Anda di halaman 1dari 29

Nota Retur atas BKP

yang Dikembalikan
atau JKP yang
Dibatalkan
Pengertian
Pengembalian Barang Kena Pajak (Retur BKP) adalah pengembalian Barang Kena
Pajak baik Sebagian maupun seluruhnya oleh Pembelian Barang Kena Pajak.

Pembatalan Jasa Kena Pajak (Retur JKP) adalah pembatalan seluruhnya atau sebagian
hak atau fasilitas atau kemudahan oleh pihak penerima Jasa Kena Pajak.
Pengembalian JKP

Dalam hal Barang Kena Pajak yang diserahkan ternyata dikembalikan (retur) oleh Pembeli,
Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut dapat mengurangi Pajak Keluaran dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual dan
mengurangi:
a. Pajak Masukan dari Pengusaha Kena Pajak Pembeli, dalam hal Pajak Masukan atas
Barang Kena Pajak yang dikembalikan telah dikreditkan;
b. biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak Pembeli, dalam hal pajak atas Barang
Kena Pajak yang dikembalikan tersebut tidak dikreditkan dan telah dibebankan sebagai
biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut; atau
c. biaya atau harta bagi Pembeli yang bukan Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut telah dibebankan sebagai
biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut.
Pembatalan JKP

Dalam hal Jasa Kena Pajak yang diserahkan ternyata dibatalkan, baik sebagian maupun
seluruhnya oleh Penerima Jasa, Pajak Pertambahan Nilai dari Jasa Kena Pajak yang
dibatalkan tersebut mengurangi Pajak Keluaran yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak
Pemberi Jasa Kena Pajak dan mengurangi:
a. Pajak Masukan dari Pengusaha Kena Pajak Penerima Jasa, dalam hal Pajak Masukan
atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan telah dikreditkan;
b. biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak Penerima Jasa, dalam hal Pajak
Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan tersebut tidak dikreditkan dan
telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga
perolehan harta tersebut; atau
c. biaya atau harta bagi Penerima Jasa yang bukan Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pajak
Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan tersebut telah dibebankan
sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta
tersebut.
Tata Cara Pembuatan Nota Retur
1) Dalam hal terjadi Pengembalian Barang Kena Pajak, Pembeli harus membuat dan
menyampaikan nota retur kepada Pengusaha Kena Pajak Penjual.
2) Nota retur paling sedikit harus mencantumkan :
 nomor urut nota retur;
 nomor, kode seri, dan tanggal Faktur Pajak dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
 nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pembeli;
 nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak Penjual;
 jenis barang, jumlah harga jual Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
3) Nota retur harus dibuat pada saat Barang Kena Pajak dikembalikan.
4) Bentuk dan ukuran nota retur dibuat sesuai dengan kebutuhan administrasi Pembeli.
5) Nota retur dibuat paling sedikit dalam rangkap 2 (dua) yaitu:
 lembar ke-1: untuk Pengusaha Kena Pajak Penjual;
 lembar ke-2: untuk arsip Pembeli.
Pelaporan Nota Retur dalam SPT Masa PPN
• Pengurangan Pajak Keluaran atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah oleh
Pengusaha Kena Pajak Penjual dan/atau Pengusaha Kena Pajak Pemberi Jasa Kena Pajak dilakukan dalam
Masa Pajak saat terjadinya Pengembalian Barang Kena Pajak atau Pembatalan Jasa Kena Pajak
• Pengurangan Pajak Masukan, pengurangan harta, atau pengurangan biaya, oleh Pembeli atau Penerima Jasa
dilakukan dalam Masa Pajak saat terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak atau Pembatalan Jasa Kena
Pajak .
• Nota Retur yang dibuat oleh pembeli dan yang diterima oleh Pengusaha Kena Pajak penjual harus
dilaporkan dalam SPT Masa PPN, agar dapat mengurangi PPN/PPnBM yang telah dilaporkan dalam SPT
Masa PPN sebelumnya
1. Pengurangan PPN dan PPnBM oleh PKP penjual dilakukan dalam Masa Pajak yang sama dengan
Masa Pajak dibuatnya Nota Retur.
2. Dalam hal Nota Retur belum dapat diperhitungkan dalam Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak
dibuatnya Nota Retur, maka Nota Retur dapat diperhitungkan oleh PKP penjual dalam Masa Pajak
diterimanya Nota Retur tersebut.
3. Pengurangan PPN dan PPnBM, harta, atau pengurangan biaya oleh pembeli dilakukan dalam Masa
Pajak dibuatnya Nota Retur.
Pemungut PPN
Pemungut PPN terdiri dari:

