Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Dalam Pasal 2 UU No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang- Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan berbunyi bahwa Setiap Wajib Pajak yang telah
memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam
Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Seperti orang pribadi yang bertempat
tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari, badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, warisan yang belum terbagi
sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak, dan bentuk usaha tetap.
Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan
atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Seperti penggantian atau imbalan berkenaan dengan
pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh, hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan; laba usaha; keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, dan lain
sebagainya.
Yang Wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan melaporkan usaha untuk memperoleh
NPPKP adalah
1. Wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan penghasilan
nettonya di atas PTKP.
2. Wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas apabila sampai
degan satu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi PTKP setahun.
3. Wajib pajak orang pribadi melakukan kegiatan usaha di beberapa tempat, wajib mendaftarkan
diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat- tempat kegiatan wajib pajak.
4. Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula "wanita kawin" yang dikenakan pajak secara terpisah
karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim dan dikehendaki secara tertulis
berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
5. Wajib pajak badan didirikan seperti PT, CV, Firma, Kongsi, Yayasan, Perkumpulan, Lembaga,
Koperasi, BUMN, Ormas, Orsospol wajib melaporkan usahanya adalah setiap pengusaha yang
dikenakan pajak pertambahan nilai yang menyerahkan barang kena pajak/jasa kena pajak
omsetnya di atas 1.800.000.000.
Pengusaha ini wajib melaporkan untuk dikukuhkan sebagai PKP dan kepadanya diberikan Nomor
Pengukuhan Kena Pajak (NP PKP)
Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat
kegiatan usaha dengan tujuan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Dengan demikian
Kantor Pelayanan Pajak melakukan verifikasi lapangan untuk memastikan bahwa kedudukan usaha dan
kegiatan usaha adalah sesuai dengan data yang diisi oleh Wajib Pajak. Tujuannya untuk menghindari
adanya penerbitan Faktur Pajak Fiktif. Faktur Pajak Fiktif adalah Faktur Pajak yang diterbitkan tidak sesuai
dengan bidang usaha atau kegiatan Wajib Pajak, alamat yang tidak dapat ditemukan, atau Faktur Pajak
yang dibuka tetapi tanpa adanya penyerahan Barang atau jasa
a. Wajib pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, di mana disyaratkan
adanya pemberitahuan tertulis dari ahli waris dilampiri akte kematian atau surat keterangan dari
instansi berwenang.
b. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta/penghasilan, di mana disyaratkan
adanya dokumen tertulis seperti fotokopi surat nikah/akte perkawinan,
c. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai subyek pajak selesai dibagi, di mana
disyaratkan adanya surat pernyataan tentang selesainya warisan dibagi kepada ahli waris
d. Wajib pajak badan yang dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, di mana disyaratkan adanya akte pembubaran dan neraca likuidasi
e. Bentuk usaha tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai BUT (Bentuk
Usaha Tetap), di mana disyaratkan Surat atau dokumen yang menyatakan BUT telah berubah
bentuk atau hasil laporan pemeriksaan yang menyatakan WP tersebut bukan lagi BUT.
Sesuai peraturan Menteri Keuangan 20/PMK.03/2008 tertanggal 6 Pebruari 2008 bahwa, Direktur
Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan
penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang
pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan Wajib Pajak
diterima secara lengkap. Jika jangka waktu telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu
keputusan, permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dianggap dikabulkan.
Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), jika peredaran untuk tahun takwim/tahun buku tidak melebihi batasan
pengusaha kecil. Pengajuan pencabutan NPPKP diajukan lewat jangka 3 bulan setelah akhir tahun
takwim atau akhir tahun buku yang bersangkutan. Atas permohonan tersebut KPP setelah mengadakan
pemeriksaan, harus memberikan keputusan dalam jangka waktu 3 bulan. Bila tidak, artinya jangka waktu
itu telah lewat tanpa suatu keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan. KPP harus menerbitkan
surat pencabutan NPPKP, selambat- lambatnya 1 bulan setelah jangka waktu itu berakhir.