3. Fungsi:
a. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak
b. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi
Fungsi dari Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah sebagai berikut
a. Dipergunakan untuk bisa mengetahui identitas Wajib Pajak yang sebenarnya, sehingga setiap
Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP.
b. Sarana dalam administrasi perpajakan
c. Berguna untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi
perpajakan.
Sedangkan fungsi dari NPPKP(Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena pajak) adalah sebagai
berikut
1. Dibergunakan sebagai identitas pengusaha kena pajak yang sebenarnya
2. Berguna untuk admnistrasi pemenuhan Kewajiban Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
barang Mewah.
3. Berguna untuk pengawasan administrasi perpajakan.
Yang diwajbkan untuk melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak adalah sebagai berikut :
a. Pengusaha yang telah melakukan penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak lebih dari
Rp. 600.000.000,00 setahun (UU Nomor 18 tahun 2000)
b. Pengusaha yang melakukan kegiatan impor barang kena pajak (importer)
c. Pengusaha yang melakukan kegiatan ekspor barang kena pajak (eksportir).
Sumber : Buku Perpajakan (Pembahasan Berdasarkan UU dan Aturan Pajak Terbaru(, Oleh Achmad
Tjahjono dan Muhammad Fakhri Husein
NPWP & NPPKP
Materi II
Fungsi NPWP :
Sarana dalam administrasi perpajakan;
Tanda pengenal diri atau Identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya;
Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP adalah :
1. Orang Pribadi yang menjalakan usaha atau pekerjaan bebas;
2. Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, yang memperoleh
3. penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yaitu Rp12 juta per tahun wajib
mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya;
4. Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup terpisah berdasarkan
keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan
dan harta;
5. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat usaha berbeda dengan
tempat tinggal, selain wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan
usaha dilakukan.
Tata Cara Pemberian serta Pelaporan dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), wajib melaporkan usahanya pada
KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat-kedudukan Pengusaha dan tempat
kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP;
Pengusaha Orang Pribadi atau Badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha berbeda dengan
tempat tinggal, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, juga wajib mendaftarkan diri ke KPP di
tempat kegiatan usaha dilakukan;
Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengajukan pernyataan
tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP;
Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu
masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang
ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
paling lambat akhir masa pajak berikutnya.
Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP dilakukan melalui proses pemeriksaan.
Pengertian SPT
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal (1) tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan, Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/ atau pembayaran pajak, objek pajak dan/ atau bukan objek pajak,
dan/ atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Fungsi SPT
a. Sarana melapor dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya
terutang.
b. Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui
pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
c. Melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan
pajak orang pribadi atau badan lain dari satu masa pajak, sesuai peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.
d. Alat penelitian atas kebenaran penghitungan pajak yang terutang yang dilaporkan oleh wajib
pajak.
Jenis SPT
a. SPT Masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau
pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak.
b. SPT Tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan
pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak.
a. SPT Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak.
b. SPT Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi paling lama 3 (tiga) bulan
setelah akhir Tahun Pajak.
Materi III
Sistem perpajakan yang lama sudah tidak sesuai dengan kehidupan sosial ekonomi masyarakat
Indonesia. Disamping itu sistem perpajakan yang lama belum dapat menggerakkan peran dari semua
lapisan subyek pajak yang besar peranannya untuk mrnghasilkan penerimaan dalam negeri untuk
peningkatan pembangunan nasional.
Oleh karena itu pemerintah menciptakan sistem perpajakan yang baru yaitu dengan lahirnya Undang-
undang perpajakan baru yang terdiri atas :
a. Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 16 Tahun 2000.
b. Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2000.
c. Undang-undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 18 Tahun
2000.
d. Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang No. 19 Tahun 2000.
e. Undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai. Selain itu untuk mengatur
pelaksanaannya dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1995 sebagaimana telah diubah
dengan PP No. 24 tahun 2000.
Sistem pemungutan khususnya Pajak Penghasilan sudah meninggalkan sistem pemungutan pajak
lama yaitu Official Assessment System diganti dengan sistem yang baru yaitu Self Assessment
System. Dalam sistem yang baru ini wajib pajak (WP) diberikan kepercayaan oleh pemerintah dan
pembuat Undang-undang untuk :
1. Menghitung sendiri
2. Membayar
3. Melaporkan semua kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku dengan menggunakan sarana SPT ( Surat Pemberitahuan ).
Dalam sistem pemungutan pajak yang baru ini wajib pajak diberikan kepercayaan dan tanggung
jawab yang lebih besar di bidang perpajakan, dimana setiap wajib pajak yang terdaftar / mempunyai
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) harus : mengambil, mengisi dan melaporkan SPT.
a. Kesalahan tulis antara lain : kesalahan yang dapat berupa penulisan nama, alamat, NPWP,
nomor surat ketetapan pajak, jenis pajak, Masa atau Tahun Pajak dan tanggal jatuh tempo;
b. Kesalahan hitung, yang berasal dari penjumlahan dan atau pengurangan dan atau perkalian dan
atau pembagian suatu bilangan;
c. Kekeliruan dalam penerapan tarif, penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan
Neto, penerapan sanksi administrasi, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penghitungan PPh
dalam tahun berjalan, dan pengkreditan pajak.
3. Direktur Jenderal Pajak harus memberi keputusan atas permohonan pengurangan atau
penghapusan sanksi administrasi paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal permohonan
diterima. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi
keputusan maka permohonan dianggap diterima.
