Anda di halaman 1dari 2

PENGERTIAN

Konkordansi adalah asas yang mengadakan persamaan dengan hukum yang sama dengan
hukum yang berlaku bagi mereka di negara Belanda. Asas konkordansi merupakan suatu
asas yang melandasi diberlakukannya hukum Eropa atau hukum di negeri Belanda pada
masa itu untuk diberlakukan juga kepada Golongan Eropa yang ada di Hindia Belanda
(Indonesia pada masa itu). Dengan kata lain, terhadap orang Eropa yang berada di Indonesia
diberlakukan hukum perdata asalnya yaitu hukum perdata yang berlaku di negeri Belanda.

Asas Konkordansi yang tertera dalam Pasal 131 Indische Staatsregeling (IS) untuk orang
Eropa sudah berlaku semenjak permulaan kekuasaan Belanda menduduki Indonesia.

Contohnya : golongan bangsa Eropa menganut perundang-undangan yang berlaku di


Belanda. Perundang-undangan yang diberlakukan atas asas konkordansi adalah Burgerlijke
Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dan Wetboek van Koophandel (Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang).

Dedi Soemardi dalam bukunya Pengantar Hukum Indonesia (hal. 8) menjelaskan bahwa
Asas Konkordansi yang tertera dalam Pasal 131 Indische Staatsregeling (IS) untuk orang
Eropa sudah berlaku semenjak permulaan kekuasaan Belanda menduduki Indonesia.

SEJARAH ASAS KONKORDANSI

Dedi menjelaskan (hal. 8-9), ketika di negeri Belanda pada tanggal 1 Oktober 1838 terbentuk
perundang-undangan baru, maka dalam 1839 di negeri Belanda oleh Raja diangkat sebuah
panitia yang diketuai oleh Mr. Scholten van Oud Haarlem untuk menyesuaikan kodifikasi
(pembukuan hukum dalam suatu himpunan undang-undang dalam materi yang sama)
Belanda itu sehingga cocok buat Hindia Belanda atau Indonesia saat itu. Panitia itu
merencanakan:
a. Reglement op de Rechterlijke Organisatie = Peraturan tentang Organisasi Peradilan;
b. Algemene Bepalingen voor de Wetgeving = Ketentuan-ketentuan umum mengenai
perundang-undangan
c. Burgerlijke Wetboek = Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
d. Wetboek van Koophandel = Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
e. dan beberapa ketentuan mengenai kejahatan-kejahatan yang dilakukan lantaran
faillissement dan dalam keadaan nyata tidak mampu (staat van kennelijk
onvermogen), seperti juga pada surseance pembayaran.

Setelah panitia tersebut dibubarkan, di Hindia Belanda Mr. H. L. Wichers,


PresidenHooggerechtshof mendapat perintah untuk membantu Gubernur Jenderal dalam
hal memperlakukan kitab-kitab hukum yang baru itu dan dalam hal merencanakan pasal-
pasal yang masih belum ada.

Rencana Mr. Wichers itu dikuatkan oleh Gubernur Jenderal:


a. Reglement op de Strafvordering bagi raad van Justitie di
Jawa dan HooggerechtshofHindia Belanda;
b. Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering untuk pengadilan-pengadilan tersebut;
c. Reglement op de uitoefening van de Politie, de Burgerlijke Rechtspleging en de
Strafvordering bagi yang disebut pengadilan-pengadilan Bumiputera (Indlands
Reglement);
d. Ketentuan-ketentuan istimewa untuk menjamin supaya perundang-undangan yang baru
dengan teratur berlaku di daerah-daerah luar Jawa dan Madura;
e. Ketentuan-ketentuan tentang mulai berlakunya dan peralihan kepada perundang-
undangan baru.

Semua peraturan tersebut di atas berdasarkan pengumuman Gubernur Jenderal tanggal 3


Desember 1847 Staatsblad No. 57 mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.

Namun, Reglement op de Rechterlijke Organisatie yang semula akan berlaku untuk seluruh
Hindia Belanda ternyata tidak mungkin, maka pada tanggal tersebut dinyatakan hanya
berlaku untuk Jawa dan Madura, sedangkan keadaan yang waktu itu terdapat di daerah-
daerah luar Jawa dan Madura tetap dilangsungkan.

Menurut informasi dari jurnal Analisa dan Evaluasi Peraturan Perundang-undangan


Peninggalan Kolonial Belanda yang kami akses dari laman Badan Pembinaan Hukum
Nasional (BPHN), secara garis besar sistem hukum yang berlaku bagi masing-masing
golongan adalah sebagai berikut.
a. Hukum yang berlaku bagi golongan Eropa:
1. Burgerlijke Wetboek dan Wetboek van Koophandel yang berlaku di negeri
Belanda (sesuai asas konkordansi)
2. Reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering dan Reglement op de Strafvordering
b. Hukum yang berlaku bagi golongan pribumi adalah hukum adat dalam bentuk tidak
tertulis. Berlakunya hukum adat tidak mutlak, dan jika diperlukan, dapat diatur dalam
peraturan khusus (ordonansi).
c. Hukum yang berlaku bagi golongan Timur Asing:
1. Hukum perdata dan Hukum pidana adat mereka.
2. Hukum perdata golongan Eropa hanya bagi golongan Timur Asing Cina untuk
wilayah Hindia Belanda.

Berdasarkan sejarah di atas dan penjelasan Dedi Soemardi, kami menyimpulkan bahwa Asas
Konkordansi adalah suatu asas yang melandasi diberlakukannya hukum Eropa atau hukum
di negeri Belanda pada masa itu untuk diberlakukan juga kepada Golongan Eropa yang ada
di Hindia Belanda (Indonesia pada masa itu). Dengan kata lain, terhadap orang Eropa yang
berada di Indonesia diberlakukan hukum perdata asalnya yaitu hukum perdata yang berlaku
di negeri Belanda.

Anda mungkin juga menyukai