Week 9
Tax Management on VAT
LO 4 : Apply VAT and Sales Tax on luxury goods management based on tax regulation in
Indonesia.
Dalam system PPN yang menganut indirect substraction method, faktur pajak memiliki peran
yang sangat strategis. Faktur pajak tidak saja meerupakan bukti bahwa PPN telah dipungut
oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penjual, juga menjadi dokumen yuridis pembayaran PPN
bagi PKP pembeli sekaligus sebagai instrument untuk mengkreditkan PPN Masukan.
Ada pula dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak. Yaitu
dokumen yang tidak memiliki format sebagaimana faktur pajak pada umumnya, tetapi tetap
dipersamakan kedudukannya.
Contohnya adalah tagihan listrik, tagihan pemakaian air, tagihan telepon selular, dan lain
sebagainya.
Faktur pajak dapat dibetulkan. Jadi jika PKP melakukan suatu kesalahan dalam proses
pengisian, maka PKP dapat melakukan pembetulan. Jika tidak dilakukan pembetulan sama
sekali, maka hal ini akan merugikan PKP yakni pada saat auditor memeriksa pajak PKP.
Tahap 1
Masukkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang telah didapat dari DJP
Masukkan nama, alamat, dan NPWP Perusahaan yang menyerahkan Barang/Jasa Kena Pajak
pada kolom Pengusaha Kena Pajak
Masukkan nama, alamat, dan NPWP Perusahaan yang membeli atau menerima Barang/Jasa
Kena Pajak pada kolom Pembeli Barang Kena Pajak/Penerima Jasa Kena Pajak
Tahap 3
Total keseluruhan harga ditulis pada kolom Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin
Total nilai potongan harga Barang atau Jasa Kena Pajak ditulis (jika ada potongan) ditulis
pada kolom Dikurangi Potongan Harga
Jika sudah menerima uang muka seusai penyerahan Barang atau Jasa Kena Pajak, maka
nominal uang tersebut dapat ditulis pada kolom Nilai Uang Muka yang telah diterima.
Jumlah Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin dikurangi dengan Potongan Harga dan
Uang muka yang telah diterima, kemudian ditulis pada kolom Dasar Pengenaan Pajak
Jumlah PPN yang terutang sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak ditulis pada kolom PPN
= 10% x Dasar Pengenaan Pajak
Pada kolom Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), hanya diisi apabila terjadi
penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah. Dapat diisi dengan cara, besar tarif
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak
Masukkan Tempat dan Tanggal pada saat membuat Faktur Pajak tersebut
Masukkan Nama dan Tanda Tangan dari Nama Pejabat yang telah ditunjuk oleh Perusahaan
(harus sesuai dengan Nama Pejabat pada saat Perusahaan resmi menjadi Pengusaha Kena
Pajak/PKP
Jika dalam suatu periode masa pajak nominal pajak keluaran yang dilaporkan lebih besar
ketimbang pajak masukan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus disetorkan oleh PKP.
Penyetorannya wajib dilakukan paling lama akhir bulan selanjutnya, setelah berakhirnya
masa pajak serta sebelum SPT Masa PPN disampaikan.
Pengkreditan pajak masukan merupakan suatu upaya dari PKP untuk memasukkan kembali
PPN yang telah dibayar melalui pajak keluaran yang telah dipungut.
Pengkreditan pajak masukan tidak dapat diberlakukan bagi jenis pengeluaran sebagai berikut:
▪ Pengeluaran atas BKP atau JKP saat pengusaha belum dikukuhkan sebagai PKP.
▪ Pengeluaran atas BKP atau JKP yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan
usaha. Artinya, pengeluaran yang bukan untuk kegiatan produksi, distribusi,
pemasaran, dan manajemen, tidak bisa dikreditkan.
Pengkreditan faktur pajak masukan sebagaimana diatur dalam UU PPN menyebutkan adanya
toleransi keterlambatan yakni 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan.
Contoh 1:
PKP A menyerahkan BKP pada tanggal 1 Maret 2020 dan membuat faktur pajak pada
tanggal yang sama. Kemudian, faktur pajak tersebut diterima oleh PKP pembeli pada tanggal
22 April 2020. Sementara, SPT Masa PPN Masa Pajak 2020 wajib disampaikan ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) paling lambat tanggal 30 April 2020.
