Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) dan BPHTB

Disusun guna memenuhi nilai tugas mata kuliah Pajak dan Zakat

Dosen Pengampu:

Andriati Aziizah Syafitri S.Pd. M.Ak

Disusun oleh :

Arinie Salsabiela Sufi (21612061019)

Sukma Nur Avivah (21612061005)

Ricky Effendy (21612061008)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS RADEN RAHMAT MALANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat, karunia, serta
hidayah-Nya lah, kami dapat menyelesaikan makalah tentang “PBB (Pajak Bumi dan
Bangunan) dan BPHTB” sebagai salah satu tugas mata kuliah Pajak dan Zakat. Ucapan
terima kasih kami haturkan kepada :

1. Ibu Andriati Aziizah Syafitri S.Pd., M.Ak selaku dosen pengampu mata kuliah
Pajak dan Zakat.
2. Serta teman-teman kelompok 5 yang bekerja sama dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna,
baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Maka itu kami
mengharapkan bimbingan, kritik, dan saran dari dosen pengampu mata kuliah guna
menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan
datang.

Semoga makalah ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk


pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Malang, 25 September 2023

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2

1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2

BAB 2 PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

2.1 Pengertian PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) ................................................ 3

2.2 Subjek dan Objek dalam PBB......................................................................... 4

2.3 Cara perhitungan dalam PBB.......................................................................... 4

2.4 Pengertian BPHTB.......................................................................................... 6

2.5 Syarat BPHTB ................................................................................................ 6

2.6 Ketentuan BPHTB .......................................................................................... 8

BAB 3 PENUTUP ................................................................................................ 12

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 14

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak menurut pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan
terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang, dengan tidak mendapat timbal balik
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Mengisyaratkan bahwa diperlukan adanya pembaruan perpajakan
guna meningkatkan kemampuan negara dan masyarakat untuk membiayai pembangunan
yang berasal dari sumber-sumber dalam negeri, karena semakin meningkatnya penerimaan
yang bersumber dari dalam negeri akan semakin meningkat pula kemandirian dalam
pembiayaan pelaksanaan pembangunan.
Pajak merupakan salah satu yang paling penting dalam menentukan pendapatan suatu
negara. Mengingat peranan pajak yang sangat penting bagi suatu negara maka pemerintah
mewajibkan bahwa setiap orang dikenal pajak, sehingga terdapat peraturan yang telah
ditetapkan pemerintah tentang pajak. Pajak bumi dan bangunan dikenakan atas bumi atau
bangunan. Subjek pajak dalam pajak bumi dan bangunan adalah orang atau badan yang
secara nyata mempunyai suatu bumi dan memperoleh manfaat atas bumi, memiliki atau
menguasai manfaat atas bangunan. Dengan demikian, subjek pajak tersebut menjadi wajib
pajak bumi dan bangunan.
Pajak bumi dan bangunan adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena
adanya keuntungan atau kedudukan ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang
mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya. Pembayaran PBB
ini sebenarnya wajib bagi masyarakat yang memanfaatkan dan menggunakan lahan di
bumi dan bangunan, dimana besarnya pembayaran akan tergantung kepada berapa banyak
aset yang dimiliki serta berapa besar objek yang tidak kena pajak didaerah masing-masing.
Ketentuan mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) diatur dalam
UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana
terakhir diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)?
2. Apa subjek dan objek dalam PBB?
3. Bagaimana cara perhitungan dalam PBB?
4. Apa yang dimaksud BPHTB?
5. Apa saja syarat BPHTB?
6. Apa saja ketentuan BPHTB?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian PBB (Pajak Bumi dan Bangunan).
2. Mengetahui subjek dan objek dalam PBB.
3. Mengetahui cara perhitungan dalam PBB.
4. Mengetahui pengertian BPHTB.
5. Mengetahui syarat-syarat BPHTB.
6. Mengetahui ketentuan-ketentuan BPHTB.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)


Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan pada seseorang atau
badan yang memiliki, menguasai, atau memperoleh manfaat bangunan dan mempunyai
manfaat atas permukaan bumi. Pajak bumi dan bangunan adalah pajak yang bersifat
kebendaan dan besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah
dan bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besar pajak.
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah surat yang digunakan oleh wajib
pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketentuan undang – undang PBB. Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat yang digunakan oleh Direktorat
Jendral Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak yang terutang kepada wajib pajak.
Dasar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) diatur dalam Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
Perubahan ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan, kesederhanaan, kepastian,
serta menghindari pajak ganda. Untuk memberikan kenyamanan bagi para wajib pajak,
tercantum dalam asas pajak bumi dan bangunan. Menurut Mardiasmo pengenaan pajak
bumi dan bangunan diatur dalam beberapa asas yang meliputi antara lain :
1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan.
2. Adanya kepastian.
3. Mudah dimengerti dan adil.
4. Menghindari pajak yang berganda.
Asas pajak bumi dan bangunan dapat memberikan kemudahan, kepastian, mudah
dimengerti, adil dan menghindari pajak yang berganda bagi wajib pajak. Sebelum
menentukan dasar pengenaan dan menghitung besarnya pajak bumi dan bangunan perlu
dipahami terlebih dahulu unsur – unsur didalamnya.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa pajak bumi bangunan adalah
pajak yang dikenakan atas bumi dan bangunan, besarnya pajak ditentukan oleh keadaan
objek yaitu bumi/tanah/bangunan. Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah nilai jual
objek pajak (NJOP). Ditentukan berdasarkan harga pasar perwilayah dan ditetapkan setiap
tahun oleh mentri keuangan.

3
2.2 Subjek dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan

A. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak bumi dan bangunan dikenakan atas bumi atau bangunan. Subjek pajak bumi dan
bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu bumi, dan
memperoleh manfaat atas bumi, dan menguasai atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Dengan demikian, subjek pajak tersebut menjadi wajib pajak bumi dan bangunan. Jika
subjek pajak dalam waktu yang lama berada diluar wilayah letak objek pajak sedangkan
peralatannya dikuasakan kepada orang atau badan, orang atau badan yang diberi kuasa
dapat ditunjuk sebagai wajib pajak oleh direktur jenderal pajak. Namun penunjukan
tersebut bukan merupakan bukti kepemilikan.
Subjek pajak yang ditetapkan seperti pada contoh diatas dapat memberikan keterangan
secara tertulis kepada direktur jenderal pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek
pajak yang dimaksud. Apabila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak disetujui, maka
direktur jenderal pajak membatalkan sebagai wajib pajak dalam jangka waktu satu bulan
sejak diterimanya surat keterangan tersebut.
B. Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pajak bumi dan bangunan dikenakan
atas bumi dan bangunan, otomatis yang menjadi objek pajaknya adalah bumi dan
bangunan.
Yang menjadi objek pajak adalah :
• Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
• Bangunan adalah kontruksi teknik yang ditanam dan dilekatkan secara tetap pada tanah
atau perairan.
2.3 Cara Perhitungan dalam PBB.

Yang menjadi dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang
mempunyai pengertian sebagai berikut : harga rata – rata yang diperoleh dari transaksi jual
beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP
ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan
baru, atau nilai jual objek pajak pengganti.

NJOP ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali daerah tertentu
setiap tahun sesuai dengan perkembangan dan ekonomi setempat, NJOP dikelompokkan

4
kedalam klas-klas yang disebut dengan klasifikasi NJOP baik untuk bumi maupun
bangunan.

Yang menjadi dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yaitu suatu
nilai jual dari objek pajak yang telah dikurangi dengan nilai jual tidak kena pajak. Besarnya
persentase NJKP adalah sebagai berikut:

a. Objek pajak perkebunan adalah 40%.


b. Objek pajak kehutanan adalah 40%.
c. Objek pajak pertambangan adalah 40%.
d. Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan).
e. Apabila NJOP nya > Rp 1.000.000.000,00 adalah 40%.
f. Apabila NJOP nya < Rp 1.000.000.000,00 adalah 20%.

