Anda di halaman 1dari 22

Makalah Konsep Dasar Pajak Penghasilan (PPh)

PPh Umum dan PPh Obyek Pajak Khusus

Mata Kuliah Perpajakan yang Diampu Oleh Dr. Makaryanawati,


SE.,MSi.,AK.,CA

Di Susun Oleh Offring FF Kelompok 1

Nama :

1. Risma Tri Amalia 190421628810


2. Rofiqotur Rochmaniyah 190421628859
3. Safitri salsabila 190421628856
4. Salsa Bella 190421628911
5. Shanti Agustin 190421628902

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

JURUSAN AKUNTANSI

FEBRUARI 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan kemudahan kepada kami dalam menyelesaikan tugas penulisan
makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa rahmat-Nya berupa pengetahuan, kita
tidak dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik.

Adapaun tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Perpajakan. Selain itu tujuan penulisan makalah ini untuk menambah
pengetahuan kami tantang konsep dasar pajak penghasilan. Terimakasih juga
kami ucapkan kepada teman-teman yang telah menyumbangkan ide-ide kreatif
untuk penulisan makalah ini sehingga dapat terselesai dengan baik dan tepat
waktu.

Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada


pembaca untuk menambah pengetahuannya. Namun, kami menyadari bahwa
dalam penulisan makalah kami masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami
membutuhkan kritik dan saran yang bisa membangun ide baru untuk kedepannya
sehingga membuat makalah dengan lebih baik.

Malang, 21 Februari 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................ iii

1. BAB PENDAHULUAN.......................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................2
1.3 Tujuan ................................................................................ 2
2. BAB PEMBAHASAN............................................................. 3
2.1 Definisi Pajak Penghasilan .................................................3
2.2 Dasar Hukum......................................................................3
2.3 Yang Menjadi Subjek dan Objek Pajak..............................3
2.4 Rumus untuk Menghitung PPH ........................................13
3. BAB PENUTUP......................................................................18
3.1 Kesimpulan........................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.................................................................19

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berkembangnya pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi mendorong


usaha pemerintah untuk meningkatkan Tax-Ratio khususnya dibidang perpajakan.
Upaya ini dilakukan dengan cara memakai “wajib pajak” untuk orang pribadi
yang telah memiliki penghasilan. Bagi Wajib Pajak Badan, salah satu hal penting
yang perlu diketahui adalah tentang konsep dasar perpajakan. Khususnya tentang
Pajak Penghasilan Badan atau PPh Badan. Pajak Penghasilan Badan merupakan
pajak atas penghasilan yang diperoleh atau diterima Badan Usaha yang
berkedudukan di Indonesia. Menurut UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, badan adalah sekumpulan orang
atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha, yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik,
organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

Pejak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan


perorangan perusahaan atau badan hukum lainnya. pajak penghasilan bisa
diberlakikan secara progresif, propersional atau regresif. Pengenaan pajak
langsung sebagai cikal bakal pajak penghasilan yang sudah ada sejak saman
Romawi Kuno.

Perusahaan yang ketika menerima atau memperoleh penghasilan akan


merubah status perpajakannya menjadi wajib pajak dan akan dikenai pajak
penghasilan. Penjelasan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 pasal 1 menjelaskan
bahwa pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan, dalam undang-undang disebut wajib pajak. Wajib pajak

1
akan dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama
satu tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian
tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam
tahun pajak.

1.2 Rumusan Masalah

a) Apa devinisi dari pajak penghasilan ?


b) Apa saja dasar hukum dalam pajak penghasilan ?
c) Siapa saja yang menjadi subjek dan objek pajak
d) Bagaimana cara menghitung pajak penghasilan

1.3 Tujuan

a) Mengetahui definisi dari pajak penghasilan


b) Mengetahui dasar hukum dalam pajak penghasilan
c) Mengetahui siapa yang menjadi subjek dari pajak
d) Mengetahui cara menghitung pajak penghasilan

