Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PAJAK PERTAMBAHAN NILAI I

Pengkreditan Pajak Masukan

Disusun Oleh : Kelompok 1

Amalia Dewi Indriyana (135030401111013)

Alifah Suci Febtiyana (145030401111037)

Silvia Yanuar (145030407111034)

Irfan Suryansyah (155030400111025)

Reynaldo Pradipta Hardiyono (155030401111045)

Kelas : A

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PERPAJAKAN

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI BISNIS

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak Pertambahan Nilai (Value Added Tax) untuk pertama kali
diperkenalkan oleh Carl Friedriech von Siemens, seorang industrialis dan
konsultan pemerintah Jerman pada tahun 1919. Namun ironisnya justru
pemerintah Prancis yang pertama kali menerapkan PPN dalam sistem
perpajakannya pada tahun 1954, sedangkan Jerman baru menerapkannya pada
awal tahun 1968. Indonesia baru mengadopsi PPN pada tanggal 1 April 1985
menggantikan Pajak Penjualan (PPN) yang sudah berlaku di Indonesia sejak
tahun 1951. Dengan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1951, Pajak
Penjualan berlaku di Indonesia sejak 1 Oktober 1951.Undang-undang ini
dinamakan UU PPn 1951. Kemudian dengan UU Nomor 35 Tahun 1953, UU
Darurat tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang. UU PPN 1951 yang
sudah memberikan dedikasinya selama lebih dari 30 tahun, dalam Reformasi
Sistem Perpajakan Nasional 1983 yang lebih dikenal dengan sebutan Tax
Reform 1983, diganti dengan Pajak Pertambahan Nilai.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu mengenai Dasar Hukum
PPN, meliputi :
1. Apa saja prinsip dasar Pengkreditan Pajak Masukan?
2. Apa saja yang termasuk dalam Pajak Masukan yang dapat dikreditkan?
3. Apa saja yang termasuk dalam Pajak Masukan yang tidak dapat
dikreditkan?

2
4. Bagaimana pedoman pengkreditan Pajak Masukan bagi PKP yang
menyerahkan BKP dan non BKP

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan penulisan makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui prinsip dasar Pengkreditan Pajak Masukan
2. Mengetahui yang termasuk dalam Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
3. Mengetahui yang termasuk dalam Pajak Masukan yang tidak dapat
dikreditkan
4. Mengetahui pedoman pengkreditan Pajak Masukan bagi PKP yang
menyerahkan BKP dan non BKP

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Prinsip Dasar Pengkreditan Pajak Masukan


Pengertian Pajak Masukan

Dalam pasal 1 poin 24 UU No. 8 TH 1983 sebagaimana diubah terakhir


pada UU No 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai, dinyatakan
bahwa Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya
sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena
Pajak (BKP) dan/atau ; perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau ; pemanfaatan

3
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau ;
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau ; impor
Barang Kena Pajak.

Pengertian di atas menunjukkan bahwa pajak masukan timbul karena


PKP melakukan pembelian Barang Kena Pajak atau menerima Jasa Kena
Pajak atau jelasnya karena konsumsi BKP atau JKP. Ungkapan
seharusnya sudah dibayar pada pengertian di atas merupakan penerapan
accrual basic, artinya meskipun belum dibayar oleh pembeli BKPatau
penerimaan JKP maka PPN tersebut tetap dapat dikreditkan.

Prinsip Dasar Pengkreditan Pajak Masukan

Dalam pasal 9 UU PPN & PPnBM (Undang-Undang Nomor 42 Tahun


2009) diatur tentang prinsip pengkreditan Pajak Masukan:

(1) Dihapus
(2) Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak
Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.
Artinya pembelian Barang Kena Pajak, penerima Jasa Kena Pajak,
pengimpor Barang Kena Pajak, pihak yang memanfaatkan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean wajib
membayar Pajak Pertambahan Nilai dan berhak menerima bukti
pungutan pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah
dibayar tersebut merupakan Pajak Masukan bagi pembeli Barang
Kena Pajak, Penerima Jasa Kena Pajak, pengimpor Barang Kena
Pajak, pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dari luar Daerah Pabean yang berstatus sebagai Pengusaha Kena
Pajak. Pajak Masukan yang wajib dibayar tersebut oleh Pengusaha
Kena Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang
dipungutnya dalam Masa Pajak yang sama.

