Disusun Oleh :
Kelompok 3
FAKULTAS PSIKOLOGI
TAHUN 2020
A. PERSEPSI INTERPERSONAL
Persepsi bukan hanya sekedar rekaman peristiwa atau objek karena terdapat
beberapa pengaruh seperti pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional
dan latar belakang budaya menentukan interpretasi kita pada sensasi. Bila objek atau
peristiwa di dunia luar disebut dengan distal stimuli dan persepsi kita tentang stimulu
disebut dengan percept, maka persepsi tidak selalu sama dengan diztal stimulus. Proses
subjekyif yang secara aktif menafsirkan stimulus disebu sebagai construtive process
yakni proses yang meliputi faktor biologis dan sosiopsikologis individu pelaku persepsi.
Pada tahun 1950-an di kalangan psikologi sosial timbul aliran baru yang
meneliti faktor-fakor sosial seperti pengaruh interpersonal, nilai-nilai kultural dan
harapan-harapan yang dipelajari secara sosial pada persepsi individu bukan saja
terhadap objek-objek mati, tetapi juga pada objek-objek sosial. Lahirlah persepsi sosial
yang didefinisikan sebagai “the role of socially generated influences on the basic
processes of perception” (McDavid & Harari, 1968). Kini, persepsi sosial memeroleh
konotasi baru sebagai proses memersepsikan objek-objek dan peristiwa-peristiwa sosial.
Untuk tidak mengaburkan istilah dan menggarisbawahi manusia sebagai objek persepsi,
dikenal kan lah istilah persepsi interpersonal.
Ada empat perbedaan antara persepsi objek dengan persepsi interpersonal yaitu:
1) Pada persepsi objek, stimulus yang ditangkap oleh indera kita melalui benda-
benda fisik, gelombang, cahaya, gelombang suara, temperatur dan sebagainya.
Pada persepsi interpersonal, stimulus mungkin sampai ke kita melalui lambang-
lambang verbal atau grafis yang disampaikan oleh pihak ketiga.
2) Apabila kita menanggapi objek, kita hanya menanggapi sifat-sifat batiniah
objek tersebut. Beda halnya dengan persepsi interpersonal yang mana kita
mencoba memahami apa yang tidak tampak oleh panca indera kita, tidak hanya
melihat perilakunya tetapi juga melihat mengapa ia berprilaku seperti itu.
Bukan hanya memahami tindakan tetapi juga motif tindakan tersebut. Itulah
mengapa persepsi interpersonal lebih suling ketimbang persepsi objek.
3) Ketika mempersepsikan sebuah objek, objek tidak bereaksi kepada kita dan kita
pun tidak memberikan reaksi emosional padanya. Dalam persepsi interpersonal,
faktor-faktor personal dan karakteristik orang yang ditanggapi serta hubungan
anda dengan orang tersebut menyebabkan persepi interpersonal sangat
cenderung keliru.
4) Objek relatif tetap tetapi manusia berubah-ubah. Anehnya betapapun sulitnya
kita mempersepsikan orang lain, manusia masih bisa berhasil dalam memahami
orang lain. Buktinya, kita masih dapat bergaul dengan mereka, dapat
berkomunikasi dengan mereka dan masih dapat memprediksi perilaku mereka.
1. Pengaruh Faktor-Faktor Situsional Pada Persepsi Interpersonal
a) Deskripsi Verbal
Pada eksperimen yang dilakukan oleh Asch membagikan daftar A dan B
menjadi dua kelompok yaitu :
Daftar stimuli A Daftar Stimuli B
Cerdas Cerdas
Terampil Terampil
Rajin rajin
Hangat dingin
Teguh teguh
Praktis praktis
Waspada waspada
Makin besar jarak antara pendapat personal stimuli dengan pendapat umum,
makin percaya kita bahwa ia jujur (Eisinger dan Millis,1968: Jones et al., 1971). Kita
kurang percaya kepada orang yang mengeluarkan pernyataan yang menguntungkan
dirinya. Kita tidak yakin pada salesmen tentang dagangannya, sebab ia memang
mencari keutungan. Kita yakin kwan kita jujur bila ia menyatakan pendapat yang
sebetulnya akan merugikan dia.
