapatkan
penghasilan dari satu pemberi kerja yg tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas)
3. Kewajiban mendaftarkan diri tersebut juga berlaku terhadap wanita kawin yang
dikenakan pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim.
4. Wanita kawin yang atas kehendak sendiri secara tertulis berdasarkan perjanjian
pemisahan penghasilan dan harta.
5. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha atau Badan yang mempunyai tempat kegiatan
usaha, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP baik di kantor DJP
melalui Kantor Pelayanan Pajak.
Pengukuhan sebagai PKP berfungsi sebagai berikut :
a. dipergunakan untuk mengetahui identitas PKP yang sebenarnya;
b. dipergunakan untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serta
c. Untuk pengawasan administrasi perpajakan.
TEMPAT PENDAFTARAN DAN PELAPORAN WP/PKP TERTENTU
Pada dasarnya WP mengajukan permohonan NPWP dan Pengukuhan PKP ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal bagi orang pribadi
yang tidak melakukan usaha, dan meliputi tempat tinggal dan/atau tempat kegiatan usaha
bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan usaha dan meliputi tempat kedudukan Wajib
Pajak Badan.
Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran WP yaitu :
1. Untuk WP OP yang tidak menjalankan usaha/pekerjaan bebas:
● Formulir Permohonan Pendaftaran
● Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi penduduk Indonesia; atau
● Paspor dan/atau ditambah Surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang
sekurang-kurangnya Lurah/ Kepala Desa bagi orang asing
2. Untuk WP OP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas:
 Formulir Permohonan Pendaftaran.
 Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi penduduk Indonesia; atau
 Paspor dan/atau ditambah Surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang
berwenang sekurang-kurangnya Lurah/ Kepala Desa bagi orang asing.
 Surat Ijin Usaha/Keterangan Tempat Usaha pernyataan tempat kegiatan usaha.
3. Untuk WP Badan:
● Formulir Permohonan Pendaftaran
● Fotokopi Akte Pendirian
● Fotokopi KTP salah seorang pengurus aktif (bagi penduduk Indonesia); atau
● Paspor dan/atau ditambah Surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang
sekurang-kurangnya Lurah/ Kepala Desa bagi orang asing
4. Untuk Bendaharawan sebagai WP Pemungut/Pemotong:
● Formulir Permohonan Pendaftaran.
● Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan.
● Fotokopi KTP bendaharawan.

NPWP dapat diberikan kepada WP yang mendaftarkan diri pada hari kerja berikutnya. Jika
WP sekaligus dikukuhkan sebagai PKP, Surat Pengukuhan PKP diterbitkan secara bersamaan
paling lama 3 hari kerja berikutnya setelah permohonan pendaftaran dan pelaporan beserta
persyaratannya diterima secara lengkap.
PENERBITAN NPWP DAN PENGUKUHAN PKP SECARA JABATAN
Direktur Jenderal PajaK dapat menerbitkan NPWP dan mengukuhkan PKP secara jabatan
apabila orang pribadi atau badan telah memenuhi syarat sebagai WP/PKP tetapi tidak
mendaftarkan diri dan atau tidak melaporkan usahanya.
Pemberian NPWP secara jabatan atau pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan apabila
berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki Ditjen Pajak ternyata orang pribadi atau badan
tersebut memenuhi syarat untuk diberikan NPWP atau dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak
memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri.

PENGHAPUSAN NPWP DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PKP

Penghapusan NPWP dapat dilakukan dalam hal :


a. WP meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan;
b. Warisan yang belum terbagi (dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak) sudah selesai dibagi;
c. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan;
d. WP orang pribadi yang tidak memenuhi syarat lagi untuk digolongkan sebagai WP;
e. WP badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku; dan
f. WP BUT yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai BUT.
Pencabutan Pengukuhan PKP dapat dilakukan dalam hal:
a. WP pindah alamat ke wilayah Kerja KPP Lain
b. WP dibubarkan
c. WP tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP

Permohonan penghapusan NPWP harus diselesiakan dalam jangka waktu 6 bulan bagi wajib
pajak orang pribadi dan 12 bulan bagi wajib pajak badan. Sedangkan pencabutan pengukuhan
PKP harus diselesaikan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal diterimanya
permohonan secara lengkap.

Bagi Pengusaha Kecil dalam hal peredaran usaha untuk tahun buku tidak melebihi batas
peredaran bruto, maka PKP dapat mengajukan pencabutan pengukuhan PKP paling lambat 3
bulan setelah berakhirnya tahun buku yang bersangkutan dan akan diproses/diperiksa dalam
waktu 2 bulan sejak permohonan diterima.
JANGKA WAKTU PENDAFTARAN NPWP DAN PELAPORAN GUNA
PENGUKUHAN PKP

WP Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan WP Badan wajib
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama satu bulan setelah saat usaha mulai
dijalankan (saat usaha mulai dijalankan adalah saat yang terjadi lebih dulu antara saat
pendirian dan saat usaha nyata-nyata mulai dilakukan),
Untuk orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, apabila sampai
dengan suatu bulan penghasilannya melebihi PTKP setahun, wajib mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP paling lambat akhir bulan berikutnya.
WP sebagai Pengusaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam UU PPN yang :
a. memilih sebagai PKP, wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai
PKP;
b. tidak memilih sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku
seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan oleh Menteri
Keuangan, maka wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling
lambat akhir masa pajak berikutnya.

WAJIB PAJAK PINDAH ALAMAT

WP dapat pindah karena 2 hal yaitu :


a. pindah tempat tinggal/tempat kedudukan/tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP
PRATAMA lain atau;
b. terjadi perubahan status perusahaan yang mengakibatkan KPP PRATAMA tempat WP
terdaftar harus berubah.
KPP PRATAMA lama wajib menerbitkan Surat Pindah untuk diberikan kepada WP paling
lama pada hari kerja berikutnya setelah surat pernyataan pindah diterima. Surat Pindah ini
untuk diserahkan Kepada KPP PRATAMA Baru. Surat ini dibuat jika surat pernyataan
pindah beserta persyaratannya telah diterima secara lengkap oleh KPP PRATAMA Lama.

KPP PRATAMA Baru wajib menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar paling lama pada hari
kerja berikutnya dalam hal :
a. surat peryataan pindah beserta persyaratannya secara lengkap disampaikan ke KPP
PRATAMA Baru, atau
b. setelah menerima Surat Pindah dari WP.
Untuk pindah sebagai PKP, KPP PRATAMA Lama menerbitkan Surat Pindah paling lama
pada hari kerja berikutnya (setelah dokumen lengkap) setelah menerima surat pernyataan
pindah dari PKP atau pemberitahuan adanya surat pernyataan pindah dari KPP PRATAMA
Baru. KPP PRATAMA Baru menerbitkan Surat Pengukuhan PKP paling lama 3 (tiga) hari
setelah menerima Surat Pindah dari KPP PRATAMA Lama. Kemudian KPP PRATAMA
Lama menerbitkan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP berdasarkan tembusan Surat
Pengukuhan PKP yang diterbitkan oleh KPP PRATAMA Baru paling lama pada hari kerja
berikutnya.