(2a) Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum
melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas
perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan.

4
(2b) Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak
yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (5) dan ayat (9) UUPPN.

(3) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada
Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai
yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak.
(4) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka
selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa
Pajak berikutnya.

(4a) Atas kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku.

(5) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum


dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat
dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan
setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum
dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.

2.2 Pajak Masukan Yang Dapat Dikreditkan

Sukardji (2003, 267-275) mengemukakan persyaratan Pajak masukan yang


dapat dikreditkan, sebagai berikut :

Persyaratan Formal :
- Tercantum dalam Faktur Pajak Standar atau dokumen tertentu yang
diperlakukan sebagai faktur pajak standar sesuai dengan ketentuan pasal
13 ayat 5 dan pasal 14 (6) UU PPN.
- Belum dilakukan pemeriksaan.Apabila dalam suatu pemeriksaan
ditemukan Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP atau JKP
yang dapat dikreditkan tetapi belum dilaporkan maka PM tersebut tidak
dapat boleh dikreditkan.
- Pajak Masukan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran
dalam masa Pajak yang sama atau tidak sama sepanjang belum melampaui
bulan ke tiga setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan. Pasal 9
(9) UU PPN.Ketentuan ini memberikan kesempatan bagi PKP untuk

5
mengkreditkan PM dalam Masa Pajak Tidak Sama (MTS) dalam
masa paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya masa pajak
bersangkutan terhadap PK yang disebabkan karena keterlambatan
penerimaan Faktur Pajak. Apabila jangka waktu tersebut telah terlampaui,
Pajak Masukan tersebut masih dapat dikreditkan melalui pembetulan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang bersangkutan, dengan
syarat Pajak Masukan tersebutbelum dibebankan sebagai biaya atau tidak
ditambahkan (dikapitalisasikan) kepadaharga perolehan BKP atau JKP
yang bersangkutan, dan belum dilakukan pemeriksaan terhadap Pengusaha
Kena Pajak tsb.
Contoh :Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak yang Faktur
Pajaknya tertanggal 7Juli 2006 dapat dikreditkan terhadap Pajak
Keluaran pada Masa Pajak Juli 2006 atau pada Masa Pajak berikutnya
paling lambat Masa Pajak Oktober 2006. Apabila telah lewat waktu 3
bulan, maka pengkreditan dilakukan melalui pembetulan SPt Masa.
Persyaratan Materil :
- Berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.berhubungan
langsung dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan-
kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan
ini berlaku untuk semua bidang usaha.
- Belum dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi.

2.3 Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak


Pertambahan Nilai dan yang dimuat dalam Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai Pasal 9 Ayat (8) menyatakan bahwa Pengkreditan Pajak
Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi
pengeluaran untuk:

a. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
Contoh:
Pengusaha A melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 19 April 2010. Pengukuhan sebagai
Pengusaha Kena Pajak diberikan pada tanggal 20 April 2010 dan berlaku
surut sejak tanggal 19 April 2010. Pajak Masukan yang diperoleh sebelum

6
tanggal 19 April 2010 tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan ini.
Pengusaha A membeli BKP dengan PPN sebesar Rp1.000.000,- tgl 19
Maret 2010, maka Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan.
b. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak

mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;

Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan


dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi,
distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk
semua bidang usaha. Agar dapat dikreditkan, Pajak Masukan juga harus
memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya
penyerahan yang terutang PPN. Oleh karena itu, meskipun suatu
pengeluaran telah memenuhi syarat adanya hubungan langsung dengan
kegiatan usaha, masih dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat
dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya
dengan penyerahan yang terutang PPN.

