Disusun Oleh:
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan
nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa
Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN
termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain
(pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak
(konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang
atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam
perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak
masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya,
sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau
membuat produknya.
Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar
hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang
No. 8/1983 berikut revisinya, yaitu Undang-Undang No. 11/1994 dan Undang-Undang No.
18/2000.
• Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya,
meliputi:
1. Minyak mentah.
2. Gas bumi.
3. Panas bumi.
6. Bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, dan bijih bauksit.
1. adanya penyerahan;
2. yang diserahkan adalah Barang Kena Pajak (BKP);
3. yang menyerahkan adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP);
4. penyerahannya harus di Daerah Pabean, yaitu daerah Republik Indonesia;
5. PKP yang menyerahkan harus dalam lingkungan perusahaan /pekerjaannya terhadap
barang yang dihasilkan.
Mekanisme Pengkreditan
Setiap akhir masa pajak, Pengusaha Kena Pajak akan melaporkan SPT Masa
PPN yang merupakan tempat untuk mempertandingkan antara Pajak Keluaran dengan
Pajak Masukan. Pajak Masukan menimbulkan aliran uang keluar atau cash outflow,
sedangkan pajak keluaran menimbulkan aliran uang masuk atau cash inflow. Pajak
Masukan merupakan uang muka pajak, sedangkan pajak keluaran merupakan hutang
pajak. Saldo keduanya akan saling dioffset, di dalam SPT Masa PPN, setelah masa
pajak berakhir, dan akan menghasilkan tiga kemungkinan: Pertama, akan
menghasilkan kekurangan pembayaran pajak apabila jumlah Pajak Keluaran atau
Cash Inflow melebihi jumlah Pajak masukan atau Cash Outflow; Kedua, akan
menghasilkan kelebihan pembayaran pajak apabila jumlah Pajak Masukan atau Cash
Outflow melebihi jumlah Pajak Keluaran atau Cash Inflow. Ketiga, akan
menghasilkan jumlah nihil apabila jumlah Pajak Keluaran atau Cash Inflow sama
dengan jumlah Pajak Masukan atau Cash Outflow.
Pemahaman mengenai cash inflow untuk Pajak Keluaran dan Cash Outflow
untuk Pajak Masukan ini menjelaskan mengapa untuk transaksi penyerahan BKP/JKP
kepada Instansi Pemerintah dan ekspor akan menimbulkan kelebihan bayar PPN. Hal
ini dikarenakan Pajak Keluarannya tidak menimbulkan uang masuk (cash inflow),
yang akan bertanding dengan Pajak Masukan yang telah menimbulkan aliran uang
keluar (cash outflow). Tetapi, untuk transaksi-transaksi tertentu yang TIDAK
PERNAH menimbulkan Pajak Keluaran sehingga tidak menimbulkan aliran uang
masuk (zero cash inflow), Pajak Masukannya (cash outflow) juga tidak dapat
dikreditkan, yaitu, pertama, transaksi penyerahan bukan Barang Kena Pajak atau
bukan Jasa Kena Pajak yang tidak terutang PPN. Kedua, transaksi penyerahan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang mendapatkan fasilitas di bidang PPN, seperti
penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang mendapat fasilitas PPN
dibebaskan, ditunda, ditangguhkan, atau ditanggung pemerintah. Ketentuan ini
dimaksudkan untuk menghindari kelebihan bayar Pajak Pertambahan Nilai.
