Anda di halaman 1dari 15

BAB 5 : Manajemen PPN dan PPnBM

1. Dalam rangka pengelolaan PPN, hal-hal penting apakah yang harus diperhatikan
untuk dilakukan agar Perusahaan dapat membayar PPN seefisien mungkin dan
terhindar dari sanksi yang seharusnya tidak perlu terjadi. Jelaskan dan berikan
contohnya!
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengefisienkan pembayaran PPN yaitu :
Menghindari pre-financing PPN bagi PKP penjual, yaitu keadaan dimana PKP
harus menalangi terlebih dahulu pembayaran PPN karena PKP pembeli tidak
membayar tepat waktu. PKP penjual dapat melakukan suatu perjanjian dengan

PKP pembeli untuk melunasi tagihannya tepat waktu.


Mengoptimalisasikan PPN masukan untuk dikreditkan oleh PKP pembeli.
PKP pembeli harus mengenali PKP penjual dengan baik, memeriksa
keabsahan faktur pajak dan meminta penggantian apabila faktur pajak yang

diterima tidak lengkap.


Untuk wajib pajak yang memiliki tempat usaha lebih dari satu dapat
melakukan pemusatan PPN terutang untuk menghindari kerumitan pelaporan,
pengelolaan arus kas yang efekstif dan efisiensi sdm yang menangani urusan

perpajakan perusahaan.
Mengajukan restitusi kelebihan pembayaran PPN
Memanfaatkan fasilitas-fasilitas PPN yang tersedia

2. PT. Anugrah Sejati (PAS) sebuah perusahaan yang baru didirikan pada bulan Agustus
2013. Perusahaan bergerak dalam bidang industri peralatan rumah tangga yang
produknya akan diekspor ke negara-negara tetangga. Sebagian besar bahan bakunya
merupakan bahan baku impor dari luar negeri. Untuk menjalankan bisnis dan
mengelola perpajakannya, perusahaan tersebut mengajukan beberapa pertanyaan
kepada saudara sebagai berikut: (i) Apakah sebaiknya perusahaan mengajukan
permohonan NPPKP bersamaan dengan NPWP? Atau NPPKP diminta setelah
perusahaan menghasilkan dan menjual produknya? (Diperkirakan 1 s/d 2 tahun, PAS
akan lebih banyak mengeluarkan biaya-biaya dan belum ada penghasilan, jadi masih
merugi); (ii)Dimanakah sebaiknya lokasi industri didirikan? Apakah masalah tempat
tidak berpengaruh pada masalah pajak?)
(i)
Dengan melihat kondisi PAS yang melakukan ekspor ke negara tetangga,
sebaiknya PAS mengukuhkan diri sebagai PKP bersamaan dengan
permohonan NPWP. Hal agar PAS dapat mengkreditkan PPN masukan atas
impor bahan baku dari luar negeri, sebagai salah satu hak PKP. Sementara atas