B. KONSEP DIRI
Menurut Charles Horton Cooley, kita akan melakukannya dengan
membayangkan diri kita sebagai orang lain; dala benak kita Cooley
menyebutkan gejala ini looking glass self (diri cermin); seakan akan kita
menaruh cermin di depan kita. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita
tampak pada orang lain, kita melihat sekilas diri kita seperti dalam cermin, kita
merasa wajah kita jelek. Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain
menilai penampilan kita, kita berpikir mereka menganngap kita tidak menarik.
Ketiga, kita mengalami persaaan bangga atau kecewa, orang mungkin merasa
sedih atau malu (Vander Zanden, 1975:79).
Konsep diri adalah gambaran dan penilaian diri kita. Konsep diri
merupakan tema utama psikologi humanistic, William James membedakan
antara “the I” dari yang sadar dan “The Me”. Pada psikologi sosial
dikembangkan oleh Charles Horton Cooley (1864-1929), Georgen Herbert
(1863-1931), dan memuncak oleh Herbert Blumner. Psiklogi sosial
ditenggelamkan oleh Behaviorisme. Pada tahun 1943, konsep diri dihidupkan
kembali oleh Gordon E. Allport. Pada teori motivasi Abraham Maslow
(1967,1970) dan Carl Rogers (1970) konsep diri yang muncul dengan tema
Psikologi Humanistik.
William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai “those physical,
social, and psychological perpeptions of ourselves that toe have derived from
experiences and our interaction with others” (1974:40). Jadi, konsep diri adalah
pandangan dan persaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh
bersifat psikologi, sosial, dan fisis. Konsep diri bukan hanya deskriptif, tetapi
juga penilaian anda tentang diri anda. Jadi konsep diri meliputi apa yang anda
pikirkan dan apa yang anda rasakan tentang diri anda. Oleh karena itu, Anita
Taylor at al. mendefinisikan konsep diri sebagai “all you think and fell about
you, the entire complex of beliefs and attitudes you hold about yourself”
(1977:98).
Ada dua konsep diri: komponen kognitif dan komponen afektif. Boleh
jadi komponen kognitif anda berupa, “saya ini orang bodoh,” dan komponen
kognitif anda berkata “saya senang diri anda bodoh; ini lebih baik bagi saya.”
Boleh jadi komponen kognitifnya seperti tadi, tapi komponen afektifnya
berbunyi, “saya malu sekali karena menjadi orang bodoh.” Dalam psikologi
sosial, komponen kognitif disebut citra diri (self image), dan komponen afektif
disebut harga diri (self esteem). Keduanya, menurut William D. Brooks dan
Philip Emmert (1976:45), berpengaruh besar pada pola komunikasi
interpersonal.
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi Konsep Diri
a. Orang lain
Gabriel Marcel, filosof eksistensialis, yang mencoba menjawab misteri
keberadaan, The Mystery of Being, menulis tentang peranan orang lain dalam
memahami diri kita, “The fact is that we can understand ourselves by starting
from the other or from others, and only by strating from them.” Kita mengenal
diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Bagaimana anda menilai
diri saya, akan membentuk konsep diri saya.
Harry statck Sullivan (1953) menejelaskan bahwa jika kita diterima
orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan
cenderung bersikap hormat dna menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang lain
selalu meremehkan kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita akan
cenderung tidak akan menyenangi diri kita. S. Frank Miyamoto dan Sanford M.
Dornbusch (1956) mencoba mengorelasikan penilaian orang lain terhadap
dirinya sendiri dengan skala lima angka dari yang paling jelek sampai yang
paling jelek sampai yang paling baik. Yang dinilai adalah kecerdasan,
kepercayaan diri, daya tarik fisik, dan kesukaan orang lain pada dirinya.
