Anda di halaman 1dari 6

- Kebijakan Sektor Industri

Kebijakan industri diartikan sebagai penggunaan kekuasaan dan sumberdaya pemerintah untuk
menjalankan suatu kebijakan untuk memenuhi kebutuhan sektor atau industri tertentu (dan,
jika diperlukan untuk perusahaan tertentu) dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas
faktor masukan adalah salah satu bentuk regulasi pemerintah untuk mencapai kebijakan
makroekonomi yang pada akhirnya diharapkan akan menghasilkan daya saing sektor industri
atau perusahaan tersebut.

Kebijakan di dalam sektor industri terdiri dari :

1.Pembangunan industri diarahkan pada industri-industri yang berbasis pertanian


dan pertambangan, dan kelautan yang mampu memberikan nilai tambah yang tinggi danmampu
bersaing dalam pasar lokal, regionalnasional, global dan mampumenghasilkan nilai tambah tinggi.

2. Pengembangan IKM dan Industri Mikro (Industri Rumah Tangga), perlu didorongdan dibina, menjadi
usaha yang makin berkembang dan maju,sehingga mampumandiri dan dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat, memperluas lapangan kerjadan kesempatan berusaha.

3. Menggalakkan iklim yang sehat dalam berusaha bagi pelaku ekonomi (koperasi,usaha negara, usaha
swasta) untuk menumbuhkan kegiatan usaha yang mampumenjadi penggerak utama pembangunan
ekonomi.

4. Meningkatkan pertumbuhan usaha kecil informal menjadi pengusaha kecil formalyang tangguh dan
mandiri melalui bantuan pembangunan infrastruktur, perijinan dan bantuan teknis.

5. Meningkatkan dan mengoptimalkan perolehan devisa ekspor produk industrikehutanan,


pertambangan, pertanian, dalam arti luas berikut industri turunannya.

Kemajuan sektor industri sebuah negara pasti diikuti dengan kebijakan industri dari Pemerintah negara
tersebut yang mendukung perkembangan sektor industri (Rodrik, 2004). Rodrik (2004) menyatakan jika
tugas dari kebijakan industri adalah untuk mendapatkan informasi dari pelaku usaha yang memiliki
eksternalitas yang signifikan, kemudian mengetahui bagaimana cara mengatasi eksternalitas tersebut
melalui implementasi kebijakan yang tepat. Implementasi tersebut ditunjukkan dengan kolaborasi yang
erat antara Pemerintah dengan pelaku industri dengan tujuan untuk mengatasi hambatan yang ada dan
bentuk intervensi yang tepat untuk mengatasi hambatan tersebut. Kebijakan industri yang dihasilkan
juga tidak boleh berfokus kepada outcome, melainkan fokus kepada proses penyelesaian hambatan
tersebut.Tujuan lain dari kebijakan industri adalah untuk mengatasi kegagalan pasar dan institusi dalam
suatu perekonomian, terutama di negara berkembang (Lall, 2003). Contoh dari kegagalan tersebut
adalah:

(1) kondisi pasar yang lemah dan tidak konsisten


(2) risiko dari technological spillovers

(3) marketing spillovers dari suatu national brand

(4) returns to scale

(5) kegagalan koordinasi

(6) strategi dalam bernegosiasi dengan negara lain (Stiglitz, 1996).

Menurut Rodrik (2004) kebijakan industri yang mampu mengatasi kegagalan tersebut secara umum
mengikuti syarat sebagai berikut:

• Insentif yang dikeluarkan oleh Pemerintah harus ditujukan kepada kegiatanbaru.

Menurut Rodrik (2004) salah satu tujuan dari kebijakan industri adalah untuk mendiversifikasi kegiatan
ekonomi suatu negara dan menciptakan suatu keunggulan komparatif baru. Oleh karena itu kebijakan
industri harus difokuskan untuk kegiatan yang menciptakan produk baru atau kegiatan produksi yang
menggunakan teknologi yang baru.