SURAT SETORAN PAJAK (SSP)


Surat Setoran Pajak merupakan sarana yang di gunakan untuk pembayaran pajak atau
penyetoran pajak

PEMBAYARAN PAJAK
a. WP dapat menggandakan sendiri SSP sepanjang bentuk, ukuran, dan isinya sesuai dengan
Lampiran
b. SSP Standar dibuat dalam rangkap 4 (empat) yang peruntukannya sebagai berikut :
- Lembar ke-1 : Untuk arsip Wajib Pajak
- Lembar ke-2 : Untuk Kantor Pelayanan Pembendaharaan Negara (KPPN)
- Lembar ke-3 : Untuk dilaporkan Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak
- Lembar ke-4 : Untuk arsip Bank Persepsi & Kantor Pos Giro

TEMPAT DAN SISTEM PEMBAYARAN

Pembayaran pajak dapat dilakukan dimanapun di seluruh Indonesia di Kantor Pos dan Bank
BUMN/BUMD atau bank-bank lain yang ditunjuk oleh DJP. Pembayaran pajak dilakukan
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP)

BATAS WAKTU PEMBAYARAN PAJAK DAN SANKSI TERLAMBAT BAYAR


1. PPh pasal 25 paling lambat disetorkan tanggal 15 bulan berikutnya
2. PPh pasal 29 sebelum SPT Tahunan disampaikan.

 Apabila Wajib Pajak terlambat melakukan pembayaran akan dikenakan sanksi bunga 2%
sebulan dihitung dari jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran.
 Jika tanggal jatuh tempo pembayaran bertebatan hari libur maka pembayaran dapat
dilakukan pada hari berikutnya.

Contoh Soal :
Wajb pajak Bambang harus membayar PPh pasal 25 (angsuran pajak yang harus dibayar
sendiri) sebesar Rp 5.000.000 mulai Januari 2016.
Berikut ini adalah pembayaran PPh pasal 25 yang dilakukan untuk bulan Januari sampai
Maret 2016:
1. Bulan Januari 2016 dibayar sebesar Rp 5.000.000 pada tanggal 13 Februari 2016 dan
dilaporkan ke KPP Cibeunying pada tanggal 28 Februari 2016.
2. Bulan Februari 2016 dibayar sebesar Rp 5.000.000 pada tanggal 21 April 2016 dan
dilaporkan ke KPP Cibeunying pada tanggal 25 April 2016.
3. Bulan Maret 2016 dibayar sebesar Rp 5.000.000 pada tanggal 25 April 2016 dan
dilaporkan ke KPP Cibeunying pada tanggal 27 April 2016.
4. STP diterbitkan pada tanggal 5 Mei 2016
Diminta:
Hitunglah denda yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP) yang diterbitkan KPP
Cibeunying beserta cara penghitungannya.

No Perhitungan Jumlah
.

1.

2.

3.
Total denda yang tercantum dalam STP

SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK (SPT)


PENGERTIAN SPT
SPT adalah Surat yg oleh WP digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau
pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak, dan atau harta dan kewajiban

JENIS SPT
SPT ada 2 jenis yaitu:
1. SPT Masa yaitu untuk suatu masa pajak
SPT Masa terdiri dari:
 SPT Masa PPh
 SPT Masa PPN
 SPT Masa PPnBM
2. SPT Tahunan yaitu untuk suatu tahun pajak.
SPT Tahunan terdiri dari:
 SPT 1771- Rupiah : SPT Tahunan bagi Wajib Pajak Badan
 SPT 1771- U$ : SPT Tahunan bagi Wajib Pajak Badan yang diizinkan
menyelenggarakan pembukuan dalan bahasa Inggris dan
mata uang dollar Amerika Serikat
 SPT 1770 : SPT Tahunan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang
memiliki penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas,
dari satu atau lebih pemberi kerja
 SPT 1770 S : SPT Tahunan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang
memiliki penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja,
dengan penghasilan bruto lebih dari 60 juta rupiah setahun
 SPT 1770 SS : SPT Tahunan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang
memiliki penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja,
dengan penghasilan bruto tidak lebih dari 60 juta rupiah
setahun
 SPT 1721 : SPT Tahunan PPh Pasal 21
FUNGSI SPT
Fungsi SPT bagi Wajib Pajak Penghasilan yaitu:
a. melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya
terutang
b. melaporkan tentang :
 pembayaran atau pelunasan pajak yg telah dilaksanakan sendiri dan/atau
melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam suatu tahun pajak atau bagian
tahun pajak
 Penghasilan yang merupakan objek dan bukan objek Pajak ;
 Harta dan Kewajiban ;
 Pembayaran dari pemotong / pemungut tentang pemotongan atau pemungutan dalam
satu Masa Pajak.

Fungsi SPT bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yaitu:

a. Melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah PPN/PPn BM yang


sebenarnya terutang, dan
b. Melaporkan tentang:
 Pengkreditan PM terhadap PK;
 Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan atau
melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak;

Fungsi SPT bagi Pemotong/Pemungut yaitu:


 melaporkan dan mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut
dan disetorkan (bagi pemotong atau pemungut).

PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN

1. SPT harus diisi dengan benar, lengkap, jelas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku, kemudian ditandatangani dan disampaikan ke KPP
PRATAMA atau tempat lain yang ditentukan oleh Dirjen Pajak sesuai dengan jangka
waktu yang telah ditentukan. SPT Tahunan harus disampaikan selambat-lambatnya tiga
bulan (OP) & empat bulan (PPh Badan) setelah tahun buku/takwim berakhir
2. SPT harus diisi dalam Bahasa Indonesia, huruf latin, menggunakan angka arab satuan mata
uang rupiah (Kecuali WP yang telah mendapat izin Menkeu untuk menyelenggarakan
pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah, yaitu dalam
mata uang US $).
3. SPT dapat diambil pada tempat WP terdaftar atau dicetak sendiri oleh WP, namun harus
sesuai dengan format yang baku
4. Apabila yang mengisi dan menandatangani Surat Pemberitahuan orang lain (bukan WP
ybs.), harus melampirkan surat kuasa khusus
5. Surat Pemberitahuan wajib dilengkapi dengan lampiran yang ditentukan menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku, termasuk neraca dan perhitungan laba rugi
(bagi WP yang melakukan pembukuan).
6. Jika WP menggunakan tahun takwim, batas waktu pelunasan adalah akhir bulan ketiga/
keempat setelah tahun pajak berakhir atau bagi WP yang tahun bukunya tidak sama dengan
tahun takwim akhir bulan ketiga/ keempat setelah tahun buku berakhir;

PENYAMPAIAN SPT DENGAN MEDIA ELEKTRONIK

SPT dapat disampaikan dalam bentuk kertas dan dalam bentuk elektronik (e-SPT). SPT dalam
bentuk kertas adalah SPT dengan cara konvensional sedang SPT Elektronik adalah SPT
dalam bentuk digital (berisi rekaman data elemen SPT Induk beserta lampirannya) yang data
digitalnya atau yang informasi digitalnya disampaikan melalui jaringan komunikasi data,
sebagai lampiran dari SPT Induk hasil cetakan data tersebut. Penyampaian SPT Digital
dilakukan khusus untuk SPT Masa PPh, SPT Masa PPN, dan SPT Tahunan PPh.
Yang dimaksud dengan penyampaian SPT dalam bentuk digital adalah penyampaian SPT
dengan menggunakan media komputer (floppy, CD) atau secara elektronik. Aplikasi yang
digunakan dalam menyusun SPT digital adalah e-SPT yang merupakan aplikasi yang
diberikan secara cuma-cuma oleh DJP. Aplikasi e-SPT dapat digunakan untuk :
- merekam data-data perpajakan seperti identitas WP, bukti pemotongan, faktur pajak, data-
data SSP, dll;
- Mencetak bukti potong dan formulir SPT induk;
- Membentuk file data SPT untuk disimpan di disket;
- Mengimpor data dari sistem yang telah dimiliki oleh WP dengan mengacu pada format
data yang sesuai dengan aplilkasi e-SPT.

