Anda di halaman 1dari 13

21/09/2013

NPWP dan NPPKP


A. NPWP dan NPPKP
1. Dasar Hukum
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
2. Pengertian
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Sedangkan NPPKP adalah nomor yang harus dimiliki setiap pengusaha yang berdasarkan
Undang-Undang PPN dikenakan pajak, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat
Jenderal Pajak untuk dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak).

3. Fungsi:
a. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak
b. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi

4. Syarat untuk memperoleh NPWP dan NPPKP:


a. Wajib Pajak Orang Pribadi non usahawan: fotokopi KTP/Kartu Keluarga/SIM/Paspor
b. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan:
1) Fotokopi KTP/Kartu Keluarga/SIM/Paspor
2) Fotokopi Surat Izin Usaha atau Surat Keterangan Tempat Usaha dari instansi yang
berwenang
c. Untuk Wajib Pajak Badan:
1) Fotokopi akta pendirian
2) Fotokopi KTP salah seorang pengurus
3) Fotokopi Surat Izin Usaha atau Surat Keterangan Tempat Usaha dari instansi yang
berwenang
d. Untuk bendaharawan sebagai pemungut.pemotong:
1) Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan
2) Fotokopi tanda bukti diri/KTP/Kartu Keluarga/SIM/Paspor
e. Jika pemohon berstatus perusahaan anak/cabang, maka harus melampirkan bukti pendaftaran
perusahaan induk pusatnya.
Fotokopi tersebut harus disahkan oleh petugas pendaftaran pada saat diserahkan oleh Wajib
Pajak, jika pendaftaran melalui pos, maka fotokopi tersebut disahkan oleh pejabat/instansi
yang berwenang.
5. Cara memperoleh NPWP dan NPPKP
Cara memperoleh NPWP dan NPPKP adalah datang sendiri ke Kantor Direktorat Jenderal
Pajak di wilayah tempat tinggal Wajib Pajak sekaligus melampirkan kelengkapannya dan
menyapaikan secara langsung atau melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak/Kantor
Penyuluhan Pajak setempat, termasuk wanita kawin yang melakukan pisah harta.

6. Penghapusan NPWP dan NPPKP


Pengertian penghapusan disini adalah tindakan menghapuskan NPWP atau NPPKP dati Tata
Usaha Kantor Pelayanan Pajak. Ketentuan-ketentuan khusus dan syarat-syarat penghapusan
NPWP adalah sebagai berikut:
a. Wajib Pajak meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan:
1) Fotokopi akta kematian atau;
2) Laporan kematian dari instansi yang berwenang
b. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, harus ada surat
nikah/akta perkawinan dari Catatan Sipil;
c. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai subjek pajak, bila telah dibagi harus ada
surat keterangan selesainya pembagian warisan tersebut;
d. Wajib Pajak Badan yang telah dibubarkan secara resmi, disyaratkan adanya akta pembubaran;
e. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang kehilangan statusnya sebgai BUT, harus ada permohonan
Wajib Pajak yang dilampiri dokumen yang mendukung;
f. Wajib Pajak orang pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Pajak
Adapun Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP), syarat-syaratnya adalah sebagai
berikut:
a. Pengusaha Kena Pajak pindah alamat;
b. Badan yang telah dibubarkan secara resmi;
c. Pengusaha Kena Pajak lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Pengusaha Kena Pajak
7. Catatan Khusus tentang NPWP:
a. Wajib Pajak yang berpenghasilan lebih kecil dari Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau
hanya memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja tidak wajib mempunyai NPWP
b. Apabila Wajib Pajak sebenarnya tidak wajib ber-NPWP, tapi jika memerlukan bisa mendaftarkan
diri
c. Setipa Wajib Pajak hanya mempunyai satu NPWP untuk semua jenis pajak
d. Perusahaan perseorangan ber-NPWP atas nama pemilik
e. Untuk badan yang baru berdiri sebaiknya tetap mempunyai NPWP karena pabila rugi dapat
dikompensasikan pada tahun berikutnya.
8. Sanksi
Jika Wajib Pajak dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak NPWP sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara,
diancam dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun dan denda setinggi-tingginya empat
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.
Sumber:
Vaelntina Sri Sumardiyanti dan Aji Suryo, Perpajakan Indonesia, cet.1, Yogyakarta: UPP AMP
YKPN, 2003
http://www.pajak.net/info/tata_cara_penghapusan_npwp.htm, diakses tanggal 21 September
2013, pukul 19.30

FUNGSI NPWP DAN NPPKP


FUNGSI NPWP DAN NPPKP

Fungsi dari Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah sebagai berikut
a. Dipergunakan untuk bisa mengetahui identitas Wajib Pajak yang sebenarnya, sehingga setiap
Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP.
b. Sarana dalam administrasi perpajakan
c. Berguna untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi
perpajakan.