• Indikator yang jelas untuk menentukan kegiatan yang gagal dan sukses

Hal ini diperlukan agar Pemerintah tidak terus memberikan insentif kepada kegiatan yang seharusnya
gagal dan agar perusahaan tidak terus meminta insentif kepada Pemerintah. Indikator yang dikeluarkan
jangan berfokus kepada output dari kegiatan tersebut. Salah satu indikator yang dapat digunakan adalah
kenaikan produktivitas dari kegiatan yang diberi insentif. Selain itu, Pemerintah juga bisa melakukan
benchmarking kepada negara lain yang berhasil mengembangkan kegiatan yang sejenis.

• Kesepakatan mengenai sunset close

Sejak awal pemberian intensif dilakukan kepada sektor swasta, Pemerintah harus mampu menetapkan
batasan dan syarat terhadap pemberian intensif itu sendiri. Hal tersebut perlu dilakukan agar industri
mampu untuk berkembang secara berkelanjutan dan tidak terus menerus mengandalkan insentif dari
Pemerintah.

• Fasilitas yang diberikan Pemerintah harus berfokus kepada aktivitas, bukan sektor

Pemerintah tidak memiliki informasi yang sempurna mengenai kondisi seluruh sektor perekonomian di
negaranya, sehingga jika Pemerintah harus memberikan fasilitas hanya berfokus kepada sektor tertentu
hal tersebut dapat menyebabkan biaya kegagalan yang cukup besar jika sektor tersebut gagal. Fasilitas
yang diberikan haruslah berfokus kepada aktivitas yang tidak hanya mendorong perkembangan satu
sektor tertentu, melainkan beberapa sektor. Contoh dari fasilitas tersebut adalah pembangunan
infrastruktur dan pelatihan tenaga kerja. Aktivitas yang diberi subsidi oleh Pemerintah haruslah aktivitas
yang memiliki potensi spillover terhadap aktivitas lainnya di perekonomian. Contoh spillover yang
dimaksudkan adalah menarik investasi di aktivitas yang lain saling berkomplementer atau menciptakan
informasi atau teknologi spillover.
• Lembaga yang menjalankan kebijakan industri tersebut haruslah lembaga yang memiliki kompetensi
yang tinggi

Jenis lembaga tersebut menentukan jenis insentif yang akan diberikan oleh Pemerintah. Misalkan
Pemerintah memiliki dua alternatif insentif untukindustri, yakni melalui kredit atau pajak. Jika lembaga
keuangan di negara tersebut lebih kompeten, maka lebih baik memberikan insentif bagi sektorindustri
melalui alokasi kredit. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mengurangi potensi kegagalan institusi dari
kebijakan industri ini.

• Pengawasan yang ketat dengan outcome yang jelas dari lembaga yang menjalankan kebijakan
industri tersebut

Pengawasan tersebut juga sebaiknya dilakukan oleh lembaga yang memiliki kekuasaan politik tertinggi
di negara tersebut. Hal tersebut ditujukanagar tidak ada korupsi – yang sangat mungkin terjadi- dalam
penerapan kebijakan industri tersebut.

• Menjalankan komunikasi yang baik dan intens dengan sektor swasta

Lembaga yang menjalankan kebijakan industri tersebut memang harus independen untuk mencegah
konflik kepentingan yang mungkin terjadi. Namun, hal tersebut tidak berarti tidak ada komunikasi
dengan pihak swasta. Salah satu syarat sukses kebijakan industri adalah komunikasi yang baik dengan
sektor swasta.

• Jika kebijakan industri yang benar sudah dilakukan, kesalahan dalam memilih aktivitas pasti akan
terjadi

Suatu aktivitas yang diberi insentif oleh Pemerintah diharapkan akan mampu memberikan dampak
positif bagi perekonomian. Namun, tidak semua aktivitas akan memberikan hasil yang diharapkan dan
hal tersebut merupakan hal yang wajar. Kesalahan dalam memilih aktivitas memang akan terjadi, dan
hal tersebut bukan berarti suatu kebijakan salah. Dari kegagalan tersebut Pemerintah akan mampu
menemukan aktivitas yang benar-benar sesuai dengan perekonomian di negara tersebut dan pada
akhirnya mampu mengembangkan perekonomian secara keseluruhan.

