Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PPH BADAN

“BUNGA PINJAMAN DAN SELISIH KURS VALUTA ASING”


Dosen Pengampu: Dr. Tjok. Gde Indraputra, SE.SH.M.Ak.MAP

Disusun oleh:
Kelompok 5 (Lima)
Ni Luh Putu Sukma Ardini Giri Putri (2002022509)
I Made Bayu Satya Wiguna (2002022516)
Ni Komang Juliantari (2002022522)
Ni Luh Gede Febri Lestari (2002022528)

IV A AKUNTANSI SORE

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI BISNIS DAN PARIWISATA
UNIVERSITAS HINDU INDONESIA
2021/2022
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya
Kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah ini yang membahas tentang
“Bunga Pinjaman dan Selisih Kurs Valuta Asing” tepat pada waktunya.
Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen yang telah
membimbing kami agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun makalah ini. Makalah
ini disusun agar pembaca dapat mengetahui bagaimana perlakuan bunga pinjaman dan selisih
kurs valuta asing dalam perpajakan di Indonesia. Makalah ini di susun oleh kami dengan
berbagai rintangan, baik itu yang datang dari diri kami maupun yang datang dari luar. Namun
dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah kami dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya pada mahasiswa
Universitas Hindu Indonesia yang membaca makalah ini. Dan mudah - mudahan juga dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki
kelebihan dan kekurangan, kami mohon untuk saran dan kritiknya yang bersifat membangun,
dan kami memohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan maupun penempatan dalam
makalah yang kami buat. Demikian makalah ini kami susun agar bermanfaat bagi kita semua,
Terimakasih.

Denpasar, 3 Maret 2022

Penyusun
Daftar Isi

Kata Pengantar..........................................................................................................................................2
Daftar Isi....................................................................................................................................................3
BAB I Pendahuluan...............................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................................4
1.3 Tujuan Pembahasan..................................................................................................................4
BAB II Pembahasan...............................................................................................................................5
2.1 Bunga Pinjaman (Perlakuan Fiskal).........................................................................................5
2.2 Selisih kurs valuta asing.............................................................................................................7
2.3 Kasus.........................................................................................................................................11
BAB III Penutup.....................................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................................13
3.2 Saran.........................................................................................................................................14
Daftar Pustaka.........................................................................................................................................15

BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pajak adalah salah satu alat yang digunakan pemerintah didalam mencapai tujuan untuk
mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari masyarakat,
untuk itu diperlukan adanya kesadaran dari masyarakat akan kewajiban pajaknya karena pajak
yang dikumpul digunakan untuk kepentingan dan membiayai pengeluaran rutin serta
pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat. Pajak penghasilan merupakan pajak yang
dipungut kepada obyek pajak atas penghsilan yang diperolehnya. PPh akan selalu dikenakan
terhadap orang atau badan usaha selaku wajib pajak yang memperoleh penghasilan.
Penghasilan adalah jumlah uang yang didapat dalam jangka waktu tertentu yang telah
dikurangi dengan biaya-biaya lainnya, atau bisa juga disebut dengan pendapatan bersih.
Pengertian penghasilan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak memperhatikan adanya
penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis.
Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran
terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya
yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Dalam sebuah perusahaan,
penghasilan adalah penentu utama harga saham suatu perusahaan, karena penghasilan serta
faktor-faktor yang berkaitan dapat menunjukkan apakah bisnis akan menguntungkan dan berhasil
dalam jangka panjang.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana perlakuan bunga pinjaman dalam fiskal?
1.2.2 Apa saja macam macam kusr?
1.2.3 Bagaimana penggunaan kurs?
1.2.4 Bagaimana perlakuan selisih kurs akhir tahun?