Tata Cara Pelaporan


Cara I : Menggunakan media komputer :
- WP membawa formulir SPT Induk hasil cetakan aplikasi e-SPT yang telah ditand
atangani;
- File data SPT yang tersimpan dalam media komputer turut disertakan.
Cara II : Melalui jaringan internet (e-Filing) :
- WP membawa formulir SPT Induk hasil print out setelah selesai melakukan
pengiriman (submission) SPT melalui jaringan internet.
- File Data SPT langsung terekam ke komputer Ditjen Pajak dalam hitungan detik
begitu WP selesai mengirimkannya melalui jaringan internet.
Penyampaian e-SPT yang menggunakan media digital dapat disampaikan langsung ke KPP
PRATAMA atau melalui pos atau melalui jaringan komunikasi data ke alamat :
www.pajak.go.id. Kemudian WP menyampaikan Berita Acara Penitipan Data, yaitu SPT
Induk yang telah ditandatangani WP/kuasanya disertai dengan lampiran SPT dalam bentuk
media digital (disket/cd), baik secara langsung ke KPP PRATAMA setempat maupun melalui
pos.
SPT masa dalam bentuk kertas dapat disampaikan secara langsung oleh WP ke Kantor
Pelayanan Pajak atau KP2KP dan akan diberi tanggal penerimaan dan bukti penerimaan oleh
petugas yang ditunjuk. SPT Masa dapat juga dikirimkan melalui Kantor Pos secara tercatat,
dan bukti pengiriman/resi sebagai bukti penerimaan.
Penyampaian Surat Pemberitahuan selain melalui Kantor Pos dapat dilakukan dengan melalui
perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak.
Syarat bagi perusahaan jasa kurir :
a. Berbentuk badan;
b. Memiliki izin usaha jasa ekspedisi atau jasa kurir;
c. Mempunyai NPWP dan telah dikukuhkan sebagai PKP;
d. Bersedia menandatangani perjanjian dengan Dirjen Pajak.
Tanda bukti dan tanggal penerimaan untuk penyampaian Surat Pemberitahuan melalui
perusahan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang telah ditunjuk DJP, diangggap sebagai tanda
bukti dan tanggal penerimaan SPT sepanjang Surat Pemberitahuan tersebut lengkap.

SANKSI ADMINISTRASI ATAS KETERLAMBATAN ATAU TIDAK


MENYAMPAIKAN SPT

Sanksi administrasi berupa denda dikenakan :


a. Sebesar Rp.100.000,00 bagi WP yang tidak atau terlambat menyampaikan SPT Masa kec
PPN;
b. Sebesar Rp.500.000,00 bagi WP yang tidak atau terlambat menyampaikan SPT Masa PPN
c. Sebesar Rp.100.000,00 bagi WP yang tidak atau terlambat menyampaikan SPT Tahunan
Pajak Penghasilan Orang Pribadi;
d. Sebesar Rp.1.000.000,00 bagi WP yang tidak atau terlambat menyampaikan SPT Tahunan
Pajak Penghasilan Badan;

PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN

WP yang tidak dapat menyampaikan SPT Tahunan pada waktunya dapat mengajukan
permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan secara tertulis dengan
menggunakan Formulir 1770-Y (Orang Pribadi) atau 1771-Y (Badan) atau 1721-Y (PPh Pasal
21) ke KPP PRATAMA tempat WP terdaftar (Seksi Pelayanan) dengan syarat :
a. permohonan diajukan secara tertulis kepada Kepala KPP PRATAMA sebelum batas waktu
penyampaian SPT Tahunan berakhir dengan menyebutkan alasan-alasannya;
b. menyampaikan perhitungan sementara PPh yang terutang untuk tahun pajak yang
bersangkutan dan bagi WP yang menyelenggarakan pembukuan agar melampirkan laporan
keuangan sementara;
c. melampirkan bukti pelunasan atas kekurangan pajak terutang berupa Surat Setoran Pajak
(SSP).
Pada umumnya, WP yang meminta perpanjangan ini karena laporan keuangannya sedang
diaudit oleh Kantor Akuntan Publik, atau alasan lain yang dapat diterima oleh Dirjen Pajak.
Permohonan perpanjangan ini harus dilakukan sendiri oleh WP,
a. sebelum batas waktu penyampaian SPT berakhir;
b. menyebutkan alasan secara jelas;
c. jika dalam 7 hari kerja tidak ditanggapi oleh KPP PRATAMA tempat WP terdaftar maka
permohonan WP dianggap diterima;
d. perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan diberikan paling lama 2 (dua)
bulan.

Sanksi yang dikenakan akibat perpanjangan


Dalam hal WP diperbolehkan menunda penyampaian surat pemberitahuan dan ternyata
penghitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya
terutang, maka atas kekurangan pembayaran pajak tersebut dikenakan bunga sebesar 2%
sebulan yang dihitung dari saat berakhirnya kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan
sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut, dan bagian dari bulan
dihitung penuh satu bulan.

PEMBETULAN SPT TAHUNAN

Pembetulan SPT Tahunan atau Masa dapat dilakukan di Tempat Pelayanan Terpadu dengan
melampirkan dokumen-dokumen yang diperlukan. Dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah
berakhirnya bagian tahun pajak atau tahun pajak, WP dapat membetulkan sendiri SPT
Tahunan yang telah disampaikan sepanjang Dirjen Pajak belum melakukan tindakan
penyidikan. Pembetulan dapat dilakukan dengan melampirkan formulir SPT Tahunan yang
telah disampaikan dan mencantumkan kata 'SPT TAHUNAN 17XX PEMBETULAN" dan
disampaikan pada Kantor Pelayanan Pajak tempat WP terdaftar.

Syarat-syarat pembetulan :
1. pembetulan dengan kemauan sendiri;
2. melampirkan fotokopi SPT yang telah disampaikan;
3. melampirkan SSP lembar ke-3 jika ada pembayaran tambahan.

Sanksi Perpajakan akibat Pembetulan


a. Pembetulan yang dilakukan kurang dari dua tahun jika ada kekurangan pembayaran pajak
akibat pembetulan tersebut, maka akan dikenakan sanksi sebesar 2% sebulan atas jumlah
pajak yang kurang dibayar dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir
sampai tanggal pembayaran karena pembetulan Surat Pemberitahuan.
b. Jika melebihi batas waktu 2 tahun masih dapat diperbolehkan asal belum diterbitkan SKP,
WP mengungkapkan ketidakbenaran SPT dengan kemauan sendiri dalam laporan
tersendiri.
Syarat yang harus dipenuhi adalah :
1 pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil;
2 rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar;
3 jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau
4 jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil.
selanjutnya WP harus melunasi pajak yang kurang dibayar disertai dengan sanksi berupa
kenaikan 50% dari pajak yang kurang dibayar.
c. Jika sudah diperiksa pun masih dapat dibetulkan asalkan belum dilakukan tindakan
penyidikan, maka WP dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran
perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang
sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda 150% dari pajak yang
kurang dibayar.

