Anda di halaman 1dari 6

Pengertian PPN Dan PPnBM

Pajak Pertambangan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah


(PPnBM) merupakan dua jenis pajak yang berbeda meski memiliki
sejumlah unsur yang sama.

Dari pengertiannya saja, kita bisa simpulkan jika PPN dan PPnBM
merupakan dua hal yang berbeda. PPN merupakan pajak yang dikenakan
terhadap pertambahan nilai yang muncul karena pemakaian faktor-faktor
produksi oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyiapkan,
menghasilkan dan memperdagangkan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa
Kena Pajak (JKP).

Sementara, PPnBM merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang


masuk golongan barang mewah. Pengenaan PPnBM dibebankan pada
produsen atau PKP yang menghasilkan atau mengimpor barang mewah.

Dari pengertian tersebut sudah jelas bahwa PPN dan PPnBM merupakan
jenis pajak yang berbeda, meski metode penerbitan faktur pajak dan
pelaporan SPT-nya menggunakan mekanisme pelaporan yang sama.

7 Karakteristik PPN

PPN memiliki 7 karakteristik, antara lain:

1. Merupakan pajak tidak langsung. Artinya, beban pajak dialihkan


kepada pihak lain, yakni pihak yang mengkonsumsi barang atau
jasa yang menjadi objek pajak. Selain itu, tanggung jawab
penyetoran pajaknya tidak berada di pihak yang memikul beban
pajak.
2. Merupakan pungutan yang sifatnya objektif. Kewajiban untuk
membayar PPN ditentukan oleh objek pajak, sehingga kondisi subjek
pajak tidak diperhitungkan sama sekali. Kondisi seseorang sebagai
subjek pajak, terlepas dari gender, status sosial ataupun daya beli
semuanya sama di mata PPN sehingga dikenakan besaran pungutan
yang sama.
3. Multi stage tax. Artinya, PPN dikenakan pada seluruh rantai produksi
dan distribusi. Setiap barang yang menjadi objek PPN mulai dari
pabrikan ke pedagang besar hingga ke pengecer atau ritel,
semuanya dikenakan PPN.
4. Dihitung dengan metode indirect substraction. Pajak yang dipungut
PKP penjual tidak langsung disetorkan ke kas negara. PPN terutang
yang harus dibayarkan ke kas negara merupakan hasil perhitungan
mengurangkan PPN yang dibayar kepada PKP lain yang dinamakan
pajak masukan dengan PPN yang dipungut dari pembeli yang
dinamakan pajak keluaran.
5. Merupakan pajak atas konsumsi umum dalam negeri. PPN hanya
dikenakan pada konsumsi BKP dan/atau JKP yang dilakukan di dalam
negeri. Oleh karena itu, komoditas impor juga dikenai PPN dengan
besaran sama dengan komoditas lokal.
6. Bersifat netral. Netralitas PPN dibentuk oleh dua faktor, yakni
dikenakan atas konsumsi barang maupun jasa dan menganut
prinsip tempat tujuan (destination principle) dalam pemungutannya.
7. Tidak menimbulkan pajak berganda. Kemungkinan adanya pajak
berganda dapat dihindari karena PPN hanya dipungut atas nilai
tambah saja.

Karakteristik PPnBM

PPnBM memiliki 4 karakteristik, antara lain:

1. Merupakan pungutan tambahan. PPnBM merupakan pungutan


tambahan yang dikenakan pada barang mewah disamping PPN. Hal
ini dimaksudkan agar konsumen yang membeli barang mewah,
yang notabene merupakan konsumen dengan daya beli tinggi,
memikul beban tambahan lebih tinggi dibanding konsumen berdaya
beli rendah. Sebab, jika tidak dibebankan pungutan tambahan,
maka tidak ada asas keadilan, karena konsumen yang daya belinya
tinggi membayar persentase pajak yang sama dengan konsumen
dengan daya beli rendah.
2. Hanya dikenakan satu kali. PPnBM hanya dikenakan satu kali, yaitu
pada saat impor/penyerahan BKP yang tergolong mewah yang
dilakukan pabrikan yang menghasilan BKP yang tergolong mewah.
3. Tidak dapat dikreditkan. Karena sasaran PPnBM adalah konsumen,
maka tujuan memberi beban pajak tambahan tidak akan tercapai
apabila PPnBM dapat dikreditkan karena PPnBM yang dibayar akan
masuk kembali ke kas perusahaan pedagang besar. Oleh karena itu,
PPnBM akan dibebankan sebagai biaya oleh PKP yang menyerahkan
BKP pada mata rantai distribusi yang kedua, sehingga akan menjadi
unsur harga jual yang diinta dari pembeli, yaitu PKP pada jalur
berikutnya atau konsumen yang secara langsung membeli dari
pedagang besar.
4. Jika diekspor, PPnBM yang dibayar pada saat perolehan dapat
diminta kembali. Meski PPnBM tidak dapat dikreditkan, tetapi
apabila BKP yang tergolong mewah diekspor, maka PPnBM yang
dibayar berkaitan dengan perolehan BKP yang tergolong mewah
yang berhubungan langsung dengan BKP, dapat diajukan
permintaan restitusi.