penjualan yang dilakukan ke luar negeri tidak dipungut PPN. PAS berhak atas
kelebihan pembayaran PPN yang sudah dipungut saat perolehan bahan baku.
3. Manajemen pajak yang dilakukan terhadap pajak tidak langsung (indirect taxes),
biasanya relatif lebih sulit dibandingkan dengan perencanaan pajak terhadap pajak
langsung (direct taxes). Mendasarkan diri pada ketentuan perpajakan sekarang,
khususnya untuk Pajak Pertambahan Nilai, coba Saudara jelaskan upaya-upaya
manajemen pajak yang dapat dilakukan apabila hasil produksi perusahaan adalah
untuk diekspor dengan komposisi bahan baku dominan impor! (Catatan : mohon
disinggung pula aspek financial& cost considerans-nya!)
Atas bahan baku yang diimpor, perusahaan akan dikenakan PPN sebesar 10 % yang
merupakan pajak masukan bagi perusahaan. Sementara atas ekspor yang dilakukan
atas hasil produksi tidak dipungut PPN. Hal ini menyebabkan pajak masukan lebih
besar dari pajak keluaran, sehingga terjadi kelebihan bayar. Pengusaha memiliki hak
klaim restitusi PPN dengan syarat sudah dikukuhkan sebagai PKP. Oleh karena itu
upaya manajemen pajak yang dapat dilakukan adalah dengan memilih dikukuhkan
sebagai PKP.
4. Tax Management yang terukur terhadap SPT Masa PPN akan meghindarkan
perusahaan dari eksposure pajak yang tidak perlu. Dengan melakukan penelaahan
(review) atas SPT Masa PPN berikut data-data yang relevan seperti faktur pajak
keluaran dan faktur pajak masukan serta dokumen pendukung lainnya, diharapkan
dapat mengantisipasi masalah validitas PPN masukan yang dikreditkan disamping
dapat mempercepat proses restitusi sesuai dengan harapan perusahaan. Di bawah ini,
Saudara akan menjumpai kasus sehubungan dengan hasil VAT review suatu
perusahaan dimana atas temuan tersebut saudara diminta untuk; (i) mengkuantifisir
VAT exposures atas kelalaian tadi; (ii) menginventarisir tindakan yang mungkin
(possible actions to be taken) dilakukan perusahaan atas temuan tersebut; dan (iii)
merekomendasikan pilihan mana yang paling tepat dari kacamata pajak (the best
suitable option from tax point of view).
CUPLIKAN KASUS PENELAAHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
Berdasarkan hasil penelaahan PPN (VAT review) untuk tahun pajak 2009
yang meliputi masa Januari s/d Desember 2009, diketahui bahwa pihak
perusahaan telah mengakui adanya accrual management services fee

(acc #007) di bulan Juni dan Desember sebesar masing-masing Rp


500.000.000,00. Penelusuran lebih jauh terhadap bukti pendukung
memperlihatkan bahwa pencatatan accrual biaya tersebut di G/L
perusahaan disebabkan oleh adanya management services agreement
dengan pihak indpendent di luar negeri yang berdasarkan kontrak akan
ditagih 6 bulan sekali. Billing yang diterima oleh perusahaan juga telah
dibayar di Juli 2009 dan Januari 2010. Hanya saja perusahaan lupa untuk
melakukan pembayaran PPN Jasa Luar Negeri berkenaan dengan tagihantagihan tadi.
Posisi SPT Masa PPN Perusahaan di bulan Juni dan Desember 2009
berdasarkan hasil penelaahan, sebelum diketahui adanya utang PPN Jasa
Luar Negeri tersebut adalah sebagai berikut (dalam rupiah) :
Deskripsi

Juni 2009

Penjualan bulan ybs


PPN Keluaran
PPN Masukan
PPN Kurang Bayar
Tanggal pembayaran PPN
terutang
Tanggal lapor SPT Masa PPN

Desember 2009

2.000.000.000
200.000.000
125.000.000
75.000.000
9 Juli 2009

1.750.000.000
175.000.000
75.000.000
100.000.000
8 Januari 2010

17 Juli 2009

20 Januari 2010

Berikan komentar Saudara sesuai instruksi menyikapi kasus yang terjadi


di atas.
5. Dalam upaya untuk mendapatkan hak restitusi PPN lebih bayar oleh perusahaan : (i)
Persyaratan apakah yang harus dipenuhi perusahaan untuk mengajukan restitusi atas
PPN lebih bayar tersebut ? (ii) strategi-strategi apakah yang harus dilakukan agar
restitusi PPn yang diajukan dapat diterima sesuai harapan ? (iii) resiko-resiko apakah
yang mungkin timbul, dari pengajuan restitusi PPN tersebut?Jelaskan! (iv) Apabila
memenuhi persyaratan yang ditentukan, perusahaan dapat meminta hak memperoleh
restitusi PPN melalui post audit. Jelaskan syarat yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan hak ini dan jelaskan pula kelebihan serta kekurangan dari sistem post
audit tersebut bagi perusahaan!

Persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan untuk mengajukan restitusi atas PPN
lebih bayar yaitu termasuk dalam kategori PKP berisiko rendah, yaitu : (i) PKP yang
melakukan ekspor BKP; (ii) PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP
kepada pemungut PPN; (iii)PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JKP yang PPN nya tidak dipungut; (iv) PKP yang melakukan ekspor BKP
tidak berwujud; (v) PKP yang melakukan ekspor JKP. Selain itu juga dapat diberikan
kepada PKP dalam tahap belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan
yang terutang pajak.
Strategi yang harus dilakukan agar restitusi PPN yang diajukan dapat diterima sesuai
harapan yaitu :
Pastikan seluruh data terkait dengan pengajuan klaim restitusi PPN telah

lengkap, benar dan jelas keterkaitannya


Pastikan seluruh kelengkapan dokumen pengajuan klaim restitusi PPN telah
diserahkan kepada pihak pemeriksa pajak dalam jangka waktu yang

dipersyaratkan
Proaktif menindaklanjuti proses pemeriksaan dalam rangka restitusi PPN
untuk mengantisipasi kejutan-kejutan yang mungkin muncul

Risiko yang mungkin timbul dalam pengajuan restitusi PPN yaitu dilakukannya
pemeriksaan oleh DJP dan apabila ditemukan kekurangan bayar dan diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), jumlah kekurangan pajaknya ditambah
dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan
pembayaran pajak.
6. Sebutkan perbedaan antara PPN dan PPnBm berdasarkan ketentuan yang sekarang
berlaku dan kiat pengelolaannya secara umum!
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah
Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi.
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sangat dipengaruhi oleh perkembangan transaksi
bisnis serta pola konsumsi masyarakat yang merupakan objek dari Pajak Pertambahan
Nilai. Tarif PPN merupakan tarif tunggal yaitu 10% atas Dasar Pengenaan Pajak,
kecuali untuk beberapa golongan BKP tertentu yang diatur Undang-Undang.
Sedangkan PPnBM dikenakan atas penyerahan BKP yang tergolong mewah dalam
daerah pabean atau atas impor BKP yang tergolong mewah. Tarif PPnBM paling
rendah 10% dan paling tinggi 200%.

7. Apa yang Saudara ketahui tentang Kawasan Bebas (Free Trade Zone)? Sebutkan
perlakuan PPN di Kawasan bebas! Fasilitas pajak atas pemasukan BKP, BKP tidak
berwujud, dan JKP dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Bebas!
Kawasan bebas adalah suatu bangunan, tempat, atau kawasan dengan batas-batas
tertentu yang didalamnya melakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan
bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan, enyortiran, pemeriksaan awal,
pemeriksaan akhir, pengepakan atas barang dan bahan asal impor atau barang dan
bahan dari dalam daerah pabean Indonesia lainnya, yang hasilnya terutama untuk
tujuan ekspor.
Fasilitas perpajakan yang diberikan kepada kawasan berikat dapat diberikan untuk
kegiatan berikut:
Impor barang atau bahan yang dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat

diberikan fasilitas berupa:


o Penangguhan bea masuk
o Pembebasan cukai
o Tidak dipungut PPN, PPnBm dan PPh Pasal 22
Penyerahan barang kena pajak dalam negeri ke Tempat Penimbunan Berikat
diberikan fasilitas berupa tidak dipungut PPN dan PPnBM.

8. Sebutkan fasilitas PPN yang tersedia berdasarkan ketentuan UU PPN yang berlaku,
prosedur mendapatkannya dan mekanisme pengkreditan PPN masukannya!
Fasilitas terkait dengan pengenaan PPN dapat berupa :
i.
PPN tidak dipungut baik untuk sebagian ataupun seluruhnya
ii.
PPN dibebaskan baik untuk sementara waktu atau selamanya, untuk :
a. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam daerah pabean
b. Penyerahan BKP tertentu atau penyerahan JKP tertentu
c. Impor BKP tertentu
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud tertentu dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean
e. Pemanfaatan JKP tertentu dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
9. Sebut dan jelaskan apa yang saudara ketahui tentang obyek PPN menurut: (i) Pasal 4;
(ii) Pasal 16C; dan (iii) Pasal 16D UU PPN yang berlaku! Sebutkan pula persyaratanpersyaratan Obyek PPN!
(i) Berdasarkan Pasal 4 UU PPN, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:.
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh Pengusaha;
b. impor Barang Kena Pajak;

c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan


oleh Pengusaha;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean
di dalam Daerah Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean; atau
f. ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
(ii) Berdasarkan Pasal 16C UU PPN :
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang
dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau
badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan
dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
(iii) Berdasarkan Pasal 16D UU PPN :
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena
Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan,
sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat
dikreditkan.