Dengan skala yang sama mereka juga menilai orang lain. Ternyata, orang-
orang yang dinali baik oleh orang lain,cenderung memilih skor tinggi untuk
dirinya. Artinya, harga dirinya sesuai dengan penilaian orang lainterhadap
dirinya.
Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri
kita. Yang paling berpengaruh adalah orang yang paling dekat dengan kita.
George Herbert Mead (1934) menyebutkan mereka significant others orang
lain yang sangat penting. Ketika kita masih kecil, mereka adalah orang tua kita,
saudara-saudara kita, dan orang yang tinggal dirumah kita. Richard Dewey dan
W.J. Humber (1966:105) menamainya affective others orang lain yang dengan
kita mempunhyai ikatan emosi. Dari merekalah kita secara perlahan
membentuk konsep diri. Senyum, pujian, pelukan menyebabkan kita menilai
secara positif. Cemoohan, hardikan menyebabkan sifat negatif. Ketika kita
tumbuh dewasa, kita mencoba menghimpun penilaian semua orang yang
pernah berhubungan dengan kita. Pandangan diri anda tentang keseluruhan
pandangan orang lainterhadap anda disebut generalized other. Konsep ini
berasa dari George Herbert Mead. Memandang diri kita seperti orang-orang
lain memandnagnya, berarti mencoba menempatkan diri kita sebagai orang
lain.
b. Membuka Diri
Pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang
sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita.
Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat pada kenyataan. Hubungan
antara konsep diri dan membuka diri dapat dijelaskan dengan Johari (Josept Luft &
Harry Ingham) Window, dalam Johari Window diungkapkan tingkat keterbukaan dan
tingkat kesadaran tentang diri kita.Untuk membuat Johari Window, gambarlah segi
empat dengan garis tengah yang membelah jendela itu menjadi dua bagian. Sebelah atas
jendela menunjukkan aspek diri kita yang diketahui orang lain- public self. Sebelah
bawah adalah aspek diri yang tidak diketahui orang lain- private self. Bila jendela kita
belah ke bawah, sebelah kiri adalah aspek diri yang kita ketahui, dan sebelah kanan
adalah aspek diri yang tidak kita ketahui.
Kamar pertama disebut daerah terbuka (open area), meliputi perilaku dan
motivasi yang kita ketahui dan diketahui orang lain. Pada daerah inilah, kita sering
melakukan pengelolaan kesan yang sudah kita bicarakan. Kita berusaha menampilkan
diri kita dalam bentuk topeng. Anda benci kepada atasan Anda, tetapi Anda berusaha
menunjukkan sikap ramah kepadanya. Ketika ia meminta maaf telah menyinggung
anda, Anda menjawab, “Aah, tidak ada apa-apa kok, pak!” gejolak hati Anda,
kejengkelan Anda pada dia, diri yang Anda tutup-tutupi, adalah daerah tersembunyi
(hidden area).
Orang yang rendah diri berusaha jual tampang, menyakinkan orang lain tentang
keunggulan dirinya, dan merendahkan orang lain. Ia tidak menyadarinya, tapi orang
lain mengetahuinya. Ini termasuk daerah buta (blind area). Tentu ada diri kita yang
sebenarnya, yang hanya Allah yang tahu. Ini daerah tidak dikenal (uknown area).
Makin baik Anda mengetahui seseorang, makin akrab hubungan anda dengan dia,
makin lebar daerah terbuka jendela anda.
c. Percaya Diri (Self Confidence)
Keinginan untuk menutupi diri, selain karena konsep diri yang negatif timbul
dari kurangnya kepercayaan kepada kemampuan sendiri. Orang yang tidak menyenangi
dirinya merasa bahwa dirinya tidak akan mampu mengatasi persoalan. Orang yang
kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi.
