Anda di halaman 1dari 22

1.

Perlakuan PPN dan PPnBM Apabila Terjadi Pembatalan Transaksi Pembelian Barang Kena
Pajak (BKP )
Pertanyaan Konsultasi Pajak :
Saya ada masalah dengan PPN dan PPn-BM nih gan, jika terjadi pembatalan transaksi atas
pembelian Barang Kena Pajak (BKP) yang ada PPN dan PPn-BMnya, apakah bisa
dikompensasikan kemasa pajak berikutnya ?
Jawaban Konsultasi Pajak :
Perlakuan PPN dan PPnBM Apabila Terjadi Pembatalan Transaksi Pembelian
BKP berlaku ketentuan sebagai berikut :

1. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa
Kena Pajak yang Faktur Pajak-nya telah diterbitkan, maka Faktur Pajak tersebut
harus dibatalkan.

2. Pembatalan transaksi harus didukung oleh bukti atau dokumen yang membuktikan
bahwa telah terjadi pembatalan transaksi. Bukti dapat berupa pembatalan kontrak atau
dokumen lain yang menunjukkan telah terjadi pembatalan transaksi tersebut.

3. Pengusaha Kena Pajak Penjual yang melakukan pembatalan Faktur Pajak harus
memiliki bukti dari Pengusaha Kena Pajak Pembeli yang menyatakan bahwa
transaksi dibatalkan.

4. Faktur Pajak yang dibatalkan harus tetap diadministrasi (disimpan) oleh Pengusaha
Kena Pajak Penjual yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut.

5. Pengusaha Kena Pajak Penjual yang membatalkan Faktur Pajak harus mengirimkan
surat pemberitahuan dan copy dari Faktur Pajak yang dibatalkan ke Kantor Pelayanan
Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak Penjual dikukuhkan dan ke Kantor Pelayanan
Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak Pembeli dikukuhkan.

6. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Penjual belum melaporkan Faktur Pajak yang
dibatalkan di dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, maka
Pengusaha Kena Pajak Penjual harus tetap melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan mencantumkan nilai 0
(nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPn BM.

7. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Penjual telah melaporkan Faktur Pajak tersebut
dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagai Faktur Pajak
Keluaran, maka Pengusaha Kena Pajak Penjual harus melakukan pembetulan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak yang bersangkutan,
dengan cara tetap melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dan
mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPn BM.

8. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Pembeli telah melaporkan Faktur Pajak yang
dibatalkan tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
sebagai Faktur Pajak Masukan, maka Pengusaha Kena Pajak Pembeli harus
melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa
Pajak (SPT Masa PPN) yang bersangkutan, dengan cara tetap melaporkan Faktur
Pajak yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP,
PPN atau PPN dan PPn BM.

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, maka atas kasus pembatalan pembelian


tersebut yang harus dilakukan bagi pembeli adalah :

1. Apabila Faktur Pajak belum dilaporkan ke Kantor Pajak melalui SPT Masa PPN,
maka Saudara harus meminta dokumen pembatalan faktur pajak kepada penjual serta
meminta uang atas harga beli barang dan PPN serta PPnBM yang telah dipungut oleh
penjual.

2. Apabila Faktur Pajak sudah dilaporkan ke Kantor Pajak melalui SPT Masa PPN,
maka harus meminta dokumen pembatalan faktur pajak kepada penjual serta meminta
uang atas harga beli barang dan PPN serta PPnBM yang telah dipungut oleh penjual
dan melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak yang bersangkutan, dengan
cara tetap melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan
nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPn BM.

3. Sehingga atas uang PPN dan PPnBM yang telah dibayarkan oleh pembeli kepada
penjual tidak dapat dikompensasikan ke masa berikutnya tetapi harus diminta
kembali dari penjual Barang Kena Pajak tersebut.

2. Bagaimana Perlakuan PPN Pajak Masukan Terhadap Kegiatan Membangun Sendiri (KMS)

Pertanyaan Konsultasi Pajak :


Yth Bapak Wibowo, di tempat saya kerja punya PPN masukan untuk kegiatan membangunan
sendiri bulan Oktober 2014, keselip baru ketemu 27 Maret 2015 (sudah lebih 3 bulan), lalu
bagaimana pak, terima kasih
Jawaban Konsultasi Pajak :
Berdasarkan Pasal 10 PMK No.163/PMK.03/2012 Pajak Masukan yang dibayar sehubungan
dengan kegiatan membangun sendiri tidak dapat dikreditkan.
Jadi PPN Masukan atas Kegiatan membangun sendiri bulan Oktober 2014 tidak dapat
dikreditkan dengan pajak keluaran dari Pengusaha Kena Pajak tersebut.
3. Pengusaha Kena Pajak (PKP) menjual jasa ke Non - PKP, apakah perlu menerbitkan faktur
pajak atau tidak, Kode pajaknya apa, bagaimana pelaporannya ?

Pertanyaan Konsultasi Pajak :


Pak, kalau PKP menjual jasa ke Non -PKP, perlu menerbitkan faktur pajak atau tidak?
Kode pajak nya apa?
Bagaimana pelaporan di e-SPT PPN? Tks so much Pak Wibowo

Jawaban Konsultasi Pajak :


Faktur Pajak wajib diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak pada saat penyerahan atau
ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Pasal 17 ayat (3), ayat (5), ayat (8), ayat (9), dan ayat (10) Peraturan Pemerintah
Nomor 1 Tahun 2012 yaitu pada saat :

1. Penyerahan Barang Kena Pajak.

2. Penyerahan Jasa Kena Pajak.

3. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud.

4. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.

5. Ekspor Jasa Kena Pajak.


Pembeli Barang Kena Pajak dan atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dibedakan antara
Pengusaha Kena Pajak atau tidak semua harus diterbitkan faktur pajak.
Jadi apabila pengusaha kena pajak (PKP) menjual/menyerahkan jasa kena pajak kepada non
PKP harus tetap menerbitkan Faktur Pajak.
Bentuk dan nomor faktur pajak tergantung jenis Pengusaha Kena Pajak, yaitu :

1. Untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) Biasa maka menggunakan Faktur Pajak
sesuai Per-24/PJ/2012 yang telah diubah dengan PER-08/PJ/2013 dan PER-
17/PJ/2014.