Sedangkan fungsi dari NPPKP(Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena pajak) adalah sebagai
berikut
1. Dibergunakan sebagai identitas pengusaha kena pajak yang sebenarnya
2. Berguna untuk admnistrasi pemenuhan Kewajiban Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
barang Mewah.
3. Berguna untuk pengawasan administrasi perpajakan.

Yang Wajib Memperoleh NPWP adalah sebagai berikut


1. Setiap wajib pajak pribadi yang mempunyai penghasilan netto dalam satu tahun diatas penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP).
2. Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah berdasarkan perjanjian pemisahan harta yang
didasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis
3. Setiap badan usaha termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi subjek pajak walaupun
menderita kerugian.

4. Wajib pajak pemotong atau Pemungut Pajak

Yang dikecualikan untuk memperoleh NPWP adalah sebagai berikut :


1. Setiap wajib Pajak pribadi yang mempunyai penghasilan netto dalam satu tahun dibawah
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
2. Wajib pajak pribadi yang memperoleh penghasilan semata-mata hanya dari satu pemberi kerja dan
telah dipotong pajak penghasilan oleh pemberi kerja.

Yang diwajbkan untuk melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak adalah sebagai berikut :
a. Pengusaha yang telah melakukan penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak lebih dari
Rp. 600.000.000,00 setahun (UU Nomor 18 tahun 2000)
b. Pengusaha yang melakukan kegiatan impor barang kena pajak (importer)
c. Pengusaha yang melakukan kegiatan ekspor barang kena pajak (eksportir).

Sumber : Buku Perpajakan (Pembahasan Berdasarkan UU dan Aturan Pajak Terbaru(, Oleh Achmad
Tjahjono dan Muhammad Fakhri Husein
NPWP & NPPKP
Materi II

Ketentuan Umum NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)


Berdasarkan sistem self assessment setiap Wajib Pajak (WP) wajib mendaftarkan diri ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4)
/ Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan WP, untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP).

Fungsi NPWP :
Sarana dalam administrasi perpajakan;
Tanda pengenal diri atau Identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya;
Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.

Wajib Pajak Orang Pribadi yang wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP adalah :
1. Orang Pribadi yang menjalakan usaha atau pekerjaan bebas;
2. Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, yang memperoleh
3. penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yaitu Rp12 juta per tahun wajib
mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya;
4. Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup terpisah berdasarkan
keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan
dan harta;
5. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat usaha berbeda dengan
tempat tinggal, selain wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan
usaha dilakukan.

Penerbitan NPWP Secara Jabatan


KPP dapat menerbitkan NPWP secara jabatan, apabila WP tidak mendaftarkan diri untuk diberikan
NPWP, bila berdasarkan data yang dimiliki DJP ternyata WP memenuhi syarat untuk memperoleh
NPWP.

Sanksi Yang Berhubungan Dengan NPWP


Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak NPWP, sehingga dapat merugikan pada pendapatan negara dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

Penghapusan NPWP dan Persyaratannya


a. WP meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, disyaratkan adanya fotokopi akte
kematian atau laporan kematian dari instansi yang berwenang;
b. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, disyaratkan adanya
surat nikah/akte perkawinan dari catatan sipil;
c. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak. Apabila sudah selesai
dibagi, disyaratkan adanya keterangan tentang selesainya warisan tersebut dibagi oleh para ahli
waris;
d. WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi, disyaratkan adanya akte pembubaran yang
dikukuhkan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang;
e. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai BUT,
disyaratkan adanya permohonan WP yang dilampiri dokumen yang mendukung bahwa BUT tersebut
tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai WP;
f. WP Orang Pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai WP.
g. Bendaharawan proyek yang proyeknya sudah selesai.
h. Bendaharawan yang instansinya mengalami perubahan yang mengakibatkan nama unit
instansinya berubah.

NPPKP (Nomer Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak)


Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang
batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Fungsi Pengukuhan PKP


Pengawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban PKP di bidang PPN dan PPn BM.
Sebagai identitas PKP yang bersangkutan.