 Bendaharawan Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, yang dananya dari APBN/APBD. Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara dalam hal pembeli BKP/JKP adalah Pemungut PPN tersebut di atas, PPN
yang terutang tidak dipungut oleh PKP Penjualnya, melainkan harus dipungut dan disetor langsung ke kas
negara oleh Pemungut PPN.
 Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
 Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi
 Kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi
 Badan Usaha Milik Negara
 Badan Usaha Tertentu
Ruang Lingkup Pemungutan
1. Pemungut PPN wajib memungut, menyetor, dan melapor PPN dan PPnBM atas :
a. Penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh PKP Rekanan.
b. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
c. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
2. PPnBM hanya dipungut dalam hal PKP Rekanan adalah pabrikan dari BKP yang tergolong mewah.
PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Bendaharawan
Pemerintah atau KPKN (Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara).
3. Atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Instansi Pemerintah yang berkedudukan sebagai PKP kepada
Badan-badan tertentu, PPN yang terutang dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Bendaharawan Instansi
Pemerintah tersebut.
4. Pemungut PPN tidak perlu memungut PPN dan PPnBM atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan
oleh bukan PKP.
5. Dalam hal pemungut melakukan transaksi dengan rekanan yang belum berstatus sebagai PKP dan diketahui
telah memenuhi syarat sebagai PKP, seperti melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP yang telah melebihi
batasan Pengusaha Kecil, maka rekanan yang bersangkutan diwajibkan melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan transaksi.
Saat Pemungutan, Cara Pemungutan, dan Saat Pelaporan PPN
oleh Pemungut PPN
Saat pemungutan adalah pada saat dilakukannya pembayaran oleh Pemungut PPN kepada PKP Rekanan.

Cara Pemungutan
• Pemungutan dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah dengan cara pemotongan secara langsung dari
tagihan PKP Rekanan.
• Khusus untuk KPKN, pemungutan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan cara
pemotongan langsung dari tagihan PKP Rekanan pada SPM yang bersangkutan.

Saat Penyetoran
• Untuk KPKN, saat pencatatan penyetoran PPN dan PPn BM dilakukan pada saat pembayaran oleh KPKN
kepada PKP Rekanan.
• Untuk Bendaharawan Pemerintah Penyetoran PPN dan PPn BM kepada Bank Persepsi atau Kantor Pos
dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah bulan terjadinya pembayaran tagihan.
• Dalam hal saat penyetoran jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Penyetoran dan Pelaporan oleh Pemungut PPN

Penyetoran PPN/PPn BM oleh Pemungut PPN harus dilakukan selambat-lambatnya


 7 hari setelah bulan dilakukannya pembayaran atas tagihan, dalam hal Pemungut PPN tersebut adalah
Bendaharawan Pemerintah atau Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
 15 hari setelah bulan dilakukannya pembayaran atas tagihan, dalam hal Pemungut PPN tersebut adalah
Badan-Badan Tertentu.
 Dalam hal hari ke 7 atau hari ke 15 tersebut jatuh pada hari libur, penyetoran selambat-lambatnya pada hari
kerja berikutnya.

Pelaporan ke KPP terkait selambat-lambatnya


 hari ke-20 setelah bulan terjadinya pembayaran atas tagihan, dalam hal Pemungut PPN tersebut adalah
Bendaharawan Pemerintah atau Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
 Hari ke-20 setelah bulan terjadinya pembayaran atas tagihan, dalam hal Pemungut PPN tersebut adalah
Badan-Badan Tertentu
 Pelaporan atas pemungutan PPN tersebut dilakukan dengan SPT Masa bagi Pemungut PPN
Pembayaran yang Tidak Dipungut PPN dan/atau PPnBM

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Bendaharawan
Pemerintah dalam hal :
• Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah;
• Pembayaran untuk pembebasan tanah, kecuali pembayaran atas penyerahan tanah oleh Real Estate atau
Industrial Estat; (Lamp KEP-382/PJ./2002)
• Pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut dan/atau
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
• Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar Minyak oleh P.T.
PERTAMINA (Persero);
• Pembayaran atas rekening telepon;
• Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; atau
• Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan yang
berlaku tidak dikenakan PPN.
Bukti Pemungutan dan Penyetoran