10. Pembayaran dan pelaporan pajak merupakan salah satu aspek manajemen pajak yang
cukup strategis dan tidak boleh diabaikan.
Pembayaran pajak sebagai salah satu aspek manajemen pajak yaitu dengan melakukan
pembayaran pajak tepat waktu. Hal ini bukan berarti pembayaran pajak harus
dilakukan jauh-jauh hari sebelum jatuh tempo, melainkan tidak lewat tanggal jatuh
tempo untuk menghindari timbulnya sanksi administrasi akibat keterlambatan. Begitu
juga halnya dengan pelaporan juga harus dilakukan tepat waktu. Sanksi yang harus
dibayar jika terjadi keterlambatan hanya akan menambah beban pajak yang akan
dibayar oleh perusahaan. Selain itu Wajib Pajak juga harus memastikan bahwa
informasi yang tertera dalam SPT adalah benar untuk menghindari biaya jika terjadi
pemeriksaan nantinya.
11. Coba saudara jelaskan upaya-upaya manajemen pajak yang dapat dilakukan dalam hal
pembayaran dan pelaporan pajak dengan terlebih dahulu mengulas sanksi perpajakan

yang akan dikenakan apabila wajib pajak tidak comply terhadap aspek pembayaran
dan pelaporan!
Jika wajib pajak tidak melakukan pembayaran tepat waktu maka akan dikenakan
sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan sejak tanggal jatuh tempo dan sanksi
denda atas keterlambatan pelaporan SPT Masa PPN yaitu Rp 500.000. Untuk
menghindari sanksi-sanksi yang akan menambah beban perusahaan, sebaiknya wajib
pajak melakukan pembayaran tepat waktu dan juga melakukan penyampaian SPT
tepat waktu.
12. Apa kewajiban perusahaan sebagai PKP? Inventarisir sanksi perpajakan (baik sanksi
administrasi maupun pidana) terhadap pelanggaran kewajiban perpajakan di bidang
PPN dan PPnBM!
Kewajiban perusahaan sebagai PKP :
1. Memungut PPN/PPnBM yang terutang
2. Menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak
Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta
menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
3. Melaporkan PPN/PPnBM yang terutang
Sanksi terhadap pelanggaran kewajiban perpajakan dibidang PPN dan PPnBM :
1. Jika pengusaha tersebut sudah memenuhi ketentuan sebagai PKP namun tidak
mengukuhkan diri sebagai PKP maka akan dikukuhkan secara jabatan oleh fiskus
2. Sanksi bunga atas keterlambatan penyetoran dan pelaporan SPT
3. Sanksi denda jika tidak membuat faktur pajak
13. Sebut dan jelaskan apa yang Saudara ketahui tentang :
a) Mekanisme penerbitan nota retur dan nota pembatalan berikut pelaporannya
pada SPT Masa PPN!
1. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas
penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan (retur) dan/atau atas
penyerahan Jasa Kena Pajak yang dibatalkan, dapat dikurangkan dari PPN
dan PPnBM yang terutang dalam masa pajak terjadinya pengembalian
BKP atau pembatalan JKP.

2. Pembeli BKP atau penerima JKP harus membuat dan menyampaikan Nota
Retur atau Nota Pembatalan kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) penjual,
jika terjadi pengembalian Barang Kena Pajak (BKP) atau pembatalan Jasa
Kena Pajak (JKP), kecuali diganti dengan BKP/JKP yang jenisnya,
tipenya, jumlahnya dan harganya sama.
3. Nota Retur paling sedikit memuat:
a. Nomor Nota retur;
b. Nomor Seri dan tanggal Faktur Pajak dari BKP yang dikembalikan;
c. Nama, alamat, dan NPWP pembeli;
d. Nama, alamat, NPWP PKP Penjual;
e. Jenis barang dan jumlah harga jual BKP yang dikembalikan;
f. PPN atas BKP yang dikembalikan;
g. PPnBM atas BKP yang tergolong mewah yang dikembalikan;
h. Tanggal pembuatan Nota Retur;
i. Nama dan tandatangan yang berhak menandatangani nota retur.
4. Nota Pembatalan paling sedikit memuat:
a. Nomor nota pembatalan;
b. Nomor Seri dan tanggal Faktur Pajak dari JKP yang dibatalkan;
c. Nama, alamat, dan NPWP penerima JKP;
d. Nama, alamat, NPWP PKP Pemberi Jasa Kena Pajak;
e. Jenis jasa dan jumlah penggantian JKP yang dibatalkan;
f. PPN atas JKP yang dibatalkan;

