Anda di halaman 1dari 4

Kasus Penyuapan Pajak Kantor Akuntan KPMG Indonesia

A. Kronologi Kasus
September tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus

menanggung malu. Kantor akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat

pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu

untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman

Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.
Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang susut drastis. Dari

semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap

Baker rupanya was-was dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang

menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan

memecat eksekutifnya. Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange

Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang

anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya, hampir saja

Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker

mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun

terselamatan.

B. Dampak Dari Kasus


Saat ini profesi akuntan semakin berkembang, namun demikian maraknya

kejahatan akuntansi ini membuat kepercayaan para pemakai laporan keuangan

mulai menurun. Akibat kejahatan tersebut, para pemakai laporan keuangan seperti

investor dan kreditur mempertanyakan eksistensi akuntan publik sebagai pihak

indepeden yang menilai kewajaran laporan keuangan. Beberapa kasus manipulasi


yang merugikan pemakai laporan keuangan melibatkan akuntan publik yang

seharusnya menjadi pihak independen.

C. Identifikasi Pelanggaran Kode Etik Dalam Kasus


Dari kasus ini, KPMG-SSH telah melanggar 4 prinsip etika profesi, yaitu:
1. Integritas
Yaitu dengan menyuap oknum pegawai pajak untuk kepentingan klien.

Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan

berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.

Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh

keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak

disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima

kecurangan atau peniadaan prinsip.


2. Objektifitas
Yaitu lebih mementingkan klien dengan mengorbankan negara

(penerimaan negara hilang sebesar hampir US$3 juta). Prinsip objektivitas

mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara

intelektual, tidak berprasangka, serta bebas dari benturan kepentingan atau

di bawah pengaruh pihak lain.

3. Kompetensi, Kecermatan dan Kehati – hatian Profesional


Yaitu Tidak mempertimbangkan resiko akibat perbuatannya menyuap

oknum pegawai pajak. Prinsip kompetensi dan kehati-hatian professional

mengharuskan setiap anggota akuntan untuk:


 Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan

untuk menjamin pemberi kerja (klien menerima layanan yang

profesional dan kompeten


 Bertindak tekun dan cermat sesuai teknis dan profesional yang berlaku

ketika memberikan jasa profesional


4. Prilaku Profesional
Tindakan ini telah mencoreng dan mendeskreditkan profesi akuntan.

Setiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi profesi yang

baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan

profesi harus dipenuhi sebagai perwujudan tanggungjawabnya kepada

penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja, dan

masyarakat umum. Dalam upaya memasarkan dan mempromosikan diri

dan pekerjaan, akuntan professional sangat tidak dianjurkan mencemarkan

nama baik profesi. Akuntan wajib mempunyai sikap jujur dan dapat

dipercaya.

D. Kesimpulan

Dari kasus di atas jelas bahwa independensi masih merupakan issue yang

besar. Auditor Indonesia memiliki norma akuntan yang menjadi dalam berpraktek

yaitu SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik) yang disusun oleh IAI. Di antara

standar itu pertama, auditor harus memiliki keahlian teknis, independen dalam

sikap mental serta kemahiran profesional dengan cermat dan seksama. Kedua,

auditor juga wajib menemukan ketidakberesan, kecurangan, manipulasi dalam

suatu pengauditan.
Hal yang paling ditekankan adalah betapa esensialnya kepentingan publik

yang harus dilindungi sifat independensi dan kejujuran seorang auditor dalam

berprofesi. Independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus dijaga

oleh akuntan publik. integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari

timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi

kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi akuntan dalam

menguji semua keputusan yang diambilnya.

Anda mungkin juga menyukai