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pajak Penghasilan


Pajak penghasilan (PPh) yaitu pajak yang dikenakan pada subjek pajak
terhadap penghasilan yang diperoleh subjek pajak dalam suatu tahun pajak.
Penghasilan yang dimaksudkan dapat berupa gaji, keuntungan dari usaha
yang dimiliki, honorarium, hadiah, dan lainnya. Sedangkan yang dimaksud
dengan tahun pajak adalah tahun kalender, yaitu 1 Januari hingga 31
Desember.
2.2 Dasar Hukum
Pajak penghasilan di Indonesia diatur dalam peraturan perundang undangan
yaitu UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak pengahasilan. Undang-undang
tersebut mengalami perubahan beberapa kali yaitu Undang-Undang
1. Nomor 7 Tahun 1991 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor
7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
2. Nomor 10 Tahun 1994 tentang perubahan kedua dari Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasila;
3. Nomor 17 Tahun 2000 tentang perubahan ketiga dari undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan; dan
4. Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat dari undang-
undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan.

Selain itu pajak penghasilan juga diatur dalam peraturan pemerintah,


keputusan menteri keuangan, keputusan presiden, keputusan direktur jendral
pajak, dan dari surat edaran direktur jendral pajak.

2.3 Yang Menjadi Subjek dan Objek Pajak


A. Subjek Pajak
Subjek pajak merupakan sesuatu yang memiliki potensi untuk
memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak
penghasilan. Subjek pajak akan dikenakan pajak penghasilan ketika
memperoleh ataupun menerima penghasilan yang sesuai degan peraturan
perundang-undangan yang telah diberlakukan. Disebutkan pada Pasal 1 UU

3
Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP menyebutkan bahwa Wajib Pajak adalah
suatu pribadi atau badan yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan,
termasuk pemugut pajak dan pemotongan pajak tertentu. Sehingga apabila
subjek pajak tersebut telah memenuhi kewajiban pajak secara subjektif
maupun objektif maka dapat disebut sebagai Wajib Pajak.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008, subjek pajak


dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yaitu:
1. Subjek Pajak orang pribadi
Orang pribadi yang disebut sebagai subjek pajak dapat bertempat
tinggal atau berada di Indonesia atau di luar Indonesia.
2. Subjek Pajak warisan yang belum terbagi satu kesatuan
Subjek pajak tersebut merupakan subjek pajak pengganti, yaitu
menggantikan mereka yang berhak (ahli waris). Ditunjuknya subjek
pajak pengganti ini dimaksudkan agar pengenaan pajak atas
penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat
dilaksanakan.
3. Subjek Pajak badan
Badan merupakan sekumpulan orang atau modal yang menjadi
kesatuan baik melakukan usaha maupun tidak yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komaditer, badan usaha milik negara, badan usaha
milik daerah, firma, kongsi, koperasi, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, lembaga, dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk
usaha tetap. Yang menjalankan usaha atau yang memperoleh
penghasilan itulah yang disebut sebagai subjek pajak.
4. Subjek Pajak bentuk usaha tetap (BUT)
Bentuk Usaha Tetap adalah suatu bentuk usaha yang dipergunakan
oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak

4
bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau
melakukan sebuah kegiatan di Indonesia.

Selain dari keempat kelompok tersebut, Subjek Pajak dikelompokkan lagi


menjadi dua, yaitu Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar
negeri.

1. Subjek Pajak dalam negeri yaitu:


1) Subjek pajak orang pribadi, yaitu orang pribadi yang bertempat
tinggal di Indonesia, orang pribadi yang di Indonesia lebih dari 183
hari dalam waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam Subjek
Pajak berada di Indonesia dan berniat untuk menetap di Indonesia.
2) Subjek Pajak badan, yaitu badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan
pemerintah yang memenuhi kriteria sebagai berikut, dibentuk
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan,
pembiayaannya bersumber dari Anggaran pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah, dan Pembukuannya diperiksa oleh aparat
pengawasan fungsional Negara.
3) Subjek Pajak warisan, yaitu warisan yang belum dibagi sebagai
satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

2. Subjek Pajak luar negeri yaitu:


1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
2) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak

5
bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.