Contoh Soal:
PT Dirgantara telah menghitung dan melaporkan pajak terutang sebesar Rp15.000.000 dalam
SPT tahunan PPh badan tahun 2014 tepat pada waktunya. Pada tanggal 15 September 2015
PT Dirgantara menyadari bahwa pajak yang sebenarnya terutang adalah Rp 20.000.000 dan
pada tanggal tersebut melakukan pembetulan SPT
Diminta:
1. Jika pembetulan tersebut dilakukan sebelum ada pemeriksaan dari fiskus maka
hitunglah besarnya uang yang harus disetorkan ke kas negara.
2. Jika koreksi dilakukan setelah ada pemeriksaan tetapi sebelum diadakan penyidikan
pajak oleh fiskus, dan koreksi tersebut atas inisiatif sendiri dari wajib pajak, maka
berapakah besarnya setoran yang harus dilakukan.
3. Jika pembetulan dilakukan oleh wajib pajak (atas inisiatif sendiri) pada tanggal 25 Mei
2017 (jangka waktu pemebtulan sudah berakhir), dan belum dilakukkan penyidikan,
berapakah besarnya jumlah uang yang harus disetor ke kas negara.

No Perhitungan Jumlah
.

1.

2.
3.

SURAT KETETAPAN PAJAK

SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR (SKPKB)

SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah
kredit pajak, jumlah pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang
masih harus dibayar. SKPKB dapat diterbitkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun dalam hal
sebagai berikut:
a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau
kurang dibayar;
b. apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan
dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam Surat Teguran;
c. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya
dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);
d. apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi
sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau
e. apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.
Jika dalam jangka waktu 5 (lima) tahun tidak diterbitkan surat ketetapan pajak, maka
besarnya pajak terutang yang diberitahukan WP dalam SPT menjadi pasti.

SURAT KETETAPAN PAJAK LEBIH BAYAR (SKPLB)

1. SKPLB adalah Surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran
pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau tidak
seharusnya terutang;
2. SKPLB diterbitkan sehubungan dengan hasil pemeriksaan baik atas SPT LB yang
diajukan restitusi, SPT LB yang tidak diajukan restitusi, SPT Nihil, maupun SPT KB.
3. Dalam hal SPT LB diajukan restitusi, DJP harus menerbitkan Surat ketetapan pajak
(SKPLB atau SKPN atau SKPKB) dalam jangka waktu 12 bulan. Dan apabila dalam
jangka waktu 12 bulan tersebut belum diterbitkan. SKPLB, maka permohonan restitusi
WP dianggap dikabulkan, dan SKPLB harus diterbitkan selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 1 bulan setelah 12 bulan tersebut terlewati. Atas pajak yang lebih dibayar
ini (sama dengan lebih bayar pada SPT) ditambah bunga 2% per bulan.
4. Dalam hal permohonan restitusi atas SPT LB tersebut oleh WP dengan kriteria tertentu,
DJP setelah melakukan penelitian harus menerbitkan Surat Keputusan Pendahuluan
Kelebihan Pajak (SKPKP) paling lambat 3 bulan sejak permohonan diterima (untuk PPh)
dan 1 bulan sejak permohonan diterima (untuk PPN);
5. Setelah diterbitkan SKPKP tersebut di atas, DJP masih dapat melakukan pemeriksaan
terhadap WP dimaksud dan menerbitkan Surat ketetapan pajak. Dan apabila atas
pemeriksaan tersebut diterbitkan SKPKB, jumlah kekurangan pajaknya dikenakan sanksi
kenaikan 100%;
6. Hasil pemeriksaan atas SPT Lebih Bayar tanpa permohonan restitusi, SPT Nihil, maupun
SPT Kurang Bayar yang hasilnya menunjukan jumlah kredit pajak (Jumlah pajak yang
telah dibayar) lebih besar dari pada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan
pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.

SURAT KETETAPAN PAJAK NIHIL (SKPN)


- SKPN adalah surat ketetapan pajak yang menetukan jumlah pokok pajak sama besarnya
dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang atau tidak ada kredit pajak;
- SKPN diterbitkan sehubungan dengan hasil pemeriksaan baik atas SPT Nihil, SPT Kurang
Bayar, maupun SPT Lebih Bayar.
SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR TAMBAHAN
- SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
telah ditetapkan (dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan sebelumnya);
- SKPKBT dapat diterbitkan oleh Dirjen Pajak dalam jangka 5 (lima) Tahun sesudah saat
pajak terutang, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, apabila
ditemukan data baru (novum) dan/atau data yang semula belum terungkap yang
mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang;
- Jumlah pajak yang terutang dalam SKPKBT, ditambah dengan sanksi administrasi berupa
kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut;
- Kenaikan sebesar 100% tersebrut tidak dikenakan apabila SKPKBT tersebut diterbitkan
berdasarkan keterangan tertulis dari WP atas kehendak sendiri, dengan syarat belum ada
tindakan pemeriksaan.
- Apabila jangka waktu 5 tahun tersebut telah lewat, SKPKBT tetap dapat diterbitkan
ditambah sanksi bunga sebesar 48% dari jumlah yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal
WP setelah lewat 5 tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana dibidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

SURAT TAGIHAN PAJAK (STP)


Fungsi STP :
 Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT WP;
 Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda;
 Sarana untuk menagih pajak.

STP dapat diterbitkan dalam hal:


a. PPh dalam tahun berjalan tidak/kurang dibayar, dikenakan bunga 2% sebulan maksimal 24
bulan.
b. Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan akibat salah tulis/salah hitung, dikenakan
bunga 2% sebulan maksimal 24 bulan
c. Dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak membuat atau membuat Faktur Pajak
tetapi tidak waktu;
e. Faktur Pajak dibuat tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak,
dikenakan denda 2% dari DPP;
f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur
pajak dikenakan denda 2% dari DPP;
g. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak
Masukan. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 2007 dan perubahannya dikenakan
denda 2% dari DPP.
Terhadap STP dapat dilakukan tindakan penagihan dengan Surat Paksa karena kekuatan
hukum STP sama dengan surat ketetapan pajak (SKPKB/SKPKBT).

Contoh Penghitungan Sanksi Administrasi dalam STP


a. SPT Tahunan Pajak Penghasilan OP tahun 2015 disampaikan tanggal 31 Maret 2016.
Setelah dilakukan penelitian terdapat salah hitung yang menyebabkan Pajak Penghasilan
kurang bayar sebesar Rp.4.000.000. Atas kekurangan Pajak Penghasilan tersebut
diterbitkan STP tanggal 11 Juli 2010 dengan penghitungan sebagai berikut :
- Kekurangan bayar pajak Penghasilan Rp. 4.000.000
- Bunga 4 x 2% x Rp.4.000.000 Rp. 320.000
- Jumlah yang harus dibayar Rp. 4.320.000
Bunga dihitung dari tanggal 31 Maret 2016 - 11 Juli 2016.

b. PPh Pasal 23 yang terutang bulan September 2010 sebesar Rp.300.000.000 disetor tanggal
15 Desember 2010, misalnya jatuh tempo tanggal 10 Oktober 2010.
Bunga terutang dalam STP dihitung 3 bulan = Rp.18.000.000 (3 x 2%x Rp. 300.000.000).