2. Untuk Pengusaha Kena Pajak Eceran maka menggunakan Faktur Pajak sesuai Per-
58/PJ/2010 dan SE-137/PJ/2010.
Pelaporan dalam SPT Masa PPN 1111 adalah sebagai berikut :

1. Apabila identitas dan NPWP diketahui maka dilisikan dalam Formulir 1111 A1
dan Formulir 1111 A2

2. Diisikan dalam Formulir 1111 AB bagian Penyerahan Dalam Negeri dengan


Faktur Pajak yang Digunggung Apabila atas penyerahan BKP dan/atau JKP dalam
negeri dengan Faktur Pajak yang tidak diisi dengan identitas pembeli serta nama
dan tanda tangan penjual, dalam Masa Pajak yang bersangkutan. Baris ini diisi
oleh PKP yang menurut ketentuan diperkenankan untuk menerbitkan Faktur Pajak
tanpa identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual. Pengisian baris ini
dilakukan dengan cara menjumlahkan secara manual seluruh Faktur Pajak atas
penyerahan BKP dan/atau JKP yang tidak diisi dengan identitas pembeli serta
nama dan tanda tangan penjual.

4. Pengertian Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak yang Digunggung

Pertanyaan Konsultasi Pajak :


Pak, apa yang dimaksud dengan kata "digunggung"?
Jawaban Konsultasi Pajak :

Pengertian Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak yang Digunggung adalah :
Penyerahan BKP dan/atau JKP dalam negeri dengan Faktur Pajak yang tidak diisi dengan
identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, dalam Masa Pajak yang bersangkutan.

Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang boleh mengisi dalam SPT Masa PPN 1111 adalah
Pengusaha Kena Pajak yang menurut ketentuan diperkenankan untuk menerbitkan Faktur
Pajak tanpa identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual.

Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang diperbolehkan menggunakan Faktur Pajak yang
digunggung adalah Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran.

Contoh untuk Faktur Pajak yang digunggung antara lain :


Nota Penjualan
Kwitansi Penjualan
Struk penjualan
Bon Penjualan
Pengisian dalam SPT Masa PPN 1111 dilakukan dengan cara menjumlahkan secara manual
seluruh Faktur Pajak atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang tidak diisi dengan identitas
pembeli serta nama dan tanda tangan penjual.

5.Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Dan Atau Jasa Kena
Pajak Kepada ADP (Asian Development Bank)
Pertanyaan Konsultasi Pajak :
Pak, apakah betul ADB bukan subjek pajak (PPh dan PPN) karena bukan PKP? perusahaan
saya menjual jasa ke ADB, dalam rangka misi ADB, apakah betul PPN nya dibebaskan, karena kami
tidak bisa memungut PPN ke ADB.
Jawaban Konsultasi Pajak :

ADP (Asian Development Bank) bukan subjek pajak penghasilan Badan (Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 215/PMK.03/2008 Tanggal 16 Desember 2008 yang terakhir diubah dengan PMK
Nomor 156/PMK.010/2015 tanggal 12 Agustus 2015).
ADP (Asian Development Bank) bukan Pengusaha Kena Pajak sepanjang tidak memenuhi
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang KUP .
Objek Pajak yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) antara lain :
1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha.
2. Impor Barang Kena Pajak.
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha.
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean.
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean.
6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pajak Petambahan Nilai (PPN) atas Proyek yang dananya dibiayai dengan hibah atau dana
pinjaman luar negeri tidak dipungut (KMK-486/KMK.04/2000).
Berdasarkan penjelasan diatas maka atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena
Pajak Kepada ADP (Asian Development Bank) dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sepanjang
dana yang digunakan untuk membayar penyerahan Jasa Kena Pajak tersebut tidak berasal dari hibah
atau dana pinjaman luar negeri dan memenuhi syarat sebagai Objek Pajak yang dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN).

6.Bagaimana Pencatatan Atau Pengakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Atas Impor atau Pembelian
Aktiva Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pertanyaan Konsultasi Pajak :
Pak..mau tanya nih..kalau kita mempunyai PPN masukan atas impor aktiva tetap itu bisa
dikreditkan tidak terus mohon petunjuk untuk dasar apabila ada PPN atas pembelian aktiva
tetap yang tidak dapat dikreditkan

Jawaban Konsultasi Pajak :


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terdapat dalam Impor aktiva tetap dan pembelian aktiva
tetap dapat dikreditkan sebagai pajak masukan sepanjang tidak termasuk dalam kriteria Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) Yang Tidak Dapat Dikreditkan Sebagai Pajak Masukan.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terdapat dalam Impor aktiva tetap dan pembelian aktiva
tetap dapat dibebankan sebagai biaya atauditambahkan (dikapitalisasi) kepada harga perolehan Aktiva
sepanjang tidak dikreditkan sebagai pajak masukan.
Sehingga Pengusaha Kena Pajak (PKP) hanya dapat memilih salah satu pencatatan atau
pengakuan atas PPN tersebut tidak boleh keduanya yaitu sebagai pajak masukan atau dikapitalisasi
dalam harga beli/impor aktiva.