Contoh :

PT. X adalah PKP yang bergerak dalam usaha industri rumah tangga
membeli sebuahrumah real estate untuk peristirahatan direksi dan tamu.
Rumah tersebut tidak ada hubungan langsung dengan kegiatan usaha
perusahaan, maka PM atas perolehan rumah tersebut tidak dapat
dikreditkan.

c. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station


wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;

Contoh :

PT. X sebuah perusahaan industri perkayuan membeli sebuah sedan untuk


dinas direktur. Maka Pajak Masukan atas perolehan sedan tersebut tidak
dapat dikreditkan.

Contoh :

7
PT. Rental Riau, PKP. Membeli sebuah kendaraan station wagon
untuk disewakan untuk dinas direksi. Maka Maka Pajak Masukan atas
perolehan station wagon tersebut dapat dikreditkan.

d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa


Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak;
Artinya ketentuan ini memberikan kepastian hukum bahwa Pajak Masukan
yang diperoleh sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak tidak dapat dikreditkan.

Contoh :

Pengusaha A melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha


Kena Pajak pada tanggal 3 Januari 2006. Oleh DJP dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 5 Januari 2006 dan berlaku surut sejak
tanggal 3 Januari 2006. Dengan demikian Pajak Masukan atas
pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean yang diperoleh sebelum tanggal 3 Januari 2006
tersebut tidak dapat dikreditkan.

e. dihapus;
f. Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan
Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak;
Penjelasannya yaitu dalam Pasal 13 ayat (5) menyatakan bahwa Faktur
Pajak harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a) Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b) Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena
Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c) Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan
potongan harga;
d) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f) kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

8
g) nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Pasal 13 ayat (9) Faktur Pajak harus memenuhi persyartan Formal
dan Material

Persyaratan material dari Faktur Pajak adalah telah terpenuhi apabila


keterangan yang tercantum dalam faktur pajak jelas dan sesuai dengan
kejadian transaksi yang sebenarnya dari BKP atau JKP yang
diperjualbelikan.

g. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa


Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
h. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak
Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
Artinya dalam hal tertentu dapat terjadi Pengusaha Kena Pajak baru
membayar PPN yang terutang atas perolehan atau pemanfaatan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak setelah diterbitkan ketetapan pajak. PPN
yang dibayar atas ketetapan pajak tersebut bukan merupakan Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan.
i. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak
Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan
pemeriksaan;dan
Artinya sesuai dengan self assesment, Pengusaha Kena Pajak wajib
melaporkan seluruh kegiatan usahanya dalam Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai. Selain itu, kepada Pengusaha Kena Pajak juga
telah diberikan kesempatan untuk melakukan pembetulan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, sehingga sudah
selayaknya jika Pajak Masukan yang tidak dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan.
Contoh :
Dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dilaporkan:
- Pajak Keluaran = Rp 10.000.000,00
- Pajak Masukan = Rp 8.000.000,00
- Kurang bayar = Rp 2.000.000,00
Dari hasil pemeriksaan diketahui:
- Pajak Keluaran = Rp 15.000.000,00
- Pajak Masukan = Rp 11.000.000,00

9
Dalam hal ini, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tidak sebesar
Rp11.000.000,00, tetapi tetap sebesar Rp 8.000.000,00 sesuai dengan
yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai.
Dengan demikian, perhitungan hasil pemeriksaan:
- Pajak Keluaran = Rp 15.000.000,00
- Pajak Masukan = Rp 8.000.000,00(-)
- Kurang Bayar menurut hasil pemeriksaan = Rp 7.000.000,00
- Kurang Bayar menurut Surat Pemberitahuan = Rp 2.000.000,00(-)
- Masih kurang dibayar = Rp 5.000.000,00
j. Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak
sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2a).

2.4 Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan Bagi PKP Yang Menyerahkan


BKP Dan Non BKP

Berdasarkan Pearturan Menteri Keuangan Nomor PMK-78/PMK.03/2010


tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha
Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan
Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak diubah dan berlaku pada tanggal 30
Januari 2014, Pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan No
21/PMK.011/2014 sebagaimana terakhir kali telah diubah pada tanggal 18
Juni 2014 dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor
135/PMK.011/2014 menyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan kegiatan:

(2) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha yang atas
penyerahannya sebagian terutang pajak dan sebagian lainnya tidak
terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk Penyerahan yang
Terutang Pajak tidak dapat diketahui dengari pasti, jumlah Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak
dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan.