B. Kewajiban pajak subjektif


Kewajiban pajak subjektif yaitu suatu kewajiban subjeknya terhadap
pajak yang sudah melekat dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain.
Pada umumnya orang yang bertempat tinggal di Indonesia harus memenuhi
kewajiban pajak subjektif. Sedangkan yang bertempat tinggal di luar
Indonesia hanya akan dikenakan pajak apabila memiliki
keterkaitan/hubungan ekonomi dengan Indonesia.
Dibawah ini diuraikan dalam bentuk tabel saat mulai dan berakhirnya
kewajiban pajak subjektif untuk setiap subjek pajak

Jenis Subjek Kewajiban Pajak Kewajiban Pajak Subjektif


Pajak Subjektif Dimulai Berakhir
Dalam Negeri - - Saat dilahirkan - Saat meninggal
Orang Pribadi - Saat berada di Indonesia - Saat meninggalkan Indonesia
atau bertempat tinggal di untuk selama-lamanya
Indonesia

Dalam Negeri - - Saat didirikan atau - Saat dibubarkan atau tidak


Badan bertempat kedudukan di lagi bertempat kedudukan
Indonesia. di Indonesia

Luar Negeri - Saat menjalankan usaha - Saat tidak lagi menjalankan


Melalui BUT atau melakukan kegiatan usaha atau melakukan
melalui BUT di kegiatan melalui BUT di
Indonesia. Indonesia.

Luar Negeri - Saat menerima atau - Saat tidak lagi menerima


Tidak Melalui memperoleh penghasilan atau memperoleh

6
BUT dari Indonesia. penghasilan dari
Indonesia.

Warisan Belum -  Saat timbulnya warisan - Saat warisan telah selesai


Terbagi yang belum terbagi dibagikan.

C. Tidak Termasuk Subjek Pajak

Yang tidak termasuk kedalam subjek pajak menurut Pasal 2 UU Nomor 36 Tahun
2008 antara lain:

1. Kantor perwakilan Negara asing;


2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain
dari Negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka
yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan
syarat bukan penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut,
serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
3. Organsisasi-organisasi internasional dengan syarat,  Indonesia menjadi
angota organisasi tersebut tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain
untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan
pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para
anggota;
4. Pejabat-pejabat pewakilan organisasi internasional sebagaimana
dimaksud pada nomor 3, dengan syarat Bukan warga Negara
Indonesia  dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain
untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Organisasi
internasional yang tidak termasuk Subjek Pajak sebagaimana
dimaksud nomor 3 ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Nama-nama organisasi dan pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional


yang tidak termasuk Subjek Pajak penghasilan diatur lebih lanjut dalam
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK/ 03/2008 yang kemudian

7
disempurnakan dengan PMK No. 15/PMK.03/2010 dan PMK
No.142/PMK.03/2012.
D. Objek Pajak
Objek pajak dalam pajak penghasilan ialah tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima dari wajib pajak. Untuk tambahan ekonomis tersebut bisa berasal
dari dalam negeri sendiri maupun dari luar negeri yang bisa digunakan untuk
konsumsi serta menambah kekayaan dari wajib pajak menggunakan nama wajib
pajak dan dalam bentuk apapun. Pada dasarnya yang menjadi objek pajak PPh
adalah penghasilan yang diperoleh. Objek pajak PPh dibagi ke dalam empat
kategori yaitu:
1. Penghasilan dari hubungan pekerjaan
Diterima melalui hubungan antara karyawan dan pihak pemegang
perusahaan. Contohnya adalah gaji, honor, tunjangan, upah dan lain
sebagainya.
2. Penghasilan dari kegiatan usaha
Penghasilan ini diperoleh dari kegiatan usaha yang dilakukan seseorang
untuk menghasilkan laba atau keuntungan. Misalnya, mendirikan suatu
usaha atau melakukan kegiatan perdagangan.
3. Penghasilan modal
Penghasilan ini diperoleh dari imbalan atas modal berupa uang, barang
modal, bungan sebagai imbalan atas peminjaman uang, dividen dan lain
sebagainya.
4. Penghasilan lainnya
Sesuatu yang memenuhi konsep dasar penghasilan, diluar jenis
penghasilan hubungan pekerjaan, penghasilan kegiatan usaha, atau
penghasilan modal. Contohnya ialah hadiah dan penghargaan, pembebasan
hutang, dan beasiswa.

