Anda di halaman 1dari 16

MANAJEMEN LINTAS BUDAYA

BISNIS INTERNASIONAL DAN KETERKAITAN ANTAR


PEMANGKU KEPENTINGAN

Oleh : Kelompok 2

Nama :

1. Ni Putu Aryk Pramana Yanti 1607521012


2. I Gusti Ayu Uthami Febriati 1607521018
3. I Putu Hari Budi Utama 1607521038

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapanhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya,
sehingga penulis bisa menyelesaikan Paper Manajemen Lintas Budaya, dengan judul Bisnis
Internasional dan keterkaitan antar pemangku kepentingan dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.

Paper ini dibuat dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat pembelajaran di Fakultas
Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana.Berhasilnya penulis dalam menyusun Paper
Manajemen Lintas Budaya ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.Untuk itu melalui
kesempatan ini penulisan tidak lupa menyampaikan rasa hormat dan terimakasih.

Menyadari akan kuranganya pengetahuan penulisan dalam penyusun Paper Manajemen


Lintas Budaya ini, menyebabkan paper ini belum sepenuhnya sempurna maka dengan penuh
kerendahan hati penulisan mengharapkan saran dan kritik yang bersifat mebangun dari
siapapun di dalam penyempurnaan laporan ini.

Sebagai akhir kata penulisan berharap semoga ini bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas
Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana,bagi masyarakat dan bagi siapapun yang membaca
laporan ini.

