Anda di halaman 1dari 13

Tugas Kelompok

“Pajak Bumi dan Bangunan”

Disusun oleh :

Nama Anggota :

1. Aghniya Rizqa Azka Widadi ( 01031381823186 )

2. Indah Sahira Rahmiyati ( 01031281823078 )

3. Monica Ratu Leo ( 01031381823168 )

4. Thessalonica Octaviani ( 01031381823141 )

Mata Kuliah : Perpajakan I (Kelas A)

Fakultas / Jurusan : Ekonomi / Akuntansi (S1)

Dosen Pengampu : Ermadiani, SE, MM. Ak

Tahun Ajaran 2019/2020


Universitas Sriwijaya
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur mari kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya kepada kami, sehingga kami bisa menyusun makalah ini dengan judul
”pajak bumi dan bangunan”.
Namun demikian, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari semua pihak demi
penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, bersama ini penulis
mempersembahkan makalah dengan judul ” Pajak Bumi Bangunan” kehadapan para pembaca
sekalian.

Palembang, Oktober 2019


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan
terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah
"kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
Mengisyaratkan bahwa diperlukan adanya pembaruan sistem perpajakan
guna meningkatkan kemampuan negara dan masyarakat untuk membiayai pembangunan yang
berasal dari sumber-sumber dalam negeri, karena semakin meningkatnya penerimaan yang
bersumber dari dalam negeri akan semakin meningkat pula kemandirian dalam pembiayaan
pelaksanaan pembangunan.
Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan
karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau
badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya. Dasar
pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP ditentukan berdasarkan
harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun oleh menteri keuangan.
1.2 Ruang Lingkup Masalah
Pada umumnya permasalahan ini tidak jauh dari kehidupan di sekitar kita. Banyak wajib
pajak yang tidak menjalankan kewajibannya untuk membayar pajak, karena ada sesuatu yang
membuat mereka tidak melaksanakan kewajibannya itu. Ada beberapa hal yang tidak
memungkinkan wajib pajak untuk membayar pajak yaitu objek pajak yang di miliki wajib pajak salah
satunya adalah tertimpa musibah. Tetapi juga wajib pajak sengaja lalai dengan kewajiban sebagai
wajib pajak.
1.3 Maksud dan Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah membantu para pembaca untuk mengetahui lebih
dalam lagi tentang pajak bumi dan bangunan, sehingga para pembaca tidak hanya membaca saja
tetapi berharap untuk lebih mengetahui lagi apa itu yang dimaksud dengan pajak bumi dan
bangunan, dan apa saja aturan-aturan atau kewajiban-kewajiban yang ada di pajak bumi dan
bangunan. Dan penulisan makalah ini untuk melengkapi tugas dalam mata kuliah perpajakan I
dengan Dosen Pengampu yaitu ibu Ermadiani, SE, MM, Ak.
BAB II
PEMBAHASAN