Ia takut orang lain akan mengejeknya atau menyalahkanya. Ketakutan untuk melakukan
komunikasi dikenal sebagai communication apprehension. orang yang aprehensif
dalam komunikasi, akan menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin
berkomunikasi, dan hanya akan bicara apabila terdesak saja. tentu tidak semua
aprehensi komunikasi disebabkan kurangnya percaya diri; tetapi di antara berbagai
faktor, percaya diri adalah yang paling menentukan.
d. Selektivitas
“Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri
mempengaruhi kepada pesan apa Anda bersedia membuka diri, bagaimana kita
mempersepsi pesan itu, dan apa yang kita ingat,”tulis Anita Taylor et al. (1977:112).
Bila Anda merasa diri sebagai muslim yang baik, Anda akan banyak menghadiri
pengajian, atau membeli buku-buku agama. Bila anda merasa sebagai pemeluk Katholik
yang taat, tentu Anda rajin ke gereja, mendengarkan khotbah keagamaan, dan membeli
buku-buku Katholik. Inilah terpaan selektif. Kalau konsep diri Anda negatif, Anda
cenderung mempersepsi hanya reaksi-reaksi yang negatif pada diri Anda. Bila Anda
merasa diri sebagai orang bodoh, Anda tidak akan memperhatikan penghargaan orang
pada karya-karya anda. Sebaliknya, Anda memperbesar kritik orang pada Anda. Ini
pengaruh konsep diri pada persepsi selektif. Kita ingin menambahkan satu lagi:
penyandian selektif (selective en-coding). Penyandian adalah proses penyusunan
lambang-lambang sebagai terjemahan dari apa yang ada dalam pikiran kita.
C. ATRAKSI INTERPERSONAL
Dean C. Barlund, ahli komunikasi interpersonal, menulis,”Mengetahui
garis-garis atraksi dan penghindaran dalam sistem sosial artinya mampu
meramalkan dari mana pesan akan muncul, kepada siapa pesan itu akan
mengalir, dan lebih-lebih lagi bagaimana pesan diterima.” (Barlund, 1968:72)
dengan bahasa sederhana, ini berarti, dengan mengetahui siapa tertarik kepada
siapa atau siapa yang menghindari siapa, kita dapat meramalkan arus
komunikasi interpersonal yang akan terjadi. Makin tertarik kita kepada
seseorang, makin besar kecenderungan kita berkomunikasi dengan dia.
Kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang, kita sebut
sebagai atraksi interpersonal (Atraksi berasal dari bahasa latin attrahere-ad:
menuju; trahere; menarik). Karena pentingnya peranan atraksi interpersonal,
kita ingin membicarakan faktor-faktor yang menyebabkan mengapa persona
stimuli menarik kita.
1. Faktor-Faktor Personal yang Mempengaruhi Atraksi Interpersonal
a. Kesamaan Karakteristik Personal
Orang yang memiliki kesamaan dalam nilai-nilai, sikap, keyakinan,
tingkat sosioekonomis, agama, ideologis, cenderung saling menyukai. Menurut
teori Cognitive Consistency dari Fritz Heider, manusia selalu berusaha mencapai
konsistensi dalam sikap dan perilakunya. Kata Heider,”... kita cenderung
menyukai orang,kita ingin mereka memilih sikap yang sama dengan kita, dan
jika kita menyukai orang, kita ingin mereka memilih sikap yang sama dengan
kita.” Ditambahkan Don Bryne (1971) menunjukkan hubungan linear antara
atraksi dengan kesamaan, dengan menggunakan teori peneguhan dari
Behaviourisme. Persepsi tentang adanya kesamaan mendatangkan ganjaran, dan
perbedaan tidak mengenakkan.
b. Tekanan Emosional ( Stress)
Bila orang berada dalam keadaan yang mencemaskannya atau harus
memikul tekanan emosional, ia akan menginginkan kehadiran orang lain.