Tata Cara Pemberian serta Pelaporan dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), wajib melaporkan usahanya pada
KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat-kedudukan Pengusaha dan tempat
kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP;
Pengusaha Orang Pribadi atau Badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha berbeda dengan
tempat tinggal, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, juga wajib mendaftarkan diri ke KPP di
tempat kegiatan usaha dilakukan;
Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengajukan pernyataan
tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP;
Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu
masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang
ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
paling lambat akhir masa pajak berikutnya.

Pengukuhan PKP Secara Jabatan


KPP dapat mengukuhkan PKP secara jabatan, apabila WP tidak melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP, bila berdasarkan data yang dimiliki DJP ternyata WP memenuhi syarat
untuk PKP.

Sanksi Yang Berhubungan Dengan Pengukuhan Sebagai PKP


Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Pengukuhan
PKP, sehingga dapat merugikan pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang bayar.

Pencabutan Pengukuhan PKP


a. PKP pindah alamat;
b. WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi;
c. PKP lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP.

Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP dilakukan melalui proses pemeriksaan.

SPT ( Surat Pemberitahuan)

Pengertian SPT
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal (1) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan, Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/ atau pembayaran pajak, objek pajak dan/ atau bukan objek pajak,
dan/ atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Fungsi SPT
a. Sarana melapor dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya
terutang.
b. Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui
pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
c. Melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan
pajak orang pribadi atau badan lain dari satu masa pajak, sesuai peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.
d. Alat penelitian atas kebenaran penghitungan pajak yang terutang yang dilaporkan oleh wajib
pajak.

Jenis SPT
a. SPT Masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau
pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak.
b. SPT Tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan
pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak.

Batas Waktu Penyampaian SPT


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 3 (tiga) ayat (3) tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan, batas waktu penyampaian SPT adalah :

a. SPT Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak.
b. SPT Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi paling lama 3 (tiga) bulan
setelah akhir Tahun Pajak.

Perpanjangan Batas Waktu Penyampaian SPT Tahunan


Apabila wajib pajak tidak dapat menyampaikan SPT Tahunan dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan, wajib pajak dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT
Tahunan yang diajukan kepada Dirjen Pajak disertai :
a. Alasan penundaan penyampaian SPT Tahunan.
b. Surat pernyataan perhitungan sementara pajak yang terutang dalam satu tahun pajak.
c. Bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang menurut perhitungan sementara
tersebut.

Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT


a. Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan atau batas
waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan, dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa dan sebesar
Rp100.000.00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak Orang Pribadi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 7 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan .
b. Setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau
menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali, didenda paling
sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua)
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3
(tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
Pasal 38 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
c. Wajib pajak tidak menyampaikan SPT karena sengaja, ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua)
kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana dibidang perpajakan sebelum
lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 39 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan. Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah
pajak terutang yang tidak/ kurang bayar.

Materi III

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (Kup)

Sistem perpajakan yang lama sudah tidak sesuai dengan kehidupan sosial ekonomi masyarakat
Indonesia. Disamping itu sistem perpajakan yang lama belum dapat menggerakkan peran dari semua
lapisan subyek pajak yang besar peranannya untuk mrnghasilkan penerimaan dalam negeri untuk
peningkatan pembangunan nasional.
Oleh karena itu pemerintah menciptakan sistem perpajakan yang baru yaitu dengan lahirnya Undang-
undang perpajakan baru yang terdiri atas :
a. Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 16 Tahun 2000.
b. Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2000.
c. Undang-undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 18 Tahun
2000.
d. Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang No. 19 Tahun 2000.
e. Undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai. Selain itu untuk mengatur
pelaksanaannya dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1995 sebagaimana telah diubah
dengan PP No. 24 tahun 2000.

Sistem pemungutan khususnya Pajak Penghasilan sudah meninggalkan sistem pemungutan pajak
lama yaitu Official Assessment System diganti dengan sistem yang baru yaitu Self Assessment
System. Dalam sistem yang baru ini wajib pajak (WP) diberikan kepercayaan oleh pemerintah dan
pembuat Undang-undang untuk :

1. Menghitung sendiri
2. Membayar
3. Melaporkan semua kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku dengan menggunakan sarana SPT ( Surat Pemberitahuan ).

