Disusun guna memenuhi nilai tugas mata kuliah Pajak dan Zakat
Dosen Pengampu:
Disusun oleh :
2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat, karunia, serta
hidayah-Nya lah, kami dapat menyelesaikan makalah tentang “PBB (Pajak Bumi dan
Bangunan) dan BPHTB” sebagai salah satu tugas mata kuliah Pajak dan Zakat. Ucapan
terima kasih kami haturkan kepada :
1. Ibu Andriati Aziizah Syafitri S.Pd., M.Ak selaku dosen pengampu mata kuliah
Pajak dan Zakat.
2. Serta teman-teman kelompok 5 yang bekerja sama dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna,
baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Maka itu kami
mengharapkan bimbingan, kritik, dan saran dari dosen pengampu mata kuliah guna
menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan
datang.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)?
2. Apa subjek dan objek dalam PBB?
3. Bagaimana cara perhitungan dalam PBB?
4. Apa yang dimaksud BPHTB?
5. Apa saja syarat BPHTB?
6. Apa saja ketentuan BPHTB?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian PBB (Pajak Bumi dan Bangunan).
2. Mengetahui subjek dan objek dalam PBB.
3. Mengetahui cara perhitungan dalam PBB.
4. Mengetahui pengertian BPHTB.
5. Mengetahui syarat-syarat BPHTB.
6. Mengetahui ketentuan-ketentuan BPHTB.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
3
2.2 Subjek dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak bumi dan bangunan dikenakan atas bumi atau bangunan. Subjek pajak bumi dan
bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu bumi, dan
memperoleh manfaat atas bumi, dan menguasai atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Dengan demikian, subjek pajak tersebut menjadi wajib pajak bumi dan bangunan. Jika
subjek pajak dalam waktu yang lama berada diluar wilayah letak objek pajak sedangkan
peralatannya dikuasakan kepada orang atau badan, orang atau badan yang diberi kuasa
dapat ditunjuk sebagai wajib pajak oleh direktur jenderal pajak. Namun penunjukan
tersebut bukan merupakan bukti kepemilikan.
Subjek pajak yang ditetapkan seperti pada contoh diatas dapat memberikan keterangan
secara tertulis kepada direktur jenderal pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek
pajak yang dimaksud. Apabila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak disetujui, maka
direktur jenderal pajak membatalkan sebagai wajib pajak dalam jangka waktu satu bulan
sejak diterimanya surat keterangan tersebut.
B. Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pajak bumi dan bangunan dikenakan
atas bumi dan bangunan, otomatis yang menjadi objek pajaknya adalah bumi dan
bangunan.
Yang menjadi objek pajak adalah :
• Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
• Bangunan adalah kontruksi teknik yang ditanam dan dilekatkan secara tetap pada tanah
atau perairan.
2.3 Cara Perhitungan dalam PBB.
Yang menjadi dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang
mempunyai pengertian sebagai berikut : harga rata – rata yang diperoleh dari transaksi jual
beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP
ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan
baru, atau nilai jual objek pajak pengganti.
NJOP ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali daerah tertentu
setiap tahun sesuai dengan perkembangan dan ekonomi setempat, NJOP dikelompokkan
4
kedalam klas-klas yang disebut dengan klasifikasi NJOP baik untuk bumi maupun
bangunan.
Yang menjadi dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yaitu suatu
nilai jual dari objek pajak yang telah dikurangi dengan nilai jual tidak kena pajak. Besarnya
persentase NJKP adalah sebagai berikut:
NJOPTKP (Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak) adalah batas NJOP atas bumi dan bangunan
yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah kabupaten/kota adalah
maksimal Rp 12.000.000 dan minimal Rp 10.000.000.
NJOP = (NJOP Bumi = luas tanah x nilai tanah) + (NJOP bangunan = luas bangunan x nilai
bangunan)
5
2.4 Pengertian BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan)
BPHTB adalah pungutan atas perolehan tanah bangunan. Pungutan ini ditanggung
oleh pembeli dan mirip dengan Pajak Penghasilan (PPh) bagi penjual. Dengan begitu,
pihak penjual dan pembeli sama-sama memiliki tanggung jawab untuk membayar
pajak.
6
1. Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB.
2. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB untuk tahun yang
bersangkutan.
4. Fotokopi Surat Tanda Terima Setoran (STTS)/struk ATM bukti pembayaran PBB
(Pajak Bumi dan Bangunan) untuk 5 tahun terakhir.
5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah seperti sertifikat, akta jual beli, letter C atau girik.
Apabila Anda mendapatkan tanah atau rumah untuk hibah, waris, atau jual-beli waris,
maka syarat BPHTB sebagai berikut:
1. SSPD BPHTB.
2. Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan.
3. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) wajib pajak.
4. Fotokopi STTS/struk ATM (Anjungan Tunai Mandiri) bukti pembayaran tarif PBB
untuk 5 tahun terakhir.