Stanley Schachter (1959) membuktikan pernyataan di atas dengan sebuah
eksperimen. Ia mengumpulkan dua kelompok mahasiswi. Kepada kelompok
pertama diberitahukan bahwa mereka akan menjadi subjek eksperimen yang
meneliti efek kejutan listrik yang sangat menyakitkan. Kepada kelompok dua
diberitahukan bahwa mereka hanya akan mendapat kejutan ringan saja. Schaster
menemukan di antara subjek pada kelompok pertama(kelompok yang tingkat
kecemasannya tinggi), 63 persen ingin menunggu bersama orang lain, dan di
antara subjek pada kelompok kedua hanya 33 persen yang memerlukan sahabat.
Schachter menyimpulkan bahwa situasi penimbul cemas (anxiety-producing
situations) meningkatkan kebutuhan akan kasih sayang.
c. Harga diri yang rendah
Menurut kesimpulan Walster, bila harga diri direndahkan, hasrat afiliasi (
bergabung dengan orang lain) bertambah, dan ia makin responsif untuk
menerima kasih-sayang orang lain. Dengan kata lain, orang yang rendah diri
cenderung mudah mencintai orang lain (Tubss dan Moss, 1974)
d. Isolasi Sosial
Manusia adalah makhluk sosial- itu sudah diketahui banyak orang,
manusia mungkin tahan hidup terasing beberapa waktu, tetapi tidak untuk
waktu yang lama. Isolasi sosial adalah pengalaman yang tidak enak. Bagi
yang terisolasi-narapidana, petugas di rimba, atau penghuni pulau terpencil-
kehadiran manusia merupakan kebahagiaan, maka dalam konteks isolasi
sosial, kecenderungan untuk menyenangi orang lain bertambah. Gain- Loss
Theory, Elliot Aronson (1972) mengembangkan Gain-Loss Theory (teori
untung-rugi) untuk menjelaskan atraksi interpersonal. Menurut teori ini,
pertambahan perilaku yang menyenangkan dari orang lain akan berdampak
positif pada diri kita.
Kita telah menceritakan penelitian Dion , Berscheid , dan Walster (1972) tentang
penilaian orang pada wajah yang cantik. Mereka cenderung dinilai akan lebih berhasil
dalam hidupnya , dan dianggap me miliki sifat - sifat yang baik. Walaupun apa yang
disebut cantik belum disepakati , kata sebagian orang relatif, ada orang - orang yang
disepakati banyak orang sebagai cantik atau tampan. Agak sukar misalnya. untuk
menemukan orang yang menganggap jelek pada Lidya Kandou Sherley Malinton ,
Meriam Bellina , Robby Sugara , atau Roy Marten .
Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa daya tarik fisik sering menjadi
penyebab utama atraksi personal Kita senang pada orang - orang yang tampan atau
cantik. Mereka pada gilirannya sangat mudah memeroleh simpati dan perhatian orang.
Di sini kita ceritakan sedikit penelitian Harold Sigall dan Elliott Aronson. Mereka
menyuruh seorang wanita mewawancarai beberapa orang mahasiswa. Pada kelompok
yang satu, ia muncul sebagai wanita cantik (karena memang ia cantik). Pada kelompok
yang lain, ia menampak kan diri sebagai wanita jelek (dengan make up yang berhasil).
Setelah wawancara, subjek diberi penilaian tentang dirinya ada yang baik, ada yang
jelek. Menarik sekali, ketika ia tampak sebagai wanita cantik, penilaian baik yang
diberikannya menyebabkan subjek - subjek sangat menyenanginya dan penilaian jelek
membuat mereka membencinya. Ini tidak terjadi ketika wanita itu tampak jelek,
Aronson menyimpulkan “Berbahagialah orang - orang yang cantik , karena mereka
akan disenangi orang”.
b. Ganjaran ( Reward )
Kita menyenangi orang yang memberikan ganjaran kepada kita . Ganjaran itu
berupa bantuan, dorongan moral, pujian atau hal - hal yang meningkatkan harga diri
kita. Kita akan menyukai orang yang me nyukai kita ; kita akan menyenangi orang yang
memuji kita. Menurut teori pertukaran sosial (social exchange theory) interaksi sosial
adalah semacam transaksi dagang. Kita akan melanjutkan interaksi bila laba lebih
banyak dari biaya. Atraksi, dengan demikian, timbul pada interaksi yang banyak
mendatangkan laba. Bila pergaulan saya dengan Anda sangat menyenangkan, sangat
menguntungkan dari segi psikol ogis atau ekonomi , kita akan saling menyenangi.