1.3 Tujuan Pembahasan


1.3.1 Untuk mengetahui perlakuan bunga pinjaman dalam fiskal
1.3.2 Untuk mengetahui macam macam kusr
1.3.3 Untuk mengetahui penggunaan kurs
1.3.4 Untuk mengetahui perlakuan selisih kurs akhir tahun
BAB II
Pembahasan
2.1 Bunga Pinjaman (Perlakuan Fiskal) SUKMA
PENGHASILAN berupa bunga deposito, tabungan, serta diskonto Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) yang diterima baik oleh wajib pajak badan maupun wajib pajak orang pribadi
merupakan objek pajak penghasilan (PPh) yang bersifat final. Hal ini dinyatakan
dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 123 Tahun 2015 jo. PP No. 131 Tahun 2000
Dengan pengenaan pajak yang bersifat final maka biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh penghasilan tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto wajib pajak,
atau dengan kata lain tidak dapat dibebankan sebagai biaya secara fiskal.
Hal itu ditegaskan dalam Pasal 13 PP No. 94 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa
pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan
Kena Pajak (PKP) bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT), termasuk biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak,
pengenaan pajaknya bersifat final, dan/atau dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto dan Norma Penghitungan Khusus (Pasal 14 & 15 Undang-Undang PPh).
Terkait dengan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penghasilan berupa bunga
deposito tidak dapat dibebankan sebagai biaya secara fiskal karena bunga deposito merupakan
objek PPh yang bersifat final. Namun, khusus untuk biaya bunga pinjaman yang dibayarkan
kepada pihak ketiga dalam hal dana yang ditempatkan oleh wajib pajak dalam bentuk deposito
berjangka atau tabungan lainnya bersumber dari pinjaman tersebut, diatur lebih lanjut
dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-46/PJ.4/1995.
Ketentuan tersebut memberikan penegasan terkait biaya yang boleh dibebankan secara
fiskal (deductible expense) maupun biaya yang tidak dapat dibebankan secara fiskal (non
deductible expense) terkait dengan bunga pinjaman.
Landasan berpikir yang disebutkan dalam SE-46/1995 adalah sebagai berikut:
“Dapat terjadi bahwa dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito berjangka atau
tabungan lainnya langsung atau tidak langsung berasal dari pinjaman atau dana yang berasal
dari pihak ketiga yang dibebani biaya bunga. Apabila hal tersebut terjadi Wajib Pajak dapat
memperkecil Penghasilan Kena Pajak secara tidak wajar, karena bunga yang terutang atau
dibayar atas pinjaman tersebut dikurangkan sebagai biaya, sedangkan bunga yang diterima
atau diperoleh yang berasal dari penempatan dana dalam bentuk deposito berjangka atau
tabungan lainnya tidak ditambahkan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak karena telah
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 15%."
Sehubungan dengan hal-hal diatas, berikut ini diberikan penegasan terkait cara
menghitung koreksi biaya bunga pinjaman menurut SE-46/1995:
 Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya dengan atau lebih kecil dari jumlah rata-
rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya, maka bunga
yang dibayar atau terutang atas pinjaman tersebut seluruhnya tidak dapat dibebankan
sebagai biaya.
 Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah rata-rata dana yang ditempatkan
dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya, maka bunga atas pinjaman yang boleh
dibebankan sebagai biaya adalah bunga yang dibayar atau terutang atas rata-rata pinjaman
yang melebihi jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau
tabungan lainnya.

Ketentuan Pengecualian SUKMA


Bunga yang dibayarkan atau terutang atas pinjaman Wajib Pajak dari pihak ketiga dapat
dibebankan sebagai biaya sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) UU PPh, dalam hal:
 dana pinjaman tersebut disimpan/ditempatkan dalam bentuk rekening giro yang atas jasanya
dikenakan PPh yang bersifat final,
 adanya keharusan bagi wajib pajak untuk menempatkan dana dalam jumlah tertentu pada
suatu bank dalam bentuk deposito berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,
sepanjang jumlah deposito dan tabungan tersebut semata-mata untuk memenuhi keharusan
tersebut: misalnya cadangan biaya reklamasi yang harus ditempatkan dalam bentuk deposito
atau tabungan di Bank Pemerintah,
 dapat dibuktikan bahwa penempatan deposito atau tabungan tersebut dananya berasal dari
tambahan modal dan sisa laba setelah kena pajak.
Dari ketentuan SE-46/1995 di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya wajib pajak
diperkenankan untuk menempatkan dana pinjaman dalam bentuk deposito berjangka atau
tabungan lainnya baik secara langsung atau tidak langsung, tetapi wajib pajak perlu melakukan
penghitungan kembali terkait dengan biaya pinjaman yang dapat dibebankan secara
fiskal. Sebab, bunga yang diterima atau diperoleh yang berasal dari penempatan dana dalam
bentuk deposito berjangka atau tabungan lainnya tidak ditambahkan dalam penghitungan
penghasilan kena pajak karena telah dikenakan PPh yang bersifat final.