Dalam sistem pemungutan pajak yang baru ini wajib pajak diberikan kepercayaan dan tanggung
jawab yang lebih besar di bidang perpajakan, dimana setiap wajib pajak yang terdaftar / mempunyai
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) harus : mengambil, mengisi dan melaporkan SPT.

Surat Ketetapan Pajak (Skp)


Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak (skp) hanya terbatas kepada WP tertentu yang disebabkan
oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak
dilaporkan oleh WP.

Fungsi Surat Ketetapan Pajak


a. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan
hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban materiil dalam memenuhi
ketentuan perpajakan.
b. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.
c. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.
d. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar
e. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.

Jenis-Jenis Ketetapan Pajak


a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,
besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan sebelumnya.
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang
terutang atau tidak seharusnya terutang.
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit
pajak.
e. Surat Tagihan Pajak (STP) Adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan dalam hal :
Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar
Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis dan atau
salah hitung;
WP dikenakan sanksi administrasi denda dan/atau bunga;
Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undangundang PPN, tetapi tidak melaporkan
kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat Faktur Pajak,
Pengusaha Kena Pajak tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat
waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak. Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan
hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat dilakukan
dengan Surat Paksa.
Pengusaha Kena Pajak melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur
pajak dikeani sanksi.
Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan
diwajibkan membayar kembali.

Daluwarsa Penetapan Pajak


Daluwarsa penetapan pajak ditentukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak akhir Masa Pajak
atau Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.

Pembetulan Ketetapan Pajak


Apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam ketetapan pajak yang tidak mengandung
persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak, dapat dibetulkan oleh Direktur Jenderal Pajak secara
jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak

Kesalahan atau kekeliruan dalam ketetapan pajak yang dapat dibetulkan


Ruang lingkup pembetulan ketetapan pajak, terbatas pada kesalahan atau kekeliruan dari :

a. Kesalahan tulis antara lain : kesalahan yang dapat berupa penulisan nama, alamat, NPWP,
nomor surat ketetapan pajak, jenis pajak, Masa atau Tahun Pajak dan tanggal jatuh tempo;
b. Kesalahan hitung, yang berasal dari penjumlahan dan atau pengurangan dan atau perkalian dan
atau pembagian suatu bilangan;
c. Kekeliruan dalam penerapan tarif, penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan
Neto, penerapan sanksi administrasi, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penghitungan PPh
dalam tahun berjalan, dan pengkreditan pajak.

Ketetapan pajak yang dapat dibetulkan


Ketetapan pajak yang dapat dibetulkan karena kesalahan atau kekeliruan, antara lain:
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
Surat Tagihan Pajak (STP);
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;
Surat Keputusan Keberatan
Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi;
Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar.

Jangka waktu penyelesaian permohonan Wajib Pajak


Jangka waktu penyelesaian permohonan pembetulan Wajib Pajak harus diselesaikan oleh Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan pembetulan
diterima. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu
keputusan, maka permohonan pembetulan yang diajukan dianggap dikabulkan.

Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi


1. Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan WP dapat mengurangkan atau
menghapus sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang ternyata dikenakan karena
adanya kekhilafan atau bukan karena kesalahan WP.
2. Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi harus memenuhi ketentuan:
a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan memberikan alasan yang jelas dan
meyakinkan;
b. Disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak yang
mengenakan sanksi administrasi tersebut;
c. Tidak melebihi jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya STP, SKPKB atau SKPKBT,
kecuali apabila WP dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena
keadaan diluar kekuasaannya;
d. Tidak mengajukan keberatan atas ketetapan pajaknya dan diajukan atas suatu STP; suatu
SKPKB atau suatu SKPKBT.

3. Direktur Jenderal Pajak harus memberi keputusan atas permohonan pengurangan atau
penghapusan sanksi administrasi paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal permohonan
diterima. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi
keputusan maka permohonan dianggap diterima.

Pengurangan Atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang Tidak Benar


1. Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan WP dapat mengurangkan atau
membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar;
2. Permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar harus memenuhi
ketentuan:
a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia untuk suatu surat ketetapan pajak;
b. Menyebutkan jumlah pajak yang menurut penghitungan WP seharusnya terhutang.
3. Direktur Jenderal Pajak harus memberi keputusan atas permohonan pengurangan atau
pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar paling lama 12 bulan sejak tanggal permohonan
diterima. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi
keputusan maka permohonan dianggap diterima.