Dalam menentukan penghasilan yang merupakan objek PPh, dapat didasarkan


ketentuan perundang – undangan PPh yang berlaku. Menurut Pasal 4 Ayat (1),
contoh – contoh penghasilan yang merupakan objek PPh yakni:

8
a. Imbalan yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat diterima
termasuk gaji, komisi, honorarium, uang pensiun, bonus, penghasilan dari
pengacara, praktek dokter, aktuaris, notaris, akuntan, atau imbalan dalam
bentuk lainnya pula.
b. Hadiah dari undian, pekerjaan, kegiatan dan penghargaan. Contohnya
seperti hadiah yang didapat dari undian tabungan, hadiah didapat dari
kemenangan pertandingan olahraga dan lain sebagainya.
c. Laba usaha, yaitu selisih lebih antara penjualan dikurangi dengan harga
pokok penjualan dan beban-beban usaha.
d. Keuntungan yang berasal dari penjualan atau karena pengalihan termasuk:
1) Keuntungan dari pengalihan harta sebagai penukar saham ataupun
penyertaan modal.
2) Keuntungan yang diterima dari pengalihan harta kepada pemegang
saham, sekutu atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan dan
badan lainnya.
3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, serta reorganisasi dengan nama
dan dalam bentuk apapun.
4) Keuntungan karena pemindahan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial, pengusaha kecil termasuk koperasi yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Selama tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan.
5) Keuntungan karena penjualan maupun pengalihan sebagian atau
seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau
permodalan dalam perusahaan pertambangan.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang sudah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak. Misalnya, pajak
bumi dan bangunan yang telah dibayar dan dibebankan sebagai biaya.

9
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sebab jaminan
pengembalian utang. Premium terjadi ketika surat obligasi dijual di atas
nilai nominalnya, sedangkan diskonto terjadi jika surat obligasi dibeli di
bawah nilai nominalnya.
g.  Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, juga dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, serta pembagian sisa hasil
usaha koperasi.
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak. Menurut Undang-Undang PPh,
royalti merupakan suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara
atau perhitungan apa pun. Royalti terdiri dari tiga kelompok, yakni
imbalan sehubungan dengan penggunaan:
1. Hak atas harta tak berwujud, contonya hak pengarang, paten, merek
dagang, formula, atau rahasia perusahaan.
2. Hak atas harta berwujud, misalnya seperti hak atas alat-alat industri,
komersial, dan ilmu pengetahuan.
3.  Informasi, dalam artian informasi yang belum diungkapkan secara
umum meskipun belum dipatenkan. Misalnya pengalaman di bidang
industri, atau bidang usaha lainnya.
i. Sewa dan penghasilan lain berkaitan dengan penggunaan harta. Sewa yaitu
imbalan yang diterima atau diperoleh dengan nama dan dalam bentuk
apapun berkenaan dengan penggunaan harta gerak atau harta tak gerak.
Misalnya sewa mobil, sewa alat berat, sewa kantor, sewa rumah dan sewa
gudang.
j.  Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. Contohnya “alimentasi”
artinya tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam
waktu tertentu.
k.   Keuntungan berupa pembebasan utang. Kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Contohnya Kredit
Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit
Usaha Rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta
kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan sebagai
objek pajak.

10
l.  Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing disebabkan adanya
kebijaksanaan Pemerintah di  bidang moneter. Atas keuntungan yang
diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing, pengenaan pajaknya
dihubungkan dengan sistem pembukuan yang dianut oleh wajib pajak
dengan syarat dilakukan secara taat azas sesuai dengan Standar Akuntansi
Keungan (SAK).
m. Selisih lebih yang disebabkan oleh penilaian kembali aset tetap. Untuk
dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan yang bertujuan
untuk perpajakan, wajib pajak  tidak lagi menyampaikan pemberitahuan
kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak melainkan wajib mengajukan
permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah yang membawahi Kantor
Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar, dengan maksud untuk
mendapatkan Keputusan Persetujuan Direktur Jenderal Pajak terlebih
dahulu.   
n. Premi asuransi, perhitungan tingkat premi harus berdasarkan asumsi yang
wajar dan praktek asuransi yang berlaku umum.
o.  Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
Contohnya iuran yang besarnya ditentukan berdasarkan volume ekspor,
satuan produksi atau satuan penjualan adalah penghasilan bagi
perkumpulan tersebut.
p.  Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak ialah akumulasi penghasilan baik yang telah dikenakan
pajak dan yang bukan objek pajak serta yang belum dikenakan pajak.
q. Penghasilan dari kegiatan usaha yang berbasis syariah, yang berlandaskan
filosofi yang berbeda dengan kegiatan usaha yang bersifat konvensional.
r. Imbalan bunga yang diatu dalam Undang-Undang mengenai ketentuan
umum dan tata cara perpajakan.
s. Surplus Bank Indonesia.