Denpasar, 17 September 2017

Penulis

DAFTAR ISI
Judul ....i

Kata Pengantar.................ii

Daftar Isi..............iii

BAB I Pendahuluan..1

Latang Belakang...1

Rumusan Masalah....1

Tujuan Penulisan...1

BAB II

Pembahasan.......................2

2.1 Lingkungan Politik.....2

2.2 Lingkungan Ekonomi.5

2.3 Lingkungan Teknologi...........6

2.4 Bisnis sebagai melting pot budaya...10

2.5 Tanggungjawab social dalam MLB.

2.6 Etika dalam MLB..

BAB III
Penutup........14

Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Manajemen Lintas Budaya ilmu yang berusaha untuk memahami bagaimana budaya
nasional mempengaruhi praktek manajemen, mengidentifikasi persamaan dan perbedaan
lintas budaya dalam praktek manajemen dan berbagai konteks organisasi, serta
meningkatkan efektivitas dalam manajemen global.Ironisnya , seorang manajer yang
piawai berinteraksi di tingkat internasional dan bisa mengelola team atau kelompok
multikultur, belum tentu bisa piawai mengelola an all-indonesia team yang terdiri dari
orang-orang dari beragam suku. Dalam konteks organisasi, peran seorang middle manajer
adalah sangat krusial. Ia layaknya lem yang mengikat strategi dari top level management
dengan eksekusi di jajaran staf level bawah.Kemampuan berpikir kritis akan membantu
manajer untuk mengambil keputusan yang lebih baik. Selain itu, keputusan yang kurang
tepat dampaknya tidak akan langsung terlihat melainkan pelan-pelan sehingga sulit bagi
kita memperbaikinya.
Dalam menyikapi hal tersebut sudah sepantasnya seorang manajer bekerja sama
dengan berbagai pihak. Pemangku kepentingan (stakeholders) sangat memiliki peranan
strategis dalam mewujudkan tujuan daripada organisasi atau perusahaan. Keterkaitan
antar pemangku kepentingan sangatlah penting dalam halnya untuk mengetahui sejauh
mana kinerja dan terobosan yang dilakukan. Untuk itu merupakan hal yang wajib untuk
kita cermati dalam wacana di bawah ini.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana lingkungan politik dalam bisnis internasional dan keterkaitan antar
pemangku kepentingan?
b. Bagaimana lingkungan ekonomi dalam bisnis internasional dan keterkaitan antar
pemangku kepentingan?
c. Bagaimana lingkungan teknologi dalam bisnis internasional dan keterkaitan antar
pemangku kepentingan?
d. Bagaimana bisnis sebagai melting pot budaya dalam bisnis internasional dan
keterkaitan antar pemangku kepentingan?
e. Apa Tanggungjawab sosial dalam Manajemen Lintas Budaya?
f. Bagaimana Etika dalam Manajemen Lintas Budaya?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahui lingkungan politik dalam bisnis internasional dan keterkaitan antar
pemangku kepentingan
b. Untuk mengetahui lingkungan ekonomi dalam bisnis internasional dan keterkaitan
antar pemangku kepentingan
c. Untuk mengetahui lingkungan teknologi dalam bisnis internasional dan keterkaitan
antar pemangku kepentingan
d. Agar mengetahui bisnis sebagai melting pot budaya dalam bisnis internasional dan
keterkaitan antar pemangku kepentingan
e. Agar mengetahui tanggungjawab social dalam Manajemen Lintas Budaya
f. Agar mengetahui etika dalam Manajemen Lintas Budaya
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Lingkungan Politik
Dalam berbisnis sangatlah penting mempertimbangkan risiko politik dan pengaruhnya
terhadap organisasi. Hal ini patut dipertimbangkan karena perubahan dalam suatu tindakan
maupun kebijakan politik di suatu negara dapat menimbulkan dampak besar pada sektor
keuangan dan perekonomian negara tersebut. Risiko politik umumnya berkaitan erat dengan
pemerintahan serta situasi politik dan keamanan di suatu negara.
Setiap tindakan dalam organisasi bisnis adalah politik, kecuali organisasi charity atau
sosial. Faktor-faktor tersebut menentukan kelancaran berlangsungnya suatu bisnis. Oleh
karena itu, jika situasi politik mendukung, maka bisnis secara umum akan berjalan dengan
lancar. Dari segi pasar saham, situasi politik yang kondusif akan membuat harga saham naik.
Sebaliknya, jika situasi politik tidak menentu, maka akan menimbulkan unsur ketidakpastian
dalam bisnis.
Dalam konteks ini, kinerja sistem ekonomi-politik sudah berinteraksi satu sama lain,
yang menyebabkan setiap peristiwa ekonomi-politik tidak lagi dibatasi oleh batas-batas
tertentu Sebagai contoh, IMF, atau Bank Dunia, atau bahkan para investor asing
mempertimbangkan peristiwa politik nasional dan lebih merefleksikan kompromi-kompromi
antara kekuatan politik nasional dan kekuatan-kekuatan internasional.
Tiap pembentukan pola bisnis juga senantiasa berkait erat dengan politik. Budaya
politik merupakan serangkaian keyakinan atau sikap yang memberikan pengaruh terhadap
kebijakan dan administrasi publik di suatu negara, termasuk di dalamnya pola yang berkaitan
dengan kebijakan ekonomi atau perilaku bisnis.
Terdapat politik yang dirancang untuk menjauhkan campur tangan pemerintah dalam
bidang perekonomian/bisnis. Sistemnya disebut sistem liberal dan politiknya demokratis. Ada
politik yang bersifat intervensionis secara penuh dengan dukungan pemerintahan yang bersih.
Ada pula politik yang cenderung mengarahkan agar pemerintah terlibat/ ikut campur tangan
dalam bidang ekonomi bisnis.
Pemerintah cenderung menghasilkan dua lapisan ekonomi-politik Sistem politik
Indonesia pada masa itu mempunyai kelemahan, salah satu diantaranya adalah sedikitnya
sumber-sumber yang dapat menjadi penekan dan penyeimbang atas kekuatan pemerintah, di
tingkat nasional atau daerah. Padahal, kekuatan penekan sangat diperlukan untuk melakukan
kontrol, maupun sumbangan-sumbangan gagasan dan pemikiran untuk membentuk bangunan
sosial politik yang lebih aspiratif.
Pengaruh kalangan non-pemerintah, termasuk dari pengusaha dan profesional sangat
terbatas dan acap diabaikan. Kecuali para pengusaha tertentu yang mempunyai koneksi
langsung dengan penguasa. Ketergantungan ekonomi swasta pada pemerintah menimbulkan
hubungan yang sangat tidak sehat di antara keduanya, yang jika dipandang dari sudut politik,
bisnis, dan masyarakat luas sangatlah merugikan. Konsekuensi dari hubungan yang tidak
sehat tampak nyata ketika Indonesia diterpa krisis ekonomi, sosial dan politik sekaligus, yang
mengalami kesulitan untuk diperbaiki.
Kalangan bisnis dan profesi swasta yang merupakan unsur krusial dalam
pembentukan kelas menengah, selama zaman Orde Baru tidak memiliki kesempatan untuk
membentuk asosiasi maupun organisasi yang mampu berfungsi sebagai sumber kritik,
pengaruh, dan sumbangan ide pada perencanaan politik, ekonomi dan sosial. Unsur-unsur
baru dari kalangan profesional maupun kalangan bisnis cenderung menghindarkan diri dari
politik dan berkonsentrasi pada bidangnya sendiri yang sempit.
Semua hal tersebut membuat sistem ekonomi Indonesia menjadi cukup rawan krisis,
terutama krisis fiskal dan krisis keuangan. Terjadinya krisis rupiah dan berbagai dampaknya.