Penagihan Pajak
a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam bukunya “Azas dan Perpajakan 2”: “Penagihan
adalah serangkaian tindakan dari Aparatur Direktorat Jenderal Pajak karena Wajib Pajak tidak
mematuhi ketentuan undangundang khususnya mengenai pembayaran pajak. “(Soemitro, 1991: 76)
b. Penagihan pajak adalah serangkaian linda/can agar penanggung pajak inelunasi utang pajak dan
biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika
don sekaligus, ineinheritahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan. melaksanakan penvilaun.
melaksanakan penyanderuan. menjual harang yang ic/oh disita. (Undang-Undang Pajak Tahun 2000,
2001:2 12)
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penagihan memiliki 4 (empat) unsur yaitu:
1. Serangkain Tindakan
2. Aparatur Direktorat Jenderal Pajak
3. Wajib Pajak yang tidak melunasi sebagian atau seluruh kewajiban perpajakan yaitu utang pajak
yang terdapat dalam STP/SKP/SKPT.
4. Menurut Undang-undang Perpajakan ialah Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Undangundang Nomor 19 Tahun 2000 tentang
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
Hal-hal yang Dapat Diajukan Keberatan. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang BayarTambahan (SKPKBT)
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
e. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga
Untuk keperluan pengajuan keberatan,WP dapat meminta DirekturJenderal Pajak untuk memberi
keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak atau penghitungan rugi, dan
Direktur Jenderal Pajak Wajib memberikan keterangan yang diminta tersebut dalam jangka Waktu
paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permintaan WP diterima. Jangka Waktu pemberian
keterangan oleh Direktur Jenderal Pajaktersebut tidak menundajangka Waktu pengajuan keberatan.
Pengajuan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan bukan merupakan surat keberatan sehingga
tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, dan hal ini Wajib
diberitahukan secara tertulis kepada WP.
Penyelesaian Keberatan
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka Waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat
keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila dalam
jangka Waktu 12 (dua belas ) telah lewat dan Direktorat Jenderal Pajak tidak memberi suatu
keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima dan Wajib diterbitkan Surat
Keputusan Keberatan sesuai dengan keberatan WP. Keputusan keberatan dapat berupa menerima
seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak terhutang.
Dalam hal permohonan banding Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, jumlah pajak
berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan
keberatan harus dilunasi paling lama l (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding, dan
penagihan dengan Surat Paksa akan dilaksanakan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak
tersebut. Di samping itu, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100%
(seratus persen).
Dari definisi tersebut dapat kita samakan antara pembukuan dengan akuntansi itu sendiri. Pada buku
ini akan dibahas lebih khusus pada proses pembukuan. Namun, bagi WPOP yang peredaran bruto
atau penjualan brutonya selama satu tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 dapat menggunakan
pencatatan. Pencatatan merupakan proses menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Penghitungan penghasilan ini biasanya berdasarkan
estimasi atau perkiraan dari wajab sendiri. Hal ini diperbolehkan karena alasan kurangnya
pengetahuan mengenai akuntansi itu sendiri. Sehingga dalam pencatatan tidak didukung oleh bukti-
bukti yang jelas dan akurat. Namun bagi WPOP yang memilih sendiri untuk menggunakan
pembukuan dalam melaporkan kekayaan dan penghasilannya juga diperbolehkan. Misalnya WP Andi
adalah pengusaha Toko Kelontong di daerah A, jika selama setahun diperkirakan penghasilan netto
pada tahun 2009 sebesar Rp 100,000,000. JIka diasumsikan prosentase NPPN di daerah A adalah
30% maka besarnya pajak terutang bagi WP Andi adalah sbb:
Setelah proses awal tersebut, Prosedur Pemeriksaan Pajak adalah sebagai berikut :
a. Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan dan,
b. harus memperlihatkan kepada WajibPajak yang diperiksa.
Proses Pemeriksaan terhadap Pelanggaran Pajak mengacu dan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang ada yaitu Undang-Undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan diubah menjadi Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 serta berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 82/PMK.03/2011 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak.
Dalam melakukan penyidikan terhadap pelanggaran pajak ada beberapa tahapan yang akan
dilaksanakan yaitu Tahap Pengamatan, Tahap Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan Tahap Penyidikan
termasuk pembuatan Berita Acara dan Pemberkasan. Penyidik Pajak dalam melakukan Penyidikan
melakukan tindakan-tindakan hukum berupa Pemanggilan Tersangka dan Saksi, Penggeledahan dan
Penyitaan. Dalam melakukan tindakan penyidikan, Penyidik Pajak tetap memperhatikan dan
berpedoman pada Ketentuan Hukum Acara Pidana yang berlaku yaitu KUHAP. Dalam hal
Penghentian penyidikan terhadap pelanggaran pajak, setiap tindakan penyidikan yang dilakukan oleh
Penyidik Pajak dapat dihentikan dalam hal-hal tidak terdapat bukti yang cukup, atau Peristiwa bukan
merupakan peristiwa tindak pidana di bidang perpajakan, atau Tersangka meninggal dunia, atau
Peristiwanya telah kadaluarsa, atau Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri
Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Sanksi Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
a. Setiap orang yang karena kealpaannya :
Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT); atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak
benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar.
sanksi tindak pidana di bidang perpajakan terhadap huruf a di atas menjadi pidana kurungan paling
singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar.
b. Setiap orang yang dengan sengaja :
tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan, atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP); atau
tidak menyampaikan SPT; atau
menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau
menolak untuk dilakukan pemeriksaan; atau
memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-
olah benar; atau
Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak
meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau
tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan Negara, di pidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
sanksi tindak pidana di bidang perpajakan terhadap huruf b di atas menjadi pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan atau paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar.
c. Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu)
tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan, dikenakan pidana 2
(dua) kali lipat dari ancaman pidana yang diatur sebagaimana butir b.
d. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, atau menyampaikan SPT dan atau
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan
restitusi atau melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohon dan atau kompensasi
yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
Sumber : http://fadilahmadjid.blogspot.co.id/2014/08/npwp-nppkp.html