Soal 2
1. Dalam menangani PPN, anda sebagai calon tax manager diminta oleh direktur keuangan
perusahaan untuk membagi pekerjaan diantara staf divisi pajak dan mengatur flow of
document dalam perusahaan agar tidak ada kewajiban pajak yang tidak dilaksanakan dan
semuanya dalam pengawasan
Untuk itu anda diminta merinci pekerjaan apa yang harus dilakukan dalam menangani
kewajiban pajak PPN (terkait faktur pajak maupun pembayaran dan pelaporan, filling dan
pembukuan) ?
Jawaban :
Sebagai calon tax manager yang dilakukan dalam menangani kewajiban pajak PPN ada tiga
antara lain yang akan disetor, saat pembayaran dan pelaporan, sebagai berikut :
A. Cara Membuat SPT Masa PPN dengan e-Faktur
membuat SPT Masa PPN dengan aplikasi e-Faktur yang dikeluarkan oleh Ditjen Pajak.
Berikut ini langkah-langkah yang dapat Anda lakukan :
1. Bank Sinarmas
2. Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN)
3. Bank Mandiri
4. Bank Central Asia
5. BRI
6. Bank Tabungan Negara
7. BNI, dan lain sebagainya
Pada umumnya, layanan bank persepsi memungkinkan Anda membayar pajak melalui
ATM, SMS maupun internet banking. Berikut ini, tahapan yang harus dilalui jika ingin
membayar pajak melalui layanan online bank persepsi. Agar lebih mudah, kita akan
menggunakan contoh kasus sederhana yakni pembayaran pajak PPh Pasal 21 :
D. Pelaporan PPN
Melakukan pelaporan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama, dengan memabawa buktir
setoran PPN
2. Hal yang sama diminta terkait kekayaan kewajiban pajak PPh 23, baik yang dipotong klien
karena perusahaan adalah perusahaan jasa, dan PPh 23 yang harus dipotong perusahaan.
Jawaban :
Pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan
yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang
telah dipotong PPh Pasal 2. PPh Pasal 23 ini dikalangan wajib pajak merupakan salah
satu jenis withholding tax (pemotongan atau pemungutan) pajak penghasilan. Artinya,
Wajib Pajak (WP) yang sudah ditunjuk oleh UU PPh dan juga peraturan
pelaksanaannya harus menjalankan pemotongan tersebut. Wajib Pajak yang ditunjuk
oleh UU pajak itu sering disebut dengan Subjek Pemotong PPh, sedangkan Wajib
Pajak yang dipotong PPh seringkali disebut sebagai Subjek dipotong PPh.
Biasanya PPh Pasal 23 dikenakan saat adanya transaksi di antara kedua belah
pihak. Pihak yang berlaku sebagai penjual atau penerima penghasilan atau pihak yang
memberi jasa akan dikenakan PPh Pasal 23. Sementara pihak pemberi penghasilan
atau pembeli atau pihak penerima jasa akan memotong dan melaporkannya kepada
kantor pajak
A. Pembayaran PPh 23
Pembayaran dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara membuat ID billing
terlebih dahulu, lalu membayarnya melalui Bank Persepsi (ATM, teller bank,
fitur bayar pajak online, dan lain sebagainya) yang telah disetujui oleh
Kementerian Keuangan. Jatuh tempo pembayaran adalah tanggal 10, sebulan
setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.
B. Bukti Potong PPh 23
Sebagai tanda bahwa PPh Pasal 23 telah dipotong, pihak pemotong harus memberikan
bukti potong (rangkap ke-1) yang sudah dilengkapi kepada pihak yang dikenakan pajak
tersebut dan bukti potong (rangkap ke-2). Untuk membuat bukti potong atas transaksi
yang dikenakan PPh pasal 23, Anda bisa menggunakan software Jurnal.
C. Ketentuan dan pelaporan PPh 23
PPh Pasal 23 mengatur mengenai jadwal penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23.
Beberapa ketentuannya adalah sebagai berikut:
PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan
untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang
terjadi terlebih dahulu.
