6. NURDIANA T - B11.2021.07123
Saat Terutang dan Tempat Terutang PPN dan PPNBM
Sesuai (Pasal 17 PP No. 1 Tahun 2012) terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terjadi pada saat:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak
Untuk penyerahan BKP berwujud dengan sifatnya termasuk barang bergerak, saat terutang terjadi
ketika BKP diserahkan kepada pembeli, diserahkan untuk pemberian cuma-cuma, saat diberikan ke juru
kirim atau jasa angkutan, atau ketika BKP diakui sebagai piutang atau penghasilan. Selanjutnya, untuk
BKP berwujud untuk barang tidak bergerak apabila barang dikuasai pembeli secara hukum atau secara
nyata.Sementara itu, untuk BKP tidak berwujud terjadi saat harga atas penyerahannya diakui sebagai
utang atau penghasilan, saat faktur diterbitkan, atau saat kontrak ditandatangani. Dalam hal BKP berupa
persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan maka terutangnya
saat ditandatanganinya akta pembubaran oleh notaris. Selain itu, dapat juga terutang saat berakhirnya
janga waktu berdirinya perusahaan, tanggal penetapan pengadilan yang menyatakan perusahaan
dibubarkan atau diketahui perusahaan tidak melakukan kegiatan usaha.
2. Impor Barang Kena Pajak
Terutangnya BKP tersebut terjadi saat barang dimasukkan ke dalam daerah pabean.
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak
Terjadi saat harga atas penyerahan JKP diakui sebagai piutang atau penghasilan, saat diterbitkan
faktur penjualan oleh PKP, saat kontrak ditandatangani, atau saat mulai tersedianya fasilitas atau
kemudahan yang dipakai.
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean
Penentuan saat terutangnya pajak terjadi ketika harga perolehan BKP tidak berwujud dan/atau JKP
dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya. Selain itu, saat terutang pajak dapat
jugaditentukan ketika harga jual BKP tidak berwujud dan/atau penggantian JKP tersebut ditagih oleh pihak
yang menyerahkannya atau saat dibayar sebagian atau seluruhnya.
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
Terutangnya pada saat ditandatanganinya kontrak.
6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
Terutang saat BKP dikeluarkan dari daerah pabean
7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
Terutang saat penggantian atas BKP tidak berwujud yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai
piutang atau penghasilan.
8. Ekspor Jasa Kena Pajak
Terjadi pada saat penggantian atas jasa yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau
penghasilan.
Dapat disimpulkan saat terutangnya PPnBM mengikuti saat terutangnya PPN. Dengan demikian, apabila
dilakukan transaksi penyerahan barang mewah maka dapat terutang PPN dan PPnBM.
Tempat Terutang untuk Penyerahan atau Ekspor BKP dan JKP
Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan dan/atau ekspor BKP atau JKP, terutang pajak di
tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain selain
tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan. Dalam hal-hal tertentu,
Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat
kegiatan usaha sebagai tempat pajak terutang.PKP orang pribadi terutang pajak di tempat tinggal dan/atau
tempat kegiatan usaha sedangkan bagi PKP badan terutang pajak di tempat kedudukan dan tempat kegiatan
usaha.
Apabila PKP mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha di luar tempat tinggal atau tempat
kedudukannya, setiap tempat tersebut merupakan tempat terutangnya pajak, dan ia wajib melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai PKP. Namun jika terdapat lebih dari satu tempat pajak terutang yang berada di
wilayah kerja 1 (satu) KPP, untuk seluruh tempat terutang tersebut, PKP memilih salah satu tempat kegiatan
usaha sebagai tempat pajak terutang yang bertanggung jawab untuk seluruh tempat kegiatan usahanya, kecuali
apabila ia menghendaki lebih dari 1 (satu) tempat pajak terutang wajib baginya untuk memberitahukan kepada
Direktur Jenderal Pajak.