2.2 Selisih kurs valuta asing (BAYU)


Berdasarkan penjelasan resmi dari Kementerian Keuangan, kurs pajak merupakan nilai
kurs yang digunakan sebagai dasar pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor, dan Pajak
Penghasilan.
Pemakaian nilai kurs digunakan untuk keperluan pelunasan Bea Masuk, Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor, serta
Pajak Penghasilan atas pemasukan barang, utang pajak yang berkaitan dengan Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor, dan
penghasilan yang diterima atau diperoleh berupa uang asing wajib dikonversikan dulu ke dalam
rupiah.
Kurs pajak ditetapkan dan diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan yang diterbitkan
dalam waktu sekali sepekan. Sementara untuk kurs valuta asing negara lain tidak tercantum
dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut. Sehingga nilai kurs yang digunakan sebagai dasar
pelunasan merupakan kurs spot harian valuta asing yang berhubungan dengan pasar internasional
terhadap Dolar Amerika Serikat. Hal ini berlaku saat penutupan hari kerja sebelumnya serta
dikalikan dengan kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat, sebagaimana ditetapkan dalam
Keputusan Menteri keuangan yang berlaku pada periode tersebut.

2.2.1 Macam-Macam Kurs (BAYU)


Kurs atau dikenal sebagai nilai tukar merupakan dasar bagi suatu negara untuk
melakukan transaksi dengan negara asing. Sistem pembayaran yang dilakukan baik di dalam
maupun luar negeri terikat dengan nilai tukar atau kurs. Sementara sistem nilai tukar tersebut
terdiri dari beberapa macam, yaitu kurs tetap, mengambang bebas, dan mengambang terkendali
yang dijelaskan sebagai berikut.
1) Fixed Exchange Rate (Kurs Tetap)
Fixed Exchange Rate atau kurs tetap merupakan sistem nilai tukar dimana Central Bank
sebagai pemegang otoritas moneter tertinggi suatu negara menetapkan nilai tukar dalam negeri
terhadap negara lain. Nilai tukar tersebut ditetapkan pada tingkat tertentu dengan tidak melihat
aktivitas penawaran dan permintaan di pasar uang.
Jika dalam penetapan kurs pajak terjadi masalah, seperti terjadinya fluktuasi penawaran
atau permintaan yang cukup tinggi, maka pemerintah dapat mengendalikannya dengan membeli
atau menjual kurs mata uang dalam devisa negara. Hal ini untuk menjaga agar nilai tukar tetap
stabil dan kembali pada kurs tetap. Dalam kurs tetap, Central Bank melakukan intervensi aktif
pada pasar valas dalam penetapan nilai tukar.
2) Managed Floating Exchange Rate (Kurs Mengambang Terkendali)
Dalam penetapan kurs mengambang terkendali tidak seutuhnya terjadi dari aktivitas pasar
valuta. Pada pasar tersebut masih terdapat campur tangan pemerintah melalui alat ekonomi
moneter dan fiskal. Jadi dalam pasar valuta tersebut tidak murni berasal dari penawaran dan
permintaan uang.
3) Free Floating Rate (Kurs Mengambang Bebas)
Kurs mengambang bebas merupakan suatu sistem ekonomi yang ditujukan bagi suatu
negara dengan sistem perekonomian yang sudah mapan. Sistem nilai tukar yang dimaksud
tersebut akan menyerahkan seluruhnya kepada pasar untuk mencapai kondisi equilibrium yang
sesuai dengan keadaan internal dan eksternal. Sehingga dapat dikatakan dalam sistem nilai tukar
ini hampir tidak ada campur tangan pemerintah.
Sementara untuk kurs yang sering ditemui masyarakat pada umumnya baik di bank
maupun di tempat penukaran uang asing (money changer) adalah sebagai berikut:
 Kurs beli, merupakan kurs yang digunakan jika bank atau money changer membeli valuta
asing atau jika Anda akan menukarkan valuta asing yang dimiliki dengan rupiah.