7.Tata Cara Pembuatan Nota Retur PPN dan PPnBM


Pertanyaan Konsultasi Pajak :
Apakah dalam Nota Retur diperbolehkan merujuk kepada 2 nomor Faktur Pajak atau lebih
dalam satu Nomor Nota Retur ?
Bagaimana perlakuan atas Nota Retur jika barang yang diretur melebihi barang yang dibeli ?
Jawaban Konsultasi Pajak :
Uraian :
Nota Retur dibuat apabila Barang Kena Pajak dikembalikan (retur) oleh Pembeli dan dapat
mengurangi Pajak Keluaran dan PPnBM yang terutang oleh penjual dan mengurangi :
1. Pajak Masukan dari Pengusaha Kena Pajak Pembeli, dalam hal Pajak
Masukan atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan telah dikreditkan.
2. Biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak Pembeli, dalam hal pajak atas
Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut tidak dikreditkan dan telah
dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga
perolehan harta tersebut; atau
3. Biaya atau harta bagi Pembeli yang bukan Pengusaha Kena Pajak dalam hal
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut
telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam
harga perolehan harta tersebut.
Pengembalian Barang Kena Pajak dianggap tidak terjadi dalam hal Barang Kena Pajak yang
dikembalikan diganti dengan Barang Kena Pajak yang sama, baik dalam jumlah fisik, jenis maupun
harganya sehingga tidak perlu dibuat Nota Retur.
Pembeli harus membuat dan menyampaikan nota retur kepada Pengusaha Kena Pajak Penjual
pada saat Barang Kena Pajak dikembalikan.
Bentuk dan ukuran nota retur dibuat sesuai dengan kebutuhan administrasi Pembeli
Nota retur paling sedikit harus mencantumkan:
1. nomor urut nota retur.
2. nomor, kode seri, dan tanggal Faktur Pajak dari Barang Kena Pajak yang
dikembalikan
3. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pembeli.
4. nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak Penjual
5. jenis barang, jumlah harga jual Barang Kena Pajak yang dikembalikan
6. Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan, atau
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikembalikan.
7. tanggal pembuatan nota retur
8. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani nota retur
Kesimpulan :
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa nota retur dibuat untuk setiap Faktur
Pajak, jadi tidak boleh satu nota retur dibuat untuk dua atau lebih faktur pajak.
Nota retur dibuat maksimal sebesar barang yang dibeli, kalau melebihi barang yang dibeli
harus dibuatkan nota retur baru.

8.Nomor Seri Faktur Pajak Untuk Sekolah Swasta/Yayasan


Pertanyaan Konsultasi Pajak :
Untuk sekolah swasta/yayasan nomor seri faktur pajak berapa ?

Jawaban Konsultasi Pajak :

a Untuk Penyerahan kepada sekolah swasta/yayasan maka nomor seri faktur pajak adalah :
1. 2 (dua) digit Kode Transaksi yaitu 01
2. 1 (satu) digit Kode Status yaitu 0 untuk normal dan 1 untuk pembetulan
3. 13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat
Jenderal Pajak
b. Untuk Penyerahan oleh sekolah swasta/yayasan maka nomor seri faktur pajak adalah :
1. 2 (dua) digit Kode Transaksi yaitu 01 untuk swasta, 02 untuk bendaharawan
pemerintah dan BUMN
2. 1 (satu) digit Kode Status yaitu 0 untuk normal dan 1 untuk pembetulan
3. 13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat
Jenderal Pajak
c. Yang perlu diperhatikan adalah setiap Wajib Pajak yang menerbitkan faktur pajak harus
sudah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP), sehingga Perusahaan swasta, sekolah
swasta atau yayasan harus terdaftar terlebih dahulu sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
sebelum menerbitkan faktur pajak.

9.Bagaimana Perlakuan PPN Atas Jasa Katering


Pertanyaan Konsultasi Pajak :
Mohon informasi Pak, apakah pengadaan jasa katering dikenakan PPN? terima kasih

Jawaban Konsultasi Pajak :


Berdasarkan Pasal 4 A ayat (3) huruf q Undang-Undang No.42 Tahun 2009 tentang PPN dan
PPnBM Jasa Boga atau Jasa Katering termasuk dalam jasa tertentu yang tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai.
Sehingga atas penyerahan/pengadaan Jasa Katering Tidak dikenakan PPN.
Apabila Wajib Pajak yang melakukan penyerahan Jasa Catering kepada bendahara
pemerintah, maka tidak akan dilakukan pemungutan PPN.

10.Bisakah Pengusaha Jasa Konstruksi Yang Menjadi Rekanan Pemerintah Melaporkan PPN Dengan
SPT Masa PPN 1111 DM
Pertanyaan Konsultasi Pajak :

Pak, mau nanya, bisakah pengusaha jasa konstruksi yang menjadi rekanan pemerintah
melaporkan SPT Masa PPN DM karena omsetnya masih sedikit ? Kalau bisa, bolehkah
mengkreditkan norma dan SSP sehingga jadi LB (Lebih Bayar) ?

Jawaban Konsultasi Pajak :


Pengusaha Jasa Konstruksi yang menjadi rekanan pemerintah dapat melaporkan PPN
menggunakan SPT Masa PPN 1111 DM sepanjang Pengusaha Jasa Konstruksi tersebut merupakan
Pengusaha Kena Pajak yang dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak
Masukan yaitu Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku
tidak melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah). dengan syarat :
1. Mempunyai peredaran usaha dalam 2 (dua) tahun buku sebelumnya tidak
melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah) untuk
setiap 1 (satu) tahun buku. atau
2. Wajib Pajak yang baru dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Apabila Pengusaha Jasa Konstruksi tersebut telah memenuhi syarat diatas berhak
mengkreditkan pajak masukan dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak
Masukan dan atas SSP PPN yang telah dipungut oleh pemungut (bendahara pemerintah) dapat
diperhitungkan.
Jadi Pengusaha Kena Pajak Jasa Konstruksi dapat melaporkan SPT Masa PPN 1111DM
dengan status Lebih Bayar.

11.Apa Yang Harus Dilakukan Oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penjual Atau Pemberi Jasa Kena
Pajak Apabila Faktur Pajak Yang Telah Diterbitkannya Hilang
Pertanyaan Konsultasi Pajak :
Mau tanya pak kalau faktur pajak kita hilang dan tidak tahu nomor fakturnya itu bagaimana

padahal sudah transaksi dengan perusahaan lain.