2.2 Lingkungan Ekonomi

A. Pengertian Lingkungan Ekonomi Bisnis


Lingkungan berarti segala sesuatu yang berada diluar atau sekitar makhluk hidup. Sedangkan
pengertian ekonomi secara umum adalah ilmu tentang pengurusan sumber daya material
individu, masyarakat dan negara untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Adapun
bisnis berarti suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau yang
lainnya untuk mendapatkan laba.
Lingkungan bisnis adalah segala sesuatu yang mempengaruhi aktivitas bisnis dalam suatu
lembaga, organisasi, atau perusahaan.

B. Kategori Lingkungan Bisnis

Lingkungan Bisnis dapat dibagi menjadi dua kategori:


1. Lingkungan Internal
Lingkungan internal merupakan segala sesuatu di dalam organisasi/ perusahaan yang akan
mempengaruhi organisasi/ perusahaan tersebut.
Lingkungan internal dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Sumber daya manusia (SDM)
b. Finance (modal)
c. Marketing
d. Operasi
Lingkungan internal biasanya digunakan untuk menentukan strength (kekuatan), perusahaan,
dan juga mengetahui weakness (kelemahan) perusahaan.

2. Lingkungan Eksternal
Lingkungan eksternal merupakan segala sesuatu di luar organisasi/ perusahaan yang mungkin
mempengaruhi organisasi/ perusahaan tersebut.
Lingkungan eksternal meliputi variabel variabel di luar organisasi yang dapat berupa
lingkungan societal ataupun faktor faktor spesifik yang beroperasi di dalam lingkungan
kerja (industri) organisasi. Variabel variabel eksternal ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu
ancaman dan peluang.
Lingkungan eksternal dipengaruhi oleh beberapa faktor:
a. Kebijakan
b. Substitusi
c. Pemasok/ suppllier
d. Konsumen
Lingkungan eksternal perusahaan dapat dibedakan menjadi:
a. Lingkungan eksternal mikro (lingkungan khusus)
Lingkunan mikro terdiri dari pelaku pelaku dalam lingkungan perusahaan yang dekat yang
mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk melayani bisnis mereka, antara lain:

i) Kebijakan (peraturan industri yang ditetapkan pemerintah)


Kebijakan pemerintah ini harus ditaati oleh organisasi dalam operasinya, prosedur perijinan,
ii) Pemasok (Supplier), yaitu perusahaan yang menyediakan bahan baku, tenaga kerja,
keuangan, dan sumber informasi kepada perusahaan lain.
iii) Pelanggan (Konsumen)

b. Lingkungan eksternal makro (lingkungan umum)