PEMBUKUAN DAN PENCATATAN


PEMBUKUAN
WP diharuskan membayar pajak berdasarkan transaksi atau kegiatan yang dilakukannya. WP
harus membuktikan kepada aparat pajak (dalam pemeriksaan) bahwa kegiatan pembayaran
pajak atau dasar pembayaran pajak sudah sesuai dengan aturan perpajakan. Oleh karena itu,
untuk mendokumentasikan kegiatan WP tersebut, WP harus mengadakan pembukuan atau
pencatatan. WP badan wajib melakukan pembukuan sedang WP orang pribadi dengan kriteria
tertentu diperbolehkan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.17

Kegiatan pembukuan sesuai dengan Pasal 28 UU KUP :


a. Pembukuan mencerminkan kegiatan usaha secara wajar keadaan atau kegiatan usaha yang
sebenarnya;
b. Wajib pembukuan adalah badan sedangkan yang boleh melakukan pencatatan adalah orang
pribadi pengusaha;
c. Perkiraan minimal Asset, Liabilities, Equity, Revenue, dan Expenses serta Sales and
Purchases sebagai dasar untuk menghitung PPh terutang;
d. Pembukuan dilakukan secara taat asas;
e. Menggunakan stelsel kas atau stelsel akrual;
f. Menggunakan huruf Latin, angka Arab, mata uang rupiah dan disusun dengan bahasa
Indonesia atau dalam bahasa asing yang diijinkan Menteri Keuangan (penggunaan mata
uang selain rupiah dan bahasa asing izin dengan Menteri Keuangan yang dalam praktiknya
didelegasikan Kepada Dirjen Pajak);
g. Pembukuan disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di tempat kedudukan WP Badan.
PENCATATAN
a. Pencatatan wajib dilakukan oleh WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto (Pasal 14 UU PPh) dan WP Orang Pribadi yang
tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
b. Pencatatan dalam suatu tahun pajak meliputi jangka waktu 12 bulan, mulai tanggal 1
Januari sampai dengan 31 Desember;
c. Pencatatan harus dapat menggambarkan jumlah peredaran atau penerimaan bruto dan atau
jumlah penghasilan bruto, serta penghasilan yang bukan objek pajak atau penghasilan yang
dikenakan PPh Final, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang;
d. Bagi WP yang memiliki lebih dari satu jenis usaha dan atau tempat usaha, pencatatan harus
dapat menggambarkan jumlah peredaran atau penerimaan bruto dari masing-masing jenis
usaha atau tempat usaha yang bersangkutan.

PEMBUKUAN DALAM BAHASA ASING DAN MATA UANG SELAIN RUPIAH

WP yang dapat menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang selain
rupiah adalah:
- WP dalam rangka penanaman modal asing;
- WP dalam rangka kontrak karya pertambangan;
- WP dalam rangka kontrak bagi hasil pertambangan/pengeboran;
- WP yang berafiliasi dengan perusahaan induk di luar negeri.
Syarat-syarat :
a. Bahasa asing dan mata uang selain rupiah yang boleh dipergunakan adalah bahasa Inggris
dan mata uang dolar Amerika Serikat; dan
b. Mendapatkan ijin dari Menteri Keuangan.
PENAGIHAN DAN PEMBAYARAN UTANG PAJAK
MENGANGSUR DAN MENUNDA PEMBAYARAN PAJAK

Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan persetujuan/penolakan atas permohonan WP


setelah memenuhi syarat untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang terutang
atas :
a. Pajak yang masih harus dibayar dalam STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah
pajak yang harus dibayar bertambah.
b. Kekurangan pembayaran PPh yang masih harus dibayar dalam SPT Tahunan PPh.
Permohonan pengangsuran atau penundaan ini dapat dilakukan apabila Wajib Pajak (WP)
mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya. Apabila
permohonan disetujui, maka atas pembayaran angsuran atau penundaan tersebut dikenakan
sanksi bunga sebesar 2% sebulan.
Ketentuan Pengajuan Permohonan angsuran atau Penundaan

a. Permohonan diajukan secara tertulis Kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP
PRATAMA) tempat WP terdaftar paling lambat 15 (lima belas) hari sebelum jatuh tempo
pembayaran utang pajak berakhir, kecuali dalam hal WP mengalami keadaan di luar
kekuasaannya;
b. Permohonan disertai alasan dan jumlah pembayaran pajak yang dimohon diangsur atau
ditunda dan dilampiri bukti-bukti yang menguatkan alasan permohonan;
c. Bersedia memberikan jaminan yang besarnya ditentukan berdasarkan pertimbangan Kepala
KPP PRATAMA, seperti bank garansi, perhiasan, kendaraan bermotor, sertifikat tanah,
dan gadai dari barang bergerak lainnya, kecuali Kepala KPP PRATAMA menganggap
tidak perlu;
d. WP tidak mempunyai tunggakan pajak yang telah jatuh tempo;
e. Kepala KPP PRATAMA menerbitkan Keputusan yang dapat menerima
seluruhnya/sebagian atau menolak permohonan tersebut dalam jangka waktu 10 (sepuluh)
hari sejak permohonan diterima lengkap;
f. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf e terlampaui dan Kepala
KPP PRATAMA tidak memberi Keputusan maka permohonan dianggap diterima dan
Surat Keputusan Angsuran atau Penundaan harus diterbitkan paling lama 7 hari setelah
jangka waktu tersebut berakhir;
g. Surat Keputusan Angsuran atau Penundaan dinyatakan tidak berlaku lagi apabila WP
mengajukan permohonan pembetulan, keberatan, gugatan atau banding, atau
pengurangan/penghapusan sanksi atau pengurangan/pembatalan SKP, yang berkaitan
dengan utang pajak yang diizinkan untuk diangsur atau ditunda.
c. penghapusan utang pajak,

dengan cara mengajukan permohonan ke Seksi Penagihan di KPP PRATAMA tempat WP


terdaftar dengan menyertakan alasan-alasan yang jelas.
BUNGA PENAGIHAN

Kegiatan penagihan tersebut ditiadakan jika WP melakukan pembayaran atas utang pajak.
Jika WP mengajukan proses keberatan atau banding atas hasil pemeriksaan, maka WP tetap
harus membayar utang pajak tersebut. Keterlambatan pembayaran akan dikenakan sanksi
bunga penagihan berupa bunga 2% sebulan dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai
dengan tanggal pembayaran.

Bagi WP yang belum selesai menyusun laporan keuangan sampai dengan saat penyampaian
SPT Tahunan berakhir, diperbolehkan menunda penyampaian SPT dan jika ternyata
perhitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah yang seharusnya, maka atas
kekurangan tersebut dikenakan bunga 2% sebulan dihitung dari saat berakhirnya kewajiban
menyampaikan SPT sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan
bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

KEBERATAN
Keberatan adalah salah satu sarana penyelesaian sengketa pajak antara fiskus dan WP pada
tingkat internal Ditjen Pajak (KPP PRATAMA, Kanwil, atau Kantor Pusat DJP). Untuk
tingkat KPP PRATAMA, seksi yang menangani keberatan WP adalah Seksi Pengawasan &
Konsultasi.

WP dapat mengajukan keberatan atas :


 SKPKB;
 SKPKBT;
 SKPLB;
 SKP Nihil;
 Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

Selain dari kelima hal tersebut, WP tidak dapat mengajukan surat keberatan. Misalnya STP
(Surat Tagihan Pajak), karena bukan suatu ketetapan pajak dan juga bukan suatu pemotongan
atau pemungutan oleh pihak ketiga, maka tidak dapat diajukan keberatan.