PPh Pasal 23 disetor Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan
penanggalan berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20
hari setelah Masa Pajak berakhir.
Soal 3
1. Dalam perusahaan parkir, kemungkinan pemberian jasa kepada klien bervariasi untuk setiap
customer. Sehingga berbeda antara lain dalam pengaturan akunting dan kemungkinan pajak
terutangnya, seperti dalam PPN maupun Pajak Daerahnya. Jelaskan bagaimana maksud dari
statment tersebut, ditinjau dari manajemen pajak?
Jawaban :
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 disebutkan bahwa pajak parkir
merupakan pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang
disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu
usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
Secara umum, pajak parkir merupakan bagian dalam Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (PDRD) dengan subjek pajak parkir adalah, orang pribadi atau badan yang
melakukan parkir kendaraan bermotor. Sementara, wajib pajak parkir adalah, orang
pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir.
Sebagai bagian dari PDRD, maka penentuan tarif dan peraturan yang
mengikutinya diatur oleh peraturan daerah. Peraturan daerah yang dimaksud adalah
peraturan pemerintah kabupaten/kota, sebab pajak parkir memang diperuntukan untuk
kabupaten/kota.
Karena merupakan bagian dari PDRD, penentuan tarif pajak parkir didasarkan
atas peraturan daerah tempat beroperasinya tempat parkir. Namun, demi
menghindarkan dari pengenaan tarif yang terbilang tinggi, UU PDRD mengatur
mengenai tarif maksimal pengenaan pungutan pajak parkir.
Pada Pasal 65 Ayat (1) UU PDRD disebutkan bahwa tarif pajak parkir ditetapkan
paling tinggi sebesar 30% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). DPP untuk pajak parkir
merupakan jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara
tempat parkir.
Meski pajak parkir merupakan istilah yang disematkan pada PDRD, namun tak
dapat disangkal bahwa pajak pusat juga ambil peranan. Namun, peranan pajak pusat,
dalam hal ini Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak menimbulkan pajak berganda,
sebab diberlakukan untuk objek pajak yang berbeda.
Memang, jasa penyediaan tempat parkir menurut UU Nomor 42 Tahun 2009 (UU
PPN) termasuk dalam jasa yang tidak dikenakan PPN, yang tertera pada Pasal 4A
Ayat (3) Poin n. Namun, yang dimaksud dalam UU PPN ini hanya sebatas jasa
penyediaan tempat parkir.
Artinya, bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memiliki lahan Parkir dan
kemudian meyewakannya atau memiliki kantor dan dalam kantor tersebut tersedia
lahan parkir, maka PKP tersebut tidak boleh memungut pajak parkir, dalam hal ini
pengenaan PPN. Sebab, sedari awal jasa penyediaan tempat parkir merupakan jenis
jasa yang tidak dikenakan PPN.
Pajak parkir, dalam arti pengenaan PPN, dikenakan bukan pada jasa penyediaan
tempat parkir melainkan pada jasa pengelolaan tempat parkir. Nah, perlakuan pajak
parkir kedua jenis jasa ini berbeda, meski sama-sama bergelut di bidang yang sama,
yakni tempat parkir.
Perihal pengenaan pajak parkir, dalam arti pengenaan PPN pengelolaan parkir,
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 122/PMK.03/2012, dimana
pemerintah secara jelas memisahkan antara jasa penyediaan dengan jasa pengelolaan
tempat parkir.
Pada Pasal 2 Ayat (1) disebutkan bahwa atas penyerahan jasa penyediaan tempat
parkir tidak dikenakan PPN. Sementara pada Pasal 2 Ayat (2) disebutkan bahwa, atas
jasa pengelolaan tempat parkir dikenakan PPN.
DPP untuk PPN jasa pengelolaan parkir ini menggunakan nilai penggantian yaitu
nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh PKP
pengelola tempat parkir kepada pemilik tempat parkir.
2. Dalam suatu Joint Decription, bagaimana pengaturan terkait perpajakananya? Jelaskan secara
singkat harap jawaban anda mengacu keperaturannya dan hal apa yang penting harus
diperhatikan dalam manajemen pajak?