Anda di halaman 1dari 14

LECTURE NOTES

Tax Management and Strategy

Week 9
Tax Management on VAT

Tax Management & Strategy


LEARNING OUTCOMES

LO 4 : Apply VAT and Sales Tax on luxury goods management based on tax regulation in
Indonesia.

OUTLINE MATERI (Sub-Topic):

1. Tax Invoice Management


2. Implementation of Tax Planning for VAT

Tax Management & Strategy


ISI MATERI

Tax Invoice Management

Dalam system PPN yang menganut indirect substraction method, faktur pajak memiliki peran
yang sangat strategis. Faktur pajak tidak saja meerupakan bukti bahwa PPN telah dipungut
oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penjual, juga menjadi dokumen yuridis pembayaran PPN
bagi PKP pembeli sekaligus sebagai instrument untuk mengkreditkan PPN Masukan.

Pengertian Faktur Pajak


Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak Pengusaha Kena Pajak (PKP), yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP). Artinya,
ketika PKP menjual suatu barang atau jasa kena pajak, ia harus menerbitkan Faktur Pajak
sebagai tanda bukti dirinya telah memungut pajak dari orang yang telah membeli barang/jasa
kena pajak tersebut. Barang/jasa kena pajak yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak
selain harga pokoknya.
PKP adalah bisnis/perusahaan/pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak
dan/atau JKP yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PKP harus dikukuhkan terlebih
dahulu oleh DJP, dengan beberapa persyaratan tertentu. Faktur Pajak harus dibuat oleh PKP
untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP, ekspor BKP tidak berwujud, dan ekspor JKP.

Jenis-jenis Faktur Pajak


1. Faktur Pajak Keluaran adalah faktur pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak
saat melakukan penjualan terhadap barang kena pajak, jasa kena pajak, dan atau
barang kena pajak yang tergolong dalam barang mewah;
2. Faktur Pajak Masukan adalah faktur pajak yang didapatkan oleh PKP ketika
melakukan pembelian terhadap barang kena pajak atau jasa kena pajak dari PKP
lainnya;
3. Faktur Pajak Pengganti adalah penggantian atas faktur pajak yang telah terbit
sebelumnya dikarenakan ada kesalahan pengisian, kecuali kesalahan pengisian

Tax Management & Strategy


NPWP. Sehingga, harus dilakukan pembetulan agar sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya;
4. Faktur Pajak Gabungan adalah faktur pajak yang dibuat oleh PKP yang meliputi
seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli barang kena pajak atau jasa kena
pajak yang sama selama satu bulan kalender;
5. Faktur Pajak Digunggung adalah faktur pajak yang tidak diisi dengan identitas
pembeli, nama, dan tandatangan penjual yang hanya boleh dibuat oleh PKP Pedagang
Eceran;
6. Faktur Pajak Cacat adalah faktur pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar,
dan/atau tidak ditandatangani termasuk juga kesalahan dalam pengisian kode dan
nomor seri. Faktur pajak cacat dapat dibetulkan dengan membuat faktur pjak
pengganti;
7. Faktur Pajak Batal adalah faktur pajak yang dibatalkan dikarenakan adanya
pembatalan transaksi. Pembatalan juga harus dilakukan ketika ada kesalahan
pengisian NPWP dalam faktur pajak.

Ada pula dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak. Yaitu
dokumen yang tidak memiliki format sebagaimana faktur pajak pada umumnya, tetapi tetap
dipersamakan kedudukannya.
Contohnya adalah tagihan listrik, tagihan pemakaian air, tagihan telepon selular, dan lain
sebagainya.

Fungsi Faktur Pajak


Faktur Pajak sangat berguna bagi PKP. Dengan adanya faktur pajak maka PKP memiliki
bukti bahwa PKP telah melakukan penyetoran, pemungutan hingga pelaporan SPT Masa PPN
sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Faktur pajak dapat dibetulkan. Jadi jika PKP melakukan suatu kesalahan dalam proses
pengisian, maka PKP dapat melakukan pembetulan. Jika tidak dilakukan pembetulan sama
sekali, maka hal ini akan merugikan PKP yakni pada saat auditor memeriksa pajak PKP.

