Anda di halaman 1dari 4

Nama : Azizah Nurpratistha

Nim : B1C120219
Matkul : Manajemen Pajak

BAB V. Tax Planning PPN


Bagi Wajib Pajak badan usaha, jenis perencanaan ini sifatnya amat penting, sebab pajak
termasuk biaya atau beban yang berpotensi mengurangi laba bersih. Dengan tax
planning, perusahaan dapat mencegah ketidakpatuhan perpanjangan yang sering kali memicu
utang pajak tak terduga. Dengan kata lain, tax planning dianggap sebagai upaya menekan
atau mengurangi beban pajak yang wajib dibayarkan pada negara

1. Memaksimalkan Mekanisme Pengkreditan PPN


Pada dasarnya mekanisme pengkreditan PPN memiliki konsep yang sederhana.
“Jika pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan, maka selisihnya merupakan PPN
yang harus dibayar.”
“Jika pajak keluaran lebih kecil dari pajak masukan, maka selisihnya merupakan
kelebihan bayar PPN yang bisa dikompensasi dengan masa pajak berikutnya atau
dikenakan restitusi.”

Pasal 9 UU Nomor 42 tahun 2009 mengatur lebih jauh mengenai mekanisme


pengkreditan pajak masukan. Pasal ini mengatur dimana pajak masukan dikreditkan
dengan pajak keluaran untuk masa pajak yang sama.

2. Faktur Pajak
Secara umum, Faktur Pajak dapat dibagi menjadi tiga :
 Faktur Pajak
 Faktur Pajak Gabungan
 Dokumen yang disamakan dengan Faktur Pajak

Untuk meringankan beban administrasi wajib pajak, saat yang tepat untuk membuatan
Faktur Pajak adalah pada saat terutangnya pajak, yaitu pada saat penyerahan atau dalam hal
pembayaran mendahului penyerahan maka Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran.
Dengan pengaturan ini, Wajib Pajak tidak perlu lagi membuat faktur penjualan (invoice)
yang berbeda dengan Faktur Pajak.

3. Saat Terutangnya PPN


Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah menganut
prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau
belum sepenuhnya diterima atau pada saat impor Barang Kena Pajak. Saat terutangnya pajak
untuk transaksi yang dilakukan melalui electronic commerce tunduk pada ketentuan ini.
Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum
penyerahan Jasa Kena Pajak, atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran.

4. Batas Waktu Penyetoran PPN dan Pelaporan SPT Masa PPN


Setiap Wajib Pajak yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
harus menyetorkan PPN dan melaporkan SPT Masa PPN paling lama akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa Pajak. Tepatnya, pada tanggal 30 atau 31 bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak.

5. Memaksimalkan Fasilitas di Bidang PPN


Bagi PKP yang mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut, PPN Masukan
yang berhubungandengan perolehan BKP/JKP tetap dapat dikredit-kan, sedangkan
bagi PKP yang mendapatkanPPh fasilitas PPNdibebaskan,PPN Masukan yang
berhubungan dengan perolehan BKP/JKP tidakdapat dikreditkan. Fasilitas PPN adalah
sbb:
 Fasilitas PPN tidak dipungut
 Fasilitas PPN dibebaskan
 Fasilitas PPN ditanggung pemerintah.

6. Sentralisasi Tempat PPN Terutang


Sentralisasi tempat terutangnya PPN tersebut pada dasarnya merupa-kan fasilitas
yang bisa dimanfaatkan oleh PKP. Dengan izin sentralisasi, maka akan terdapat
penghematan biaya administrasi dan pengaturan cash flow perusahaan yang lebih baik
dalam melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN. Memaksimalkan Restitusi PPN
Sebagai subjek PPN, salah satu hak bagi PKP adalah mengkreditkan Pajak Masukan
sesuai dengan ketentuan. Dalam mekanisme/indirect substraction method, PKP hanya
membayarkan PPN ke Kas Negara sebesar selisih antara Pajak Keluaran (PK) dikurangi
dengan Pajak Masukan (PM). Penghitungan tersebut dilakukan setiap bulan.

7. Memaksimalkan Restitusi PPN


Restitusi PPN merupakan pengajuan pengembalian pembayaran pajak oleh PKP ke
Pemerintah melalui DJP. Pengembalian ini hanya dapat dilakukan jika jumlah kredit pajak
lebih besar daripada pajak terutang atau PKP melakukan pembayaran pajak yang tidak
seharusnya terutang.
Kriteria Umum bagi manajemen dalam memutuskan perlu tidaknya mengajukan permohonan
restitusi PPN :
 Bila besarnya PPN yang lebih bayar tersebut cukup signifikan/material jumlahnya
 Bila kondisi keuangan perusahaan mengalami gangguan cash flow
 Bila sudah diyakini kesiapan perusahaan untuk diperiksa oleh fiskus
 Bila prediksi masa depann pembayaran PPN mengajukan lebih bayar PPN

8. Membangun Sendiri Tidak Dalam Kegiatan Usaha


PPN Kegiatan Membangun Sendiri (PPN KMS) adalah Pajak Pertambahan Nilai
yang terutang bagi orang pribadi atau badan yang membangun bangunan untuk digunakan
sendiri atau pihak lain, yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha, seperti usaha konstruksi
yang kegiatan usahanya memang membangun bangunan.