Lingkungan internal dan lingkungan eksternal saling berkaitan satu sama lain. Organisasi
mendapat input (bahan baku, uang, tenaga kerja) dari lingkungan eksternal kemudian
ditansformasikan menjadi produk dan jasa sebagai output bagi lingkungan eksternal.
Lingkungan makro terdiri dari ekonomi, teknologi, politik, pemerintah, hukum, sosial
budaya, dan kependudukan

2.3 Lingkungan Teknologi


Dimensi penting lainnya suatu negara adalah lingkungan teknologinya. Fondasi lingkungan
teknologi suatu negara adalah bisnis sumber dayanya. Ketersediaan atau ketidaktersediaan
sumber daya mempengaruhi produk-produk mana dibuat dinegara tertentu.Negara dapat
mengubah atau membentuk lingkungan teknologinya melalui investasi. Sarana lain untuk
mengubah lingkungan teknologi suatu negara adalah alih teknologi, yaitu pemindahan
teknologi dari satu negara ke negara lain.
Faktor penentu penting lingkungan teknologi suatu negara adalah kemauan perusahaan-
perusahaan asing mengalihkan teknologi kepada negara tersebut. Tingkat perlindungan yang
ditawarkan undang-undangnya bagi hak kekayaan intelektual (hak cipta, merek dagang, nama
merek).

II.4 Bisnis sebagai melting pot budaya

Kebudayaan adalah sesuatu yang menempel dalam kehidupan manusia. Kebudayaan lahir
dari interaksi manusia dengan lingkungannya. Oleh karena itu budaya dan kebudayaan adalah
sesuatu yang khas pada setiap komunitas. Kebudayaan bersifat memenuhi kebutuhan
komunitas itu sendiri (self-sufficient). Kebudayaan adalah cara sebuah masyarakat mengatasi
persoalannya sendiri. Suatu masyarakat dengan berbagai macam budaya membutuhkan suatu
pemikiran untuk mempersatukannya untuk menjadi suatu bangsa yang utuh dan besar.
Kegagalan pemilihan proses penyatuan suatu bangsa menyebabkan kegagalan menjadi
bangsa dan rusaknya atau hilangnya suatu budaya. Pada masa kini masyarakat suatu negara,
yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama memiliki gagasan untuk mengembangkan
semangat kebangsaan yang sama. Gagasan itu dirumuskan dalam konsep masyarakat
majemuk, dimana suatu pola hubungan yang mengakui adanya persamaan ras, suku dan antar
golongan serta sudah mengenal pengakuan persamaan hak di bidang politik, perdata,
ekonomi dan lain-lain. Namun telah memberikan makna yang penting di kemajemukan
masyarakat itu. Dalam masyarakat majemuk terdapat berbagai perbedaan sosial, budaya dan
politik yang dikukuhkan sebagai hukum ataupun sebagai konvensi sosial yang membedakan
mereka yang tergolong sebagai dominan yang menjadi lawan dari yang minoritas.
Selanjutnya menjadi sebuah konsep melting pot (tempat melebur) dan salad bowl (mangkuk
salad).