E. Pajak penghasilan atas penghasilan tertentu

11
Sesuai dengan arti mengenai penghasilan yang luas, bisa dianut pula
oleh Undang-Undang Pasal 4 Ayat (2). Di bawah ini merupakan objek
pajak dikenai final:
a. Penghasilan berwujud bunga deposito dan tabungan lainnya. Serta
bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi untuk para anggota orang pribadi.
b. Penghasilan berwujud hadiah undian
c. Penghasilan dari transaksi mengenai saham dan sekuritas lainnya,
transaksi derivatif yang diperjualbelikan di bursa, dan transaksi
penjualan saham atau pengalihan pada modal perusahaan yang
bekerjasama dan diperoleh perusahaan modal ventura;
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan dan penjualan harta berupa
tanah atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate,
persewaan tanah serta bangunan.
e. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
Dengan mempertimbangkan kemudahan dalam pelaksanaan
pengenaan wajib pajak serta agar tidak menambah beban administrasi
baik bagi wajib pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak. Oleh karena itu,
pengenaan pajak penghasilan dalam ketentuan ini dapat bersifat final atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari
transaksi penjualan saham di bursa efek dipungut pajak penghasilan yang
bersifat final. Besar pajak penghasilan pada ayat (1) adalah 0,1% dari
jumlah bruto nilai transaski penjualan.

F. Hal yang tidak termasuk kedalam objek pajak

Penghasilan yang dapat diterima namun bukan termasuk objek dari pajak
penghasilan dibagi menjadi dua macam yaitu bantuan yang berupa sumbangan
atau zakat yang langsung diperoleh lembaga amil zakat yang ada di indonesia dan
disahkan oleh pemerintah Indonesia. Yang kedua ialah harta hibahan yang
diperoleh dari keluarga dalam garis keturuan lurus, macam – macam bentuk dari
harta hibahan ini adalah;

12
a. Warisan. Warisan adalah suatu peninggalan yang berupa harta benda yang
ditinggalkan oleh keluarga sedarah dengan ahli waris yang meninggal.
b. Harta bisa termasuk saham atau pengganti atau imbalan yang dapat
berhubungan dengan bentuk natura atau benefit in kind.
c. Asuransi yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi bisa termasuk
asuransi kesehatan, asuransi dwiguna, dan asuransi jiwa lainy.
d. Hasil dari pembagian laba yang diperoleh dari perseroan terbatas dalam
bentuk deviden.
e. Dana pensiun yang diterika dan telah disahkan oleh menteri keuangan di
Indonesia.
f. Modal yang dihasilkan dari dana pensiun pada bidang – bidang tertentu.
g. Laba yang diperoleh oleh anggota perseoran komanditer yang berupa
saham seperti yang dijelaskan pada point b.
h. Bunga obligasi yang didapat dari perusahaan reksadana selama lima tahun
pertama.
i. Perusahaan modal ventura megeluarkan penghasilan yang bida diterima
berupa bagian laba yang menjalankan usaha di indonesia.
j. Termasuk pada perusahaan mikro menengah yang bisa menjalankan sektor
– sektor dari keputusan menteri keuangan di Indonesia
k. Saham pada point b tidak diperdagangkan pada bursa efek yang ada di
Indonesia
l. Beasiswa harus memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditentukan
oleh pihak menteri keuangan di Indonesia.

2.4 Mekanisme perpajakan pada PPH dan rumus untuk menghitung PPH
tersebut.
Pada perhitungan ini sudah ditentukan untuk bisa menghitung besarnya
PPh terutang agar bisa tahu seberapa besar penghasilan yang diperoleh oleh
rakyat biar negara pun bisa memberikan fasilitas dari pajak yang diperoleh.
Rakyatpun akan mengerti untuk menyetorkan uang pajak tersebut kedalam kas
negara dari penghasilan yang diperoleh.
1. Mekanisme pemajakan PPh.