Pajak Bumi dan Bangunan


2.1 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi dan
bangunan (berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 28 Tahun 2009). PBB
merupakan pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan
oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang
membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan
karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang
atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya.
Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP ditentukan
berdasarkan harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun oleh menteri keuangan.
2.2 Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan
1. UU No. 12 Tahun 1985 diperbaharui melalui Undang-Undang No. 12 tahun 1994
tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Terakhir diperbaharui melalui Undang-Undang
No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2. KMK No.201/KMK.04/2000 tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak
Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.
3. KMK No. 523/KMK.04/1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual
Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.
4. KMK No. 1004/KMK.04/1985 tentang Penentuan Badan atau Perwakilan Organisasi
Internasional yang Menggunakan Objek Pajak Bumi dan Bangunan Yang Tidak
Dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.
5. Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-251/PJ./2000 tentang Tata Cara Penetapan Besarnya
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan
Bangunan.
6. Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-16/PJ.6/1998 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan.Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-43/PJ.6/2003 Tentang Penyesuaian
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) PBB dan Perubahan Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) BPHTB Untuk Tahun Pajak 2004.
7. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-57/PJ.6/1994 tentang Penegasan dan
Penjelasan Pembebasan PBB atas Fasilitas Umum dan Sarana Sosial Untuk Kawasan
Industri dan Real Estate.
2.3 Istilah Penting Dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan
A. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya;
B. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada
tanah dan/atau perairan;
C. Nilai Jual Obyek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang
terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Obyek
Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai
perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti;
D. Surat Pemberitahuan Obyek Pajak adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk
melaporkan data obyek pajak menurut ketentuan undang-undang ini;
E. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang adalah surat yang digunakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terhutang kepada wajib pajak.
2.4 Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Bumi dan atau bangunan kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan (pasal 77 ayat 1).
Klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai
jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan penghitungan pajak
terhutang.
1) Dalam menentukan klasifikasi bumi atau tanah diperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut :
1. Letak.
2. Peruntukan.
3. Pemanfaatan.
4. Kondisi Lingkungan, dan lain-lain.
2) Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor sebagai
berikut :
1. Bahan yang digunakan.
2. Rekayasa.
3. Letak.
4. Kondisi Lingkungan, dan lain-lain.
2.5 Pengertian Bumi dan Bangunan
1. Bumi adalah permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada
dibawahnya. Contohnya : sawah, ladang, kebun, tanah, perkarangan, dan tambang.
2. Bangunan adalah kontruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada
tanah atau perairan di wilayah Republik Indonesia. Contohnya : rumah tempat tinggal,
bangunan, gedung, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, pusat
perbelanjaan, pagar mewah, tempat olah raga, galangan kapal, dermaga, dan taman
mewah.
2.6 Kriteria Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan
1. Digunakan untuk melayani kepentingan umum yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan.
2. Digunakan untuk pemakaman, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
3. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu
hak.
4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsultan berdasarkan asas perlakuan timbal
balik.
5. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh
menteri keuangan.