g. Tanggal pembuatan Nota pembatalan;


h. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani nota
pembatalan.
5. Dianggap tidak terjadi pengembalian BKP atau pembatalan JKP jika Nota
Retur atau Nota Pembatalan tidak mencantumkan syarat-syarat yang harus
dimuat dalam Nota Retur atau Nota Pembatalan, tidak dibuat pada saat
BKP dikembalikan atau JKP dibatalkan dan tidak menyampaikan lembar
ke-3 nota retur ke KPP pembeli sehingga tidak dapat mengurangi Pajak
Keluaran bagi penjual atau Pajak Masukan, atau harta, atau biaya bagi
pembeli.
6. Nota Retur atau Nota Pembatalan dibuat paling sedikit rangkap 2 (dua):
a. lembar ke-1 : untuk PKP penjual/pemberi JKP
b. lembar ke-2 : untuk arsip pembeli/penerima JKP
7. Jika pembeli BKP atau penerima JKP bukan PKP, Nota Retur atau Nota
Pembatalan dibuat rangkap 3 (tiga). Lembar ke-3 untuk KPP pembeli.
8. Nota Retur atau nota pembatalan harus dibuat pada saat terjadinya
pengembalian BKP atau pembatalan JKP.
9. Bentuk dan ukuran Nota Retur dapat disesuaikan dengan kebutuhan
administrasi pembeli BKP atau penerima JKP.
Pelaporan Nota Retur Atau Nota Pembatalan
Dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT Masa PPN) Nota Retur
atau Nota Pembatalan yang dibuat oleh pembeli BKP atau penerima JKP dan
yang diterima oleh Pengusaha Kena Pajak penjual harus dilaporkan dalam
SPT Masa PPN agar dapat mengurangi PPN/PPnBM yang telah dilaporkan
dalam SPT Masa PPN sebelumnya

1. Pengurangan Pajak Keluaran atau Pajak Keluaran dan PPnBM oleh PKP
penjual dan/atau PKP pemberi JKP dilakukan dalam Masa Pajak saat
terjadinya pengembalian BKP atau pembatalan JKP.
2. Pengurangan Pajak Masukan, pengurangan harta, atau pengurangan biaya
oleh pembeli atau penerima JKP dilakukan dalam Masa Pajak saat
terjadinya pengembalian BKP atau pembatalan JKP.
b) Fungsi, jenis, dan dokumen-dokumen tertentu yang dipersamakan dengan
Faktur Pajak!
Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak
berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-10 /PJ/2010 adalah sebagai
berikut:
1. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan
ekspor oleh pejabat yang berwenang dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan PEB tersebut;
2. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh
BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;
3. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuaVdikeluarkan oleh
PERTAMINA untuk penyerahan Bahan Bakar Minyak dan/atau bukan Bahan
Bakar Minyak;
4. Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi;
5. Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill, atau Delivery Bill, yang
dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
6. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa
kepelabuhanan;
7. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik;
8. Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
yang dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud, untuk ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud;
9. Pemberitahuan impor Barang (PIB) dan dilampiri dengan Surat Setoran
Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti
pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor Barang
Kena Pajak; dan

10. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas
pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dan luar
Daerah Pabean.
Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan
angka 8 paling sedikit harus memuat:
1. Nama, alamat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan;
2. Nama pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
3. Jumlah satuan barang apabila ada;
4. Dasar Pengenaan Pajak; dan
5. Jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.
Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dan angka 10 dibuat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
c) Saat dan tempat PPN terutang!
Berdasarkan ketentuan Pasal 11 UU PPN juncto Pasal 17 PP No 1 Tahun
2012, terutangnya PPN dan/ atau PPnBM terjadi pada saat :
1. Penyerahan BKP
2. Impor BKP
3. Penyerahan JKP
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean
5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean
6. Ekspor BKP berwujud
7. Ekspor BKP tidak berwujud
8. Ekspor JKP
d) Prinsip dasar pengkreditan PPN masukan
Pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran
dalam masa yang sama. PPN masukan merupakan PPN yang dipungut oleh
suplier atas perolehan BKP dan/atau JKP bagi perusahaan. Sedangkan PPN
keluaran merupakan PPN yang dipungut oleh perusahaan atas penjualan BKP
dan/atau JKP ke pelanggan. Apabila PPN masukan lebih besar dari PPN
keluaran maka akan terjadi lebih bayar dan dapat dikompensasikan ke masa
pajak berikutnya dengan mengajukan restitusi (pengembalian). Sedangkan
apabila PPN masukan lebih kecil dari PPN keluaran maka akan terjadi
kekurangan bayar PPN dan harus disetorkan sebelum penyampaian SPT Masa
PPN untuk periode yang bersangkutan.
e) Pengenaan PPN atas pemakaian sendiri dan/atau pemberian Cuma-Cuma BKP
dan/atau JKP!
Atas pemakaian sendiri dan/atau pemberian Cuma-Cuma BKP dan/atau JKP
tetap dikenakan PPN dengan dasar pengenaan pajak sebesar harga pokok
(harga jual atau penggantian dikurangi laba bruto).
f) Pihak yang ditunjuk selaku Pemungut PPN!

Secara umum PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP


dipungut oleh PKP Penjual. Dengan demikian, pembeli BKP/JKP yang
bersangkutan wajib membayar kepada PKP Penjual sebesar harga jual

ditambah PPN yang terutang (10%).


Dalam hal harga jual atau penggantian telah termasuk PPN, maka PPN
yang terutang atas penyerahan BKP/JKP tersebut dihitung dengan

formula : 10/110 x harga jual atau penggantian.


Apabila pembeli BKP/JKP tersebut berstatus Pemungut PPN (Pembeli
Khusus), PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak
dipungut oleh PKP Penjual, melainkan disetor langsung ke kas negara
oleh Pemungut PPN tersebut. Dengan demikian, Pemungut PPN hanya
membayar kepada PKP Penjual sebesar harga jual, sedangkan PPN-nya

(10%) disetor langsung ke kas negara.


Pemungut PPN (Pembeli Khusus) terdiri dari (563/KMK.03/2003) :

a. Bendaharawan Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, yang dananya


dari APBN/APBD.
b. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara

Kemudian perusahaan yang mengadakan kontrak karya dengan


pemerintah Indonesia juga ditunjuk sebagai pemungut PPN, biasanya
sudah termuat penunjukan tersebut dalam buku kontraknya. (Contoh
perusahaan kontrak karya PT. Freeport Indonesia)
Selain wajib pajak di poin 4, BUMN juga ditunjuk sebagai pemungut

PPN (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012)


g) Prosedur penyelesaian restitusi PPN
Permohonan restitusi disampaikan kepada KPP di tempat PKP dikukuhkan.
Permohonan disampaikan oleh PKP melalui :
a. SPT Masa PPN yang mencantumkan tanda permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dengan cara mengisi kolom Dikembalikan
(restitusi); atau

b. Surat permohonan tersendiri, apabila kolom Dikembalikan (restitusi)


dalam SPT Masa PPN tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Permohonan restitusi tersebut ditentukan satu permohonan hanya untuk satu
Masa Pajak dengan melampirkan dokumen dan bukti-bukti yang diperlukan.
h) Obyek PPnBM dan mekanisme penghitungannya!
PPnBM dikenakan terhadap :
i. Penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh
pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam daerah pabean
ii.

dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya


Impor BKP yang tergolong mewah

Mekanisme penghitungan PPnBM:


