KASUS I
SKPKB PPN Masa Pajak Desember 2016 sebesar Rp 1.000.000.000,00 diterbitkan terhadap PT.
Arikikiki (PT. A). PT. A hanya menyetujui pajak yang masih dibayar Rp 200.000.000,00. PT. A
melunasi sebagian SKPKB sebesar Rp 200.000.000,00. Kemudian mengajukan keberatan. Jika
Ditjen Pajak mengabulkan sebagian keberatan menjadi hanya Rp 750.000.000,00. Berapa pajak
yang harus dibayar?
Pasal 25 (9): sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak
berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan apabila keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian.
WP mengajukan keberatan
Jika Ditjen Pajak menolak keberatan PT. A berapa jumlah pajak yang harus dibayar?
PT. A mengajukan banding. Kemudian pengadilan pajak memutuskan besarnya pajak yang masih
harus dibayar Rp 450.000.000,00. Berapa akhirnya pajak yang harus dibayar PT. A?
Pasal 25 (10): sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana
dimaksud pada ayat (9) tidak dikenakan apabila WP mengajukan permohonan banding
Pasal 27 (5d): sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak
berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan.
Dalam hal ini baik sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan
sebagaimana diatur dalam Pasal 19 maupun sanksi administrasi berupa denda sebagaimana diatur
dalam Pasal 25 ayat (9) tidak dikenakan. Namun, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa
denda sesuai dengan Pasal 27 ayat (5d), yaitu sebesar =
Karena belum puas, WP mengajukan PK ke MA, akhirnya putusan dari Hakim Agung menyatakan
besarnya pajak yang harus dibayar sebesar Rp 1.000.000.000,- hitung sanksi yang mungkin
timbul?
SOAL ESSAY
1. Jelaskan mengenai peradilan murni dan tidak murni! Mengapa penyelesaian proses
keberatan disebut juga peradilan tidak murni?
a) Peradilan administrasi murni
Adalah peradilan yang sepenuhnya memenuhi syarat-syarat peradilan administrasi.
Dalam peradilan jenis ini, aparatur yang mengadakan peradilan adalah suatu aparatur
yang berdiri sendiri, yang tidak merupakan bagian dari salah satu pihak atau di bawah
pengaruh para pihak yang bersengketa.
Contoh peradilan administrasi murni :
Pengadilan Pajak yang memeriksa, memutus dan mengadili sengketa atau
gugatan.
Pengadilan Tata Usaha Negara yang berwenang memutus dan mengadili
sengketa yang berkaitan dengan keputusan pejabat administrasi Negara.
Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa, memutus, dan mengadili
sengketa perdata dan pidana.
b) Peradilan administrasi tidak murni
Adalah semua peradilan yang tidak sepenuhnya memiliki syarat-syarat peradilan
administrasi, contohnya ; aparatur yang mengadili merupakan bagian dari salah
satu pihak yang bersengketa.
Peradilan administrasi tidak murni terdiri dari :
Ketetapan administrasi murni, pada intinya mempunyai karakteristik; sifat
sengketa tidak nyata; pejabat yang memutuskan masih bagian dari
administrasi negara, dan keputusan diambil semata-mata karena
kebijaksanaan pejabat. Dalam hukum pajak yang berlaku sekarang, contoh
peradilan ini adalah pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
secara permohonan atau jabatan.
Kuasi peradilan, pada intinya mempunyai karakteristik; nyata adanya
sengketa pajak antara fiscus dan Wajib Pajak, pejabat yang memutuskan
masih bagian dari administrasi dan adanya kewajiban untuk mengambil
keputusan atas sengketa yang diajukan. Contoh yang nyata sekarang
adalah Lembaga keberatan sebagaimana diatur dalam pasal 25 dan 26 UU
KUp. Lembaga keberatan sering disebut juga Lembaga doleansi atau
peradilan semu.
Ketetapan semi administrasi, merupakan tindakan administrasi oleh
Lembaga peradilan atas permasalahan yang tidak ada sengketa. Jika di
pengadilan umum contohnya adalah penetapan adopsi anak berdasarkan
permohonan. Dalam hukum pajak, mungkin kalau ada penetapan dari
Pengadilan Pajak atas masalah tertentu berdasarkan permohonan Wajib
Pajak. Jadi Pengadilan Pajak dalam fungsinya sebagai peradilan
administrasi murni menerbitkan putusan, sedangkan dalam fungsinya
sebagai peradilan administrasi tidak murni dapat menerbitkan penetapan.
Tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi dalam Lembaga Pengadilan Pajak
selama ini.