2.7 Subjek Pajak Bumi dan Bangunan


Menurut pasal 78 ayat 1 dan 2, subjek PBB adalah orang pribadi atau badan yang secara
nyata :
1. Mempunyai suatu hak atas bumi.
2. Memperoleh manfaat atas bumi.
3. Memiliki bangunan.
4. Menguasai bangunan.
5. Memanfaatkan atas bangunan.
Catatan :
1. Sedangkan wajib pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan kewajiban untuk
membayar pajak. Jika dari suatu obyek pajak baik berupa tanah atau bangunan,
belum diketahui dengan pasti siapa yang harus membayar pajaknya, umpama
karena yang mempunyai hak atau pemiliknya tidak diketahui tetapi ada orang lain
yang memperoleh manfaat dari obyek itu. Maka direktur jenderal pajak oleh
undang-undang diberi wewenang untuk menunjuk dan menetapkan subyak pajak,
seperti dimaksudkan dalam (pasal 4 ayat 1) UU PBB sebagai wajib pajak. Namun
apabila subyak pajak yang oleh direktur pajak ditetapkan sebagai wajib pajak, dan ia
merasa bahwa hal ini tidak tepat, dapat mengajukan keberatan dengan memberi
keterangan secara tertulis, bahwa ia bukan wajib pajak dari obyek yang
bersangkutan, maka ia akan membatalkan penetapan orang itu sebagai wajib pajak
dalam jangka waktu satu bulan, terhitung sejak diterimanya surat keterangan yang
dimaksudkan (pasal 4 ayat 5). Tetapi apabila keterangan tersebut tidak disetujui oleh
direktur jenderal pajak maka ia akan mengeluarkan surat keputusan penolakan
dengan disertai alasan-alasannya (pasal 4 ayat 6). Apabila direktur jenderal pajak,
dalam jangka waktu satu bulan tidak memberi keputusan maka surat keterangan
yang diajukan itu dianggap disetujui (pasal 4 ayat 7).
2. Jika subjek pajak dalam waktu yang lama berada diluar wilayah letak objek pajak
sedangkan peralatannya diserahkan kepada orang atau badan, orang atau badan
yng diberi kuasa dapat ditunjuk sebagi wajib pajak oleh direktur jenderal pajak.
Namun penunjukan tersebut bukan merupakan bukti kepemilikan. Subjek pajak yag
ditetapkan seperti pada contoh diatas dapat memberikan keterangan secara tertulis
kepada direktur jenderal pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak
yang dimaksud. Apabila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak disetujui, maka
direktur jenderal pajak membatalkan sebagai wajib pajak dalam jangka waktu satu
bulan sejak diterimanya surat keterangan tersebut.
2.8 Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan
1. Adanya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Adalah harga rata-rata yang diperoleh dari
transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual
beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau
niali perolehan baru atau nilai objek pajak pengganti.
2. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap 3 tahun sekali,
kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun dengan perkembangan
daerahnya.
3. Dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan serendah-
rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Kena Pajak.
4. Besarnya persentase Nilai jual Kena Pajak ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
2.9 Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan atau bangunan yang tidak kena pajak.
Besarnya NJOPTKP berdasarkan KMK RI Nomor 201/KMK.04/2000 Pasal 2 adalah setinggi-
tingginya Rp 12.000.000, sedangkan berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 77 ayat (4)
besarnya NJOPTKP ditentukan paling rendah adalah Rp 10.000.000 dan penetapannya
dilakukan oleh masing-masing Kepala Daerah dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Setiap wajib pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam
satu tahun pajak.
2. Apabila wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, maka yang mendapat
pengurangan NJOPTKP hanya satu objek pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa
digabungkan objek pajak lainnya.
2.10 Tarif Pajak Bumi dan Bangunan
Tarif pajak yang dikenakan atas obyek pajak adalah sebesar 0,5% dan jenis tarif ini
disebut sebagai Tarif tunggal yang berlaku terhadap obyek pajak jenis apapun di seluruh
wilayah Indonesia. Tarif efektif Pajak Bumi dan Bangunan adalah 0,1% untuk objek yang Nilai
Jual Objek Pajak (NJOP) kurang dari 1 milyar dan 0,2% untuk objek yang Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) sama dan di atas 1 milyar.
Pada pasal 19 UU PBB ditentukan bahwa menteri keuangan dapat memberikan
pajak yang terutang:
a. Karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subyek pajak
atau karena sebab-sebab tertentu lainnya.
b. Dalam hal obyek pajak terkena bencana alam atau sebab yang lainnya.
Maksud dari kondisi tertentu obyek pajak yang ada hubungannya dengan subyek
pajak dan sebab-sebab tertentu lainnya yaitu berupa lahan pertanian yang sangat terbatas,
bangunan yang ditempati sendiri (yang tidak mengeluarkan hasil) yang dimiliki oleh
golongan wajib pajak. Adapun yang dimaksud dengan bencana alam antara lain: gempa
bumi, banjir, tanah longsor, dan yang dimaksud dengan sebab lain yang luar biasa adalah
seperti kebakaran, kekeringan, wabah penyakit tanaman, hama tanaman dan lain-lain.
 Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP),
Sedangkan untuk menghitung NJKP dihitung berdasarkan persentase dari Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP). Sedangkan untuk menghitung NJOP adalah NJOP Bumi
ditambah dengan NJOP Bangunan dikurangi dengan Nilai Jual Objek Pajak Tidak
Kena Pajak (NJOPTKP).
 Persentase untuk menghitung NJKP berdasarkan PP No. 25 Tahun 2002, adalah
sebagai berikut :
1. Objek Pajak Perkebunan adalah 40%
2. Objek Pajak Kehutanan adalah 40%
3. Objek Pajak Pertambangan adalah 40%
4. Objek pajak lainnya (perdesaan dan perkotaan)