Tax Management & Strategy


Petunjuk Pengisian Faktur Pajak
Petunjuk Pengisian Faktur Pajak
Contoh Faktur Pajak yang Masih Kosong.

Tahap 1
Masukkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang telah didapat dari DJP
Masukkan nama, alamat, dan NPWP Perusahaan yang menyerahkan Barang/Jasa Kena Pajak
pada kolom Pengusaha Kena Pajak
Masukkan nama, alamat, dan NPWP Perusahaan yang membeli atau menerima Barang/Jasa
Kena Pajak pada kolom Pembeli Barang Kena Pajak/Penerima Jasa Kena Pajak

Tax Management & Strategy


Tahap 2
Masukkan nomor urut sesuai dengan urutan jumlah barang atau jasa kena pajak yang
diserahkan (1, 2, 3, …)
Masukkan nama barang/jasa kena pajak yang diserahkan
Masukkan nominal harga pada kolom Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin (jika
nominal bukan dalam satuan rupiah, maka harus memiliki Faktur Pajak khusus untuk
nominal selain rupiah, yakni Faktur Pajak Valas)

Tahap 3
Total keseluruhan harga ditulis pada kolom Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin
Total nilai potongan harga Barang atau Jasa Kena Pajak ditulis (jika ada potongan) ditulis
pada kolom Dikurangi Potongan Harga
Jika sudah menerima uang muka seusai penyerahan Barang atau Jasa Kena Pajak, maka
nominal uang tersebut dapat ditulis pada kolom Nilai Uang Muka yang telah diterima.
Jumlah Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin dikurangi dengan Potongan Harga dan
Uang muka yang telah diterima, kemudian ditulis pada kolom Dasar Pengenaan Pajak
Jumlah PPN yang terutang sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak ditulis pada kolom PPN
= 10% x Dasar Pengenaan Pajak
Pada kolom Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), hanya diisi apabila terjadi
penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah. Dapat diisi dengan cara, besar tarif
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak
Masukkan Tempat dan Tanggal pada saat membuat Faktur Pajak tersebut
Masukkan Nama dan Tanda Tangan dari Nama Pejabat yang telah ditunjuk oleh Perusahaan
(harus sesuai dengan Nama Pejabat pada saat Perusahaan resmi menjadi Pengusaha Kena
Pajak/PKP

Faktur Pajak Elektronik


Kementerian Keuangan telah menerbitkan peraturan yang menetapkan pengertian bentuk
Faktur Pajak terbaru, yang terdiri dari bentuk elektronik atau e-Faktur dan tertulis (hardcopy)

– PMK Nomor 151/PMK.011/2013.


Berikut beberapa peraturan terkait e-Faktur beserta penjelasannya:

Tax Management & Strategy


Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan
Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata
Cara Pengisian Keterangan Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara
Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha
Kena Pajak yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik.

Pengkreditan Faktur Pajak Masukan


Pengkreditan faktur pajak masukan tidak bisa dilepaskan dari definisi faktur pajak masukan.
Secara sederhana, faktur pajak masukan adalah faktur pajak yang dibuat PKP yang telah
membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Barang/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP).

Jika dalam suatu periode masa pajak nominal pajak keluaran yang dilaporkan lebih besar
ketimbang pajak masukan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus disetorkan oleh PKP.
Penyetorannya wajib dilakukan paling lama akhir bulan selanjutnya, setelah berakhirnya
masa pajak serta sebelum SPT Masa PPN disampaikan.

Pengkreditan pajak masukan merupakan suatu upaya dari PKP untuk memasukkan kembali
PPN yang telah dibayar melalui pajak keluaran yang telah dipungut.

Prinsip Pengkreditan Faktur Pajak Masukan


Pengkreditan faktur pajak masukan memiliki prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:
▪ Pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran untuk
masa pajak yang sama.
▪ Pajak masukan atas perolehan barang modal sebelum berproduksi (sehingga belum
melakukan penyerahan kena pajak) dapat dikreditkan.
▪ Pajak masukan dapat dikreditkan sepanjang BKP atau JKP terkait berhubungan
langsung dengan kegiatan usaha melakukan penyerahan kena pajak.