Jawaban Konsultasi Pajak :


Pengusaha Kena Pajak dapat menanyakan ke kantor pajak (bisa melalui Account
Representative anda atau ke Seksi Pelayanan) tentang berapa faktur pajak yang telah
diterbitkannya sesuai dengan urutan nomor faktur pajak (sepanjang semua data faktur pajak
telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN ke Kantor Pelayanan Pajak)

Tata cara penggantian faktur pajak yang hilang bagi Pengusaha Kena Pajak penjual
atau pemberi jasa kena pajak adalah sebagai berikut :
Pengusaha Kena Pajak Penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dapat mengajukan
permohonan tertulis untuk meminta copy dari Faktur Pajak yang hilang kepada Pengusaha
Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dengan tembusan kepada Kantor
Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak
dikukuhkan dan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli
atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan.
Berdasarkan permohonan dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena
Pajak, Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak membuat copy dari
arsip Faktur Pajak yang disimpan oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa
Kena Pajak, untuk dilegalisir oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak
pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan.
Copy dibuat dalam rangka 2 (dua), yaitu :
1. Lembar ke-1 : diserahkan ke Pengusaha Kena Pajak penjual atau
pemberi Jasa Kena Pajak melalui Pengusaha Kena Pajak pembeli atau
penerima Jasa kena Pajak.
2. Lembar ke-2 : arsip Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan.
Legalisir diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli
atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan setelah meneliti asli arsip Faktur Pajak dan
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak pembeli
atau penerima Jasa Kena Pajak tersebut.
Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena
Pajak dikukuhkan wajib melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak atau pemberi Jasa Kena Pajak untuk
meyakinkan bahwa Faktur Pajak yang dilaporkan hilang tersebut sudah dilaporkan sebagai
Pajak Keluaran.

2. Kapan Pajak Masukan dikreditkan?


Pajak Masukan dikreditkan pada Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak Masukan tersebut.
3. Bila Pajak Masukan belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang
sama, Apakah masih dapat Pajak Masukan tersebut dikreditkan dalam Masa Pajak yang
lain?
Dalam hal Faktur Pajak lambat diterima atau belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam
Masa Pajak yang sama, masih dapat dikreditkan pada Masa Pajak yang tidak sama paling lambat
3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang PM tersebut tidak
dibebankan sebagai biaya.

4. Bagaimana apabila sampai dengan 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak, Faktur
Pajak belum diterima atau belum dikreditkan. Apakah masih dapat dikreditkan?
Faktur Pajak tersebut masih dapat dikreditkan dengan cara pembetulan SPT Masa PPN Masa
Pajak diterbitkannya Faktur Pajak tersebut sepanjang PM tersebut tidak dibebankan sebagai biaya
dan Masa Pajak tersebut belum dilakukan pemeriksaan.

5. Bagaimana Pengkreditan Pajak Masukan, apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena
Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang
tidak terutang pajak?
Sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan,
maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan
dengan penyerahan yang terutang pajak.

6. Bagaimana pengkreditan Pajak Masukan, apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena
Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang
tidak terutang pajak, tetapi Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak
dapat diketahui dengan pasti?
a. Pengkreditan Pajak Masukan bagi PKP yang menggunakan Barang Modal untuk kegiatan
usaha yang menghasilkan BKP dan atau JKP yang atas penyerahannya terutang PPN dan
kegiatan lain yang tidak terutang atau dibebaskan dari pengenaan PPN adalah sebanding
dengan prosentase penggunaan Barang Modal yang digunakan untuk kegiatan usaha yang
menghasilkan BKP dan atau JKP yang penyerahan yang terutang PPN; atau

b. Pengkreditan Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa
Kena Pajak yang digunakan untuk unit atau kegiatan usaha yang atas penyerahannya terutang
PPN maupun yang tidak terutang PPN adalah :
- Dalam hal Pajak Masukan tersebut dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan maka
yang dapat dikreditkan adalah hanya atas perolehan BKP dan atau JKP yang nyata-nyata
digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya terutang PPN;
- Dalam hal Pajak Masukan tersebut tidak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan
maka yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang
PPN terhadap peredaran seluruhnya.

7. Apakah yang termasuk ke dalam Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan?
Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan adalah Pajak Masukan atas :
a. Perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sbg PKP.
b. Perolehan BKP atau JKP yg tdk mempunyai hubungan langsung dgn kegiatan usaha.
c. Perolehan & pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van dan combi
kecuali merupakan barang dagang atau disewakan.
d. Pemanfaatan BKP tdk berwujud atau JKP dr luar DP sebelum pengusaha dikukuhkan sbg
PKP
e. Perolehan BKP atau JKP yg bukti pungutannya FP Sederhana.
f. Perolehan BKP atau JKP yg FP-nya tdk memenuhi ketentuan.
g. Pemanfaatan BKP tdk berwujud atau JKP dr luar DP yg FP-nya tdk memenuhi ketentuan.
h. Perolehan BKP atau JKP yg PM-nya ditagih dgn penerbitan ketetapan pajak.
i. Perolehan BKP atau JKP yg PM-nya tdk dilaporkan dlm SPT Masa PPN, yg ditemukan pd
waktu dilakukan pemeriksaan.
G. RESTITUSI ( 250304 )

Restitusi terjadi apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih
besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat
dimintakan kembali.

1. Berapa lama jangka waktu penyelesaian restitusi?


- Untuk Wajib Pajak Kegiatan Tertentu yaitu PKP eksportir dan PKP yang melakukan penyerahan
kepada Pemungut PPN adalah 2 (dua) bulan sejak permohonan diterima lengkap. kecuali
permohonan restitusi yang penyelesaiannya dilakukan melalui pemeriksaan untuk semua jenis
pajak, maka permohonan restitusi harus diselesaikan paling lambat 12 (dua belas) bulan.
- Untuk PKP yang merupakan Wajib Pajak Patuh berhak mendapatkan pengembalian
pendahuluan paling lambat 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima lengkap. Kepala KPP
harus menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP)
paling lambat 7 (tujuh) hari sejak permohonan diterima lengkap.
- Untuk PKP lainnya selain Wajib Pajak Patuh dan Wajib Pajak Kegiatan Tertentu sesuai dengan
Pasal 17B UU KUP, jangka waktu penyelesaian restitusinya adalah 12 (dua belas) bulan Kepala
KPP harus menyelesaikan restitusi paling lambat 6 (enam) bulan sejak permohonan diterima
lengkap.
- Dalam hal permohonan restitusi oleh PKP sehubungan dengan adanya Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan atas perolehan atau impor barang modal yang tidak mendapat fasilitas
dibebaskan atau tidak dipungut PPN maka atas Faktur Pajak Masukan karena impor/pembelian
Barang Modal tersebut dapat dimintakan restitusi dan diselesaikan paling lambat 1 (satu) bulan
sejak permohonan diterima lengkap

2. Siapakah yang dimaksud dengan Wajib Pajak Patuh dan apa kriteria tertentu Wajib Pajak
Patuh?
Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana ditetapkan
dengan Menteri keuangan yang dapat diberikan pembayaran pendahuluan pengembalian
kelebihan pajak.
Kriteria Tertentu Wajib Pajak Patuh adalah:
a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam 2 tahun terakhir
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali telah memperoleh ijin
untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak
c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena tindak pidana dibidang perpajakan dalam jangka waktu
10 tahun terakhir
d. Dalam hal Laporan Keuangan diaudit oleh akuntan publik atau BPKP harus dengan pendapat
wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang
pengecualian tersebut tidak mempengaruhi rugi fiskal.