 Apabila Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)-nya Rp. 1.000.000.000,00 ke atas adalah 40%
 Apabila Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)-nya kurang dari Rp. 1.000.000.000,00 adalah
20%
 Sedangkan untuk NJOPTKP berdasarkan Surat Edaran No. 43/PJ.6/2003 memutuskan
bahwa NJOPTKP untuk setiap daerah berbeda.
2.11 Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
Saat ini hasil penerimaan PBB 100% diterima dan diatur oleh pemerintah daerah
sehingga tidak ada lagi pembagian bagian dengan pemerintah pusat, provinsi, dan pihak
lainnya seperti sebelumnya.
Kelas Pengelompokan Nilai Jual Bangunan (Rp/m2) Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Bangunan (Rp/m2)
001 > 14.700.000 s/d 15.800.000 15.250.000
002 > 13.600.000 s/d 14.700.000 14.150.000
003 > 12.550.000 s/d 13.600.000 13.075.000
004 > 11.550.000 s/d 12.550.000 12.050.000
005 > 10.600.000 s/d 11.550.000 11.075.000
006 > 9.700.000 s/d 10.600.000 10.150.000
007 > 8.850.000 s/d 9.700.000 9.275.000
008 > 8.050.000 s/d 8.850.000 8.450.000
009 > 7.300.000 s/d 8.050.000 7.675.000
010 > 6.600.000 s/d 7.300.000 6.950.000
011 > 5.850.000 s/d 6.600.000 6.225.000
012 > 5.150.000 s/d 5.850.000 5.500.000
013 > 4.500.000 s/d 5.150.000 4.825.000
014 > 3.900.000 s/d 4.500.000 4.200.000
015 > 3.350.000 s/d 3.900.000 3.625.000
016 > 2.850.000 s/d 3.350.000 3.100.000
017 > 2.400.000 s/d 2.850.000 2.625.000
018 > 2.000.000 s/d 2.400.000 2.200.000
019 > 1.666.000 s/d 2.000.000 1.833.000
020 > 1.366.000 s/d 1.666.000 1.516.000
021 > 1.034.000 s/d 1.366.000 1.200.000
022 > 902.000 s/d 1.034.000 968.000
023 > 744.000 s/d 902.000 823.000
024 > 656.000 s/d 744.000 700.000
025 > 534.000 s/d 656.000 595.000
026 > 476.000 s/d 534.000 505.000
027 > 382.000 s/d 476.000 429.000
028 > 348.000 s/d 382.000 365.000
029 > 272.000 s/d 348.000 310.000
030 > 256.000 s/d 272.000 264.000
031 > 194.000 s/d 256.000 225.000
032 > 188.000 s/d 194.000 191.000
033 > 136.000 s/d 188.000 162.000
034 > 128.000 s/d 136.000 132.000
035 > 104.000 s/d 128.000 116.000
036 > 92.000 s/d 104.000 98.000
037 > 74.000 s/d 92.000 83.000
038 > 68.000 s/d 74.000 71.000
039 > 52.000 s/d 68.000 60.000
040 < 52.000 50.000
2.12 Cara Mendaftarkan Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama, Kantor Pelayanan PBB (KP PBB), Kantor Pelayanan
Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan
Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan
menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di KPP
Pratama, KP PBB, KP2KP atau KP4 setempat. Pendaftaran objek PBB juga melampirkan bukti
pendukung, seperti:
1. Sket/denah objek pajak.
2. Foto copy KTP dan NPWP.
3. Foto copy sertifikat tanah.
4. Foto copy akte jual beli.
5. Bukti pendukung lainnya.
2.13 Tempat Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat
Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari Kantor Pelayanan PBB atau
disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat
pembayaran yang telah ditunjuk. Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) saat ini dapat
dilakukan melalui :
1. Bank atau Kantor Pos dan Giro Tempat pembayaran yang tercantum dalam SPPT.
2. Petugas Pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi.
3. Fasilitas elektronik yang disediakan oleh Bank, seperti : Mesin ATM, SMS Banking,
Phone Banking, Internet Banking.
Resi atau struk ATM, Print out internet banking ataupun bukti pembayaran (melalui
teller) diperlakukan sebagai pengganti Surat Tanda Terima Setoran (STTS). Apabila tanda
terima pembayaran tersebut rusak atau hilang, Wajib Pajak dapat meminta surat keterangan
lunas ke KPPBB/KPP Pratama.