Semi peradilan, mempunyai karakteristik; adanya sengketa antara fiscus
dan Wajib Pajak, pejabat yang memutuskan perkara di luar administrasi dan
terdiri dari para ahli, keputusannya mengikat dan tidak dapat diajukan
banding. Di Indonesia, Majelis Pertimbangan Pajak (MPP) dan Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) sebagai cikal bakal Pengadilan Pajak
dapat dikelompokkan sebagai smei peradilan karena Lembaga ini di luar
administrasi negara tetapi bukan Lembaga peradilan murni. Contoh lain
adalah di Jepang di kenal adanya Lembaga National Tax Tribunal. Lembaga
tersebut berada di luar otoritas pajak Jepang (National Tax Authority) dan
bukan badan beradilan tetapi mempunyai fungsi dan wewenang
menyelesaikan sengketa banding pajak. Walaupun bukan badan peradilan,
Lembaga tersebut sangat kredibel, independent dan efektif dalam
menangani sengketa pajak di Jepang.
Keberatan termasuk dalam peradilan administrasi tidak murni karena termasuk pada
kuasi peradilan yang ada dalam peradilan administrasi tidak murni. Karena keberatan
mempunyai karakteristik : nyata adanya sengketa pajak antara fiscus dan Wajib Pajak,
pejabat yang memutuskan masih bagian dari administrasi, dalam hal ini adalah
Direktur Jenderal Pajak (yang memberikan keputusan atas keberatan). Kemudian
adanya kewajiban untuk mengambil keputusan atas sengketa yang diajukan yang
produknya kemudian bernama Surat Keputusan Keberatan yang hasilnya bisa
menolak, menerima seluruhnya atau menerima sebagian.
7. Apa yang dimaksud dengan gugatan? Atas dasar apa WP mengajukan gugatan?
Pasal 1 ayat (7) UU Nomor 14 Tahun 2002
Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap
keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
Pasal 2 UU Nomor 14 Tahun 2002
Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan
terhadap Sengketa Pajak.
Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Pajak yaitu badan peradilan yang melaksanakan
kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan
terhadap Sengketa Pajak. Pengadilan Pajak merupakan Pengadilan tingkat pertama dan
terakhir dalam memeriksa dan memutus Sengketa Pajak. Sebagai pengadilan tingkat
pertama dan terakhir pemeriksaan atas Sengketa Pajak hanya dilakukan oleh Pengadilan
Pajak. Oleh karenanya putusan Pengadilan Pajak tidak dapat diajukan Gugatan ke Peradilan
Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, atau Badan Peradilan lain, kecuali putusan berupa
"tidak dapat diterima" yang menyangkut kewenangan/kompetensi.
Pasal 23 ayat (2) UU KUP
Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap :
a) Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau
Pengumuman Lelang;
b) Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
c) Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain
yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
d) Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam
penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
1. PT. Tous Les Jours Menerima pemberitahuan dari Dirjen Pajak bahwa permohonan keberatan atas
SKPKB-nya tidak dapat dipertimbangkan karena disampaikan melewati jangka waktu yang telah
ditentukan. Upaya hukum dapat dilakukan PT. TLJ berkaitan dengan keberatan atas SKPKB-nya
adalah………
a. Mengajukan Gugatan
b. Mengajukan Banding
c. Mengajukan Peninjauan Kembali
d. Mengajukan Permohonan Pembatalan.
DASAR HUKUM :
Pasal 27 ayat (1)
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak
atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1).
2. Berdasarkan hasil penelitian SPT PPh Badan PT. Suzanna untuk tahun 2011 yang disampaikan
tanggal 30 April 2012 dengan PPh Pasal 29 sebesar Rp 50.000.000 ditemukan adanya kesalahan
hitung yang menyebabkan kekurangan pembayaran PPh pasal 29 sebesar Rp 175.000.000. Untuk
menagih kekurangan pembayaran pajak tersebut produk hukum yang diterbitkan tanggal 10 Juli
2012 adalah ……….
a. SKPKB dengan sanksi administrasi berupa bunga 6%
b. SKPKB dengan sanksi administrasi berupa bunga 14%
c. STP dengan sanksi administrasi berupa bunga 6%
d. STP dengan sanksi administrasi berupa bunga 14%
DASAR HUKUM :
Pasal 14 UU KUP
(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:
1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
2. dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis
dan/atau salah hitung;
3. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
4. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat
faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
5. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur
pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain:
1) identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya; atau
2) identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang
eceran;
6. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan
faktur pajak; atau
7. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak
Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
(2) Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang
sama dengan surat ketetapan pajak.