Permintaan penjelasan/pemberian keterangan tambahan


a. Untuk keperluan pengajuan permohonan , WP dapat meminta penjelasan/keterangan tambahan,
dan Kepala KPP wajib menjawabnya secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan,
pemotongan atau pemungutan.
Catatan :
WP harus tetap memperhatikan jangka waktu pengajuan permohonan di atas.
b. WP dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelum surat keputusan
atas permohonan diterbitkan.

Kesalahan atau kekeliruan dalam ketetapan pajak yang dapat dibetulkan


Ruang lingkup pembetulan ketetapan pajak, terbatas pada kesalahan atau kekeliruan dari :
a. Kesalahan tulis antara lain : kesalahan yang dapat berupa penulisan nama, alamat, NPWP,
nomor surat ketetapan pajak, jenis pajak, Masa atau Tahun Pajak dan tanggal jatuh tempo;
b. Kesalahan hitung, yang berasal dari penjumlahan dan atau pengurangan dan atau perkalian dan
atau pembagian suatu bilangan;
c. Kekeliruan dalam penerapan tarif, penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan
Neto, penerapan sanksi administrasi, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penghitungan PPh
dalam tahun berjalan, dan pengkreditan pajak.

Jangka waktu penyelesaian permohonan Wajib Pajak


Jangka waktu penyelesaian permohonan pembetulan Wajib Pajak harus diselesaikan oleh Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan pembetulan
diterima.Apabila jangka waktu tersebut telah lewat Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu
keputusan, maka permohonan pembetulan yang diajukan dianggap dikabulkan.

Penagihan Pajak
a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam bukunya “Azas dan Perpajakan 2”: “Penagihan
adalah serangkaian tindakan dari Aparatur Direktorat Jenderal Pajak karena Wajib Pajak tidak
mematuhi ketentuan undangundang khususnya mengenai pembayaran pajak. “(Soemitro, 1991: 76)
b. Penagihan pajak adalah serangkaian linda/can agar penanggung pajak inelunasi utang pajak dan
biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika
don sekaligus, ineinheritahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan. melaksanakan penvilaun.
melaksanakan penyanderuan. menjual harang yang ic/oh disita. (Undang-Undang Pajak Tahun 2000,
2001:2 12)

Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penagihan memiliki 4 (empat) unsur yaitu:
1. Serangkain Tindakan
2. Aparatur Direktorat Jenderal Pajak
3. Wajib Pajak yang tidak melunasi sebagian atau seluruh kewajiban perpajakan yaitu utang pajak
yang terdapat dalam STP/SKP/SKPT.
4. Menurut Undang-undang Perpajakan ialah Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Undangundang Nomor 19 Tahun 2000 tentang
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

Dasar Penagihan Pajak


Menurut pasal 18 ayat 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan yang menyatakan bahwa:
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang
menyebabkan jumlah pa/ak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan. (Undang-
Undang Pajak Taliun 2000,2001:15)

Bentuk Penagihan Pajak


1. Penagihan Pasif adalah tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan cara
melakukan pengawasan atas kepatuhan pembayaran masa dan pembayaran lainnya yang dilakukan
oleh Wajib Pajak.
2. Penagihan Aktif adalah penagihan yang didasarkan pada surat tagihan pajak/surat ketetapan
pajak/surat ketetapan pajak tambahan dimana undang-undang telah menetukan tanggal jatuh tempo
yaitu satu bulan setelah atau dan saat surat tagihan pajak/surat ketetapan pajak/surat ketetapan
pajak tambahan diterbitkan.

Keberatan dan Banding


KEBERATAN. Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/tidak puas atas suatu ketetapan pajak
yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini WP
dapat mengajukan keberatan.

Hal-hal yang Dapat Diajukan Keberatan. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang BayarTambahan (SKPKBT)
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
e. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga

Ketentuan Pengajuan Keberatan


Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat WP terdaftar
dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan melalui:

Penyampaian secara langsung, termasuk disampaikan ke Kantor Penyuluhan dan Pengamatan


Potensi Perpajakan (KP4) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP)
dalam Wilayah kerja KPP tempat WP terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
Penyampaian surat keberatan diberikan tanda penerimaan surat; Pos dengan bukti pengiriman surat;
Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat atau e-Filing melalui ASP
(Application Service Provider). Penyampaian surat keberatan dengan e-Filing melalui ASP, diberikan
bukti penerimaan elektronik. Tanda penerimaan surat, bukti pengiriman surat dan bukti penerimaan
elektronik
menjadi bukti penerimaan keberatan.