NJOPTKP (Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak) adalah batas NJOP atas bumi dan bangunan
yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah kabupaten/kota adalah
maksimal Rp 12.000.000 dan minimal Rp 10.000.000.

Besarnya PBB adalah 0,5%

Rumus perhitungan PBB = Tarif x NJKP

NJOP = (NJOP Bumi = luas tanah x nilai tanah) + (NJOP bangunan = luas bangunan x nilai
bangunan)

NJKP = % NJOP – NJOPTKP

a) Jika NJKP = 40% x (NJOP – NJOPTKP)


maka besarnya PBB = 0,5% x 40% x (NJOP – NJOPTKP)
= 0,2% x (NJOP – NJOPTKP)
b) Jika NJKP = 20% x (NJOP – NJOPTKP)
maka besarnya PBB = 0,5% x 20% x (NJOP – NJOPTKP)
= 0,1% x (NJOP – NJOPTKP)

5
2.4 Pengertian BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan)

BPHTB adalah pungutan atas perolehan tanah bangunan. Pungutan ini ditanggung
oleh pembeli dan mirip dengan Pajak Penghasilan (PPh) bagi penjual. Dengan begitu,
pihak penjual dan pembeli sama-sama memiliki tanggung jawab untuk membayar
pajak.

Tarif BPHTB dan Subjek yang Dikenakan

Awalnya, BPHTB dipungut oleh pemerintah pusat, namun setelah terbit


Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
BPHTB dialihkan menjadi salah satu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah
kabupaten/kota. BPTHB dikenakan kepada seorang individu atau badan karena mereka
mendapatkan tanah atau bangunan secara hukum. BPHTB ini termasuk bea bukan
pajak. Mengapa demikian? Sebab pajak itu berbeda.

Perbedaan Bea dan Pajak

Perbedaan pertama, pembayaran pajak terjadi lebih dahulu daripada saat


terutang. Contohnya, seorang pembeli tanah bersertifikat harus membayar BPHTB
sebelum dilakukan transaksi atau sebelum akta dibuat dan ditandatangani. Hal ini
terjadi juga dalam bea materai. Siapapun pihak yang membeli meterai, berarti ia sudah
membayar bea materai, walaupun belum terjadi saat terutang pajak.

Perbedaan kedua, frekuensi pembayaran bea terutang dapat dilakukan secara


atau berkali-kali dan tidak terikat oleh waktu. Misalnya, membeli atau membayar
materai dapat dilakukan kapan saja. Demikian pula dengan membayar BPHTB
terutang. Hal ini tentunya berbeda dengan pajak, yang harus dibayar sesuai dengan
waktu yang sudah ditentukan.

2.5 Syarat BPHTB

Ketika seseorang melakukan jual-beli tanah atau tanah berikut


bangunannya, maka berikut persyaratan BPHTB yang harus dipenuhi;

6
1. Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB.

2. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB untuk tahun yang
bersangkutan.

3. Fotokopi KTP wajib pajak.

4. Fotokopi Surat Tanda Terima Setoran (STTS)/struk ATM bukti pembayaran PBB
(Pajak Bumi dan Bangunan) untuk 5 tahun terakhir.

5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah seperti sertifikat, akta jual beli, letter C atau girik.

Apabila Anda mendapatkan tanah atau rumah untuk hibah, waris, atau jual-beli waris,
maka syarat BPHTB sebagai berikut:

1. SSPD BPHTB.
2. Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan.
3. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) wajib pajak.
4. Fotokopi STTS/struk ATM (Anjungan Tunai Mandiri) bukti pembayaran tarif PBB
untuk 5 tahun terakhir.
5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah, seperti sertifikat, akta jual beli, letter C, atau girik.
6. Fotokopi Surat Keterangan Waris atau Akta Hibah.
7. Fotokopi Kartu Keluarga (KK).