Secara material, WP dapat mengajukan keberatan atas :


 Jumlah rugi yang ditetapkan oleh flskus;
 Jumlah besarnya pajak;
 Pemotongan atau pemungutan pajak.
Pada prinsipnya, keberatan adalah lembaga penyelesaian sengketa pajak yang bersifat
material. Dalam hal ini, sengketa pajak atas hal-hal yang bersifat formal tidak diselesaikan
melalui keberatan.

JANGKA WAKTU PENYELESAIAN

Ditjen Pajak harus sudah memberikan Keputusan atas keberatan yang diajukan WP dalam
jangka waktu 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima. Contoh penghitungan jangka
waktu 12 bulan:

Surat Keberatan dibuat pada tanggal 15 April 2009 dan diterima oleh KPP PRATAMA
pada tanggal 17 April 2009. Maka batas jangka waktu 12 bulan jatuh pada tanggal 16
April 2010.

Undang-undang tidak menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tanggal diterima adalah
tanggal diterimanya surat keberatan secara lengkap. Berbeda dengan keberatan, terhadap
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak harus diterbitkan surat ketetapan
pajak paling lambat 12 bulan sejak permohonan diterima secara lengkap (penjelasan Pasal 17
B UU KUP).

Hal ini berarti bahwa meskipun surat keberatan yang diajukan WP tidak lengkap namun
sepanjang WP telah mendapatkan tanda penerimaan surat dari fiskus (maupun tanda
pengiriman surat dari pos tercatat), maka tanggal penerimaan surat tersebut adalah tanggal
dimulainya batas waktu 12 bulan tersebut. Di kemudian hari fiskus dapat meminta kepada WP
untuk menyampaikan kelengkapan agar surat keberatan dapat diproses dengan semestinya.
Batas waktu 12 bulan tetap dihitung sejak tanggal penerimaan surat dan bukan tanggal
diterimanya kelengkapan surat keberatan.

Pengaturan jangka waktu sangat penting dalam rangka kepastian hukum. Apabila ternyata
sampai batas waktu yang ditentukan ternyata WP tidak memenuhi kelengkapan yang diminta
sehingga fiskus tidak dapat memberikan keputusan, maka fiskus dapat saja menerbitkan Surat
Keputusan Keberatan yang isinya menolak keberatan WP. Bila dalam jangka waktu 12 bulan
yang ditetapkan tersebut fiskus belum memberikan keputusan atas keberatan, maka keberatan
dianggap diterima.

SYARAT PENGAJUAN KEBERATAN


Untuk dapat mengajukan keberatan, WP harus memahami syarat-syarat (formal) pengajuan
keberatan. Surat keberatan yang tidak memenuhi syarat formal tidak dianggap sebagai surat
keberatan sehingga tidak dipertimbangkan. Oleh karena tidak dianggap sebagai surat
keberatan, maka surat keberatan yang tidak memenuhi syarat tersebut akan diperlakukan
sebagai surat biasa sehingga fiskus tidak terikat ketentuan untuk memberikan keputusan
dalam jangka waktu 12 bulan sebagaimana yang diuraikan sebelumnya meskipun pada saat
penyampaian surat keberatan fiskus memberikan bukti tanda penerimaan surat. Adapun syarat
formal yang dimaksud adalah :

1. Surat keberatan diajukan tertulis dalam bahasa Indonesia;

2. Diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak atau tanggal
pemotongan/pemungutan pajak kecuali dalam keadaan force majeure sehingga WP tidak
dapat memenuhi jangka waktu tersebut;

3. Jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi
menurut penghitungan WP harus dikemukakan;

4. Diberikan alasan-alasan yang jelas. Maksudnya adalah bahwa alasan tersebut memang
terkait langsung dengan materi keberatan;

5. Satu surat keberatan adalah untuk satu jenis pajak dalam 1 tahun pajak. Bila dalam 1 tahun
pajak terdapat 2 jenis pajak (PPh Badan dan PPh Pasal 21) maka harus dibuat 2 surat
keberatan. Atau sebaliknya untuk PPh Badan tahun pajak 2008 dan 2009, maka harus
dibuat 2 buah surat keberatan. Dalam praktiknya, 1 surat ketetapan pajak biasanya
diterbitkan atas 1 jenis pajak dalam 1 tahun pajak. Secara praktis dapat dikatakan bahwa 1
surat keberatan diajukan atas 1 surat ketetapan pajak. Untuk pemotongan/pemungutan oleh
pihak ketiga, 1 surat keberatan diajukan atas 1 bukti pemotongan/pemungutan;

KETENTUAN UMUM PENGAJUAN BANDING DAN GUGATAN

Dalam mengajukan banding atau gugatan, harus diperhatikan beberapa ketentuan formal yang
diatur oleh undang-undang. Adapun ketentuan-ketentuan tersebut adalah :

Ketentuan Banding :

1. Diajukan dengan Surat Banding kepada Pengadilan Pajak dalam bahasa Indonesia;

2. Diajukan dalam jangka waktu 3 bulan setelah tanggal diterima keputusan yang dibanding,
kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

Contoh :

SK Keberatan yang diterbitkan tanggal 20 Februari 2010 diterima pada tanggal 2 Maret
2010. Maka batas terakhir pengiriman Surat Banding adalah tanggal 1 Juni 2010.
Tanggal diterima keputusan harus dicantumkan dalam penulisan Surat Banding. Kemudian
dalam jangka waktu 3 bulan ini, pemohon banding masih dapat melengkapi surat
bandingnya. Dalam hal terdapat surat atau dokumen tambahan yang disusulkan, maka
tanggal penerimaan Surat Banding adalah tanggal diterimanya surat atau dokumen susulan
tersebut.

3. Satu Surat Banding adalah untuk 1 (satu) keputusan;

4. Disertai alasan-alasan yang jelas;

5. Dilampirkan salinan keputusan yang dibanding;

6. Jumlah pajak yang terutang telah dibayar adalah nilai kesepakatan antara Tim Pemeriksa
dan Wajib Pajak.

Ketentuan Gugatan

1. Diajukan secara tertulis kepada Pengadilan Pajak dalam bahasa Indonesia dengan
dicantumkan tanggal diterima pelaksanaan penagihan atau keputusan yang digugat;

2. Dalam hal gugatan dilakukan atas pelaksanaan penagihan pajak, diajukan dalam jangka
waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan;

3. Dalam hal gugatan dilakukan terhadap suatu keputusan, diajukan dalam jangka waktu 30
hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat;

4. Dalam hal terdapat keadaan yang memaksa (force majeur), maka jangka waktu di atas
diperpanjang sampai 14 hari sejak berakhirnya keadaan memaksa tersebut;

5. Satu gugatan adalah untuk 1 keputusan atau 1 pelaksanaan penagihan;

6. Dilampirkan salinan dokumen yang digugat.

Atas banding atau gugatan yang tidak memenuhi ketentuan formal tertentu akan diberikan
putusan Tidak Dapat Diterima dalam suatu pemeriksaan dengan acara cepat. Ketentuan
formal yang dimaksud adalah :

Banding

1. Diajukan dengan Surat Banding dalam bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak;

2. Diajukan dalam jangka waktu 3 bulan setelah tanggal diterima Keputusan yang dibanding,
kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan;

3. Satu Surat Banding adalah untuk 1 Keputusan;


4. Jumlah pajak terutang yang disepakati telah dibayar;

5. Banding dapat diajukan oleh WP, ahli waris, pengurus, atau kuasa hukumnya.

Gugatan

1. Gugatan diajukan secara tertulis kepada Pengadilan Pajak dalam bahasa Indonesia;

2. Satu gugatan adalah untuk 1 Keputusan atau 1 pelaksanaan Penagihan.

YANG DAPAT MENGAJUKAN BANDING ATAU GUGATAN

Yang berhak mengajukan banding adalah WP. Eksistensi WP secara formal ditunjukkan
dengan NPWP (untuk PPh dan PPN). Sehingga orang atau badan yang belum memiliki
NPWP tidak dapat mengajukan banding.