13
Akan berisi mengenai siapa saja yang diwajibkan menyetorkan PPh
serta tata cara dan mempertanggungjawabkan tersebut dalam prosedur
administrasi PPh. Untuk WP (tak Payer) harus bisa mneghitung dan
menetapkan seberapa besar PPh yang harus dibayarkan pada kas negara,
hal ini bisa disebut sebagai self assesment system atau self taxing system
yang terdapat pula pada pasal 12 UU No.6 tahun 1983 yang berisikan
mengenai tata cara perpajakn yang dirubah pada UU No. 16 tahun 2000.
Selain adanya kelebihan dalam sistem tersebut namun ada sisi
kelemahan dari hal itu ialah adanya pemalsuan penghasilan yang
sebenarnya didapat sehingga saat melaporkan PPh tidak benar. Untuk
mengatasi hal itu pemerintah melakukan sistem pemotongan dari pihak
ketiga atau with holding system yang menghitung besarnya PPh dan
menyetorkan PPh dari pihak terutang atas nama penerima penghasilan.
Jika terdapat kecurangan lagi makan pihak ketiga tersebut akan
mendapatkan sanksi administrasi perpajakan.
2. Pemajakan dilakukan secara periodik
Sistem perpajakan menggunakan periodik adalah membayar pajak tahunan
atau pajak yang terutang tahunan. Untuk mengetahui kapan munculnya sistem
pajak ini adanya utang yang timbul akibat penjanjian oleh rakyat itu sendiri
dan diwakilkan oleh pihak perlemen dari negara asal dan tertulis pada bentuk
UU pajak. Untuk bisa membedakan PPh tahunan terutang ialah;
a. WP dari orang pribadi yang berasal dalam negeri bisa dikenakan pada
akhir tahun dengan total penghasilan selama satu tahun tersebut yang
memiliki sifat PPh tidak final.
b. WP dari badan yang berasal dalam negeri berupa total penghasilan yang
terkena PPh tidak final.
c. WP dari orang pribadi atau badan yang berasal dari luar negeri atau biasa
disebut dengan istilah WP BUT yang didapat dari penghasilan selama satu
tahun dan bersifat tidal final.
d. WP dari warisan yang belum terbagi bisa dikenakan pada akhir tahun
dengan total penghasilan selama satu tahun tersebut yang memiliki sifat
PPh tidak final.

14
e. Pasal 21 yang berisi uang muka PPh dari WP orang pribadi dalam negeri
pada wajib pajak dan bisa dikenakan pada akhir tahun dengan total
penghasilan selama satu tahun tersebut yang memiliki sifat PPh tidak final
seperti tertulis pada Pasal 21 UU PPh.
3. Uang muka dari perpajakan PPh
Menurut ketentuan pada BAB V UU PPh mengenai pelunasan PPh selama tahun
berjalan maka WP yang menerima penghasilan tertentu harus membayar uang
muka PPh dengan jumlah tertentu dari penghasilan melalui beberapa sistem
pemotongan pemajakan yang dilakukan sendiri.
4. Perhitungan dari rumus umum PPh
PPh Terutang = Dasar pengenaan tarif pajak X Tarif PPh
Tax = Base X Rate
Diatas adalah rumus untuk perhitungan PPh terutang. Maksud dari dasar
pengenaan tarif pajak ialah jumlah yang dihadapkan langsung pada tarif pajak itu
sendiri. Untuk lebih jelasnya lagi dalam UU PPh dasar pengenaan pajak ( DPP )
dibedakan menjadi dua yaitu DDP pemajakan PPh bulanan yang termasuk uang
muka pada penghasilan bruto atau perkiraan dari penghasilan netto. Yang kedua
adalah DDP pemajakan PPh akhir tahun yang dihitung pada WP orang pribadi
dalam negeri yang tidak wajib memiliki pembukuan atau omset tidak melampui
600 juta selama satu tahun yang ditentukan oeh Dirjen pajak pada Pasal 14 UU
PPh. Selanjutnya adalah WP yang wajib memiliki pembukuan yang memiliki
omset melebihi 600 juta selama satu tahunya yang ditentukan pada pasal 6 sampai
dengan 11, Pasal 9 dan Pasal 18 pada UU PPh berupa perhitungan laba netto pada
akuntansi. Untuk WP yang wajib memiliki pembukuan namun memiliki sifat pada
usaha sulit untuk menentukan penghasilan netto bisa dihitung dengan penghasilan
bruto dikalikan dengan norma perhitungan khusus yang dimuat pada pasal !5 UU
PPh. Inti dari DPP adalah pembayaran atau perhitungan bisa dilakukan
mengunakan netto terlebih dahulu
5. Tarif PPh