Tax Management & Strategy


Kegiatan mengkreditkan pajak masukan ini akan menghasilkan tiga kemungkinan, yakni:
▪ Nominal pajak masukan dalam suatu masa pajak lebih kecil ketimbang jumlah pajak
keluaran yang dipungut. Konsekuensinya, selisih kelebihan pajak keluaran wajib
disetorkan ke kas negara.
▪ Nominal pajak masukan dalam suatu masa pajak lebih besar dibandingkan nominal
pajak keluaran yang dipungut. Atas hal ini, selisih kelebihan pajak masukan tersebut
dapat dikompensasi ke masa pajak berikutnya atau bisa dimintakan pengembalian
(restitusi).
▪ Nominal pajak masukan dan keluaran sama besar.

Syarat Pengkreditan Faktur Pajak Masukan


Agar pajak masukan dapat dikreditkan untuk suatu masa pajak yang sama, ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi dan berlaku untuk seluruh bidang usaha. Syarat-syarat tersebut
antara lain:
▪ Tercantum dalam faktur pajak lengkap atau dokumen tertentu yang diperlakukan
sama dengan faktur pajak.
▪ Berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.

Pengkreditan pajak masukan tidak dapat diberlakukan bagi jenis pengeluaran sebagai berikut:
▪ Pengeluaran atas BKP atau JKP saat pengusaha belum dikukuhkan sebagai PKP.
▪ Pengeluaran atas BKP atau JKP yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan
usaha. Artinya, pengeluaran yang bukan untuk kegiatan produksi, distribusi,
pemasaran, dan manajemen, tidak bisa dikreditkan.

Batas Waktu Pengkreditan Pajak Masukan


Dalam dunia usaha tak jarang terjadi kesalahan administrasi yang sering dilakukan tidak
disengaja. Contohnya, faktur pajak belum dikirimkan kepada lawan transaksi. Hal ini
membuat lawan transaksi yang menerima BKP atau JKP tidak dapat membuat faktur pajak
masukan untuk dilaporkan.

Pengkreditan faktur pajak masukan sebagaimana diatur dalam UU PPN menyebutkan adanya
toleransi keterlambatan yakni 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan.

Tax Management & Strategy


Hal ini diatur dalam Pasal 9 Ayat (9) UU PPN 1984 yang secara spesifik menyebutkan:
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dkreditkan dengan Pajak Keluaran pada
Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga)
bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan
sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.

Contoh 1:
PKP A menyerahkan BKP pada tanggal 1 Maret 2020 dan membuat faktur pajak pada
tanggal yang sama. Kemudian, faktur pajak tersebut diterima oleh PKP pembeli pada tanggal
22 April 2020. Sementara, SPT Masa PPN Masa Pajak 2020 wajib disampaikan ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) paling lambat tanggal 30 April 2020.

Namun, ketika PKP Pembeli menerima faktur pajak tertanggal 1 Maret, SPT Masa PPN masa
pajak Maret 2020 belum disampaikan ke KPP, sehingga pajak masukan dalam faktur pajak
tersebut dapat dikreditkan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama, yaitu pada
SPT Masa PPN masa pajak Maret 2020.

Contoh 2:
PKP A menyerahkan BKP pada tanggal 15 April 2020, faktur pajak juga dibuat pada tanggal
yang sama namun baru diserahkan ke PKP pembeli pada tanggal 12 Agustus 2020. Maka
PKP pembeli dapat mengkreditkan faktur pajak masukan pada SPT masa PPN Juli 2020 yang
wajib disampaikan ke KPP paling lambat tanggal 31 Agustus 2020.

Dalam contoh kasus kedua, PKP Pembeli sebenarnya dapat mengkreditkan Faktur Pajak
Masukan pada beberapa pilihan SPT masa PPN, misalnya SPT masa PPN Maret 2020 atau
SPT PPN Juni 2020. Namun, mengkreditkan Faktur Pajak Masukan ini harus
dipertimbangkan dengan matang, sebab asal mengkreditkan bisa berimplikasi pada kondisi
lebih bayar.

Jika faktur pajak diterima dalam jangka waktu lebih dari 3 bulan, maka PKP pembeli masih
bisa mengkreditkan faktur pajak masukan dengan cara melakukan pembetulan SPT masa

Tax Management & Strategy


PPN. Namun dengan syarat, faktur pajak tersebut belum dibebankan sebagai biaya dan belum
dilakukan pemeriksaan.