Konsep melting pot adalah melebur berbagai unsur yang berbeda untuk menjadikan satu
bentukan baru. Gambarannya mungkin mirip bumbu pecel. Kacang, cabe, mungkin juga daun
jeruk purut, garam, dan bahan-bahan lain dilebur jadi satu menjadi bumbu pecel, kemudian
terbentuk gumpalan berwarna merah kehitaman atau kecokelatan. Tidak terlihat lagi bentuk
asli kacangnya. Juga sulit menemukan di mana garamnya, daun jeruk purutnya, atau cabenya.
Bentuk asli seluruh bahan tadi telah dilebur (dengan cara dihancurkan) untuk menyusun
bentukan baru berupa bumbu pecel. Seperti itukah gambaran sebuah bangsa??? Dalam
konsep melting pot, jati diri setiap etnis atau suku dihilangkan. Tidak ada lagi yang namanya
suku Sunda, Betawi, Timor, Papua, Dayak. Hanya ada adalah satu suku besar bernama
Indonesia. Masalahnya, bangsa Indonesia terdiri atas banyak suku yang budayanya sangat
beragam. Menurut suatu suku, sebuah tindakan bisa jadi sebagai hal wajar, namun sudah
masuk kategori tidak wajar bagi suku lain. Penolakan-penolakan seperti itu adalah hal wajar.
Ketika sebuah komunitas dipaksa berperilaku yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan
budayanya, kecenderungannya adalah menolak. Itulah yang terjadi ketika harus melebur
bahan-bahan pembuat bumbu pecel. Bisa jadi, ada kacang yang terlalu keras, sehingga tidak
bisa dilebur. Ketika dipaksakan, sang kacang justru meloncat dari cobek untuk kemudian
memisahkan diri menjadi "separatis" keluar dari bentukan baru bernama bumbu pecel.
Apabila konsep melting pot seperti diterapkan dalam kehidupan berbangsa, bukan tidak
mungkin etnis-etnis yang merasa dipaksa melebur lebih memilih keluar dan menjadi
separatis.
Seperti dijelaskan pada uraian diatas dimana melting pot merupaka melebur unsur
yang berbeda menjadi satu, dalam bisnis juga berlaku hal tersebut karena dalam bisnis kita
akan bertemu banyak orang dalam bisnis dimana dalam hal kerjasama.Tentu saja orang-orang
yang kita temui memiliki latar belakang, etnis dan ras yang berbeda. Dalam bisnis hal
tersebut tidak menjadi halangan tetapi menjadi sebuah kekuatan agar terciptanya lingkungan
kerja yang baik dan menguntungkan bagi bisnis.

2.5 Tanggung Jawab Sosial Manajemen Lintas Budaya

Tanggung Jawab Sosial dalam Konteks Lintas Budaya dan Internasional

Tanggung jawab social adalah kumpulan kewajiban organisasi untuk melindungi dan
memajukan masyarakat dimana organisasi bekerja. Kompleksitas bagi manajer bisnis
internasional adalah jelas yaitu keseimbangan yang ideal antara tanggung jawab social secara
global terhadap kondisi local yang mungkin memaksa perbedaan pendekatan dengan di
Negara-negara yang berbeda-beda di mana perusahaan tersebut melakukan bisnis.

a. Bidang-Bidang Tanggung Jawab Sosial

Organisai dapat menggunakan tanggung jawab social terhadap pemegang kepentingan (stake
holders), terhadap lingkungan alam, dan terhadap kesejahteraan social secara umum.
Beberapa organisasi mengakui tanggung jawab mereka dalam tiga bidang dan berjuang keras
untuk mencapainya, sedangkan yang lain menekankan hanya satu atau dua bidang tanggung
jawab social.
b. Mengelola Tangung Jawab Sosial Lintas Barat

Dalam usaha mengelola pelaksanaan etika, bisnis biasanya membuat beberapa usaha
mengelola pelaksanaan etika, bisnis biasanya membuat beberapa usaha yang secara aktif
melaksanakan tanggung jawab social.

c. Pendekatan terhadap Tanggun Jawab Sosial

Ada empat pendirian yang dapat diambil oleh organisasi adalah berupa kewajiban terhadap
masyarakat, yakni:

a) Sikap pandang menghalangi. Saat mereka melintasi garis etika atau hokum yang
memisahkan praktek yang dapat diterima dari yang tidak dapat diterima, tanggapan mereka
biasanya menolak atau menghindari menerima tanggung jawab atas tindakan mereka.

b) Sikap pandang bertahan. Dimana organisasi akan melakukan segala sesuatu yang
dipersyaratkan secara hokum tapu tidak lebih.

c) Sikap pandang akomodatif. Sebuah perusahaan akan memenuhi persyaratan hokum dan
persyaratan etika tetapi juga akan melakukan lebih dari persyaratan dalam kasus tertentu.

d) Sikap pandang proaktif. Perusahaan yang menghadapi pendekatan ini sungguh-sungguh


mendukung tanggung jawab social.