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan


2.1.1 Pengertian
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah bumi dan/atau
bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan,
kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan
pertambangan.
2.1.2 Dasar Hukum :
 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
 Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan
2.1.3 Objek Pajak dan Tidak Termasuk Objek Pajak
1. Objek Pajak
Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah bumi dan/atau
bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan,
kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan
pertambangan.
Termasuk dalam pengertian bangunan adalah:
1. Jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel,
pabrik, dan emplasemennya yang merupakan suatu kesatuan dengan komplek
bangunan tersebut;
2. Jalan tol;
3. Kolam renang;
4. Pagar mewah;
5. Tempat olahraga;
6. Galangan kapal, dermaga;
7. Taman mewah;
8. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan;
9. Menara
2. Tidak termasuk objek Pajak
Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan adalah objek pajak yang :
1. Digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah untuk penyelenggaraan
pemerintahan;
2. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk
mencari keuntungan, antara lain di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan
kebudayaan nasional;
3. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
4. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
negara yang belum dibebani suatu hak;
5. Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik; dan
6. Digunakan oleh badan, atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
2.1.4 Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajb Pajak.
2.1.5 Subjek Pajak dan Wajib Pajak
1. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas
Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai,
dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
2. Wajib Pajak
Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi
atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh
manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki,menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas
Bangunan.
2.1.6 Dasar Pengenaan Pajak,Tarif Pajak dan Cara Perhitungan Pajak
1. Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah
NJOP.
Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan ditetapkan sebagai berikut :
1) Untuk NJOP sampai dengan Rp.1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah)ditetapkan
sebesar 0,1 % (nol koma satu persen) pertahun
2) Untuk NJOP diatas Rp.1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah)ditetapkan sebesar 0,2 %
(nol koma dua persen) pertahun
2. Tarif Pajak
Dalam hal pemanfataan bumi dan/atau bangunan dapat menimbukan gangguan
terhadap lingkungan,maka dikenakan tambahan tarif sebesar 50 % (lima puluh persen) dari
tarif pajak bumi dan bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sehingga menjadi sebagai berikut :
1) Untuk NJOP sampai dengan Rp.1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah) ditetapkan
sebesar 0,15 % (nol koma lima belas persen) per tahun
2) Untuk NJOP diatas Rp.1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah) ditetapkan sebesar 0,3
% (nol koma tiga persen) per tahun
3. Cara Penghitungan Pajak
Besaran pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaaan dan Perkotaan yang terutang
dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak setelah dikurangi Nilai
Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak .
Pajak Bumi dan Bangunan = NJOP X Tarif Pajak

2.1.7 Saat Terutang Pajak, Penetapan Pajak dan Pemungutan Pajak


1. Saat Terutang Pajak
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang terjadi pada saat
keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari.
2. Penetapan Pajak
1. Bupati menetapkan Pajak terutang dengan menerbitkan SPPT atau
2. SKPD dikeluarkan apabila :
1) SPOP tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan
setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya
sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
2)
3) Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah
pajak yang terutang (seharusnya) lebih besar dari jumlah pajak yang
dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP) yang
disampaikan oleh Wajib Pajak.
3. Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak dilarang diborongkan. Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak
yang terutang berdasarkan SPPT atau SKPD.
2.1.8 Tata Cara Pembayaran
Bupati atau Pejabat menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran
pajak yang terutang dalam SKPD paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saat
terutangnya pajak, dan SPPT paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterima oleh Wajib
Pajak.
SPPT, SKPD, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan
Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar ditambah merupakan
dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan
sejak tanggal diterbitkan.
Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus dan lunas dengan menggunakan SSPD
di Kas Daerah melalui Bendaharawan Khusus Penerima atau di tempat lain yang ditunjuk
Bupati dan dicatat pada Buku Penerimaan.
Apabila pembayaran pajak dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, hasil
penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah paling lama 1 x 24
jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati atau Pejabat.
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan STPD jika :
1. Pajak tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
2. Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda;
3. STPD sebagaimana dimaksud mempunyai kekuatan hukum yang sama
dengan SPPT dan SKPD.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap bumi atau
bangunan berdasarkan Udang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 12 Tahun 1994.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendan dalam arti besarnya pajak terutang terutang
ditentukan oleh kedaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang
membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak. Yang menjadi objek pajak adalah bumi adalah
permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya, dll. Bangunnan adalah konstruksi tekhnik
yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah atau perairan Yang termasuk pengertian
bangunan adalah Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu komplek bangunan seperti hotel,
pabrik, dan emplampesemennya dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan komplek
bangunan tersebut, jalan tol ,kolam renang, pagar mewah.

3.2 Saran
Sebagai warga negara Indonesia wajib membayar pajak karena itu suatu kewajiban sebagai
warga negara yang cinta dengan negaranya.

Anda mungkin juga menyukai