Apabila Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik, maka laporan audit harus:
a. disusun dalam bentuk panjang (long form report)
b. menyajikan rekonsialiasi laba rugi komersial dan fiskal

Apabila Laporan Keuangan tidak diaudit oleh Akuntan Publik, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan kepada untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Patuh sepanjang memenuhi
persyaratan huruf a sampai dengan c di atas dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. menyelenggarakan pembukuan;
b. dalam hal Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan koreksi pada pemeriksaan yang terakhir
untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5% (lima persen).
PEMUSATAN TEMPAT TERUTANG PAJAK (SENTRALISASI PPN) ( 250304 )

1. Apabila PKP terutang pajak pada lebih dari satu tempat kegiatan usaha, dapatkah PKP
memohon untuk memilih salah satu tempat kegiatan usaha atau lebih sebagai tempat
terutang pajak (pemusatan PPN)?

Dapat

2. Bagaimana caranya untuk mendapatkan izin pemusatan PPN?

Untuk mendapatkan izin sentralisasi PPN, PKP harus mengajukan permohonan tertulis kepada
Kepala Kanwil yang membawahi KPP lokasi tempat kegiatan usaha yang akan dipilih sebagai
tempat terutangnya pajak. Dalam permohonan agar dicantumkan tempat kegiatan usaha yang
dipilih sebagai tempat terutang pajak serta tempat-tempat kegiatan usaha yang akan dipusatkan.

3. Apakah seluruh tempat kegiatan usaha dapat dimintakan izin untuk dipusatkan? dan PKP
mana yang dapat mengajukan izin untuk pemusatan ?

Semua tempat kegiatan usaha dapat dimintakan untuk dipusatkan kecuali pabrik. Dalam hal PKP
mempunyai tempat kegiatan usaha yang terdiri dari pabrik, gudang, tempat pemasaran, dan
cabang-cabang lainnya maka pabrik hanya dapat menjadi tempat kegiatan usaha yang dipilih
untuk menjadi tempat terutang pajak, sedangkan tempat kegiatan lainnya merupakan tempat
kegiatan usaha yang dipusatkan ke pabrik.

PKP yang dapat mengajukan permohonan untuk pemusatan tempat terutang pajak adalah semua
PKP kecuali PKP yang tempat terutang pajaknya telah ditetapkan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak (antara lain PKP yang terdaftar di KPP WP Besar, KPP BUMN)

Bagi PKP yang menyampaikan SPT Masa dengan e-filling dapat melakukan Pemusatan PPN
dengan cara memberitahukan kepada KPP yang membawahi lokasi tempat terutang pajak yang
akan dipilih sebagai tempat terutang pajak

4. Syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi untuk penetapan salah satu tempat usaha
sebagai tempat pemusatan PPN bagi PKP selain Pedagang Eceran dan Pengusaha Kena
Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN dan PPn BM dengan Media Elektronik (e-
filing) :

- Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang dipusatkan tidak menyelenggarakan


administrasi penjualan dan administrasi pembelian, semua administrasi dilakukan di tempat
pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang;

- Fungsi tempat kegiatan usaha yang dipusatkan hanya melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli barang atau penerima jasa atas perintah tempat
pemusatan Pajak Pertambahan Nilai;
- Semua Faktur Pajak dan atau Faktur Penjualan diterbitkan oleh tempat pemusatan Pajak
Pertambahan Nilai terutang;

- Tempat kegiatan usaha yang dipusatkan tidak membuat Faktur Pajak dan atau Faktur
Penjualan, kecuali Faktur Pajak dan atau Faktur Penjualan yang dicetak berdasarkan data
yang diinput secara on line dari Kantor Pusat atau tempat pemusatannya; dan

- Kantor Cabang Unit yang dipusatkan hanya mengadministrasi persediaan dan administrasi
kegiatan perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak untuk keperluan operasional
kantor atau unit bersangkutan yang dananya berasal dari kas-kecil (petty cash).

J. FAKTUR PAJAK DAN NOTA RETUR (250304 )

1. Apa yang dimaksud dengan Faktur Pajak?

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan
BKP atau penyerahan JKP.

2. Ada berapa jenis Faktur Pajak menurut UU PPN?

Terdapat 3 (tiga) jenis Faktur Pajak menurut UU PPN, yaitu:

a. FP Standar, termasuk dokumen-dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak


Standar;

b. FP Gabungan;

c. FP Sederhana.

3. Syarat-syarat apakah yang harus dipenuhi Faktur Pajak Standar?

Faktur Pajak harus memenuhi syarat formal maupun material. Yang dimaksud dengan syarat
formal, bahwa Faktur Pajak Standar paling sedikit harus memuat keterangan:

a. Nama, alamat, NPWP yang melakukan penyerahan atau pembeli BKP atau JKP;

b. Jenis Barang atau Jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;

c. PPN yang dipungut;

d. PPn BM yang dipungut;


e. Kode, nomor seri dan tgl pembuatan FP; dan

f. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak.

Sedangkan yang dimaksud dengan syarat material, bahwa barang yang diserahkan benar baik
secara nilai maupun jumlah. Demikian juga pengusaha yang melakukan dan yang menerima
penyerahan BKP tersebut sesuai dengan keterangan yang tercantum pada Faktur Pajak.

4. Apakah yang dimaksud dengan Faktur Pajak Gabungan?

Faktur Pajak Gabungan adalah satu Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP yang meliputi semua
penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli
yang sama atau penerima JKP yang sama.