Cara menghitung BPHTB


Rumus dalam menghitung BPHTB adalah Tarif Pajak 5% x Dasar Pengenaan Pajak
(NPOP – NPOPTKP). Besarnya NPOPTKP di masing-masing wilayah berbeda-beda,
Namun berdasarkan Undang-Undang No. 28 tahun 2009 pasal 87 ayat 4 ditetapkan
besaran paling rendah sebesar Rp 60 juta untuk setiap wajib pajak.

Akan tetapi, apabila perolehan hak berasal dari waris atau hibah wasiat yang
diterima orang pribadi yang masih memiliki hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat ke bawah, termasuk istri, maka NPOPTKP ditetapkan
paling rendah senilai Rp300 juta.

7
Besaran pokok pajak BPHTB yang terutang dihitung dengan mengalikan
dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek
Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP merupakan nilai pengurangan NPOP
sebelum dikenakan BPHTB.

Contoh kasus:

Diperjual-belikan sebidang tanah kosong di Jakarta sebagai berikut:

Luas = 1.000m2

NJOP = 1.000.000/meter

NJOPTKP adalah Rp80.000.000 (DKI Jakarta)

Harga kesepakatan antara penjual dan pembeli adalah Rp2.000.000/meter

Maka nilai NPOP (Nilai Transaksi) = 1.000 x 2.000.000 = Rp2.000.000.000

Besarnya PPh dan BPHTB adalah sebagai berikut:

PPh = 5 % x NPOP

Besarnya PPh = 5 % x Rp2.000.000.000 = Rp100.000.000

BPHTB = 5 % x (NPOP – NPOPTKP)

Besarnya BPHTB = 5 % x (Rp2.000.000.000 – Rp80.000.000) = Rp96.000.000

2.6 Ketentuan BPHTB

Untuk memenuhi unsur legalitas, proses pemindahtanganan tanah atau bangunan


dibantu oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT)/notaris. Ada beberapa ketentuan yang
perlu diperhatikan dalam memperoleh hak tersebut secara legal sebagaimana diatur
dalam Pasal 91 dan Pasal 92 UU PDRD.

8
Pertama, setelah wajib pajak menyerahkan bukti BPHTB, Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT)/notaris dapat menandatangani akta pemindahan tanah dan
bangunan.

Kedua, kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara dan kepala
yang membidangi pertanahan juga hanya dapat menandatangani risalah lelang
perolehan hak tersebut setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.

Ketiga, pembuatan akta atau risalah lelang akan dilaporkan kepada kepala
daerah paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya.

Adapun risalah lelang adalah kutipan risalah lelang yang ditandatangani oleh
kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara.

Sanksi Pelanggaran

Sesuai dengan Pasal 93 ayat (1) sampai dengan ayat (3) UU PDRD, apabila
terdapat PPAT/notaris dan kepala kantor tersebut terbukti melanggar ketentuan BPHTB
maka dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp7.500.000 untuk setiap pelanggaran.
Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara juga akan dikenakan denda
sebesar Rp250.000 untuk setiap laporan.

Objek yang Dikenakan Tarif BPHTB

Pasal 85 ayat (1) UU 28/2009 menyebut objek BPHTB adalah perolehan tanah
atau bangunan. Perolehan tersebut diantaranya dapat berasal dari pemindahan hak
karena terjadi jual-beli, penunjukan pembeli dalam lelang, peleburan usaha, pemekaran
usaha, dan hadiah. Lebih rinci apa saja yang dikenakan BPHTB sebagai berikut:

1. Jual beli.

2. Pertukaran.

3. Hibah.

9
4. Waris.