Namun, ketika PKP Pembeli menerima faktur pajak tertanggal 1 Maret, SPT Masa PPN masa
pajak Maret 2020 belum disampaikan ke KPP, sehingga pajak masukan dalam faktur pajak
tersebut dapat dikreditkan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama, yaitu pada
SPT Masa PPN masa pajak Maret 2020.
Contoh 2:
PKP A menyerahkan BKP pada tanggal 15 April 2020, faktur pajak juga dibuat pada tanggal
yang sama namun baru diserahkan ke PKP pembeli pada tanggal 12 Agustus 2020. Maka
PKP pembeli dapat mengkreditkan faktur pajak masukan pada SPT masa PPN Juli 2020 yang
wajib disampaikan ke KPP paling lambat tanggal 31 Agustus 2020.
Dalam contoh kasus kedua, PKP Pembeli sebenarnya dapat mengkreditkan Faktur Pajak
Masukan pada beberapa pilihan SPT masa PPN, misalnya SPT masa PPN Maret 2020 atau
SPT PPN Juni 2020. Namun, mengkreditkan Faktur Pajak Masukan ini harus
dipertimbangkan dengan matang, sebab asal mengkreditkan bisa berimplikasi pada kondisi
lebih bayar.
Jika faktur pajak diterima dalam jangka waktu lebih dari 3 bulan, maka PKP pembeli masih
bisa mengkreditkan faktur pajak masukan dengan cara melakukan pembetulan SPT masa
Ketika PKP sedang menjalani pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak (PKP), maka PKP
tersebut tidak bisa melakukan pembetulan SPT masa PPN dan implikasinya faktur pajak
masukan tersebut tidak dapat dikreditkan.
4. Restitusi PPN
Beberapa tips pengelolaan restitusi PPN yang efektif, antara lain menyangkut
masalah:
5. Rekonsiliasi PPN
Berikut adalah kemungkinan penyebab terjadinya perbedaan dalam ekualisasi
peredaran usaha antara SPT PPh Badan dan SPT Masa PPN :
a. Perbedaan waktu antara pengakuan pendapatan untuk kepentingan akuntansi
komersial dengan penerbitan faktur pajak. Dengan ketentuan baru mengenai tata
cara penerbitan faktur pajak, perbedaan ini dapat diminimalisasi.
b. Perbedaan kurs yang dipakai dalam pencatatan pembukuan dan untuk penerbitan
faktur pajak pada pendapatan perusahaan dengan mata uang asing. Umumnya,
pendapatan dalam mata uang asing dibukukan perusahaan menggunakan kurs
yang telah ditetapkan perusahaan sementara faktur pajak diterbitkan dengan
memakai kurs mingguan yang dikeluarkan dalam Keputusan Menteri Keuangan
sebagai acuannya.
c. Adanya pendapatan yang merupakan penyerahan yang terutang PPN tetapi tidak
dicatat dalam peredaran usaha oleh perusahaan. Dalam kasus ini, perusahaan
mungkin mencatatnya dalam pos perkiraan penghasilan lain-lain.
d. Adanya unsur peredaran usaha yang dikecualikan dari PPN.
e. Adanya unsur penyerahan yang menjadi objek PPN namun belum/bukan
merupakan penghasilan perusahaan, seperti penerimaan uang muka. Perusahaan
diharuskan untuk menerbitkan faktur pajak karena secara aturan, pembayaran
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak PKP yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Ketika PKP menjual suatu barang atau jasa kena
pajak, ia harus menerbitkan Faktur Pajak sebagai tanda bukti bahwa dirinya telah memungut
pajak dari orang yang telah membeli barang atau jasa kena pajak tersebut.
Faktur pajak merupakan bukti bahwa PKP telah melakukan penyetoran, pemungutan, dan
pelaporan SPT Masa PPN sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Jika tejadi kesalahan dalam mengisi faktur pajak, PKP masih dapat melakukan pembetulan.
Jika tidak dilakukan pembetulan sama sekali, maka hal ini akan merugikan PKP yakni pada
saat Audit datang ke PKP dan melakukan pemeriksaan pajak.
Setiap PKP harus membuat e-Faktur sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor: KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang Diwajibkan
Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik.
3. https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/pengertian-e-faktur-contoh-faktur-
pajak
4. https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/faktur-pajak-masukan