 Kurs jual, merupakan kurs yang digunakan jika bank atau money changer menjual valuta
asing atau jika Anda akan menukarkan Rupiah dengan valuta asing yang Anda butuhkan.
 Kurs tengah, merupakan kurs antara kurs jual dan kurs beli, yaitu penjumlahan kurs beli dan
kurs jual yang dibagi dua.
2.2.2 Penggunaan Kurs (JULI)
Berdasarkan definisi yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan, kurs pajak adalah
nilai kurs yang digunakan sebagai dasar pelunasan bea masuk, pajak pertambahan nilai (PPN),
pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pajak penghasilan (PPh), serta pajak lain dalam
rangka kegiatan ekspor-impor. Kurs pajak merupakan kurs yang digunakan untuk mengkonversi
nilai mata uang asing ke dalam rupiah.
Peraturan yang mendasari penggunaan kurs pajak tercantum dalam Pasal 14 Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang PPN dan PPnBM sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN dan PPnBM). Penetapan kurs pajak diatur melalui
keputusan Menteri Keuangan yang dikeluarkan setiap minggu sekali dan berlaku untuk 7 hari.
Dalam hal kurs valuta asing sebuah negara tidak tercantum dalam keputusan Menteri
Keuangan, maka nilai kurs yang digunakan sebagai dasar pelunasan adalah kurs spot harian
valuta asing yang bersangkutan di pasar internasional terhadap dolar Amerika Serikat yang
berlaku pada penutupan hari kerja sebelumnya, dan dikalikan kurs rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat sebagaimana ditetapkan dalam keputusan Menteri Keuangan.
Seringkali wajib pajak (WP) yang bertransaksi menggunakan mata uang asing merasa
bingung ketika akan membayar pajak, kurs mana yang harus digunakan untuk keperluan pajak,
apakah harus menggunakan kurs pajak atau kurs tengah Bank Indonesia (BI)?. Sebelum
menjawab pertanyaan tersebut, penting untuk membedakan kurs pajak dan kurs tengah BI.
Kurs pajak digunakan hanya dalam transaksi yang berhubungan dengan pajak (khususnya
dalam pembuatan faktur pajak, serta laporan pajak kepada kantor pajak). Adapun kurs tengah BI
digunakan sebagai nilai tukar dalam closing pembukuan akuntansi. Kurs tersebut ditentukan
dengan menghitung nilai rata-rata kurs beli dan kurs jual. Walau demikian, antara kurs pajak
dengan kurs tengah BI memiliki keterkaitan satu sama lain. Kaitannya yaitu pada saat akan
melakukan pencatatan pembukuan.
Ketika terjadi transaksi dalam mata uang asing, semua nilai sehubungan dengan pajak
dikonversi dengan kurs pajak, sedangkan nilai transaksi total dikonversi menggunakan kurs
tengah BI. Kedua nilai dicatat dalam pembukuan, ditambah akun laba atau rugi selisih kurs yang
diperoleh dari selisih nilai transaksi kurs tengah BI dengan nilai transaksi kurs bank yang
digunakan sebenarnya.
2.2.3 Selisih Kurs Akhir Tahun (FEBRI)
Selisih kurs menurut akuntansi adalah selisih yang dihasilkan dari penjabaran sejumlah
tertentu satu mata uang ke dalam mata uang lain pada kurs yang berbeda. Dalam pengakuan
keuntungan atau kerugian selisih kurs, ketentuan pajak mengacu pada ketentuan akuntansi
sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf l dan penjelasan Pasal 6 ayat (1)
huruf e Undang-undang No. 7 Tahun 1983 s.t.d.t.d. Undang-undang No. 11 tahun 2020 tentang
Cipta Kerja (“UU PPh”).
“Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan
sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan yang berlaku di Indonesia.”
(Penjelasan Pasal 4 (1) huruf l UU PPh)
“Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan
yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang
berlaku di Indonesia.”
(Penjelasan Pasal 6 ayat 1 huruf e UU PPh)