Berbeda dengan banding, yang dapat mengajukan gugatan adalah penggugat. Dalam hal ini
tidak dibatasi apakah penggugat tersebut WP atau bukan.

Disamping itu, dalam pengajuan gugatan atau banding WP dapat diwakiii oleh ahli waris (WP
meninggal), pengurus (WP badan), kurator (WP pailit), atau kuasa hukumnya (pengacara,
konsultan pajak, atau kuasa khusus).

PUTUSAN PENGADILAN PAJAK

Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Sehingga atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, tidak dapat diajukan gugatan ke Peradilan
Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, atau Badan Peradilan lain. Namun demikian, pihak-
pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali Kepada Mahkamah Agung
atas putusan Pengadilan Pajak tersebut. Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa :

a) menolak;

b) mengabulkan seluruhnya;

c) mengabulkan sebagian;

d) menambah pajak yang harus dibayar;

Imbalan Bunga Pasal

Apabila keberatan atau banding yang diajukan WP diterima sebagian atau seluruhnya dan
diikuti dengan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi maka WP berhak atas
imbalan bunga. Adapun imbalan bunga yang berhak diterima oleh WP adalah sebesar 2% per
bulan dengan maksimum sebanyak 24 bulan. Penghitungan jangka waktu imbalan bunga
dimulai sejak tanggal pembayaran sanksi sampai dengan tanggal penerbitan SK Pengurangan
atau Penghapusan Sanksi Administrasi.

Contoh : Dalam kasus di atas PT XYZ melunasi SKPKB pada tanggal 25 September 2009
sehingga terlambat. Akibatnya PT XYZ dikenakan sanksi administrasi berupa bunga Pasal 19
(1) sebesar : 1 x 2% x Rp.50 juta = Rp.1 juta.

Pada tanggal 1 Nopember 2009 diterbitkan STP untuk menagih sanksi administrasi tersebut.
PT XYZ kemudian membayar sanksi administrasi yang ditagih via STP tersebut pada tanggal
1 Desember 2009. Kemudian sehubungan dengan diterimanya keberatan WP, maka pada
tanggal 20 Februari 2010 diterbitkan SK pengurangan/penghapusan sanksi administrasi.

Pembahasan :

1) Bila SK Keberatan memutuskan WP lebih bayar Rp 4 juta

a) Jangka waktu imbalan bunga = 1 Desember 2009 s.d. 20 Februari 2010

b) Dasar perhitungan imbalan bunga = Rp.1 juta (jumlah pembayaran atas STP)

c) Jumlah imbalan bunga = 3 x 2% x Rp.1.000,000,00 = Rp.60.000

d) Jumlah yang seharusnya diterima kembali WP = Rp.1.000.000,00 + Rp.60.000,00

= Rp.1.060.000,00

2) Bila SK Keberatan memutuskan WP kurang bayar Rp 30 juta

a) Dasar perhitungan imbalan bunga= Rp.400 ribu (jumlah pembayaran atas STP -
jumlah sanksi adm. yang seharusnya) => Rp 1 juta -
(1 x 2% x Rp 30 juta) =

Rp 400.000,00

b) Jumlah Imbalan Bunga = 3 x 2% x Rp 400.000,00 =Rp.24.000,00

c) Jumlah yang seharusnya diterima = Rp.400.000,00 + Rp.24.000,00 = Rp.424.000,00

kembali oleh WP

PIDANA PAJAK

KEALFAAN DALAM PIDANA PAJAK

Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh WP, sepanjang menyangkut
tindakan administrasi perpajakan dikenakan sanksi administrasi, sedangkan yang menyangkut
tindak pidana di bidang perpajakan, dikenakan sanksi pidana. Perbuatan atau tindakan
sebagaimana dimaksud dalam pasal ini bukan merupakan pelanggaran administrasi tetapi
merupakan tindak pidana.

Dengan adanya sanksi pidana tersebut, diharapkan tumbuhnya kesadaran WP untuk mematuhi
kewajiban perpajakan seperti yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan.

Setiap orang yang karena kealfaannya :

a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau

b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar,sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan
atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar.

Kealfaan yang dimaksud dalam pasal ini berarti tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau
kurang mengindahkan kewajibannya, sehingga perbuatan tersebut menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara.

KESENGAJAAN DALAM PIDANA PAJAK

Perbuatan atau tindakan sebagaimana dalam pidana pajak yang dilakukan dengan sengaja
dikenakan sanksi yang berat mengingat pentingnya peranan penerimaan pajak dalam
penerimaan negara.

Setiap orang yang dengan sengaja :

a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
d. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau
tidak lengkap;
e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
f. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan
seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan
atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
h. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang
dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau
i. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut

sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Pidana sebagaimana dimaksud dilipatkan 2 (dua) apabila seseorang melakukan lagi tindak
pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya
menjalani pidana penjara yang dijatuhkan. Untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak
pidana di bidang perpajakan, maka bagi mereka yang melakukan lagi tindak pidana di bidang
perpajakan sebelum lewat satu tahun sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana
penjara yang dijatuhkan, dikenakan pidana lebih berat, yaitu dilipatkan 2 (dua) dari ancaman
pidana semula.

Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan
atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok WP atau Surat Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, atau menyampaikan Surat
Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf c dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau
melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohon dan atau kompensasi yang
dilakukan oleh WP.

Penyalahgunaan atau penggunaan tanpa hak Nomor Pokok WP atau Surat Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak, atau penyampaian Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau
tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi pajak dan atau kompensasi
pajak yang tidak benar, sangat merugikan negara. Oleh karena itu, percobaan melakukan
tindak pidana tersebut merupakan delik tersendiri.

Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10 tahun sejak
saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau
berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

Tindak pidana di bidang perpajakan daluwarsa 10 tahun, dari sejak saat terutangnya pajak,
berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan. Hal tersebut
dimaksudkan guna memberikan suatu kepastian hukum bagi WP, Penuntut Umum, dan
Hakim. Jangka waktu 10 tahun tersebut adalah untuk menyesuaikan dengan daluwarsa
penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak
yang terhutang.