Ketika PKP sedang menjalani pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak (PKP), maka PKP
tersebut tidak bisa melakukan pembetulan SPT masa PPN dan implikasinya faktur pajak
masukan tersebut tidak dapat dikreditkan.

Implementation of Tax Planning for VAT


Beberapa Implementasi Manajemen Pajak pada PPN
1. Penghindaran Pre-Financing PPN Bagi PKP Penjual
Dalam kehidupan bisnis sehari-hari, sering terjadi pembeli tidak membayar tagihan
termasuk PPN yang dipungut oleh PKP Penjual secara tepat waktu. Konsekuensinya
PKP Penjual harus menalangi terlebih dahulu pembayaran (Pre-Financing) PPN
untuk menghindari sanksi terlambat membuat faktur pajak dan sanksi keterlambatan
pembayaran pajak.

2. Optimalisasi PPN Masukan untuk dikreditkan oleh PKP Pembeli


PPN Masukan yang dibayar PKP Pembeli sedapat mungkin dikreditkan dalam
mekanisme pengkreditan PPN karena dengan mengkreditkan, PPN yang telah
dibayarkan akan pulih 100% oleh PKP Pembeli. Bandingkan apabila PKP Pembeli
hanya membiayakan PPN yang telah dibayarkannya sebagai biaya (deductible
expense) untuk kepentingan perhitungan PPh Badan, yang berarti recovery sebatas
tarif yang dikenakan PPh Badan yaitu sebesar 25%.

3. Pemusatan (sentralisasi) PPN Terutang


Untuk menghindari kerumitan pelaporan, pengelolaan arus kas yang efektif dan
efisiensi sumber daya manusia yang menangani perpajakan perusahaan, entitas bisnis
yang memiliki cabang dapat melakukan pemusatan PPN terutang.

4. Restitusi PPN
Beberapa tips pengelolaan restitusi PPN yang efektif, antara lain menyangkut
masalah:

Tax Management & Strategy


a. Pastikan seluruh data terkait dengan pengajuan restitusi PPN telah lengkap,
benar, jelas keterkaitannya terutama terkait dengan masalah PPN Masukan, PPN
Keluaran, pencatatan pembukuan, bukti penerimaan dan pengeluaran bank/uang,
pencatatan persediaan.
b. Pastikan seluruh kelengkapan dokumen pengajuan restitusi PPN telah diserahkan
kepada pihak tim pemeriksa pajak dalam jangka waktu yang dipersyaratkan.
c. Proaktif menindaklanjuti proses pemeriksaan dalam rangka restitusi PPN untuk
mengantisipasi kejutan-kejutan yang mungkin muncul seperti tidak diterimanya
jawaban konfirmasi KPP tempat perusahaan vendor terdaftar. Untuk kasus
tersebut, perusahaan dapat meminta pihak vendor untuk menyerahkan salinan
SPT Masa PPN yang memuat nama perusahaan sebagai pihak yang dipungut
PPN-nya berikut bukti setoran pajak (SSP) di masa yang bersangkutan.

5. Rekonsiliasi PPN
Berikut adalah kemungkinan penyebab terjadinya perbedaan dalam ekualisasi
peredaran usaha antara SPT PPh Badan dan SPT Masa PPN :
a. Perbedaan waktu antara pengakuan pendapatan untuk kepentingan akuntansi
komersial dengan penerbitan faktur pajak. Dengan ketentuan baru mengenai tata
cara penerbitan faktur pajak, perbedaan ini dapat diminimalisasi.
b. Perbedaan kurs yang dipakai dalam pencatatan pembukuan dan untuk penerbitan
faktur pajak pada pendapatan perusahaan dengan mata uang asing. Umumnya,
pendapatan dalam mata uang asing dibukukan perusahaan menggunakan kurs
yang telah ditetapkan perusahaan sementara faktur pajak diterbitkan dengan
memakai kurs mingguan yang dikeluarkan dalam Keputusan Menteri Keuangan
sebagai acuannya.
c. Adanya pendapatan yang merupakan penyerahan yang terutang PPN tetapi tidak
dicatat dalam peredaran usaha oleh perusahaan. Dalam kasus ini, perusahaan
mungkin mencatatnya dalam pos perkiraan penghasilan lain-lain.
d. Adanya unsur peredaran usaha yang dikecualikan dari PPN.
e. Adanya unsur penyerahan yang menjadi objek PPN namun belum/bukan
merupakan penghasilan perusahaan, seperti penerimaan uang muka. Perusahaan
diharuskan untuk menerbitkan faktur pajak karena secara aturan, pembayaran