Sesuai Paragraf 26 PSAK (Pedoman Standar Akuntansi Keuangan) 10, keuntungan
selisih kurs diakui sebagai laba saat periode terjadinya keuntungan tersebut. Demikian pula
kerugian selisih kurs akan diakui sebagai rugi saat periode terjadinya kerugian tersebut. Sejalan
dengan pedoman akuntansi tersebut, pajak juga mengakui keuntungan selisih kurs sebagai
penghasilan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf l UU PPh yang dikutip di
bawah ini.
“Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib
Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing.”
(Pasal 4 ayat (1) huruf l UU PPh)
Artinya, keuntungan selisih kurs akan diakui sebagai penghasilan menurut pajak dalam
tahun berjalan diperolehnya keuntungan tersebut. Kemudian, kerugian selisih kurs juga dapat
diakui sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari perhitungan Penghasilan Kena Pajak
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh yang berbunyi:
“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan, termasuk:
e. kerugian selisih kurs mata uang asing.”
(Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh)
Dari ketentuan di atas, menurut pajak, kerugian atau keuntungan selisih kurs akan diakui
pada saat kerugian atau keuntungan tersebut telah terealisasi dalam tahun berjalan. Sementara,
keuntungan atau kerugian selisih kurs yang belum terealiasi tidak dapat diakui sebagai
penghasilan atau biaya.
Perlu diketahui juga, tidak semua keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing
dapat diakui sebagai penghasilan. Pada Pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun
2010 s.t.d.d. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019 (“PP-94/2010”) disebutkan bahwa:
“Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang berkaitan langsung dengan usaha Wajib Pajak yang:
a. dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
b. tidak termasuk objek pajak;
tidak diakui sebagai penghasilan atau biaya.”
(Pasal 9 ayat (2) PP-94/2010)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa keuntungan atau kerugian selisih kurs yang tidak diakui
sebagai penghasilan atau biaya adalah keuntungan atau kerugian selisih kurs yang berkaitan
langsung dengan usaha Wajib Pajak yang dikenakan PPh Final atau bukan merupakan objek
pajak.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kerugian atau keuntungan selisih kurs yang
telah terealisasi dapat diakui sebagai penghasilan dan dapat dibebankan sebagai pengurang
Penghasilan Kena Pajak. Namun, kerugian atau keuntungan selisih kurs yang berhubungan
langsung dengan kegiatan usaha Wajib Pajak yang dikenakan PPh final atau bukan objek pajak
tidak diakui sebagai penghasilan atau biaya menurut pajak. Keuntungan dan kerugian selisih kurs
yang dapat diakui secara perpajakan adalah yang telah terealisasi, bukan unrealized gain/loss.
2.3 Kasus (JULI)
Pada tahun 2018 PT. A mendapat pinjaman dari pihak ketiga dengan batas maksimum
sebesar Rp200.000.000 dan tingkat bunga pinjaman 20%. Dari jumlah tersebut telah diambil
pada bulan Februari sebesar Rp125.000.000, pada bulan Juni diambil lagi sebesar Rp25.000.000
dan sisanya (Rp50.000.000) diambil pada bulan Agustus.
Di samping itu wajib pajak mempunyai dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito
dengan perincian sebagai berikut:
 bulan Februari s.d Maret sebesar Rp25.000.000
 bulan April s.d Agustus sebesar Rp46.000.000
 bulan September s.d Desember sebesar Rp50.000.000
Dengan demikian bunga yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah sebagai berikut:
1. rata-rata pinjaman per bulan:

Dari perhitungan di atas, rata-rata pinjaman per bulan adalah Rp1.800.000.000 : 12 =


Rp150.000.000.
2. rata-rata deposito per bulan:

Dari perhitungan di atas, rata-rata deposito per bulan adalah Rp480.000.000 : 12 =


Rp40.000.000.
Berdasarkan perhitungan rata-rata pinjaman dan deposito perbulan, maka biaya bunga
yang dapat dibebankan sebagai biaya secara fiskal adalah sebagai berikut:
= 20% x (Rp 150.000.000 – Rp 40.000.000,00)
= Rp22.000.000.

BAB III
Penutup

3.1 Kesimpulan (FEBRI)


Penghasilan berupa bunga deposito, tabungan, serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
yang diterima baik oleh wajib pajak badan maupun wajib pajak orang pribadi merupakan objek pajak
penghasilan (PPh) yang bersifat final. Dengan pengenaan pajak yang bersifat final maka biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh penghasilan tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto wajib pajak, atau dengan kata lain tidak dapat dibebankan sebagai biaya secara fiskal.
Terkait dengan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penghasilan berupa bunga deposito
tidak dapat dibebankan sebagai biaya secara fiskal karena bunga deposito merupakan objek PPh
yang bersifat final. Namun, khusus untuk biaya bunga pinjaman yang dibayarkan kepada pihak
ketiga dalam hal dana yang ditempatkan oleh wajib pajak dalam bentuk deposito berjangka atau
tabungan lainnya bersumber dari pinjaman tersebut, diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak No. SE-46/PJ.4/1995.
Berdasarkan penjelasan resmi dari Kementerian Keuangan, kurs pajak merupakan nilai
kurs yang digunakan sebagai dasar pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor, dan Pajak
Penghasilan. kurs pajak adalah nilai kurs yang digunakan sebagai dasar pelunasan bea masuk,
pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pajak
penghasilan (PPh), serta pajak lain dalam rangka kegiatan ekspor-impor. Kurs pajak merupakan
kurs yang digunakan untuk mengkonversi nilai mata uang asing ke dalam rupiah. Kurs pajak
digunakan hanya dalam transaksi yang berhubungan dengan pajak (khususnya dalam pembuatan
faktur pajak, serta laporan pajak kepada kantor pajak). Adapun kurs tengah BI digunakan sebagai
nilai tukar dalam closing pembukuan akuntansi. Selisih kurs menurut akuntansi adalah selisih
yang dihasilkan dari penjabaran sejumlah tertentu satu mata uang ke dalam mata uang lain pada
kurs yang berbeda. Dalam pengakuan keuntungan atau kerugian selisih kurs, ketentuan pajak
mengacu pada ketentuan akuntansi sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1)
huruf l dan penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf e Undang-undang No. 7 Tahun 1983 s.t.d.t.d.
Undang-undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU PPh”).

3.2 Saran
Untuk melaksanakan kewajiban perpajakan dengan optimal, sebaiknya perusahaan harus
memperhatikan peraturan perpajakan yang berlaku. Suatu perusahaan harus memperhatikan
perhitungan bunga pinjaman yang dapat dibebankan dalam fiskal. Hal ini untuk meminimalisir
kesalahan dalam penyusunan SPT PPh Badan. SPT Badan wajib menggunakan mata uang
rupiah, kecuali jika ingin menggunakan mata uang asing harus mengajukan permohonan terlebih
dahulu. Oleh karena itu perlakuan pada selisih kurs harus diperhatikan. Sosialisasi dan pelatihan
lebih baik ditingkatkan agar meningkatkan pemahaman wajib pajak dalam melaksanakan
peraturan perpajakan tersebut, khususnya terkait bunga pinjaman dan selisih kurs.
Daftar Pustaka

Anoname. (2016, Juni 2018). Asosiasi Tax Center Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia. Dipetik
Februari 20, 2022, dari Apa Itu Kurs Pajak?: https://atpetsi.or.id/apa-itu-kurs-pajak
Anoname. (2018, Oktober 7). Klikpajak. Dipetik Februari 20, 2022, dari Mengenal Jenis-Jenis
Kurs Pajak dan Penjelasan Lengkapnya: https://klikpajak.id/blog/ketahui-jenis-jenis-kurs-
pajak/
Anoname. (2019, September 16). Pajak Penghasilan Badan (13). Dipetik Februari 20, 2022, dari
Asosiasi Tax Center Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia: https://atpetsi.or.id/biaya-
bunga-pinjaman-yang-boleh-dibebankan-secara-fiskal
Qhoiriyah, A. (2021, Juni 4). Pratama Indomitra Kreston. Dipetik Februari 20, 2022, dari
Perlakuan Pajak atas Keuntungan Selisih Kurs: https://pratamaindomitra.co.id/perlakuan-
pajak-atas-keuntungan-selisih-kurs.html

Anda mungkin juga menyukai