• Kebijakan industri harus mampu berkembang seiring dengan berjalannya waktu

Lembaga yang melaksanakan implementasi kebijakan industri tersebut harus mampu terus merevisi dan
memperbarui kebijakan industri yang akan dilakukan sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Salah
satu tugas kunci dari kebijakan industri adalah bagaimana suatu kebijakan industri akan berakhir
sementara kebijakan baru diimplementasikan.Beberapa hal juga harus diperhatikan dalam menyusun
kebijakan industri, antara lain : (1) Pemerintah bukanlah aktor ekonomi yang mengetahui segala hal,
sehingga setiap kebijakan industri yang dikeluarkan harus berdasarkan kondisi yang diketahui oleh
Pemerintah secara pasti; (2) penerapan kebijakan industri sangat mudah terjadi korupsi dan rent-
seeking, sehingga lembaga yang menerapkan kebijakan tersebut harus mampu mencari titik
keseimbangan antara tingkat independennya dengan seberapa intens komunikasi dengan sektor swasta
yang harus dilakukan (Rodrik, 2004); (3) Memasuki abad ke-21, perusahaan-perusahaan manufaktur
semakin tidak terintegrasi secara vertikal dan semakin berspesialisasi di teknologi, sehingga kebijakan
yang diambil juga harus mempertimbangkan faktor globalisasi yang terjadi (Lall, 2003).

- Peranan Sektor Industri terhadap Pembangunan Ekonomi


Pembangunan ekonomi dapat berhasil terlihat dari GDP (Gross Domestic Product) dan GNP
(Gross National Product). GDP (Gross Domestic Product) adalah nilai barang dan jasa yang
diproduksi oleh suatu negara dalam suatu priode tertentu yang dihitung dengan cara
menjumlahkan semua hasil dari warga negara (didalam negeri) ditambah warga negara asing
yang berkerja di dalam negeri, dan GNP (Gross National Product) adalah nilai barang dan jasa
yang diproduksi oleh suatu negara dalam priode tertentu (satu tahun) yang di ukur dengan
satuan uang. Untuk mencapai keberhasilan pembangunan ekonomi dibutuhkan kerjasama yang
baik antar sektor perekonomian, dalam kerjasama mengakibatkan setiap kegitan sektor
produksi memiliki daya menarik (backward linkage), dan daya mendorong (forward linkage) dari
setiap sektor. Pembangunan ekonomi dilakukan oleh negara yang berkembang yang
mempunyai tujuan untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang dirasakan oleh
masyarakat, meningkatkan kesempatan kerja, mengurangi perbedaan antar daerah, dan
struktur ekonomi yang seimbang.

Negara berkembang, sektor industri mampu mengatasi masalah perekonomian. Dimana sektor
industri dapat memimpin sektor perekonomian lainnya menuju pembangunan ekonomi. Oleh
karena itu, sektor industri mampu menjadi pemimpin terhadap perkembangan sektor
perekonomian. Pembangunan ekonomi merupakan proses transformasi yang dalam perjalanan
waktu ditandai oleh perubahan struktural. Pembangunan ekonomi proses kenaikan pendapatan
total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan
disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan
pendapatan bagi penduduk suatu negara. Pembangunan ekonomi tidak lepas dari
pertumbuhan ekonomi, pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi begitu
sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi dimana proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang
diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional, negara dikatakan mengalami
pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP (Gross National Product) di negara
tersebut.

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia berjalan dengan cenderungnya proses transformasi


struktural yang ada di berbagai negara. Sektor industri pengolahan telah menggeser peranan
sektor pertanian dalam struktur perekonomian yang ada di Indonesia. Sektor industri
pengolahan menambah nilai terbesar di bandingkan dengan sembilan sektor lainnya,
berkembangnya sektor tersebut meningkatkan permintaan akan produk barang jadi atau
setengah jadi baik domestik maupun Internasional.

Peranan sektor ekonomi dalam pembentukan (PDB) Produk Domestik Bruto menggambarkan
potensi perekonomian yang ada di Indonesia. Tingginya peranan sektor perekonomian, akan
memberikan gambaran suatu sektor andalan yang setiap tahunnya berkembang dan menjadi
pendorong perekonomian agar semakin berkembang.