(Thibault dan Kelley , 1959 ; Homans , 1974 ; Lott dan Lott , 1974) .
c. Familiarity
Familiarity artinya sering kita lihat atau sudah kita kenal dengan baik. Prinsip
familiarity dicerminkan dalam peribahasa Indonesia, “Kalau tak kenal maka tak
sayang”. Robert B. Zajonc (1968) memperlihatkan foto wajah pada subjek
eksperimennya. Ia menemukan makin sering subjek melihat wajah tertentu, ia makin
menyukainya. Penelitian ini kemudian melahirkan hipotesis " more exposure " (terpaan
saja) Hipotesis ini dipakai sebagai landasan ilmiah akan pentingnya repetisi pesan
dalam memengaruhi pendapat dan sikap.
d. Kedekatan
e. Kemampuan (Competence)
( 4 ) orang yang berkemampuan rata - rata dan tidak berbuat salah. Orang yang
pertama dinilai paling menarik dan orang ketiga dinilai paling tidak
menarik. Orang yang sempurna tanpa kesalahan adalah yang kedua dalam hal
daya tarik. Dan orang biasa yang tidak berbuat salah, menduduki urutan
ketiga. Jadi, jika Anda cerdas, tampan dan serba bisa, usahakanlah supaya Anda
jangan terlalu sempurna, tunjukkan kelemahan Anda. Sebab, kalau Anda
sempurna betul, Anda bukan " man " lagi , tapi “superman".
Sudah diketahui bahwa pendapat dan penilaian kita tentang orang lain
tidak semata - mata berdasarkan pertimbangan rasional. Kita juga makhluk
emosional. Oleh karena itu, ketika kita menyenangi seseorang, kita juga
cenderung melihat segala hal yang berkaitan dengan dia secara positif.
Sebaliknya, jika kita membencinya kita cenderung melihat karakteristiknya
secara negatif. Komunikator yang dipandang menarik karena kesamaan,
kedekatan, daya tarik fisik lebih efektif dalam memengaruhi perubahan pendapat
dan sikap. Beberapa penelitian mencoba menghubungkan apa yang dipilih
dalam mulu dengan kesukaan pada calon anggota kongres di Amerika Serikat.
Kesamaan sikap antara pemilih dengan calon apalagi ditambah daya tarik fisik
calon merupakan prediktor (peramal) yang sangat tepat untuk meramalkan pilihan orang
dalam Pemilu. Efran dan Patterson (1974), misalnya menemukan bahwa calon yang
menarik secara fisik memeroleh tiga kali suara lebih banyak dari pada calon yang tidak
menarik. Atraksi tidak saja memengaruhi keputusan kita dalam bidang politik, tetapi
juga menentukan pola komunikasi interpersonal.
Efektivitas Komunikasi
Bila keadaan seperti ini, yang sudah dibuktikan oleh Wolosin (1975), kita
perluas pada situasi komunikasi lainnya, kita dapat menyatakan bahwa komunikasi akan
lebih efektif bila para komunikan saling menyukai. Dalam pendidikan, atraksi
interpersonal telah diteliti pengaruhnya terhadap prestasi akademis. Lott dan Lott (1966)
menemukan bahwa murid - murid belajar bahasa Spanyol lebih cepat bila bekerja sama
dengan orang - orang yang mereka senangi. Nelson dan Meadow (1971) membuktikan
dengan eksperimen bahwa pasangan mahasiswa yang mempunyai sikap yang sama
membuat prestasi yang baik dalam mengerjakan tugas - tugas dibandingkan dengan
pasangan yang mempunyai sikap yang berlainan.