Tax Management & Strategy


yang diterima lebih dahulu daripada penyerahan BKP dan/atau JKP harus
diterbitkan Faktur Pajak.
f. Faktor penyebab lainnya, seperti pemberian potongan harga tambahan setelah
penerbitan faktur pajak, misalnya apabila pelanggan bersedia melakukan
pelunasan lebih cepat dari jangka waktu yang telah disepakati, kesalahan tulis,
entry data, atau hitung (human error) baik pada pencatatan pembukuan maupun
saat pembuatan faktur pajak.

6. Pemilihan Skema Promosi Penjualan


Untuk menarik pembeli terhadap produk perusahaan yang dijual, terdapat beberapa
skema promosi penjualan, antara lain : pemberian diskon atau pemberian gratis (buy
one get one)
Pemberian potongan harga akan mengurangi DPP PPN sehingga PPN terhutang
menjadi lebih kecil. Sementara itu pemberian gratis tetap terhutang PPN 10% dari
HPP. Dengan demikian dilihat dari aspek PPN, penerapan skema diskon akan
memberikan efisiensi PPN dibandingkan dengan penerapan skema pemberian
gratis/cuma-cuma.

7. Penerapan Skema Just in Time


Pada skema just in time, PPN Masukan dan PPN Keluaran terjadi pada masa yang
sama. Dengan demikian pada skema ini perusahaan sama sekali tidak mengeluarkan
uang untuk pembayaran PPN. Satu hal yang harus diperhatikan pada penerapan
skema ini adalah harus adanya koordinasi yang kuat/solid antara bagian pembelian
bahan baku, bagian produksi, dan bagian penjualan.

8. Insentif di Bidang PPN


Manajemen Pajak terkait dengan insentif pajak adalah bagaimana perusahaan dapat
memanfaatkan insentif pajak untuk mencapai efisiensi yang maksimal dengan cara
berusaha memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan dan menjaga agar
perusahaan terhindar dari pengenaan sanksi pajak karena adanya pelanggaran atau
penyalahgunaan atas insentif pajak yang diberikan tersebut.

Tax Management & Strategy


KESIMPULAN

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak PKP yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Ketika PKP menjual suatu barang atau jasa kena
pajak, ia harus menerbitkan Faktur Pajak sebagai tanda bukti bahwa dirinya telah memungut
pajak dari orang yang telah membeli barang atau jasa kena pajak tersebut.
Faktur pajak merupakan bukti bahwa PKP telah melakukan penyetoran, pemungutan, dan
pelaporan SPT Masa PPN sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Jika tejadi kesalahan dalam mengisi faktur pajak, PKP masih dapat melakukan pembetulan.
Jika tidak dilakukan pembetulan sama sekali, maka hal ini akan merugikan PKP yakni pada
saat Audit datang ke PKP dan melakukan pemeriksaan pajak.
Setiap PKP harus membuat e-Faktur sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor: KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang Diwajibkan
Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik.

Tax Management & Strategy


DAFTAR PUSTAKA

1. Drs. Chairil Anwar Pohan, M.Si., MBA. Manajemen Perpajakan: Strategi


Perencanaan Pajak dan Bisnis. Edisi Revisi 2019. Penerbit: PT. Gramedia Pustaka
Utama Jakarta. ISBN 9786020311012.

2. Iman Santoso, Ning Rahayu. (2019). Corporate Tax Management : Mengulas


Upaya Pengelolan Pajak Perusahaan Secara Konseptual-Praktikal. Edisi Revisi
2019. Penerbit: Ortax Jakarta. ISBN 9786029518270.

3. https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/pengertian-e-faktur-contoh-faktur-
pajak

4. https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/faktur-pajak-masukan

Tax Management & Strategy

Anda mungkin juga menyukai