Tarif PPnBM ditetapkan paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi
200% (dua ratus persen). PPnBM yang telah dibayarkan tidak dapat
dikreditkan dengan PPnBM yang terutang. Dengan demikian, prinsip
pemungutannya hanya satu kali saja, yaitu pada waktu : (i) penyerahan oleh
pabrikan atau produsen BKP yang tergolong mewah; atau (ii) impor BKP yang
tergolong mewah. Penyerahan pada tingkat berikutnya tidak lagi dikenai
PPnBM.
i) Perlakuan PPN atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar
daerah pabean di dalam daerah pabean.
PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau
JKP dari luar Daerah Pabean dihitung dengan cara sebagai berikut:
1. 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau
seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan BKP tidak
berwujud dan/atau JKP, jika dalam jumlah yang dibayarkan atau
seharusnya dibayarkan tidak termasuk PPN; atau
2. 10/110 (sepuluh per seratus sepuluh) dikalikan dengan jumlah yang
dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan

BKP tidak berwujud dan/atau JKP, jika dalam jumlah yang dibayarkan
atau seharusnya dibayarkan sudah termasuk PPN.
j) Perlakuan PPN atas ekspor JKP dan ekspor BKP tidak berwujud!
Ekspor BKP Tidak Berwujud terjadi pada saat penggantian atas BKP Tidak
Berwujud yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau
penghasilan. Sementara ekspor JKP terjadi pada saat penggantian atas jasa
yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.
14. Apa perbedaan perlakuan PPN dan PPnBM berdasarkan ketentuan UU PPN yang
terbaru dan UU sebelumnya?
Objek dan Non-Objek Pajak
a. Dalam rangka menetralkan pembebanan PPN dan menambah daya saing kegiatan
jasa yang dilakukan oleh pengusaha Indonesia di luar Daerah Pebaen dan
pemanfaatan BKP tidak berujud dari Indonesia di luar daerah Pebean, maka atas
ekspor JKP dan BKP tidak berwujud dalam RUU PPN dikenakan tarif nol persen.
b. Barang hasil pertanian yang diambil langsung dari sumbernya tetap sebagai BKP
yang pengenaan PPN-nya akan menggunakan mekanisme pedoman pengkreditan
pajak masukan (Deemed Pajak Masukan).
2. Bukan objek
a. Untuk memberikan kepastian hukum, pengaturan jenis barang dan jasa yang tidak
dikenakan PPN, yang semula diatur dengan peraturan pemerintah dinaikkan ke batang
tubuh UU PPN dan PPnBM.
b. Menjamin ketersediaan bahan baku industri energi dalam negeri, barang hasil
pertambangan umum yang diambil langsung dari sumbernya termasuk batu bara tetap
sebagai barang yang tidak dikenakan PPN.
c. Dalam rangka pemenuhan gizi rakyat Indonesia dengan harga yang terjangkau,
maka daging segar, telur yang belum diolah, susu perah, sayuran segar dan buahbuahan segar ditetapkan sebagai barang kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN.
d. Untuk menghindari pengenaan pajak berganda terhadap suatu objek yang sama,
maka objek-objek tertentu yang sudah dikenakan pajak daerah dikualikan dari
pengenaan PPN yaitu barang hasil pertambangan galian, makanan dan minuman yang
disajikan di hotel, retoran, rumah makan, warung dan sejenisnya, jasa perhotelan, jasa
boga atau katering.
3. Pengembalian (retur) jasa kena pajak (JKP)
4. Pajak penjualan atas barang mewah

5. Pengkreditan pajak masukan


6. Restitusi PPN
7. Demand pajak masukan
8. Pemusatan tempat PPN terutang
9. Saat pembuatan faktur pajak
10. Fasilitas perpajakan
15. Apa kriteria dan tatacara bagi wajib pajak yang dapat mengajukan permohonan
restitusi secara bulanan?
Kriteria wajib pajak yang dapat mengajukan permohonan restitusi secara bulanan
yaitu PKP berisiko rendah:
i.
PKP yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
ii.
PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kepada
iii.

Pemungut PPN
PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP yang PPN-nya tidak

iv.
v.

dipungut
PKP yang melakukan ekspor BKP tidak berwujud
PKP yang melakukan ekspor JKP

Tata cara pengajuan permohonan restitusi secara bulanan :


i.
ii.

Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan


Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda

iii.

pembayaran pajak
Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan
keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama

iv.

3(tiga) tahun berturut-turut


Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir

Anda mungkin juga menyukai