(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai
dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.
3. Kasus dibawah ini termasuk dalam pengertian Sengketa Pajak sebagaimana diatur dalam Undang-
undang Pengadilan Pajak, Kecuali………………..
a. Sengketa yang timbul akibat dilaksanakannya SK Pembetulan
b. Sengketa yang timbul akibat dilakukannya penyanderaan
c. Sengketa yang timbul akibat pengumuman lelang
d. Sengketa yang timbil akibat dilakukannya penyitaan
DASAR HUKUM :
Pasal 16 UU KUP
“Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Direktur Jenderal Pajak dapat
membetulkan surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan
Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat
Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, yang dalam penerbitannya terdapat
kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Pembetulan merupakan proses untuk mengembalikan surat ketetapan pajak , Surat
Tagihan Pajak atau surat keputusan menjadi benar sesuai peraturan perundang-undangan
perpajakan secara jabatan atau permohonan Wajib Pajak karena adanya kesalahan atau
kekeliruan yang bersifat manusiawi yang tidak mengandung persengketaan antara fiscus
dan Wajib Pajak dalam rangka menjalankan tugas pemerintahan yang baik.
4. Terhadap PT. AAA telah dilakukan pemeriksaan dan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar ( SKPKB ) untuk tahun pajak 2009. Sampai dengan jatuh tempo pembayaran PT. AAA tidak
melakukan pembayaran karena kesulitan likuiditas. KPP tempat wajib pajak terdaftar melakukan
penagihan terhadap PT. AAA dapat diterbitkan STP Bunga penagihan yang dihitung……….
a. Dari tanggal jatuh tempo s.d tanggal diterbitkannya STP maksimal 24 bulan
b. Dari tanggal jatuh tempo s.d tanggal diterbitkannya STP maksimal 10 tahun sejak tanggal SKP
c. Dari tanggal jatuh tempo s.d tanggal diterbitkannya STP maksimal 5 tahun sejak tanggal jatuh
tempo
d. Jawaban a, b, dan c Salah
DASAR HUKUM :
Pasal 19 UU Nomor 28 Tahun 2007
1. Jika Wajib Pajak menerima:
a. SKPKB atau SKPKBT;
b. Surat Keputusan Pembetulan;
c. Surat Keputusan Keberatan;
d. Putusan Banding; atau
e. Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan:
a. jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah dan
b. pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar
maka:
atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% per bulan untuk seluruh masa, dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan
tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya STP, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu
bulan.
2. Jika Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak,
maka:
Wajib Pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak
yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
3. Jika Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian SPT, dan penghitungan sementara pajak
yang terutang kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang,
maka:
atas kekurangan pembayaran pajak tersebut dikenai bunga dua persen per bulan yang dihitung
dari 2 bulan setelah batas waktu penyampaian SPT Badan sampai dengan tanggal dibayarnya
kekurangan pembayaran tersebut dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
5. PT.YYY merupakan wajib pajak dengan criteria tertentu telah menyampaikan SPT Masa PPN bulan
Maret 2012 pada tanggal 20 April 2012 , dengan informasi sebagai berikut :
Pajak Keluaran Rp 210.000.000
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan Rp 240.000.000
Kelebihan Pembayaran Pajak Rp 30.000.000
Apabila atas kelebihan pembayaran pajak tersebut diminta pengembalian (restitusi ) maka
terhadap PT.YYY dapat diterbitkan ……..
a. SKPPKP dalam jangka waktu paling lama 1 bulan sejak diterima permohonan dan setelah
dilakukan penelitian
b. SKPPKP dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak diterima permohonan dan dilakukan
penelitian
c. SKPLB dalam jangka waktu paling lama 1 bulan sejak diterima permohonan dan telah dilakukan
pemeriksaan kantor
d. SKPLB dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak diterima permohonan dan telah
dilakukan pemeriksaan kantor
DASAR HUKUM :
Pasal 17C UU KUP
(1) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, menerbitkan Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak
permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1 (satu) bulan sejak
permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;
b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah
memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan
pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan
d. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun terakhir.
(3) Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
(4) Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dan menerbitkan surat ketetapan pajak, setelah melakukan pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak.