10
Misalnya: PKP yang menghasilkan jagung, dan juga mempunyai pabrik
minyak jagung (minyak jagung merupakan Barang Kena Pajak), yang
sebagian jagung yang dihasilkannya dijual kepada pihak lain dan
sebagian lainnya diolah menjadi minyak jagung.

1) Usaha terpadu (integrated), terdiri dari:


a. unit atau kegiatan yang melakukan Penyerahan yang Terutang
Pajak;dan
Penjelasan mengenai Penyerahan yang Terutang Pajak adalah
penyerahan barang atau jasa yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai, tidak termasuk penyerahan yang dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16B Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (Undang-
Undang Nomor 42 Tahun2009).
Misalnya : PKP yang menghasilkan jagung, dan juga mempunyai
pabrik minyak jagung (minyak jagung merupakan Barang Kena
Pajak), yang sebagian jagung yang dihasilkannya dijual kepada
pihak lain dan sebagian lainnya diolah menjadi minyak jagung.
b. unit atau kegiatan lain yang melakukan Penyerahan yang Tidak
Terutang Pajak;
Penjelasan mengenai Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak adalah
penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan
Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai (Undang-Undang Nomor 42
Tahun2009).
2) Usaha yang melakukan penyerahan barang dan jasa yang atas
penyerahannya terutang pajak dan yang tidak terutang pajak;
Misalnya : PKP yang kegiatan usahanya menghasilkan atau menyerahkan
Barang Kena Pajak berupa roti juga melakukan kegiatan di bidang jasa
angkutan umum yang merupakan jasa yang tidak dikenakan PPN (jasa
boga atau catering).
3) Usaha untuk menghasilkan, memperdagangkan barang, dan usaha jasa

11
yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang dibebaskan dari PPN

Misalnya : Pengusaha pembangunan perumahan yang melakukan


penyerahan berupa rumah mewah yang terutang PPN dan rumah sangat
sederhana yang dibebaskan dari pengenaan PPN.

4) Usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang pajak dan sebagian


lainnya tidak terutang pajak,

Sedangkan Pajak Masukan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak tidak

dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat

dikreditkan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak dihitung dengan

menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat

dikreditkan.

12
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Dalam pasal 1 poin 24 UU No. 8 TH 1983 sebagaimana diubah terakhir
pada UU No 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai, dinyatakan
bahwa Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya
sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena
Pajak (BKP) dan/atau ; perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau ; pemanfaatan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau ;
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau ; impor
Barang Kena Pajak.

1.2 Saran
Sebagai mahasiswa perpajakan sebaiknya kita mengetahui Pengkreditan Pajak
Masukan agar nantinya kita dapat menjalankan sistem perpajakan dengan
benar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

13
Primandita, dkk. 2014. Kompilasi Undang-Undang Pajak Terlengkap 2014.
Jakarta : Salemba Empat.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 135/Pmk.011/2014


Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 78/Pmk.03/2010 Tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan
Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan
Yang Terutang Pajak dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak.

Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak. 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta :
CV. Andi Offset.

Ortax Training Center. 2010. Peraturan Menteri Keuangan Republik


Indonesia Nomor 78/Pmk.03/2010. Dalam http://ortax.org/ortax/?
mod=aturan&page=show&id=14207. Diakses pada tanggal 3 April 2017
pukul 15.40 WIB

Tim Redaksi Ortax . 2014 . Tata Cara Penghitungan Kembali Pajak Masukan.
Dalam http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=38. Diakses
pada tanggal 25 April 2017 pukul 22.42 WIB.

https://www.slideshare.net/karomah95/6-ppn-pengkreditan-pajak-masukan

14

Anda mungkin juga menyukai