5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah, seperti sertifikat, akta jual beli, letter C, atau girik.
6. Fotokopi Surat Keterangan Waris atau Akta Hibah.
7. Fotokopi Kartu Keluarga (KK).
Akan tetapi, apabila perolehan hak berasal dari waris atau hibah wasiat yang
diterima orang pribadi yang masih memiliki hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat ke bawah, termasuk istri, maka NPOPTKP ditetapkan
paling rendah senilai Rp300 juta.
7
Besaran pokok pajak BPHTB yang terutang dihitung dengan mengalikan
dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek
Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP merupakan nilai pengurangan NPOP
sebelum dikenakan BPHTB.
Contoh kasus:
Luas = 1.000m2
NJOP = 1.000.000/meter
PPh = 5 % x NPOP
8
Pertama, setelah wajib pajak menyerahkan bukti BPHTB, Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT)/notaris dapat menandatangani akta pemindahan tanah dan
bangunan.
Kedua, kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara dan kepala
yang membidangi pertanahan juga hanya dapat menandatangani risalah lelang
perolehan hak tersebut setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.
Ketiga, pembuatan akta atau risalah lelang akan dilaporkan kepada kepala
daerah paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya.
Adapun risalah lelang adalah kutipan risalah lelang yang ditandatangani oleh
kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara.
Sanksi Pelanggaran
Sesuai dengan Pasal 93 ayat (1) sampai dengan ayat (3) UU PDRD, apabila
terdapat PPAT/notaris dan kepala kantor tersebut terbukti melanggar ketentuan BPHTB
maka dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp7.500.000 untuk setiap pelanggaran.
Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara juga akan dikenakan denda
sebesar Rp250.000 untuk setiap laporan.
Pasal 85 ayat (1) UU 28/2009 menyebut objek BPHTB adalah perolehan tanah
atau bangunan. Perolehan tersebut diantaranya dapat berasal dari pemindahan hak
karena terjadi jual-beli, penunjukan pembeli dalam lelang, peleburan usaha, pemekaran
usaha, dan hadiah. Lebih rinci apa saja yang dikenakan BPHTB sebagai berikut:
1. Jual beli.
2. Pertukaran.
3. Hibah.
9
4. Waris.
5. Hibah wasiat.
14. Hadiah.
Adapun jenis hak dasar yang menjadi objek BPHTB meliputi hak milik, hak guna
usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak
pengelolaan. Meski memiliki cakupan objek pajak luas, tidak semua perolehan tanah
dan bangunan dikenai BPHTB.
Ada 6 pihak yang atas perolehan hak tanah atau bangunannya tidak dikenakan
BPHTB. Keenam pihak yang tidak dikenakan BPHTP tersebut adalah:
10
2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintah atau pelaksanaan pembangunan guna
kepentingan umum.
4. Seorang individu atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan
tidak adanya perubahan nama.
11
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berikut dapat di ambil kesimpulan bahwa prosedur pembayaran Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan di Kantor Pertanahan Kota Sukabumi berjalan berdasarkan
uraian yang telah di jelaskan di bab sebelumnya. Pemungutan BPHTB diawali dengan
Peraturan Daerah (Perda). Oleh karena itu, salah satu indikator yang dapat digunakan
untuk melihat kesiapan daerah memungut BPHTB adalah perkembangan penerbitan
BPHTB oleh Kabupaten/Kota dari waktu ke waktu. Adapun tujuan pengalihan BPHTB
menjadi pajak daerah sesuai dengan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
adalah:
Berdasarkan uraian di atas maka dapat secara jelas bahwa prosedur pembayaran bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan ( BPHTB ) kususnya di kota sukabumi masih
belum optimal secara 100%, namun ketika kita mengkaji lebih dalam seputar pembayaran
dari BPHTB itu sendiri mungkin kita akan melihat kemajuan dari salah satu pajak daerah
walaupun masih banyak Wajib Pajak yang belum sadar.
12
dan dalam rangka memantapkan otonomi daerah. Dari masalah yang ada bisa di tarik
kesimpulan terhadap prosedur pembayaran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
lebih meningkat lagi dan menumbuhkan kesadaran bagi Wajib Pajak untuk selalu taat
terhadap kewajibannya.
13
DAFTAR PUSTAKA
AF,Djonifar,2000,PenundaanPajakPenghasilandanPenguranganBPHTB,
BhumibhaktiNo.20/2000.
AlRashid,Harun,1987,SekilasTentangJualBeliTanah.
Anonim,1996,PedomanPenulisanSkripsiSekolahTinggiPertanahanNasional.
Anonim,Undang-UndangNo.5Tahun1960tentangPeraturanDasarPokok-pokok agraria
Anonim,UndangUndangNo.21Tahun1997tentangBeaPerolehanHakAtasTanahdan
Bangunan
14