5. Hibah wasiat.

6. Pemasukan dalam perseroan maupun badan hukum lain.

7. Penunjukan pembeli saat lelang.

8. Pemisahan hak yang menyebabkan peralihan.

9. Terkait pelaksanaan putusan hakim dengan kekuatan hukum tetap.

10. Peleburan usaha atau merger.

11. Penggabungan usaha.

12. Pemekaran usaha.

13. Hasil lelang dengan non-eksekusi.

14. Hadiah.

Adapun jenis hak dasar yang menjadi objek BPHTB meliputi hak milik, hak guna
usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak
pengelolaan. Meski memiliki cakupan objek pajak luas, tidak semua perolehan tanah
dan bangunan dikenai BPHTB.

Objek yang Tidak Dikenakan BPHTB

Ada 6 pihak yang atas perolehan hak tanah atau bangunannya tidak dikenakan
BPHTB. Keenam pihak yang tidak dikenakan BPHTP tersebut adalah:

1. Perwakilan, konsulat berdasar perlakuan timbal balik.

10
2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintah atau pelaksanaan pembangunan guna
kepentingan umum.

3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan Menteri Keuangan.

4. Seorang individu atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan
tidak adanya perubahan nama.

5. Wakaf atau warisan.

6. Digunakan kepentingan ibadah.

11
BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Berikut dapat di ambil kesimpulan bahwa prosedur pembayaran Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan di Kantor Pertanahan Kota Sukabumi berjalan berdasarkan
uraian yang telah di jelaskan di bab sebelumnya. Pemungutan BPHTB diawali dengan
Peraturan Daerah (Perda). Oleh karena itu, salah satu indikator yang dapat digunakan
untuk melihat kesiapan daerah memungut BPHTB adalah perkembangan penerbitan
BPHTB oleh Kabupaten/Kota dari waktu ke waktu. Adapun tujuan pengalihan BPHTB
menjadi pajak daerah sesuai dengan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
adalah:

a) Meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah.


b) Memberikan peluang baru kepada daerah untuk mengenakan pungutan baru
(menambah jenis daerah dan retribusi daerah).
c) Memberikan kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi dengan
memperluas basis pajak daerah.
d) Memberikan kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif pajak daerah.
e) Menyerahkan fungsi pajak sebagai instrument penganggaran dan pengaturan pada
daerah.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat secara jelas bahwa prosedur pembayaran bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan ( BPHTB ) kususnya di kota sukabumi masih
belum optimal secara 100%, namun ketika kita mengkaji lebih dalam seputar pembayaran
dari BPHTB itu sendiri mungkin kita akan melihat kemajuan dari salah satu pajak daerah
walaupun masih banyak Wajib Pajak yang belum sadar.

Pemenuhan kewajiban BPHTB adalah berdasarkan Selft Assesment, yaitu wajib


pajak menghitung dan membayar sendiri utang pajaknya. Hasil penerimaan BPHTB
merupakan penerimaan negara yang sebagian besar diserahkan kepada Pemerintah
Daerah, untuk meningkatkan pendapatan daerah guna membiayai pembangunan daerah

12
dan dalam rangka memantapkan otonomi daerah. Dari masalah yang ada bisa di tarik
kesimpulan terhadap prosedur pembayaran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
lebih meningkat lagi dan menumbuhkan kesadaran bagi Wajib Pajak untuk selalu taat
terhadap kewajibannya.

13
DAFTAR PUSTAKA

AF,Djonifar,2000,PenundaanPajakPenghasilandanPenguranganBPHTB,
BhumibhaktiNo.20/2000.

AlRashid,Harun,1987,SekilasTentangJualBeliTanah.

Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Terbaru 2018, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2009)

Anonim,1996,PedomanPenulisanSkripsiSekolahTinggiPertanahanNasional.

Anonim,Undang-UndangNo.5Tahun1960tentangPeraturanDasarPokok-pokok agraria

Anonim,UndangUndangNo.21Tahun1997tentangBeaPerolehanHakAtasTanahdan
Bangunan

14

Anda mungkin juga menyukai