9. PPN Atas Barang Gratis Untuk Kepentingan Promosi


Penyerahan barang sample yang bersifat cuma-cuma tetap dikenakan PPN, dengan
kode faktur pajak 040. Pembuatan faktur pajak atas penyerahan barang sample umumnya
sama dengan faktur pajak biasa, namun yang membedakan adalah pada saat pengisian
informasi penerima atau lawan transaksi. Pengusaha kena pajak (PKP) selaku pemberi barang
sample dapat mengisi kolom penerima dengan identitasnya sendiri karena tidak ada lawan
transaksi. Sedangkan pada saat pencatatan di akuntansi perpajakan, PPN tercatat sebagai PPN
keluaran.

PPN atas barang sample sejatinya merupakan cabang dari perlakuan Pajak


Pertambahan Nilai (PPN) pemberian cuma-cuma. Definisi yang pas adalah, perlakuan PPN
atas pemberian Barang Kena Pajak (BKP) yang diberikan tanpa imbalan pembayaran.

PPN atas barang sample ini muncul saat Pengusaha Kena Pajak (PKP) hendak memasarkan
BKP hasil produksinya atau BKP dagangannya, maka lazim PKP tersebut
memberikan sample terhadap calon pembeli untuk melihat atau menguji kualitas BKP yang
ditawarkan.
 
10. Penjagaan Terhadap Cash Flow Perusahaan
Berikut ini cara- cara yang aman dalam perencanaan pajak yang perlu diagendakan oleh
manajemen perusahaan untuk diaplikasikan dalam kerangka peningkatan efisiensi pajak dan
keuangan perusahaan:
 Menyegerakan pengajuan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) pada
perusahaan yang baru berdiri
 Memilih mendirikan perusahaan di lokasi yang mendapat fasilitas perpajakan PPN
 Mengusahakan membeli bahan baku pada saat akan menjalankan proses produksi
(just in time)
 Mengajukan permohonan sentralisasi PPN bagi perusahaan yang mempunyai kantor
cabang.
 Penanganan Faktur Pajak dengan baik.

11. Pengandalan Pajak Melalui Tax Review


Tax Review merupakan pelayanan yang bertujuan untuk menelaah dan meneliti
tingkat kepatuhan wajib pajak secara umum dan memberikan rekomendasi untuk
meminimalkan pajak yang belum diketahui perusahaan.
Tax review diharapkan dapat mengendalikan beban pajak perusahaan yang diakibatkan
tidak dipenuhinya kewajiban perpajakan dengan benar dan tepat
Tujuan Tax Review PPN :
 Untuk mengetahui sejauh mana unit bisnis melauan pemenuhan kewajiban
perpajakan PPN-nya, sesuai dengan peraturan perpajakan.
 Meminimalisasi terjadinya transaksi berkaitan dengan PPN yang dapat meinimbulkan
risiko masalah perpajakan.
 Meminimalisasikan sanksi perpajakan PPN yang diakibatkan kesalahan pencatatan
yang dilakukan oleh unit bisnis dan memperbaikinya.
 Agar unit bisnis tidak melakukan kesalahan yang sama pada waktu yang akan datang
 Mempersiapkan unit bisnis dalam menghahadapi pemeriksaan yang dilakukan oleh
pihak fiskus.

12. Tanggung Jawab Renteng


Pada awalnya ketentuan tanggung jawab renteng ini diatur dalam pasal 33 UU KUP
No.16 Tahun 2000, kemudian ketentuan ini dihapus dalam UU KUP No.28 Tahun 20007,
kemudian dihidupkan lagi melalui penambahan pasal 16F kedalam UU PPN No.42 Tahun
2009, yakni: “Pembelian Barang Kena Pajak atau penerimaan Jasa Kena Pakak bertanggung
secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak
telah dibayar”
Kesannya, ketentuan tanggung jawab renteng tersebut menimbulkan ketidakadilan pajak,
karena: Sanksi perpajakan untuk satu objek pajak PPN dikenakan lebih dari Satu kali, di
mana penjual dan pembeli sama-sama dikenakan. Ini tidak sesuai dengan karakter legal dari
PPN yang bersifat non kumulatif, yaitu tidak menimbulkan pajak berganda.

Sesuai dengan sifat PPN sebagai pajak konsumsi atau pajak tidak langsung yang
senantiasa menjaga sifat sentralisasinya, maka tanggung jawab pemungutan pajak (serta
penyetoran dan pelaporannya) dalam hal ini berada di pundak penjual yang melakukan
penyerahan BKP/JKP, sedangkan beban pajak itu sendiri memang menjadi tanggungan
pembeli BKP/JKP. Tapi apakah adil bila kesalahan dari penjual dibebankan kepada pembeli
(yang mesti ikut menanggung sanksi perpajakan dari PPN, yang tidak dapat dipungut dan
disetor oleh penjual) padahal pembeli sudah melaukan kewajiban pelunasan harga BKP/JKP
sesuai kesepakatan yang telah dicapai kedua bela pihak

Anda mungkin juga menyukai