• Faktur pajak keluaraan merupakan faktur pajak yang ditebitkan oleh seorang pengusaha kena pajak saat
melakukan penjualan barang kena pajak,jasa kena pajak atau barang kena pajak yang termasuk kategori
barang mewah.
• Faktur pajak Masukan merupakan faktur pajak yang ditebitkan oleh seorang pengusaha kena pajak saat
melakukan penjualan barang kena pajak,jasa kena pajak atau barang kena pajak yang termasuk kategori
barang mewah dari pengusaha pajak lainya.
• Faktur pajak pengganti merupakan faktur pajak perbaikan atas faktur pajak yang telah diterbitkan namun
terdapat kesalahan dalam pengisian(selain pada data npwp) sehingga harus digantikan dengan faktur pajak
pengganti,.
• Faktur pajak Gabungan merupakan faktur pajak yang dibuat dan diterbitkan oleh PKP yang mencakup
seluruh penjualan kepada pembeli BKP dan JKP yang sama selama 1 bulan.
• Faktur pajak digunggung merupakan Faktur pajak yang dibuat tanpa identitas pihak pembeli dan penjual
serta tanda tangganya,karena diterbitkan oleh pengusaha eceran.
• Faktur pajak Cacat Merupakan Faktur pajak yang pengisian datanya tidak lengkap,tidak jelas,tidak
benar,ataupun belum adanya tanda tangan..Dan bisa juga ketika PKP salah dalam pengisian kode dan nomor
serinya
• Faktur pajak batal merupakan faktur pajak yang dibatalkan karena terjadinya pembatalan transaksi.Pembatan
ini juga terjadi saat kesalahaan pengisian NPWP pada faktur pajak.
NOTA Retur
Nota retur merupakan Dokumen yang wajib dilampirkan saat ada pengembaliaan barang atau pembatalan jasa
kena pajak dari pembeli kepada penjual.
Nota retur faktur pajak terdiri dari 3 rangkap masing –masing ditunjukan bagi PKP penjual,PKP pembeli(dijadikan
sebagai arsip),dan kantor pelayanan pajak (KPP).
Nota retur pajak mempunyai dasar hukum yaitu peraturan Menteri keuangan(PMK) nomor 65/PMK.03/2010
Dalam aturan ini mengatur mengenai tata cara pengurangan pajak pertambahaan nilai(PPnBM)yang terutang oleh
pengusahaan kena pajak penjual dan mengurangi pajak masukan dari pengusaha kena pajak pembeli..
Berikut ini penyebab barang dikembalikan kepada penjual yaitu:
• Barang tidak sesuai saat kesepakataan transaksi
• Barang terjadi kerusakaan atau cacat.
• Terdapat pembatalaan dengan alasan khusus yang sudah didiskusikan.
• Terdapat kesalahan informasi barang yang perlu dikoreksi.
Fungsi nota retur bagi penjual yaitu mengurangi pajak keluaraan atau PPnBM pada masa pajak diterimanya nota
retur.
Fungsi nota retur bagi pembeli yaitu Mengurangi pajak masukan pada masa pajak dibuatnya nota retur,dalam
pajak masukann tersebut telah dikreditkan.
Mengurangi beban atau biaya perolehan aktiva atas pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Dasar pengenaan pajak
Dasar Pengenaan Pajak PPN merupakan istilah yang mengacu pada penggunaan nilai
tertrntu sebagai dasar perhitungan untuk menentukan besaran Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) yang harus dipungut. Nilai yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak PPN
ini tidak hanya satu macam, sebab pengenaan pungutan PPN tidak bisa dipukul rata
antara Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). Untuk BKP memiliki lebih
dari satu nilai yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak PPN. Demikian juga
dengan JKP, yang juga tak hanya berlandaskan satu nilai saja untuk menentukan dasar
pengenaan pajak PPN.
Jenis-Jenis Dasar Pengenaan Pajak
1. Harga Jual
Penggunaan harga jual sebagai dasar pengenaan pajak PPN didasarkan atas Pasal 1 Ayat (18) UU PPN dan PPnBM.