Hal ini diperkenankan untuk meringankan beban administrasi PKP. Faktur Pajak Gabungan yang
merupakan Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah
bulan penyerahan BKP dan atau JKP.

5. Apakah yang dimaksud dengan Faktur Pajak Sederhana?

Faktur Pajak Sederhana adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP untuk menampung

kegiatan penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir

dan pembeli BKP atau penerima JKP yang tidak diketahui identitasnya.

Faktur Pajak Sederhana tidak dapat digunakan oleh pembeli BKP atau penerima JKP sebagai
dasar untuk pengkreditan Pajak Masukan.

6. Apakah yang harus tercantum dalam Faktur Pajak Sederhana?

Faktur Pajak Sederhana paling sedikit harus memuat :

a. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;

b. Jenis dan kuantum BKP atau JKP yang diserahkan;

c. Jumlah Harga Jual atau Peggantian yang sudah termasuk pajak atau besarnya pajak
dicantumkan secara terpisah;

d. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana.

7. Dokumen-dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar?


a. PIB yang dilampiri SSP dan atau bukti pungutan pajak oleh Dirjen Bea dan Cukai untuk

impor BKP;

b. PEB yang telah difiat muat oleh pejabat yang berwenang dari Dirjen Bea dan Cukai dan

dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB

tersebut;

c. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/ dikeluarkan oleh BULOG/ DOLOG

untuk penyaluran tepung terigu;

d. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat/ dikeluarkan oleh Pertamina untuk

penyerahan BBM dan atau bukan BBM;

e. Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi;

f. Ticket, Tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang dibuat/

dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;

g. SSP untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau

JKP dari luar Daerah Pabean;

h. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/ dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhan;

i. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik.

8. Kapan saat pembuatan/penerbitan Faktur Pajak Standar?

Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat :


a. pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan atau penyerahan keseluruhan
JKP dalam hal pembayaran diterima setelah bulan penyerahan BKP dan atau penyerahan
keseluruhan JKP, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya maka Faktur
Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada saat penerimaan pembayaran; atau

b. pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan BKP dan atau sebelum penyerahan JKP; atau

c. pada saat penerimaan pembayaran termijn dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
atau

d. pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

9. Apabila Faktur Pajak yang dibuat/diterbitkan tidak tepat waktu, apakah masih merupakan
Faktur Pajak dan apakah sanksinya?
Faktur Pajak yang diterbitkan sebelum melewati 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya batas waktu
penerbitan Faktur Pajak (Kepdirjen Nomor-KEP-549/PJ./2000), dianggap sebagai Faktur Pajak
Standar.

Faktur Pajak yang diterbitkan setelah melewati batas waktu tersebut di atas tidak dapat dianggap
sebagai Faktur Pajak Standar. Dengan demikian, bagi PKP yang menerima Faktur Pajak tersebut
tidak dapat mengkreditkan PPN yang dibayarnya sebagai Pajak Masukan

PKP yang menerbitkan Faktur Pajak terlambat dikenakan sanksi 2% dari DPP.

10. Apakah yang dimaksud dengan Nota Retur?

Nota Retur adalah Nota yang dibuat oleh penerima BKP karena adanya pengembalian atas BKP
yang telah dibeli/diterimanya. Dengan adanya Nota Retur tersebut maka PKP penjual dapat
mengurangkan PPN dan PPn BM (PK) atas penyerahan BKP yang dikembalikan, sedangkan bagi
PKP pembeli harus mengurangkan PPN dan PPn BM (PM) yang telah dikreditkan atau biaya, dan
harta. Nota Retur diterbitkan dan dilaporkan baik oleh PKP penjual maupun PKP pembeli pada
Masa Pajak terjadinya pengembalian BKP tersebut.

Nota Retur sekurang-kurangnya hrs mencantumkan :

a. Nomor urut;

b. Nomor dan tanggal Faktur Pajak dari BKP yang dikembalikan;

c. Nama, alamat, dan NPWP pembeli;

d. Nama, alamat, NPWP, yang menerbitkan Faktur Pajak;

e. Jenis barang dan harga jual BKP yang dikembalikan;

f. PPN atas BKP yang dikembalikan;

g. PPn BM atas BKP yang tergolong mewah yang dikembalikan;

h. Tanggal pembuatan Nota Retur;

i. Tanda tangan pembeli.

Dalam hal Nota Retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan-keterangan di atas maka
tidak dapat diperlakukan sebagai Nota Retur, sehingga tidak dapat mengurangi Pajak Keluaran
bagi penjual atau Pajak Masukan atau biaya, dan harta bagi pembeli.

Dalam hal pengembalian BKP terjadi masih dalam Masa Pajak yang sama dengan terjadinya
penyerahan BKP tersebut, tidak perlu dibuatkan Nota Retur, melainkan dapat dilakukan dengan
pembatalan atau perbaikan Faktur Pajak atas penyerahan BKP tersebut.
K. PEMUNGUT PPN DAN PPn BM (250304 )

1. Siapakah pemungut PPN dan PPn BM?

Pemungut PPN & PPnBM adalah:

a. Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari


APBN/APBD.

b. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.

PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan atau JKP oleh PKP kepada Pemungut
PPN, dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Pemungut PPN atas nama PKP yang melakukan
penyerahan BKP/JKP tersebut (PKP Rekanan).

2. Kapan PPN harus dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Pemungut PPN?

PPN harus dipungut adalah pada saat dilakukan pembayaran oleh Pemungut PPN kepada PKP
Rekanan, disetor ke kas negara melalui kantor penerima pembayaran paling lambat 7 hari setelah
berakhirnya bulan terjadinya pembayaran tagihan, kemudian dilaporkan dalam SPT Masa
Pemungut PPN pada Masa Pajak paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya bulan
dilakukan pembayaran tagihan.

3. Kapan PKP Rekanan melaporkan PPN yang dipungut oleh Pemungut PPN?

PKP Rekanan melaporkan PPN yang dipungut oleh Pemungut PPN pada SPT Masa PPN Masa
Pajak diterimanya pembayaran dari Pemungut PPN.