1. Faktur Pajak dan SSP yang PPN dan atau PPn BM-nya telah disetorkan kepada Kas Negara/Bank
Persepsi/Kantor Pos dan Giro merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan PPn BM.
2. Saat Penerbitan Faktur Pajak :
a. PKP Rekanan wajib menerbitkan Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada
Pemungut PPN baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran.
b. Apabila pembayaran diterima sebelum penagihan atau sebelum penyerahan BKP dan/atau JKP, Faktur
Pajak wajib diterbitkan pada saat pembayaran diterima.
3. SSP dibuat atas nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak PKP Rekanan, sedangkan yang
menandatangani adalah Pemungut PPN sebagai penyetor atas nama PKP Rekanan.
4. Faktur Pajak Standar
a) Dalam hal penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dikenakan PPnBM, maka PKP Rekanan yang
bersangkutan mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak Standar.
b) Atas pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), sepanjang
terutang PPN walaupun tidak dipungut oleh Pemungut PPN, tetap harus dibuatkan Faktur Pajak oleh
PKP Rekanan yang menyerahkan BKP atau JKP tersebut.
Dasar Pemungutan

Dasar Pemungutan PPN dan PPn BM adalah jumlah pembayaran baik dalam bentuk uang muka, pembayaran
sebagian, atau pembayaran seluruhnya yang dilakukan oleh Pemungut PPN kepada PKP Rekanan.