Contoh:
a) PKP "A" bulan Januari 1996 menjual tunai kepada PKP "B" 100 pasang
sepatu @ Rp.100.000,00 = Rp.10.000.000,00 PPN terutang yang dipungut
oleh PKP"A" 10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00 Jumlah yang harus
dibayar PKP "B" = Rp.11.000.000,00
b) PKP "B" dalam bulan Januari 1996 :
Menjual 80 pasang sepatu @ Rp.120.000,00 = Rp. 9.600.000,00
Memakai sendiri 5 pasang sepatu untuk pemakaian sendiri,
DPP adalah harga jual tanpa menghitung laba kotor, yaitu Rp 100.000,-
per pasang = Rp 500.000,00
PPN yang terutang:
Atas penjualan 80 pasang sepatu 10% x Rp.9.600.000,00 = Rp
960.000,00
Atas pemakai sendiri 10% x Rp.500.000,00 = Rp 50.000,00
Jumlah PPN terutang = Rp 1.010.000,00
c) PKP Pedagang Eceran (PE) "C" menjual BKP seharga = Rp.10.000.000,00
Bukan BKP = Rp. 5.000.000,00 Rp.15.000.000,00
PPN yang terutang 10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00
PPN yang harus disetor 10% x 20% x Rp.15.000.000,00 = Rp. 300.000,00
d) PKP "D" pabrikan yang menghasilkan mesin cuci pakaian. Mesin cuci pakaian
dikategorikan sebagai BKP yang tergolong mewah dan dikenakan PPn BM
dengan tarif sebesar 20%. Dalam bulan Januari 1996 PKP "D" menjual 10
buah mesin cuci kepada PKP "E" seharga Rp.30.000.000,00.
o PPN yang terutang 10% x Rp.30.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
o PPn BM yang terutang 20% x Rp. 30.000.000,000 = Rp 6.000.000,00
PPN dan PPn BM yang terutang PKP "D" = Rp. 9.000.000,00
e) PKP "E" bulan Januari 1996 menjual 10 buah mesin cuci tersebut diatas
seharga Rp.40.000.000,00 PPN yang terutang 10% x Rp.40.000.000,00 = Rp.
4.000.000,00
Catatan:
PKP "E" tidak boleh memungut PPn BM, karena PKP "E" bukan pabrikan dan
PPn BM dikenakan hanya sekali.
1. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh
persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).
2. Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan
tarif 0% (nol persen).
3. Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok Barang Kena Pajak Yang
Tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
4. Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang
Kena Pajak Yang Tergolong Mewah ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan.”
Contoh soal :
Jasa kena pajak PT. X membangun outlet dengan luas bangunan 200 m2 dengan
biaya Rp 500.000.000,-
Jawaban:
DPP 40% x Rp 500.000.000 = Rp 200,000,000
PPN 10% x Rp 200.000.000 = Rp 20,000,000
PT. Samsung pabrik AC harga jual Rp 4.000.000,- termasuk PPN BM 20%
PPN = Rp 4.000.000 x 10% Rp 400,000
PPN BM = Rp 4.000.000 x 20% Rp 800,000
Harga Jual Rp 4,000,000
Yang harus dibayar Rp 5,200,000
Nilai Import
Cost insurance freigh (CIF) US$ 20.000
Nilai konversi Rp 9.500/US$
Bea masuk 20%
Jawaban:
Nilai import = US$ 20.000,- x Rp 9.500,- Rp 190,000,000
Bea masuk 20% x Rp 190.000.000,- Rp 38,000,000
DPP Rp 228,000,000
PPN 10% Rp 22,800,000
PPN BM 20% Rp 45,600,000
Yang harus dibayar Rp 68,400,000
Contoh soal:
PT. Korindo Motors mendapatkan tagihan dari PT. Suzuki atas pembelian mobil
Rp 375.000.000,- termasuk PPN dan PPN BM 40%
PPN BM 50/150 x Rp 375.000.000,- = Rp 125,000,000
PPN 10/150 x Rp 375.000.000,- = Rp 25,000,000
Rp 150,000,000
Harga Rp 375,000,000
PPN BM Rp (125,000,000)
PPN Rp (25,000,000)
Rp 225,000,000
Tarif PPnBM
KELOMPOK BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH
BERUPA KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAKAN PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api
atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak
(4x4), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.
60 kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 cc
sampai dengan 500 cc; dan kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas
salju, di pantai, di gunung, dan kendaraan semacam itu.
75 kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang
termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station
wagon dan selain sedanatau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar
penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 3000 cc;
kendaraan bermotor pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk
pengemudi, dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel) berupa sedan
atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu)
gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4),
dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc;
kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc;
trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.