4. Dalam hal apakah PPN dan PPn BM tidak dipungut oleh Pemungut PPN?

PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh Pemungut PPN dalam hal :

a. Pembayaran yang jumlahnya tidak melebihi Rp. 1.000.000,00 yang tidak merupakan

pembayaran yang terpecah-pecah. PPN dan PPnBM yang terutang untuk jumlah pembayaran

tersebut disetor sendiri oleh Rekanan yang bersangkutan.

b. Pembayaran untuk pembebasan tanah.

c. Pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang menurut

ketentuan perundnag-undangan yang berlaku, PPN yang terutang tidak dipungut dan atau

dibebaskan dari pengenaan PPN.

d. Pembayaran atas penyerahan BBM dan Bukan BBM oleh Pertamina

e. Pembayaran atas rekening telepon

f. Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan
g. Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan perundang-

undangan yang berlaku tidakdikenakan PPN

L. FASILITAS DI BIDANG PPN DAN PPn BM (250304 )

1. Apa sajakah fasilitas PPN dan PPn BM?

Fasilitas di bidang PPN dan PPn BM adalah PPN dan PPn BM yang terutang dibebaskan atau tidak
dipungut, baik sebagian atau seluruhnya, sementara waktu atau selamanya.

2. Kepada siapakah fasilitas PPN dan PPn BM terutang tidak dipungut atau dibebaskan
diberikan?

Fasilitas PPN dan PPn BM terutang tidak dipungut atau dibebaskan, diberikan terhadap :

a. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean, seperti Kawasan
Berikat, KAPET

b. Penyerahan BKP/JKP Tertentu

c. Impor BKP Tertentu

d. Pemanfaatan BKP tdk berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

e. Pemanfaatan JKP tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

3. Apakah atas penyerahan BKP/JKP mendapat fasilitas PPN & PPnBM terutang tidak
dipungut Pajak Masukan sehubungan dengan penyerahan tersebut dapat dikreditkan?

Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena
Pajak yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan
sepanjang Pajak Masukan tersebut tidak termasuk dalam Pajak Masukan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (8) atau telah dibebankan sebagai biaya.

4. Apakah atas penyerahan BKP/JKP mendapat fasilitas PPN & PPnBM terutang dibebaskan
Pajak Masukan sehubungan dengan penyerahan tersebut dapat dikreditkan?

Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena
Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat
dikreditkan.
5. Atas kegiatan apakah PPN & PPn BM terutang tidak dipungut di Kawasan Berikat selain
Kawasan Berikat P. Batam?

PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut di Kawasan Berikat atas :

a. Impor barang modal atau peralatan perkantoran yang semata-mata dipakai oleh
Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) termasuk PKB merangkap PDKB (Pengusaha Di
Kawasan Berikat);

b. Impor barang modal dan peratan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan
produksi PDKB yang semata-mata dipakai di PDKB;

c. Impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB;

d. Pemasukan BKP dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) ke PDKB untuk diolah lebih
lanjut;

e. Pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah lebih lanjut;

f. Pengeluaran barang dan atau bahan dari PDKB ke perusahaan industri di DPIL atau PDKB
lainnya dalam rangka subkontrak;

g. Penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan subkontrak oleh PKP di DPIL atau PDKB kepada
perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya kepada PKP PDKB asal;

h. Peminjaman mesin dan/atau peralatan pabrik dalam rangka subkontrak dari PDKB kepada
perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dan pengembaliannya ke PDKB asal;

i. Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat yang ditujukan kepada orang yang memperoleh
fasilitas pembebasan atau penangguhan Bea Masuk, Cukai, dan Pajak dalam rangka impor

6. Apakah atas penyerahan Jasa Kena Pajak ke Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN
terutang tidak dipungut?

Penyerahan Jasa Kena Pajak ke Kawasan Berikat baik yang dilakukan oleh Pengusaha di Daerah
Pabean Indonesia Lainnya maupun oleh Pengusaha di Kawasan Berikat lainnya tidak diberikan
fasilitas PPN terutang tidak dipungut. Dengan demikian, Pengusaha yang melakukan penyerahan
Jasa Kena Pajak kepada pengusaha di Kawasan Berikat wajib memungut PPN yang terutang atas
penyerahan Jasa Kena Pajak tersebut.

7. Atas kegiatan apakah PPN & PPn BM terutang tidak dipungut di Kawasan Berikat Pulau
Batam?

PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut di KB Pulau Batam atas :

a. penyerahan BKP antar Pengusaha di KB Daerah Industri P. Batam sepanjang BKP tersebut
akan digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor;
b. penyerahan BKP dari PKP di luar P. Batam kepada Pengusaha di KB Daerah Industri P. Batam
sepanjang BKP tersebut akan digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor;

c. impor BKP oleh Pengusaha di KB Daerah Industri P. Batam sepanjang BKP tersebut akan
digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor.

PKP yang melakukan penyerahan wajib membuat Faktur Pajak dengan dibubuhi cap PPN dan
atau PPn BM Tidak Dipungut

Atas impor BKP, Dirjen BC membubuhkan cap PPN dan atau PPn BM Tidak Dipungut pd setiap
lembar PIB pada saat penyelesaian dokumen.

8. Bagaimanakah penerapan PPN dan PPn BM di Kawasan Berikat Industri P. Batam?

PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut atas :

1 penyerahan BKP antar Pengusaha di KB Daerah Industri P. Batam sepanjang BKP tersebut
akan digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor;

2 penyerahan BKP dari PKP di luar P. Batam kepada Pengusaha di KB Daerah Industri P.
Batam sepanjang BKP tersebut akan digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor;

3 impor BKP oleh Pengusaha di KB Daerah Industri P. Batam sepanjang BKP tersebut akan
digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor.

Atas penyerahan BKP dan atau impor BKP selain yang dimaksud di atas, dan atas penyerahan
JKP di/ke/dari Kawasan Berikat Daerah Industri Pulau Batam terutang PPN dan atau PPn BM dan
pengenaannya dilakukan secara bertahap, yaitu :

1 Tahap Pertama, mulai 1 Januari 2004, PPN dan PPn BM dikenakan atas :

a. kendaraan bermotor segala jenis;

b. rokok dan hasil tembakau lainnya;

c. minuman yang mengandung alkohol.