Dalam jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Pemungut PPN tersebut di atas termasuk PPN dan PPn BM
yang terutang tanpa memperhatikan apakah dalam kontrak menyebutkan ketentuan pemungutan PPN dan atau
PPn BM maupun tidak.
1. PPN
Jumlah PPN dan atau PPnBM yang Dipungut
a. Dalam hal penyerahan BKP dan atau JKP yang hanya terutang PPN, maka jumlah PPN yang dipungut adalah 11/111
bagian dari jumlah pembayaran.
b. Contoh :
- Jumlah pembayaran Rp 11.100.000
- PPN yang dipungut Rp 1.100.000
11/111 X Rp. 11.100.000
- Yang dibayarkan kepada PKP Rekanan Rp 10.000.000
(Rp. 11.100.000-Rp. 1.000.000)
2. PPn BM
a. Contoh :
Dalam hal terutang PPn BM sebesar 20%, maka jumlah PPN dan PPn BM yang dipungut adalah:
- Jumlah pembayaran Rp. 13.100.000,00
- Jumlah PPN yang dipungut : Rp. 1.100.000,00
(11/131 x Rp 13.000.000,00)
- Jumlah PPn BM yang dipungut : Rp. 2.000.000,00
(20/131 x Rp 13.000.000,00)
- Jumlah yang dibayarkan kepada PKP Rekanan Rp. 10.000.000,00
(Rp 13.100.000,00 - Rp 1.000.000,00 - Rp 2.000.000,00)
Pelaporan
1. Bendaharawan Pemerintah :
a. Bendaharawan Pemerintah wajib melaporkan PPN dan PPnBM yang dipungut dan disetor kepada KPP
dan KPKN.
b. Laporan sebagaimana dimaksud di atas dilakukan dengan menggunakan SPT Masa Bagi Pemungut
PPN (Formulir 1101 PUT) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-147/PJ./2006 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Bagi Pemungut PPN .
c. Penyampaian Laporan
 Laporan disampaikan paling lambat hari ke 14 (empat belas) setelah bulan dilakukan pembayaran
tagihan.
 Dalam hal hari ke 14 (empat belas) jatuh pada hari libur, maka laporan disampaikan paling lambat
satu hari sebelumnya.
 Selain menyampaikan laporan tersebut di atas, Bendaharawan Pemerintah wajib membuat daftar
rekanan sebagaimana dimaksud dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-331/MK.04/1999
tanggal 24 Agustus 1999 tentang Pengawasan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan oleh
Bendaharawan Pemerintah dan BUMN dan BUMD.
2. KPKN
a. KPKN setiap hari menyampaikan lembar ke-3 Faktur Pajak yang telah dibubuhi catatan nomor dan
tanggal advis SPM kepada KPP.
b. Penyampaian lembar ke-3 Faktur Pajak di atas dilakukan dengan menggunakan Surat Pengantar.
c. Dalam hal tidak ada Faktur Pajak yang disampaikan pada hari itu, maka Surat Pengantar tetap dibuat
dengan catatan "Faktur Pajak NIHIL".
d. KPKN wajib melakukan pengawasan dan menyampaikan daftar Bendaharawan Pemerintah dan
perubahannya yang berada dalam wilayah kerjanya kepada KPP setempat triwulan.
e. KPKN wajib menolak permintaan pembayaran berikutnya yang diajukan Bendaharawan Pemerintah
apabila berdasarkan hasil pengawasan tersebut di atas Bendaharawan Pemerintah tidak melakukan
pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN dan PPnBM yang merupakan kewajibannya.
3. PKP Rekanan
a. Penyerahan kepada Pemungut PPN dilaporkan oleh PKP Rekanan dalam SPT pada Masa pajak
diterimanya pembayaran dari Pemungut PPN.
b. Dalam hal Pemungut PPN adalah KPKN, maka penyerahan tersebut dilaporkan dalam Masa Pajak
sesuai dengan bulan yang tercantum dalam "Cash Register" KPKN.
4. Bendaharawan Pemerintah sebagai PKP
a. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf G Lampiran KEP-382/PJ/2002 merupakan bukti
Pajak Masukan.
b. Sepanjang memenuhi ketentuan, Pajak Masukan tersebut dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada
Masa Pajak terjadinya pembayaran.
c. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa
Pajak terjadinya penagihan, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan
setelah berakhirnya Masa Pajak terjadinya pembayaran sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan
belum dilakukan pemeriksaan.
Restitusi Melalui KPP
Permohonan restitusi kelebihan Pajak Masukan agar disampaikan kepada Kepala KPP dimana PKP yang
bersangkutan dikukuhkan dengan cara :
• mengisi kolom yang tersedia dalam SPT Masa PPN ; atau
• dengan surat tersendiri.
• permohonan pengembalian kelebihan pajak ditentukan satu permohonan untuk satu masa pajak.
Dokumen yang harus dilampirkan dalam permohonan :
1. Dalam hal penyerahan/perolehan/penerimaan BKP dan atau JKP, yaitu Faktur Pajak Keluaran dan Faktur
Pajak Masukan yang berkaitan dengan kelebihan pembayaran pajak yang dimintakan pengembalian
2. Dalam hal impor Barang Kena Pajak, yaitu PIB, Laporan Pemeriksaan Surveyor (LPS)
3. Dalam hal ekspor barang kena pajak, yaitu :
 PEB
 Fotokopi wesel ekspor atau bukti penerimaan uang lainnya dari bank, yang telah dilegalisasi oleh bank
 Asli atau fotokopi yang telah dilegalisasi polis asuransi Barang Kena Pajak yang diekspor, dalam hal
Barang Kena Pajak yang diekspor diasuransikan
 Sertifikasi dari instansi tertentu seperti Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan,
Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, atau badan lain seperti kedutaan besar negara tujuan,
sepanjang diwajibkan adanya sertifikasi.
4. Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan
Nilai, yaitu :
a. Kontrak atau Surat Perintah Kerja (SPK) atau surat pesanan atau dokumen sejenis lainnya; dan
b. Surat Setoran Pajak.
5. Dalam hal permohonan pengembalian yang diajukan meliputi kelebihan pembayaran pajak akibat
kompensasi dari Masa Pajak sebelumnya, maka bukti-bukti atau dokumen-dokumen yang disampaikan
meliputi seluruh bukti-bukti atau dokumen-dokumen pada angka 1 sampai dengan angka 4 di atas yang
berkenaan dengan kelebihan pembayaran pajak Masa Pajak yang bersangkutan.
Fasilitas PPN
Pemahaman dan Maksud Fasilitas PPN
Dalam UU PPN dikenal dua jenis fasilitas PPN, yaitu PPN dibebaskan dan PPN tidak dipungut. Hal terpenting
yang harus dipahami berkenaan dengan fasilitas PPN tersebut adalah bahwa suatu transaksi yang sebenarnya
merupakan objek PPN atau telah memenuhi syarat untuk dikenakan PPN, karena sebab tertentu dibebaskan dari
pengenaan PPN atau PPN nya tidak dipungut dengan Peraturan Pemerintah. Oleh karena harus dibedakan
dengan konsep tidak dikenakan PPN, yaitu suatu transaksi yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk dikenakan
PPN, misalnya barang yang diserahkan bukan BKP.