15
Tarif dari penghasilan PPh dibedakan menjadi 3 macam jika menurut pasal
17, tarif khusus, dan tarif pada pasal 26. Berikut penjelasan mengenai tarif PPh
tersebut;
a. Pada pasal 17
Berisi untuk WP dalam negeri yang berkaitan antara orang pribadi, badan,
ataupun warisan yang belum dibagi untuk menghitung PPh bulanan dan
PPh tahunan pada Pasal 21.
b. Tarif khusus
Perhitungannya seperti pada penjabat yang diberi kewenangan pada UU
PPh yaitu Presiden, Menteri keuangan, dan Dirjen Pajak dikenal sebesar
155 dan tarif PPh final mengikuti pasal 22.
c. Pada pasal 26
Berisi untuk WP luar negeri atau BUT yang sudah diatur kentetuanyya
pada psal 26.

Untuk besarnya tarif yang dikeluarkan pada WP orang pribadiyang ada didalam
negeri bisa dilihat pada tabel dibawah ini;

Untuk lapisan PKP Tarif


>0,00 s/d 25.000.000,00 5%
>25.000.000,00 s/d 10%
50.000.000,00
>50.000.000,00 s/d 15%
100.000.000,00
>100.000.000,00 s/d 25%
200.000.000,00
>200.000.000,00 35%

Secara umum rumus menghitung PPh 21 adalah:

Penghasilan Bersih per bulan xxx


Penghasilan bersih disetahunkan xxx (x12 bulan)

16
PTKP xxx (-)
Penghasilan Kena Pajak xxx
PPh Terutang setahun xxx (x tarif PPh 21)

PPh Terutang per bulan xxx (÷ 12 bulan)

Untuk WP badan pada umumnya memiliki mekanisme yang berbeda sebagai


berikut;
a. Menghitung untuk Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang ditentukan
perhitungannya menggunakan hasil neto fiskal dikurangi dengan
kompensasi yang didapat dari kerugian fiskal.
b. Menghitung untuk PPh terutang dilakukan untuk mengalihkan PKP dari
pajak yang berlaku atau sesuai dengan kriteria wajib pajak yang terhitung
satu tahun. Cara menghitungnya seperti rumus dibawah ini:
PPh Terutang = Penghasilan Kena Pajak X Tarif PPh Badan
Peredaran Bruto Rp xxxxx
Biaya – biaya Rp xxxxx
-----------------
-
-
Penghasilan Neto Rp xxxxx
Kompensasi Kerugian Rp xxxxx
-----------------
-
-
Penghasilan Kena
Rp xxxxx
Pajak
Tarif Pajak       xxx %
-----------------
X
-
PPh Terutang Rp xxxxx

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

17
Pajak adalah elemen penting bagi negara sebagai pembangunan. Pajak
wajib harus dikenakan oleh tiap masyarakat secara memaksa. Pajak Penghasilan
Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi
Subjek Pajak dalam negeri.

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan


kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun.

Jadi jika orang pribadi atau badan telah memenuhi syarat subjektif (telah
memenuhi syarat sebagai subjek pajak) dan telah memenuhi syaraat objektif (telah
menerima atau memperoleh penghasilan), maka orang pribadi atau badan tersebut
otomatis menjadi wajib pajak.

DAFTAR PUSTAKA

18
https://klikpajak.id/blog/penghitungan-pajak/konsep-dasar-pajak-
penghasilan-badan-yang-perlu-dipahami-oleh-wajib-pajak/

Nilai, P. P. (n.d.). Kata Pelisantar.

7 PAJAK PENGHASILAN Pasal 25 Fisal. (n.d.)

Soares, A. P. (2013). 済無 No Title No Title. Journal of Chemical Information


and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Hermanto, D. H. B., & Rasmini, M. (2015). Konsep Dasar Pajak Penghasilan


Wajib Pajak Badan dan BUT. 1–37.
Siti Resmi. 2017. Perpajakan: Teori & Kasus. Salemba Empat: Jakarta

19

Anda mungkin juga menyukai