D. HUBUNGAN INTERPERSONAL
Biaya adalah akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu hubungan.
Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan dan keruntuhan harga diri dan
kondisi kondisi lain yang dapat menghabiskan sumber kekayaan individu atau dapat
menimbulkan efek efek yang tidak menyenangkan. Seperti ganjaran, biaya pun berubah
ubah sesuai dengan waktu dan orang yang terlibat di dalamnya. Hasil atau laba adalah
ganjaran dikurangi biaya. Bila seorang individu merasa, dalam suatu hubungan
interpersonal, bahwa ia tidak memeroleh laba sama sekali ia akan mencari hubungan
lain yang mendatangkan laba. Misalnya, Anda mempunyai kawan yang pelit dan
bodoh. Anda banyak membantunya, tetapi hanya sekadar supaya persahabatan dengan
dia tidak putus. Bantuan Anda (biaya) ternyata lebih besar daripada nilai persahabatan
(ganjaran) yang Anda terima. Menurut teori pertukaran sosial , hubungan Anda dengan
sahabat pelit itu mudah sekali retak dan digantikan dengan hubungan baru dengan orang
lain .
Model Peranan
Ekspektasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan hal yang berkaitan
dengan posisi tertentu dalam kelompok. Guru di harapkan berperan sebagai pendidik
yang bermoral dan menjadi contoh yang baik bagi murid muridnya. Jenderal diharapkan
berperan sebagai pembina tentara yang berani dan tegas. Suami diharapkan mencintai
dan menghormati istrinya. Guru yang berbuat jahat, jenderal yang takut kecoak, suami
yang memperbudak istrinya tidak memenuhi ekspektasi peranan. Tuntutan peranan
adalah desakan sosial yang memaksa individu untuk memenuhi peranan yang telah
dibebankan kepadanya. Desakan sosial dapat berwujud sebagai sanksi sosial dan
dikenakan bila individu menyimpang dari peranannya. Dalam hubungan interpersonal,
desakan halus atau kasar dikenakan pada orang lain agar ia melaksanakan peranannya.
Model Permainan
Model ini berasal dari psikiater Erie Berne (1964, 1972) yang menceritakannya
dalam buku Games People Play. Analisisnya kemudian dikenal sebagai analisis
transaksional, Dalam model ini, orang-orang berhubungan dalam bermacam macam
permainan, yang mendasari permainan ini adalah tiga bagian kepribadian manusia
seperti orang tua, orang dewasa, dan anak (Parent, Adult, Child). Orang tua adalah
aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang kita terima dari orang tua
kita atau orang yang kita anggap orang tua kita. Orang dewasa adalah bagian
kepribadian yang mengolah informasi secara rasional, sesuai dengan situasi, dan
biasanya berkenaan dengan masalah masalah penting yang memerlukan pengambilan
keputusan secara sadar. Anak adalah unsur kepribadian yang diambil dari perasaan dan
pengalaman kanak kanak dan mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas, dan
kesenangan.
Apa pun teori hubungan interpersonal yang kita gunakan, kita akan melihat hal
yang sama: hubungan interpersonal melibatkan dan membentuk kedua belah pihak.