Dalam UU PPN dan PPnBM, yang dimaksud dengan harga jual adalah nilai berupa uang. Nilai berupa uang ini
termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk
PPN yang dipungut menurut UU PPN dan PPnBM, serta potongan harga yang dicantumkam dalam faktur pajak.
2. Penggantian
Dalam UU PPN dan PPnBM Pasal 1 Ayat (19), yang dimaksud dengan penggantian adalah nilai berupa uang,
termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP
atau ekspor BKP tidak berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN dan PPnBM serta
potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak. Penggantian juga termasuk nilai berupa uang yang dibayar
atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan JKP dan/atau oleh penerima manfaat BKP tidak
berwujud karena pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean didalam daerah pabean.
3. Nilai Impor dan Ekpor
Pengertian nilai impor dalam UU PPN dan berupa PPnBM Pasal 1 Ayat (20) adalah nilai berupa uang yang menjadi
dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah peraturan yang mengatur mengenai kepabean dan cukai
untuk impor BKP, tidak termasuk PPN dan PPnBM yang dipungut menurut UU PPN dan PPnBM. Sementara itu, nilai
ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya uang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
4. Nilai Lain
Penggunaan nilai lain dimaksudkan untuk mengindentikasi dasar pengenaan pajak PPN yang bisa dikenakan pada
beberapa transaksi tertentu, khususnya yang berada diluar klasifikasi dasar pengenaan pajak PPN pada umumnya.
Pengenaan Pajak atas Penjualan Barang Mewah (PPnBM) ini telah diatur dalam Undang-
Undang No.8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Jasa, dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah yang telah diubah beberapa kali. Perubahan terakhir pada kententuan ini
tertuang dalam Undang-Undang No.42 Tahun 2009.
Namun, perlu diketahuu adanya karakteristik dari pada PPnBM ini, setidaknya ada 4
karakteristik umum dari PPnBM, yaitu :
1. Pengenaan PPnBM hanya terjadi satu kali saja pada waktu penyerahan barang yang
dilakukan oleh pabrik atau penyerahan yang dilakukan oleh pengusaha kepada produsennya
yang menghasilkan barang kena jasa yang termasuk dalam kategori barang mewah.
2. PPnBM tidak akan memberlakukan pengkreditan atas PPNnya, namun jika eksportir
melakukan pengeksporan Barang Kena Pajak yang termasuk kategori mewah, maka PPnBM
yang sudah dibayarkan saat perolehan dapat diajukan kembali sebagai restitusi.
3. Tidak ada pajak masukan dalam PPnBM.
4. Jika suda melakukan penyerahan, maka penyerahan selanjutnya tidak akan dikenakan
pajak penjualan atas barang mewah kembali.
Perhitungan
Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
(PPnBM)
PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar
Pengenaan Pajak (DPP).
Sedangkan, untuk ekspor barang mewah, PKP dikenakan tarif PPnBM 0%.
PPnBM dihitung berdasarkan tarif yang ditetapkan dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak
(DPP). Seperti PPN, DPP untuk PPnBM adalah nilai jual atau nilai impor, namun
perbedaannya dengan PPN adalah, PPnBM yang sudah dibayar pada saat perolehan atau
impor barang, tidak dapat dikreditkan terhadap PPN yang dipungut.
Sementara, untuk barang mewah yang diekspor, jika PKP telah atau pernah membayar
PPnBM, maka PKP dapat mengajukan pengembalian atau restitusi.
Pencatatan Jurnal PPnBM untuk Transaksi Pembelian Barang Mewah
PKP atau perusahaan yang melakukan pembelian atau impor barang mewah akan dikenai PPnBM, dengan
besaran tarif tergantung dari macam dan jenis BKP yang diimpor.