(5) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal
Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah
dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan
pembayaran pajak
6. Dirjen Pajak ( Pemeriksa Pajak ) melakukan pemeriksaan Pajak terhadap PT. XXX berdasarkan Surat
Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) tertanggal 16 Juni 2011. Pemeriksaan tersebut dilakukan atas hak
dan kewajiban Wajib Pajak untuk tahun 2008. Atas permintaan DJP, Wajib Pajak menyerahkan
seluruh berkas yang diminta. Selanjutnya DJP menerbitkan SKPKB pada tanggal 14 Februari 2012
sebesar Rp 10.000.000.000 kemudian diketahui bahwa dalam pemeriksaan tidak dilakukan
pembahasan akhir dengan wajib pajak, dengan demikian DJP dapat……..
a. Menghapuskan SKPKB yang tidak benar karena dalam penerbitannya tidak dilakukan
pembahasan akhir
b. Mengurangi SKPKB yang tidak benar karena dalam penerbitannya tidak dilakukan pembahasan
akhir dengan WP
c. Membatalkan SKPKB karena dalam penerbitannya tidak dilakukan pembahasan akhir dengan
WP
d. Jawaban a, b, dan c benar
DASAR HUKUM :
SE – 12/PJ/2016 tentang Penegasan Atas Pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada
tanggal 31 Maret 2016.
Pemeriksa Pajak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kepada
Wajib Pajak dan memberikan hak hadir kepada Wajib Pajak dalam rangka Pembahasan Akhir
Hasil Pemeriksaan.
Akibat hukum atas tidak dilaksanakannya kewajiban penyampaian SPHP dan Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan
Wajib Pajak dapat membatalkan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan.
Penyampaian SPHP dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak tidak
berlaku atas pemeriksaan untuk tujuan lain, karena pemeriksaan untuk tujuan lain tidak
dimaksudkan untuk menerbitkan ketetapan pajak seperti SKP atau Surat Tagihan Pajak (STP)
Dalam rangka menjamin Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dilaksanakan secara objektif,
pada saat pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan:
a) Pemeriksa Pajak harus melakukan perekaman (recording) dengan menggunakan alat
bantu perekaman (audio dan/atau visual) pada saat pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan;
b) Pemeriksa Pajak harus memberitahukan kepada Wajib Pajak bahwa akan dilakukan
perekaman terhadap pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; dan
c) Hasil perekaman merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari berita acara Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan.
Dalam hal Wajib Pajak memberikan tanggapan atas temuan hasil pemeriksaan yang didukung
dengan bukti-bukti yang akurat, kompeten, dan memadai pada saat Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan, tanggapan dari Wajib Pajak tersebut harus menjadi bahan pertimbangan
Pemeriksa Pajak untuk memutuskan hasil pemeriksaan yang terkait, sesuai dengan
pertimbangan profesional (professional judgement) dari Pemeriksa Pajak.
7. Wajib Pajak yang mengajukan pembetulan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) untuk tahun pajak
2009 yang diterbitkan pada tanggal 11 November 2013 dan mengakibatkan kelebihan pembayaran
pajak sebesar Rp 30.000.000, maka atas kelebihan pajak tersebut dikembalikan………
a. Dan diberikan pengurangan sanksi administrasi berupa bunga dan denda
b. Tidak diberikan imbalan bunga karena produk hukum yang diterbitkan adalah Surat Ketetapan
Pajak Nihil
c. Ditambah dengan imbalan bunga sebesar 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan
d. Tidak diberikan imbalan bunga karena yang diberikan imbalan bunga hanya kelebihan
pembayaran pajak sebagai akibat keberatan, banding atau peninjauan kembali ke Mahkamah
Agung
DASAR HUKUM
Pasal 27A (1)
Apabila pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali
dikabulkan sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar sebagaimana
dimaksud dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang telah dibayar
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran dimaksud dikembalikan
dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak
sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali; atau
b. untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung sejak
tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
(1a) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga diberikan atas Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan
Ketetapan Pajak yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya menyebabkan kelebihan pembayaran
pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai
dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan
Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak;
b. untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung sejak tanggal
penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan
Pajak; atau
c. untuk Surat Tagihan Pajak dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga diberikan atas pembayaran lebih
sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) dan/atau bunga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) berdasarkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat diterbitkan
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang
mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak.
(3) Tata cara penghitungan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan pemberian imbalan
bunga diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
8. Liem Biem Biem adalah seorang Warga Negara Indonesia yang berdomisili di Surakarta, tetapi
yang bersangkutan terdaftar sebagai Wajib Pajak di KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi (LTO 4).