Perbedaan PPN dan PPnBM

Berdasarkan masing-masing karakteristiknya, secara garis besar terdapat


tiga poin perbedaan PPN dan PPnBM, yakni:

1. Jenis pungutan. Pada PPN, jenis pungutan yang dibebankan adalah


pungutan atas nilai tambah barang. Sementara, PPnBM merupakan
pungutan tambahan yang dikenakan selain PPN kepada barang
yang sifatnya mewah.
2. Pengenaan Pajak. PPN dikenakan di setiap mata rantai jalur produksi
maupun jalur distribusi, mulai dari tingkat pabrikan, tingkat
pedagang besar hingga tingkat pedagang pengecer. Sementara,
PPnBM hanya dikenakan satu kali, yakni saat impor atau saat
penyerahan BKP di dalam negeri oleh pabrikan yang
menghasilkannya.
3. Pengkreditan. PPN dapat dikreditkan melalui mekanisme pajak
masukan dan pajak keluaran. Sementara, PPnBM tidak dapat
dikreditkan dengan PPN atau PPnBM lainnya.

Mekanisme Pelaporan PPN dan PPnBM

Dalam hal pelaporan, PPN dan PPnBM menggunakan SPT Masa PPN atau
bisa disebut juga SPT Masa PPN 1111, yang merupakan form yang
digunakan PKP untuk melaporkan hitungan besaran pajak PPN dan PPnBM
yang terutang.

PKP yang memungut PPN dan/atau PPnBM wajib menerbitkan faktur pajak
sebagai bukti telah dipungutnya PPN dan/atau PPnBM. Dalam prosesnya
penerbit faktur pajak harus memiliki sertifikat elektronik dan membuat e-
Faktur.

Sejak hadirnya e-Filing, PKP yang ingin melaporkan pajak, baik PPN
maupun PPnBM tidak perlu lagi menyampaikan SPT secara manual. Hal
ini bahkan ditetapkan melalui Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor
PER-03/PJ/2015.

TARIF PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PPN DAN PPnBM


Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah (PPnBM)
PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak
dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

Tarif PPN & PPnBM


1 Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)
.
2 Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75%
. (tujuh puluh lima persen)
3 Tarif PPN dan PPnBM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen).
.

Dasar Pengenaan Pajak


Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang
terutang, yaitu: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai
Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
1 Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
. seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP),
tidak termasuk PPN yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan
dalam Faktur Pajak.
2 Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
. atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak
(JKP), tidak termasuk pajak yang dipungut dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.
3 Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea
. Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk
PPN yang dipungut menurut Undang-undang.
4 Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
. atau seharusnya diminta oleh eksportir.
5 Nilai Lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan
. Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan, yaitu;
  a. Untuk pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
  b. Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
  c. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan
Harga Jual rata-rata;
  d. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
  e. Untuk persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan, adalah harga pasar yang wajar;
  f. Untuk aktifva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan
sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuandapat
dikreditkan, adalah harga pasr wajar;
  g. Untuk kendaraan bermotor bekas adalah 10% (sepuluh persen)dari Harga
Jual.
  h. Untuk penyerahan jasa biro perjalananatau jasa biro pariwisata adalah 10%
(sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
  i. Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah
tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
  j. Untuk jasa anjak piutang adal 5% (lima persen) dari jumlah seluruh imbalan
yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon;
  k. Untuk penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya
dan penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang adalah Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor.
  l. Untuk penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang
adalah harga lelang.
 
Contoh Cara Menghitung PPN dan PPnBM
1 PKP “A” dalam bulan Januari 2001 menjual tunai Barang Kena Pajak kepada
. PKB “B” dengan harga jual Rp. 25.000.000,00
PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “A” = 10% x Rp. 25.000.000,00 =
Rp. 2.500.000,00
PPN sebesar Rp. 2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.
2 PKP “B” dalam bulan Pebruari 2001 melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak
. dengan memperoleh Penggantian sebesar Rp. 15.000.000,00
PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B” = 10% x Rp. 15.000.000,00 =
Rp. 1.500.000,00
PPN sebesar RP. 1.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “B”.
3 Pengusaha Kena Pajak “C” mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah
. Pabean dengan Nilai Impor sebesar RP. 35.000.000,00
PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 10% x Rp.
35.000.000,00 = Rp. 3.500.000,00
4 Pengusaha Kena Pajak “D” menimpor Barang Kena Pajak yang tergolong
. Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp. 50.000.000,00 Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah tersebut selain dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM
misalnya dengan tarif 20% (dua puluh persen).
Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak
yang tergolong mewah tersebut adalah:
  a Dasar Pengenaan Pajak Rp. 50.000.000,00
.
  b PPN = 10% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00
.
  c. PPn BM = 20% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 10.000.000,00
  Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian
dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM
dengan tarif misalnya 35% (tiga puluh lima persen).
 
Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak
dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 dapat ditambahkan
ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai
biaya.
 
Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya kepada PKP “X” dengan
harga jual Rp. 150.000.000,00 maka penghitungan PPN dan PPnBM yang
terutang adalah:
  a Dasar Pengenaan Pajak Rp. 150.000.000,00
.
  b PPN = 10% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 15.000.000,00
.
  c. PPnBM =35% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 52.500.000,00
   
PKP “D” dapat mengkreditkan PPN sebesar Rp. 5.000.000,00 yang dibayar
pada saat impor BKP tersebut terhadap PPN sebesar Rp. 15.000.000,00
Sedangkan PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 tidak dapat dikreditkan baik
dengan PPN sebesar Rp. 15.000.000,00 maupun dengan PPnBM sebesar Rp.
52.500.000,00

Anda mungkin juga menyukai