Contoh, PT ABC membeli BKP untuk bahan baku, yang tergolong barang mewah dengan tarif PPnBM
20%. Sedangkan, nilai pembelian adalah sebesar Rp 200 juta. Penghitungan PPN dan PPnBM atas
transaksi tersebut adalah sebagai berikut:
Terkait transaksi pembelian tersebut, jurnal PPnBM yang dibuat oleh perusahaan adalah sebagai berikut:
Pencatatan Jurnal PPnBM atas Pembelian yang Bisa Restitusi
Terkait dengan transaksi pembelian barang mewah seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
memang pencatatan PPnBM dalam jurnal PPnBM dikapitalisasikan dalam biaya karena tidak bisa
dikreditkan. Namun, apabila pembelian bahan baku yang dimaksud adalah untuk diproduksi dan kemudian
menjadi barang yang akan diekspor, PPnBM sebesar Rp 40 juta (menggunakan contoh di atas), yang telah
dibayar dapat diminta kembali (restitusi). Jika dimaksudkan untuk direstitusi, maka ada baiknya PPnBM
dicatatkan secara terpisah dalam jurnal PPnBM, sehingga pencatatannya adalah sebagai berikut:
Ketika PKP memperoleh restitusi terkait PPnBM yang sudah dibayarkan, maka pencatatan jurnal PPnBM-
nya adalah sebagai berikut:
Jurnal PPN bisa diartikan sebagai pencatatan akuntansi atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang melekat pada
suatu transaksi, baik transaksi penjualan maupun pembelian.
Sementara, untuk metode pencatatan jurnal PPN terdiri dari tiga cara/metode, yaitu:
• PPN masukan dan PPN keluaran dibukukan pada satu perkiraan. Pembukuan dengan cara ini, hanya
menggunakan satu perkiraan yaitu PPN yang saldonya mungkin debit atau kredit, tergantung mana yang
lebih besar antara pajak masukan atau pajak keluaran untuk suatu masa pajak tertentu.
• PPN masukan dan PPN keluaran dibukukan secara terpisah, tanpa prosedur offset pada setiap masa pajak.
Dengan cara seperti ini, saldo masing-masing perkiraan akan bertambah terus-menerus karena terjadi
akumulasi PPN masukan dan PPN keluaran selama periode tertentu. PPN masukan dan PPN keluaran yang
dibukukan secara terpisah, dengan prosedur offset pada setiap akhir masa pajak. Prosedur pembukuan
sampai dengan penyetoran selisih PPN masukan dan PPN keluaran ke kas negara atau penerimaan
restitusi sama seperti prosedur pembukuan pada cara kedua kedua
• Pada akhir masa pajak dilakukan penjurnalan untuk meng-offset perkiraan PPN masukan dan PPN keluaran
pada saat selesainya pembuatan Surat Pemberitahuan (SPT) masa pajak PPN bulan yang bersangkutan.
Berikut ini akan dibahas perlakuan pencatatan jurnal PPN untuk transaksi penjualan alias PPN keluaran.
a. Jurnal PPN untuk Penjualan Tunai
Apabila penjualan barang/jasa dilakukan secara tunai, misalnya nilai barang sebesar Rp 3,5 juta,
.
ditambah PPN 11% yaitu Rp 385.000, maka pencatatan jurnal PPN-nya adalah sebagai berikut:
Kas Rp 3.885.000,00
Penjualan Rp 3.500.000,00
PPN Keluaran Rp 385.000,00
Untuk transaksi penjualan tunai, pencatatan jurnal PPN tidak rumit, apalagi jika penjualan tunai
tersebut tidak retur di masa mendatang. Sebab, begitu melakukan penjualan, PKP penjual
menerbitkan faktur pajak sekaligus menyerahkan barang kepada PKP pembeli.
Ketika pada tanggal 1 Desember 2018 faktur pajak keluaran dibuat dan diserahkan kepada PKP pembeli,
maka PKP penjual membuat jurnal PPN sebagai berikut:
Seperti yang diketahui bahwa tarif PPN telah berubah dari 10% menjadi 11% sejak 1April 2022 lalu. Kenaikan
ini diatur pula dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan . (UU HPP).
THANK
YOU