Sektor industri merupakan salah satu sektor andalan perekonomian nasional, bahkan sektor
industri pengolahan merupakan lapangan usaha terbesar dalam tenaga kerja. Dilihat dari
distribusi (PDB) Produk Domestik Bruto Indonesia sektor industri pengolahan di Indonesia pada
tahun 2010 sampai tahun 2016 setiap tahunnya mengalami peningkatan. Dimana sektor
industri lebih besar dari pada sektor lainnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel Distribusi PDB
Indonesia Menurut Lapangan Usaha ADH Konstan 2010,Tahun 2010 – 2016 (Milyar Rupiah).

Sektor industri memegang kedudukan kunci bagaikan mesin pembangunan sebab sektor industri
mempunyai sebagian keunggulan dibanding sektor lain sebab nilai kapitalisasi modal yang tertanam
sangat besar, keahlian meresap tenaga kerja yang besar, pula keahlian menghasilkan nilai tambah dari
tiap input ataupun bahan dasar yang diolah.

Peranan sektor industri dalam pembangunan ekonomi di bermacam negeri sangat berarti sebab sektor
industri mempunyai sebagian keunggulan dalam perihal akselerasi pembangunan.

Cocok dengan tahapan pertumbuhan negeri kita, telah saatnya kita melaksanakan perpindahan andalan
sektor ekonomi kita dari industri primer ke industri sekunder, spesialnya industri manufaktur nonmigas.

Dari ke 4 kriteria tersebut serta bersumber pada analisa keunggulan komparatif serta kompetitif, hingga
prioritas dalam 5 tahun ke depan merupakan pada penguatan klaster– klaster: industri santapan serta
minuman; industri pengolah hasil laut; industri tekstil serta produk tekstil; industri alas kaki; industri
kelapa sawit; industri benda kayu; industri karet serta benda karet; industry pulp serta kertas; industri
mesin listrik serta perlengkapan listrik; serta industri petrokimia.

Buat 10 klaster industri prioritas tersebut, diformulasikan strategi serta langkah–langkah buat masing–
masing klaster yang dituangkan dalam strategi nasional pengembangan industri yang secara
komprehensif muat pula strategi pengembangan subsektor industri yang terpaut serta subsektor
industri penunjang dari 10 klaster prioritas tersebut yang berukuran jangka menengahpanjang dan
proses perumusannya secara partisipatif mengaitkan pihak- pihak terpaut dari area pemerintah ataupun
dunia usaha.

Dalam upaya menggapai perkembangan sektor industri manufaktur yang ditargetkan dalam RPJMN
2005– 2009, pengembangan sektor industri manufaktur difokuskan pada perkuatan struktur serta energi
saing, yang berikutnya dijabarkan pada program pokok pengembangan industri manufaktur serta
program penunjang. Tolok ukur peranan industri dalam pertumbuhan struktural pada sesuatu
perekonomian antara lain sumbangan sektor industri terhadap PDB, jumlah tenaga kerja yang terserap d
sektor industri serta sumbangan komoditi industri terhadap ekspor benda serta jasa.

Nilai tambah sektor industri pada tahun 2001 hingga tahun 2008. Pada tahun 2001 jumlah nilai tambah
merupakan sebesar 266, 564 juta rupiah, pada tahun 2002 sebesar 309, 959 juta rupiah, pada tahun
2003 sebesar 326, 784 juta rupiah, pada tahun 2004 sebesar 358, 910 juta rupiah, pada tahun 2005
sebesar 396, 438 juta rupiah, pada tahun 2006 sebesar 514, 343 juta rupiah, pada tahun 2007 sebesar
598, 400 juta rupiah, serta pada tahun 2008 sebesar 713, 907 juta rupiah.

Bagi kriteria UNIDO, negeri dengan donasi sektor industri terhadap PDB kurang dari 10% diucap negeri
non industri, negeri dengan donasi sebesar 10- 20% tercantum dalam kelompok negeri dalam proses
industrialisasi, negeri dengan donasi sebesar 20- 30% tercantum kelompok negeri semi industri,
sebaliknya kelompok negeri industri mempunyai donasi lebih dari 30%.

https://media.neliti.com

htpphtpps://id.scribd.com / makalah pembangunan ekonomi STIE Perbanas

httpps://media.neliti.com / Analisis Kebijakan Pembangunan Industri Berbasis Aglomerasi (Kawasan)


Aglomerasi

Journal.uwks.ac.id

Anda mungkin juga menyukai