Mengelola Kesesuaian terhadap Peraturan

Tuntutan tanggung jawab social senatiasa ditujukan ke organisasi kontemporer oleh


masyarakat yang semakin kompleks dan terdidik dan yang semakin kuat. Dimensi organisasi
formal digunakan untuk menerapkan tanggung jawab social perusahaan yang mencakup
hokum, kesesuain dengan etika, dan bantuan kemanusiaan.

2.6 Etika dalam Manajemen Lintas Budaya

a. Etika dalam konteks lintas budaya dan internasional


Cara yang berguna untuk menggambarkan perilaku etika dalam konteks lintas budaya dan
internasional adalah berdasarkan bagaimana organisasi memperlakukan karyawannya,
bagaimana karyawan memperlakukan organisasi dan bagaimana organisasi dan karyawan
memperlakukan agen ekonomi yang lain.
Bagaimana organisasi memperlakukan karyawannya.
Satu hal yang penting dalam etika lintas budaya dan internasional adalah perlakuan terhadap
karyawan oleh organisasi. Pada sisi ekstrim, organisasi dapat berusaha mempekerjakan
orang-orang yang terbaik, memperluas kesempatan dan pengembangan karir, memberikan
kompensasi dan tunjangan yang bagus dan menghormati hak pribadi dan kebebasan masing-
masing karyawan. Pada sisi ekstrim lainya, perusahaan dapat mempekerjakan berdasarkan
kriteria yang merugikan dan kesukaan, dapat sengaja membatasi kesempatan berkembang,
dapat memberikan kompensasi yang minim, dan dapat memperlakukan karyawan dengan
keras dan sedikit memperhatikan kebebasan individu.
Dalam prakteknya, bidang-bidang yang rentan terhadap perbedaan etika meliputi mengangkat
dan memberhentikan, upah dan kondisi kerja, dan privasi dan menghargai karyawan. Salah
satu unsur perlakuan organisasi terhadap para karyawannya mencakup kondisi kerja yang
diadakan di pabrik dan fasilitas lain. Sejumlah negara mengatur standar keamanan dan
kesehatan, sedang negara lain tidak peduli.

Bagaimana pekerja melakukan organisasi


Isu sentral dalam hubungan ini meliputi konflik kepentingan, kerahasiaan, dan kejujuran.
Konflik kepentingan terjadi jika sebuah keputusan mempunyai potensi menguntungkan dan
merugikan organisasi. Persepsi etis mengenai pentingnya konflik kepentingan berbeda bagi
masing-masing budaya.
Membuka rahasia perusahaan dipandang tidak etis di beberapa negara, tetapi tidak di negara
lainnya. Karyawan yang bekerja untuk sebuah bisnis industri yang memiliki persaingan keta
dapat tergoda untuk mensual informasi tentang perencanaan penjualan ke kompetitor.
Bidang yang ketiga yang diperhatikan adalah kejujuran secara umum. Problem yang umum di
bidang ini meliputi hal-hal seperti menggunakan telepon kantor untuk telepon jarak jauh buat
kepentingan pribadi, mengambil barang-barang kantor, dan menggelembungkan biaya-biaya.
Dalam beberapa budaya bisnis, tindakan-tindakan seperti ini dipandang tidak etis, dinegara
lainnya, karyawan dapat mengembangkan pengertian bahwa jika saya bekerja disini, maka
tanggung jawab perusahaan untuk memenuhi kebutuhan saya.

Bagaimana karyawan dan organisasi memperlakukan agen ekonomi lainnya.