Kasus tersebut terjadi karena………..
a. Liem Biem Biem merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai penghasilan sangat
besar
b. Liem Biem Biem merupakan wajib pajak orang pribadi yang berdasarkan Undang-undang KUP
harus terdaftar di KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi karena mempunyai penghasilan sangat
besar
c. Liem Biem Biem merupakan wajib pajak orang pribadi yang mempunyai penghasilan sangat
besar dan tempat usahanya berkedudukan di wilayah KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi
d. Liem Biem Biem merupakan wajib pajak orang pribadi yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak
terdaftar di KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi
DASAR HUKUM :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 29/PMK.01/2012
TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 62/PMK.01/2009
TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Pasal 80
(1) Pembagian sektor Wajib Pajak yang diadministrasikan pada KPP Wajib Pajak Besar ditetapkan
sebagai berikut:
KPP Wajib Pajak Besar Satu mengadministrasikan Wajib Pajak Besar dari sektor
pertambangan dan jasa penunjang pertambangan;
KPP Wajib Pajak Besar Dua mengadministrasikan Wajib Pajak Besar dari sektor industri,
perdagangan, dan jasa;
KPP Wajib Pajak Besar Tiga mengadministrasikan Wajib Pajak dari Perusahaan
Negara/Badan Usaha Milik Negara sektor industri dan perdagangan;
KPP Wajib Pajak Besar Empat mengadministrasikan Wajib Pajak dari Perusahaan
Negara/Badan Usaha Milik Negara sektor jasa dan Wajib Pajak Orang Pribadi;
(2) Pembagian sektor Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan
perubahan dalam hal terdapat perubahan beban kerja yang signifikan.
(3) Perubahan atas pembagian sektor Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) Penentuan kriteria dan/atau pemilihan Wajib Pajak yang diadministrasikan oleh KPP Wajib
Pajak Besar ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(5) Pembagian sektor, penentuan kriteria, dan/atau pemilihan Wajib Pajak yang diadministrasikan
oleh KPP Madya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(6) Pembagian sektor Wajib Pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) wajib disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Menteri
yang membidangi urusan pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi.”
9. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan PT.Yam
Cha 48 untuk tahun pajak 2009, kemudian diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
tertanggal 11 November 2012. Jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKB tersebut adalah
Rp 100.000.000. Dalam pembahasan akhir, wajib pajak hanya menyetujui besarnya jumlah pajak
yang seharusnya dikenakan adalah sebesar Rp 10.000.000. Pada tanggal 1 Desember 2012, Wajib
Pajak mengajukan keberatan ke Direktur Jenderal Pajak terhadap jumlah SKPKB tersebut. Sampai
dengan saat wajib pajak mengajukan keberatan, wajib pajak tidak membayar sedikitpun dalam
SKPKB tersebut. Oleh karena itu ……….
a. Keberatan Wajib Pajak memenuhi persyaratan Formal tetapi tidak memenuhi persyaratan
materiil
b. Keberatan Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan Formal
c. Memenuhi persyaratan formal dan materiil
d. Tidak memenuhi persyaratan formal dan materiil
10. PT.Suparno menerima Surat Keputusan Keberatan yang mengakibatkan pajak yang masih
harus dibayar sebesar Rp 500.000.000 diterbitkan pada tanggal 1 Juni 2012. Berdasarkan UU KUP,
batas akhir pelunasan Surat Keputusan Keberatan tersebut paling lama adalah pada tanggal…..
a. 30 juni 2012
b. 31 Juli 2012
c. 1 Juli 2012
d. 2 Juli 2012
DASAR HUKUM :
Pasal 9 ayat (3a) UU Nomor 6 Tahun 1983 s.t.d.t.d. UU Nomor 28 Tahun 2007
Pasal 48 PP Nomor 74 Tahun 2011
PMK-187/PMK.03/2007
Jangka waktu pelunasan atas:
a. STP,
b. SKPKB,
c. SKPKBT,
d. Surat Keputusan Keberatan,
e. Surat Keputusan Pembetulan,
f. Putusan Banding, dan
g. Putusan Peninjauan Kembali
yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, adalah satu bulan sejak tanggal
diterbitkan.
Jika Wajib Pajak mengajukan keberatan dan tidak mengajukan permohonan banding, pelunasan
paling lama satu bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
Jika Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, pelunasan paling lama satu bulan sejak tanggal
penerbitan Putusan Banding.
Jika Wajib Pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam :
a. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau
b. Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi
pelunasan paling lama satu bulan sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak. Untuk Wajib
Pajak usaha kecil dan di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan dapat diperpanjang paling lama
menjadi 2 (dua) bulan. Kriteria Wajib Pajak Badan Usaha Kecil:
1. Modal Wajib Pajak Badan 100% (seratus persen) dimiliki oleh Warga Negara Indonesia.
2. Menerima atau memperoleh peredaran usaha dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari
Rp. 900.000.000, 00 (sembilan ratus juta Rupiah)