Tujuan dan maksud diberikannya fasilitas ini adalah untuk mendorong berhasilnya sektor-sektor kegiatan
ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional, mendorong perkembangan dunia usaha dan
meningkatkan daya saing, mendukung pertahanan nasional, serta memperlancar pembangunan nasional.
PPN Dibebaskan & PPN Tidak Dipungut
Transaksi ini sebenarnya memenuhi syarat untuk dikenakan PPN tetapi oleh UU dibebaskan dari pengenaan
PPN karena memenuhi kriteria tertentu :
1) kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;
2) penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
3) impor Barang Kena Pajak tertentu;
4) pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean; dan
5) pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas
penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan. Konsekuensinya,
PM yang tidak dapat dikreditkan tersebut akan dibebankan sebagai biaya oleh pengusaha yang bersangkutan
sehingga akan masuk menjadi unsur harga jual.
Menurut PMK No.31/PMK.03/2008, PPN dibebaskan dikenakan pada jenis BKP sebagai berikut :
• Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik dalam keadaan terpasang maupun terlepas. Tidak
termasuk suku cadang yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan BKP.
• Makanan unggas, ikan, ternak serta bahan baku untuk pembuatan makanannya.
• Bibit/benih dari barang perkebunan, pertanian, kehutanan, penangkaran, peternakan dan perikanan.
• Barang hasil pertanian (terbatas pada jenis NKP yang terdapat pada lampiran PP No.7 Tahun 2007).
• Listrik kecuali untuk perumahan dengan daya diatas 6.600 watt.
• Air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh perusahaan air minum (perusahaan air minum milik
pemerintah/swasta, baik merupakan kegiatan dari satu divisi atau seluruh divisi dari perusahaan tersebut
yang dalam kegiatan usahanya menghasilkan air bersih).
• unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik yang perolehannya dibiayai melalui kredit atau pembiayaan
kepemilikan rumah bersubsidi
• liquified natural gas.

Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) tidak dapat dikreditkan.
PPN Tidak Dipungut
Bukan BKP :
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.
2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya.
4. Uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.

Bukan JKP :
5. Jasa pelayanan Kesehatan medik
6. Jasa pelayanan social
7. Jasapengiriman surat dengan perangko
8. Jasa keuangan
9. Jasa asuransi
10. Jasa keagamaan
11. Jasa Pendidikan
12. Jasa kesenian dan hiburan
13. dll
PPN atas KMS
 Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak
lain.
 Bangunan adalah satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu
kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
a. konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;
b. diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
c. luas keseluruhan paling sedikit 200 m2 (dua ratus meter persegi).
 Bangunan untuk tempat tinggal adalah bangunan atau kontruksi yang diperuntukkan bagi tempat tinggal,
termasuk fasilitas olah raga atau fasilitas lain.
 Bangunan untuk tempat usaha adalah keseluruhan bangunan atau kontruksi yang diperuntukkan bagi
tempat usaha termasuk seluruh fasilitas yang ada.
 Bangunan tempat tinggal untuk usaha adalah bangunan atau konstruksi tempat tinggal yang sebagian
bangunan atau seluruhnya digunakan untuk kegiatan usaha.
Syarat Pengenaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri
Kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN apabila:
1. Membangun sendiri tersebut dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau
badan, yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain
2. Bangunan yang dibangun sendiri diperuntukkan bagi tempat tinggal, tempat usaha atau tempat tinggal
untuk usaha.
3. Termasuk kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan melalui
kontraktor atau pemborong tetapi atas kegiatan membangun tersebut tidak dipungut Pajak Pertambahan
Nilai, dan kontraktor atau pemborong tersebut bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak.
4. Batasan bangunan yang dikenai PPN kegiatan membangun sendiri adalah satu atau lebih konstruksi teknik
yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
a) konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;
b) diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
c) luas keseluruhan paling sedikit 200 m2 (dua ratus meter persegi).
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
PPN KMS = 11% x 20% x Total Biaya (tidak termasuk harga tanah)
• Kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN sebesar 11 % (sepuluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
• Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun sendiri adalah 20% (dua puluh persen) dari jumlah biaya
yang dikeluarkan dan atau dibayarkan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
• Termasuk dalam pengertian jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau dibayarkan untuk membangun sendiri
adalah juga jumlah PPN yang dibayar atas perolehan bahan dan jasa untuk kegiatan membangun sendiri
tersebut
Saat dan Tempat Pajak Terutang
 Saat yang menentukan PPN terutang adalah saat dimulainya secara fisik kegiatan membangun sendiri
(menggali fondasi, memasang tiang pancang dan lain-lain).
 Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan
sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
 Tempat pajak terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.
Penyetoran dan Pelaporan
1. PPN yang terutang sebesar 11% x 20% dari seluruh biaya yang dikeluarkan dan atau dibayarkan, harus
disetorkan seluruhnya dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama orang pribadi atau badan
yang melaksanakan kegiatan membangun sendiri ke Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat tanggal
15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pengeluaran biaya tersebut. Dalam hal kegiatan membangun
sendiri dilakukan oleh PKP, PPN yang tercantum dalam SSP tersebut tidak dapat dikreditkan dengan Pajak
Keluaran, karena pembayaran PPN tersebut merupakan pembayaran PPN untuk kegiatan tidak dalam
kegiatan usaha atau pekerjaan PKP yang bersangkutan
2. Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan penyetoran
kepada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut dengan
mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya
masa pajak.
3. Pajak Masukan yang dibayar atas kegiatan membangun sendiri tidak dapat dikreditkan

Anda mungkin juga menyukai