Agen utama meliputi konsumen, kompetitor, pemegang saham, pemasok, dealer, dan serikat
pekerja. Jenis interaksi antara organisasi dengan agen-agen ini rentan terhadap ambigu etis
yang meliputi iklan dan Proxy, pembukaan rahasia keuangan, pemesanan dan pembelian,
pengiriman dan pemindahan, tawar menawar dan negosiasi, dan hubungan bisnis lainnya.
Perbedaaan bisnis antara negara menimbulkan kerumitan secara etis bagi perusahaan dan
karyawan mereka. Di beberapa negara uang suap dalam jumlah kecil dan biaya lain-lain
adalah normal dan sudah jadi kebiasaan dalam menjalankan bisnis.

b. Mengelola perilaku etis Lintas Batas.


Cara-cara yang paling umum untuk melakukan ini adalah dengan menggunakan penunutun
atau standar etika, pelatihan etika, dan melalui praktek organisasi dan budaya perusahaan.

Penuntun dan standar etika.


Sebuah perusahaan multinasional harus mengambil keputusan apakah membuat satu standar
menyeluruh untuk semua unit global atau apakah harus menyesuaikan masing-masing dengan
konteks lokal. Sama halnya, jika sebuah perusahaan mengakuisisi cabang luar negeri, ia harus
memutuskan apakah menerapkan peraturan perusahaan terhadap cabang tersebut atau
membiarkannya memepertahankan yang telah mereka ikuti selama ini. Supaya sebuah
peraturan mempunyai nilai, tentu saja, itu harus jelas dan langsung, itu harus menyelesaikan
unsur-unsur utama pelaksanaka etika yang sesuai dengan lingkungan dan operasi bisnisnya,
dan itu harus diterapkan saat problem muncul.

Pelatihan etika.
Beberapa perusahaan multinasional memperhatikan isu etis secara proaktif dengan
menawarkan pelatihan karyawan bagaimana mengatasi dilema etika. Sesi pelatihan
melibatkan diskusi tentang berbagai dilema etika yang mungkin dihadapi karyawan dan
bagaimana mereka mengatasi dilema ini secara terbaik.

Praktek organisasi dan budaya organisasi


Praktek organisasi dan budaya perusahaan juga menyumbang ke pengelolaan perilaku etika.
Jika pemimipin utama di suatu perusahaan bersikap etis dan pelanggaran standar etika diatasi
secara langsung dengan benar, maka setiap orang di organisasi akan memahami bahwa
perusahaan mengharapkan mereka untuk bersikap etis, membuat keputusan yang etis dan
melakukan hal yang benar. Tetapi jika para pemimpin puncak nampak membebaskan diri
mereka dari standar etika atau memilih untuk mengabaikan atau menganggap ringan perilaku
yang tidak etis, dan memberikan kesan yang sebaliknya bahwa melakukan sesuatu yang tidak
etis dapat diterima jika anda dapat mencapai tujuan anda.
Etika bisnis yang dianut oleh Soros dan para pedagang valas lainnya patut dipertanyakan.
Ketika Soros melakukan transaksi valas, dia sudah bisa memprediksikan kehancuran negara-
negara Asia sebagai akibat dari transaksi itu. Namun, Soros tetap melakukannya dan
terjadilah krisis hebat yang menyengsarakan puluhan juta rakyat Asia Tenggara. Tetapi
menurut pendapat Soros, kesalahan terletak pada pemerintahaan yang tidak transparan dan
despotic di negara-negara Asia. Menurut Soros, pasar akan menentukan dirinya sendiri.
Artinya, bisnis yang dia lakukan hanya semata-mata memenuhi peluang pasar. Soros juga
memberikan sebagian uangnya untuk membantu rakyat miskin di berbagai negara, melalui
lembaga Soros Foundation.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR
PUSTAKA
1.
2. http://goesur25.blogspot.co.id/2014/04/kekuatan-hukum-teknologi-dan-politik.html?m=1
3. https://erfanrosyadi.blogspot.co.id/2015/04/etika-dan-tanggung-jawab-sosial-bisnis.html
4.

Anda mungkin juga menyukai