Surat keberatan harus memenuhi persyaratan:


a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
b. Wajib menyebutkanjumlah pajak yang terutang ataujumlah pajak yang dipotong atau dipungut
atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar
penghitungan.
c. l (satu) keberatan harus diajukan untuk l (satu) surat ketetapan pajak jenis pajak, l
Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
d. WP telah melunasi pajak yang harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujuiWP
dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan;
e. Diajukan dalam jangka Waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau
sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga kecuali WP dapat menunjukan
bahwa jangka Waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan WP (force
majeur); dan
f. Surat keberatan ditandatangani oleh WP, dan dalam hal surat keberatan ditandatanganioleh
bukanWRsurat keberatantersebut harusdilampiri dengan surat kuasa khusus. Dalam halWP
memperbaiki surat keberatan yang telah disampaikan, maka tanggal penyampaian perbaikan surat
keberatan merupakan tanggal surat keberatan diterima.

Untuk keperluan pengajuan keberatan,WP dapat meminta DirekturJenderal Pajak untuk memberi
keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak atau penghitungan rugi, dan
Direktur Jenderal Pajak Wajib memberikan keterangan yang diminta tersebut dalam jangka Waktu
paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permintaan WP diterima. Jangka Waktu pemberian
keterangan oleh Direktur Jenderal Pajaktersebut tidak menundajangka Waktu pengajuan keberatan.
Pengajuan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan bukan merupakan surat keberatan sehingga
tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, dan hal ini Wajib
diberitahukan secara tertulis kepada WP.

Penyelesaian Keberatan
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka Waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat
keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila dalam
jangka Waktu 12 (dua belas ) telah lewat dan Direktorat Jenderal Pajak tidak memberi suatu
keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima dan Wajib diterbitkan Surat
Keputusan Keberatan sesuai dengan keberatan WP. Keputusan keberatan dapat berupa menerima
seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak terhutang.

Yang Dapat Dilakukan Dalam Proses Penyelesaian Keberatan :


a. Direktorat Jenderal Pajak meminta keterangan, data, dan/atau informasi tambahan dari WP;
b. WP dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis untuk melengkapi dan/ atau
memperjelas surat keberatan yang telah disampaikan baik atas kehendak WP yang bersangkutan
maupun dalam rangka memenuhi permintaan Direktur Jenderal Pajak;
c. Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan untuk
mendapatkan data dan/atau informasi yang objektif yang dapat dijadikan dasar dalam
mempertimbangkan keputusan keberatan.

Tata Cara Pengajuan Permohonan Banding


Apabila WP tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas keberatan, WP dapat
mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak, dengan syarat:
a. Tertulis dalam bahasa Indonesia dan dengan alasan ya ng jelas;
b. Dalam jangka Waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima;
b. Dilampiri salinan Surat Keputusan atas keberatan;
c. Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding.

Putusan Pengadilan Pajak bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.


Imbalan Bunga
Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian dan Wajib Pajak tidak
mengajukan permohonan banding, jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan
pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan harus dilunasi paling lama l (satu) bulan
sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan, dan penagihan dengan Surat Paksa akan
dilaksanakan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak tersebut. Di samping itu, Wajib Pajak
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen).

Dalam hal permohonan banding Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, jumlah pajak
berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan
keberatan harus dilunasi paling lama l (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding, dan
penagihan dengan Surat Paksa akan dilaksanakan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak
tersebut. Di samping itu, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100%
(seratus persen).

Pembukuan dan Pencatatan


Berdasarkan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 28 ayat (1) disebutkan bahwa Wajib Pajak
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di
Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. Lalu pada Pasal 28 ayat (2)disebutkan bahwa Wajib
Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto (NPPN) dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas. Sedangkan ketentuan mengenai wajib pajak Orang Pribadi yang
menggunakan NPPN diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UU No 36 Tahun 2008 disebutkan bahwa: Wajib
Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya
dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), boleh
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal
Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Berdasarkan
ketentuan di atas jelas bahwa sesungguhnya baik wajib pajak orang pribadi (WPOP) maupun wajib
pajak badan (WPB) diwajibkan untuk melakukan pembukuan. Pembukuan merupakan proses
pencatatan semua transaksi perusahaan disertai dengan bukti- bukti yang akurat dan diahiri dengan
pembuatan laporan keuangan.