2 Tahap Kedua, mulai 1 Maret 2004, PPN dan PPn BM dikenakan atas barang elektronik
segala jenis.

3 Pertahapan selanjutnya, akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

9. Apa yang dimaksud dengan Gudang berikat? dan atas kegiatan apakah fasilitas PPN & PPn
BM terutang tidak dipungut yang diberikan di Gudang Berikat?
Gudang berikat adalah suatu bangunan atau tempat dengan batas-batas tertentu yang di dalamnya
dilakukan kegiatan usaha penimbunan, pengemasan, penyortiran, pengepakan, pemberian
merek/label, pemotongan, atau kegiatan lain dalam rangka fungsinya sebagai pusat distribusi
barang-barang asal impor untuk tujuan dimasukkan ke Daerah Pabean Indonesia lainnya,
Kawasan Berikat atau reekspor tanpa adanya pengolahan.

Fasilitas PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut diberikan atas kegiatan:

a. impor barang dan peralatan oleh Pengusaha GB dalam rangka pembangunan dan kegiatan
Gudang Berikat;

b. impor barang dan bahan oleh Pengusaha GB.

10. Jenis kegiatan PPN dan PPn BM apakah yang mendapat fasilitas dibebaskan?

PPN & PPnBM terutang dibebaskan dari pengenaan atas :

a. Impor dan atau penyerahan BKP tertentu dan atau JKP tertentu, seperti

b. Impor dan atau penyerahan BKP strategis

c. Impor dan atau penyerahan BKP/JKP Kepada Perwakilan Negara Asing/Badan


International serta Pejabat/Tenaga Ahlinya berdasarkan azas timbal balik.

11. Bagaimanakah penerapan PPN di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Sabang?

Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang dinyatakan bukan merupakan Daerah
Pabean menurut UU Kepabeanan. Dengan demikian UU PPN tidak dapat diterapkan di Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.

M. KETENTUAN KHUSUS (250304 )

1. Apakah yang dimaksud dengan kegiatan membangun sendiri dan apakah atas kegiatan
membangun sendiri dikenakan PPN?

Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun sendiri bangunan yang diperuntukkan
bagi tempat tinggal atau tempat usaha dengan luas bangunan 200 m2 atau lebih. Atas kegiatan
membangun sendiri tersebut dikenakan PPN.

2. Bagaimanakah cara penghitungan, saat dan tempat terutang PPN atas kegiatan membangun
sendiri?
- PPN yang terutang dan disetor ke kas negara = 10% x 40% x jumlah seluruh biaya yang
dikeluarkan dan atau dibayarkan setiap bulannya

- Saat terutangnya PPN adalah pada saat mulai dilaksanakannya pembangunan (menggali
fondasi, memasang tiang pancang, dan lain-lain)

- Tempat pajak terutang adalah di tempat bangunan didirikan.

3. Apakah atas kegiatan membangun sendiri PPN terutang yang telah disetor harus
dilaporkan? Bila ya kemana?

PPN atas kegiatan membangun sendiri yang telah disetor harus dilaporkan dengan cara sebagai
berikut :

- bagi pengusaha (OP atau Badan) yang bukan Pengusaha Kena Pajak melaporkan bukti setoran
pajak (Surat Setoran Pajak) ke Kantor Pelayanan Pajak lokasi bangunan didirikan.

- Sedangkan bagi PKP dapat dilaporkan di Kantor Pelayanan Pajak ditempat PKP dikukuhkan
melalui SPT Masa PPN setiap Masa Pajak pelaksanaan kegiatan membangun sendiri

Bagaimana perlakuan atas PPN yang dipungut lebih besar atau lebih kecil dari yang seharusnya
terutang, atau tidak seharusnya terutang?
Perlakuan atas PPN yang dipungut lebih besar atau lebih kecil atau tidak seharusnya terutang:
a. Pajak yang dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang atau tidak seharusnya
terutang dimana Pajak yang salah dipungut tersebut telah disetorkan dan dilaporkan, maka
PKP yang memungut Pajak tersebut tidak dapat meminta kembali Pajak yang salah dipungut
tersebut. Yang dapat meminta kembali pajak yang salah dipungut tersebut adalah pihak yang
terpungut dengan syarat Pajak yang salah dipungut tersebut belum dikreditkan atau belum
dibebankan sebagai biaya.
b. Pihak yang terpungut adalah importir, pembeli barang, penerima jasa, atau pihak yang
memanfaatkan barang tidak berwujud atau jasa dari luar Daerah Pabean.
c. Dalam hal pajak yang dipungut lebih kecil dari yang seharusnya terutang maka pihak yang
melakukan penyerahan harus memungut kekurangan pajak tersebut. Pemungutan kekurangan
pajak tersebut dapat dilakukan dengan cara perbaikan Faktur Pajak (untuk penyerahan
BKP/JKP) dengan menggunakan SSP (untuk impor dan pemanfaatan BKP tidak
berwujud/JKP dari Luar daerah Pabean di dalam Daerah Pabean).

Dalam hal terjadi retur Jasa Kena Pajak? Apakah atas PPn yang telah disetor dan dilaporkan
dapat dikurangkan atau dikembalikan?
Dalam hal terjadi retur Jasa Kena Pajak, maka PPN yang telah terlanjur dipungut, disetor dan
dilaporkan oleh PKP yang melakukan penyerahan dapat dikurangkan dengan cara perbaikan
Faktur Pajak atas yang berkenaan dengan penyerahan JKP tersebut. Sebagai konsekuensinya baik
PKP yang melakukan penyerahan maupun PKP yang menerima penyerahan JKP harus
memperbaiki SPT Masa PPN Masa Pajak Faktur Pajak yang diperbaiki tersebut dilaporkan.
Emas itu kan tidak termasuk objek PPN saat dia masih berupa bijinya tetapi saat dia sudah
menjadi perhiasan dia kena PPN, pertanyaan saya emas itu termasuk PPN barang mewah atau
tidak?
Emas tidak termasuk objek PPnBM. Malah dalam pengenaan PPN Dalam Negerinya saja dia
dikenakan PPN dengan mekanisme DM ya..(dengan perhitungan tarif efektif 1%).

Anda mungkin juga menyukai