Pejabat yang karena kealfaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 UU-KUP, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun dan denda paling banyak Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang
menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Penuntutan terhadap tindak pidana hanya
dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.
PEMERIKSAAN PAJAK
PENGERTIAN PEMERIKSAAN PAJAK

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan
atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pemeriksa Pajak adalah PNS dilingkungan Ditjen Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh
Dirjen Pajak yang diberi tugas wewenang, dan tanggungjawab untuk melaksanakan pemeriksaan
dibidang perpajakan

NORMA PEMERIKSAAN PAJAK

1. Norma Pemeriksaan Lapangan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak

a. Pemeriksa Pajak harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat
Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) pada waktu melakukan pemeriksaan;
b. Pemeriksa pajak wajib memberitahukan secara tertulis tentang akan dilakukan
pemeriksaan kepada Wajib Pajak (WP);
c. Pemeriksa pajak wajib memperlihatkan tanda pengenal pemeriksa dan surat perintah
pemeriksaan kepada WP;
d. Pemeriksa pajak wajib melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak untuk menjelaskan
maksud dan tujuan pemeriksaan, hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah
pemeriksaan hak Wajib Pajak mengajukan permohonan dilakukan pembahasan dengan
Tim Quality Assurance Pemeriksaan dalam hal terdapat hasil pemeriksaan yang belum
disepakati;
e. Pemeriksaan menuangkan hasil pertemuan dengan Wajib Pajak dalam bentuk berita acara
hasil pertemuan
f. Pemeriksa pajak menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada Wajib Pajak;
g. Pemeriksa pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada WP tentang hasil
pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara surat pemberitahuan dengan hasil
pemeriksaan untuk ditanggapi WP;
h. Pemeriksa pajak memberikan hak hadir kepada Wajib Pajak dalam rangka Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan dalam batas waktu yang telah ditentukan
i. Pemeriksa pajak wajib memberi petunjuk kepada WP mengenai penyelenggaraan
pembukuan atau pencatatan dan petunjuk lainnya mengenai pemenuhan kewajiban
perpajakan sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan agar
penyelenggaraan pembukuan atau pencatataan dan pemenuhan kewajiban perpajakan
dalam tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
j. Pemeriksa wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen pendukung
lainnya yang dipinjam dari WP paling lambat empat belas hari sejak selesainya
pemeriksaan;
k. Pemeriksa Pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala
sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh WP dalam rangka
pemeriksaan.

2. Norma Pemeriksaan Kantor yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak

a. Pemeriksa pajak dengaan menggunakan surat panggilan yang ditandatangani oleh Kepala
Kantor yang bersangkutan, memanggil WP untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal
Pajak yang ditunjuk dalam rangka pemeriksaan;
b. Pemeriksa pajak wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan, hak dan kewajiban
Wajib Pajak selama dan setelah pemeriksaan hak Wajib Pajak mengajukan permohonan
dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dalam hal terdapat
hasil pemeriksaan yang belum disepakat;
c. Pemeriksaan menuangkan hasil pertemuan dengan Wajib Pajak dalam bentuk berita acara
hasil pertemuan
d. Pemeriksa pajak menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada Wajib Pajak;
e. Pemeriksa pajak menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada Wajib Pajak;
f. Pemeriksa pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada WP tentang hasil
pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara surat pemberitahuan dengan hasil
pemeriksaan untuk ditanggapi WP;
g. Pemeriksa pajak memberikan hak hadir kepada Wajib Pajak dalam rangka Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan dalam batas waktu yang telah ditentukan
h. Pemeriksa pajak wajib memberi petunjuk kepada WP mengenai penyelenggaraan
pembukuan atau pencatatan dan petunjuk lainnya mengenai pemenuhan kewajiban
perpajakan sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan agar
penyelenggaraan pembukuan atau pencatataan dan pemenuhan kewajiban perpajakan
dalam tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengann ketentuan yang berlaku;
i. Pemeriksa pajak wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen
pendukung lainnya yang dipinjam dari WP paling lambat 7 (tujuh) hari sejak selesainya
pemeriksaan;
j. Pemeriksa Pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala
sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh WP dalam rangka
pemeriksaan.

3. Norma Pemeriksaan sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan

a. Pemeriksaan dapat dilakukan oleh seseorang atau lebih pemeriksa pajak;


b. Pemeriksaan dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, di kantor WP atau dikantor
lainnya atau di pabrik atau ditempat usaha atau pekerjaan bebas WP atau ditempat tinggal
WP atau ditempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak;
c. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila dipandang perlu dapat dilanjutkan
di luar jam kerja;
d. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan;
e. Laporan Pemeriksaan Pajak disusun berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan;
f. Hasil Pemeriksaan lapangan yang seluruhnya disetujui WP atau kuasanya, dibuatkan
surat pernyataan tentang persetujuan tersebut dan ditandatangani oleh WP yang
bersangkutan atau kuasanya;
g. Terhadap temuan dalam pemeriksaan lengkap yang tidak atau tidak seluruhnya disetujui
oleh WP, dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan dibuatkan Berita Acara
Hasil Pemeriksaan;
h. Berdasarkan laporan pemeriksaan pajak, diterbitkan surat ketetapan pajak dan surat
tagihan pajak kecuali pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan penyidikan.

4. Norma Pemeriksaan sehubungan dengan WP

a. Dalam hal pemeriksaan lapangan, WP berhak meminta kepada pemeriksa untuk


memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan tanda pengenal pemeriksa;
b. WP berhak meminta kepada pemeriksa pajak untuk memberikan penjelasan tentang
maksud dan tujuan pemeriksaan;
c. Dalam hal pemeriksaan kantor, WP wajib memenuhi panggilan untuk datang menghadiri
pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan;
d. WP wajib memenuhi permintaan peminjaman buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-
dokumen yang diperlukan untuk kelancaran pemeriksaan dan memberikan keterangan
dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal surat permintaan, dan
apabila permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh WP, maka pajak yang terutang dapat
dihitung secara jabatan;
e. WP berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak rincian yang berkenaan dengan hal-hal
yang berbeda antara lain pemeriksaan dengan surat pemberitahuan;
f. WP atau kuasanya wajib menandatangani surat pernyataan persetujuan apabila seluruh
hasil pemeriksaan disetujuinya;
g. Dalam hal pemeriksaan lengkap, WP atau kuasanya wajib menandatangani Berita Acara
Hasil Pemeriksaan apabila hasil pemeriksaan tersebut tidak atau tidak seluruhnya
disetujui;
h. WP wajib memenuhi permintaan peminjaman buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-
dokumen, yang diperlukan untuk kelancaran pemeriksaan dalam jangka waktu paling
lama tujuh hari sejak tanggal surat permintaan dan apabila permintaan tersebut tidak
dipenuhi oleh WP maka jumlah pajak yang terutang dapat dihitung secara jabatan;
i. Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan, WP wajib melaksanaan ketentuan sebagaimana
diatur Pasal 29 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.

PEDOMAN PEMERIKSAAN PAJAK

1. Pedoman Umum Pemeriksaan :


a. Pemeriksaan dilaksanakan oleh pemeriksa pajak yang :

1) telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keetrampilan sebagai
pemeriksa pajak;

2) bekerja dengan jujur, bertanggungjawab, penuh pengabdian, bersikap terbuka, sopan,


dan obyektif serta wajib menghindarkan diri dari perbuatan tercela; dan

3) menggunakan keahliannya secara cermat dan seksama serta memberikan gambaran


yang sesuai dengan keadaan sebenarnya tentang Wajib Pajak.

b. Temuan hasil pemeriksaan dituangkan dalam kertas kerja pemeriksaan sebagai bahan
untuk menyusun laporan pemeriksaan pajak.

2. Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan

a. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan
tujuan pemeriksaan, dan dengan pengawasan yang seksama;

b. Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh, yang harus


dikembangkan dengan bukti yang kuat dan berkaitan melalui pencocokan data,
pengamatan, tanya jawab, dan tindakan lain berkenaan dengan pemeriksaan;

c. Pendapat dan kesimpulan pemeriksaan pajak harus didasarkan pada bukti yang kuat daan
berkaitan, dan berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.

Anda mungkin juga menyukai