Dari definisi tersebut dapat kita samakan antara pembukuan dengan akuntansi itu sendiri. Pada buku
ini akan dibahas lebih khusus pada proses pembukuan. Namun, bagi WPOP yang peredaran bruto
atau penjualan brutonya selama satu tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 dapat menggunakan
pencatatan. Pencatatan merupakan proses menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Penghitungan penghasilan ini biasanya berdasarkan
estimasi atau perkiraan dari wajab sendiri. Hal ini diperbolehkan karena alasan kurangnya
pengetahuan mengenai akuntansi itu sendiri. Sehingga dalam pencatatan tidak didukung oleh bukti-
bukti yang jelas dan akurat. Namun bagi WPOP yang memilih sendiri untuk menggunakan
pembukuan dalam melaporkan kekayaan dan penghasilannya juga diperbolehkan. Misalnya WP Andi
adalah pengusaha Toko Kelontong di daerah A, jika selama setahun diperkirakan penghasilan netto
pada tahun 2009 sebesar Rp 100,000,000. JIka diasumsikan prosentase NPPN di daerah A adalah
30% maka besarnya pajak terutang bagi WP Andi adalah sbb:

Dasar Pengenaan Pajak = 30% X Rp 100,000,000 = 30,000,000


PPh Terutang = 5% X Rp 30,000,000 = 1,500,000

Pemeriksaan, Penyidikan dan Ketentuan Pidana


Proses awal pemeriksaan adalah sebagai berikut :
1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) memberikan usulan pemeriksaan atau data normatif
kepada Kantor Wilayah (KANWIL) Pajak;
2. Kantor Wilayah (KANWIL) Pajak memberikan Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2) kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP);
3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) membuat nota dinas dan menunjuk tim pemeriksa;
4. Nota dinas digunakan oleh tim pemeriksa sebagai dasar persiapan dan perencanaan
pemeriksaan;
5. Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) dan
digunakan oleh tim pemeriksa sebagai dasar melaksanakan pemeriksaan pajak.

Setelah proses awal tersebut, Prosedur Pemeriksaan Pajak adalah sebagai berikut :
a. Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan dan,
b. harus memperlihatkan kepada WajibPajak yang diperiksa.

Proses Pemeriksaan terhadap Pelanggaran Pajak mengacu dan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang ada yaitu Undang-Undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan diubah menjadi Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 serta berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 82/PMK.03/2011 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak.
Dalam melakukan penyidikan terhadap pelanggaran pajak ada beberapa tahapan yang akan
dilaksanakan yaitu Tahap Pengamatan, Tahap Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan Tahap Penyidikan
termasuk pembuatan Berita Acara dan Pemberkasan. Penyidik Pajak dalam melakukan Penyidikan
melakukan tindakan-tindakan hukum berupa Pemanggilan Tersangka dan Saksi, Penggeledahan dan
Penyitaan. Dalam melakukan tindakan penyidikan, Penyidik Pajak tetap memperhatikan dan
berpedoman pada Ketentuan Hukum Acara Pidana yang berlaku yaitu KUHAP. Dalam hal
Penghentian penyidikan terhadap pelanggaran pajak, setiap tindakan penyidikan yang dilakukan oleh
Penyidik Pajak dapat dihentikan dalam hal-hal tidak terdapat bukti yang cukup, atau Peristiwa bukan
merupakan peristiwa tindak pidana di bidang perpajakan, atau Tersangka meninggal dunia, atau
Peristiwanya telah kadaluarsa, atau Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri
Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Sanksi Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
a. Setiap orang yang karena kealpaannya :
Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT); atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak
benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar.
sanksi tindak pidana di bidang perpajakan terhadap huruf a di atas menjadi pidana kurungan paling
singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar.
b. Setiap orang yang dengan sengaja :
tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan, atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP); atau
tidak menyampaikan SPT; atau
menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau
menolak untuk dilakukan pemeriksaan; atau
memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-
olah benar; atau
Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak
meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau
tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan Negara, di pidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
sanksi tindak pidana di bidang perpajakan terhadap huruf b di atas menjadi pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan atau paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar.

c. Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu)
tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan, dikenakan pidana 2
(dua) kali lipat dari ancaman pidana yang diatur sebagaimana butir b.
d. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, atau menyampaikan SPT dan atau
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan
restitusi atau melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohon dan atau kompensasi
yang dilakukan oleh Wajib Pajak.

Sumber : http://fadilahmadjid.blogspot.co.id/2014/08/npwp-nppkp.html

Anda mungkin juga menyukai