Ketika saya berhubungan dengan Anda, Anda bukan lagi Anda yang biasa; Anda
berubah karena pertermuan dengan saya. Saya pun berubah juga karena kehadiran
Anda. Tiga psikolog terkenal seperti R.D. Laing, H. Phillipson, A.R. Lee
mengungkapkannya seperti ini:
“When Peter meets Paul, Paul’s behavior becomes. Peters’s experience; Peter’s
behavior becomes Paul’s experience”
Saya dan anda berbagi pengalaman. Bila pengalaman ini menyenangkan, bila
permainan peranan berlangsung seperti yang kita harapkan, bila terjadi hubungan
komplementer, hubungan di antara kita akan di lanjutkan, dipertahankan, dan
diperkokoh. Sebaliknya bila hubungan saya dengan anda hanya menimbulkan
kepedihan, bila saya tidak tahu bagaimana saya harus bertindak di hadapan anda, bila
hubungan kita bersilang (menggunakan aspek orang dewasa, sedangkan anda melihat
saya sebagai orang tua pada anaknya) saya akan mengakhiri hubungan interpersonal
dengan anda, semua hubungan interpersonal harus berakhir; betapapun anda berusaha
mempertahankannya. Jadi, hubungan interpersonal berlangsung melewati tiga tahap:
pembentukan hubungan, peneguhan hubungan, dan pemutusan hubungan
Tahap ini sering disebut sebagai tahap perkenalan (acquaintance process) Kalau
perkenalan adalah proses penyampaian informasi. Beberapa orang penelifi seperti
Newcomb (1961), Berger (1973), Zunin (1972), dan Duck (1976) setelah menemukan
Hal-hal menarik dari proses perkenalan. Fase pertama, "fase kontak yang permulaan"
(initial contact phase), ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk "menangkap"
informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing pihak berusaha "menggali" secepatnya
identitas, sikap, dan nilai pihak yang lain. Bila ada kesamaan, mulailah dilakukan proses
mengungkapkan diri. Bila mereka merasa berbeda, mereka akan berusaha
menyembunyikan dirinya. Hubungan interpersonal mungkin diakhiri. Proses saling
menilik ini disebut Newcomb sebagai “reciprocal scanning” (saling menyelidik). Pada
tahap ini informasi yang dicari dan disampnikan umumnya berkisar mengenai data
demografis; usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga, dan sebagainya
Tidak selalu informasi itu Kita peroleh melalui komunikasi verbal. Kita juga
membentuk kesan dari petuniuk proksemik, Kinesik, paralinguistik, dan artifaktual.
Caranya ia mempertahankan jarak, gerak tangan dan lirikan matanya, intonasi suara,
dan pakaian yang dikenakannya akan membentuk kesan pertama, Kesan pertama ini
amat menentukan apakah hubungan interpersonal harus diakhiri atau diperteguh.
Menurut William Brooks dan Phillip Emmert, "Kesan pertama sangat menentukan;
karena itu, hal-hal yang pertama kelihatan hal yang menentukan kesan pertama menjadi
sangat penting. Para psikolog sosial menemukan bahwa fisik, apa yang diucapkan
pertama, apa yang dilakukan pertama menjadi penentu yang penting terhadap
pembentukan Citra pertama tentang orang itu."(Brooks dan Em-mert, 1976: 24)
Menurut argyle Faktor yang kedua adalah kesepakatan tentang siapa yang akan
mengontrol siapa, dan bilamana. Jika dua orang mempunyai pendapat yang berbeda
sebelum mengambil kesirnpulan, siapakah yang harus berbicara lebih banyak, siapa
yang menentukan, siapakah yang dominan. Konflik terjadi umumnya bila masing
masing ingin berkuasa, atau tidak ada pihak yang mau mengalah. Faktor yang ketiga
adalah ketepatan respons; artinya, respons A harus diikuti oleh respons B yang sesuai.
Dalam percakapan. misalnya, pertanyaan harus disambut dengan jawaban. lelucon
dengan tertawa, permintaan keterangan dengan penjelasan. Respons ini bukan Saja
berkenaan dengan pesan-pesan verbal, tetapi juga pesan-pesan nonverbal. Jika
pembicaraan saya yang serius dijawab dengan main- main, ungkapan wajah yang
bersungguh-sungguh diterima dengan air muka yang menunjukkan sikap tidak percaya.
hubungan interpersonal mengalami keretakan. Ini berarti Anda memberikan respons
yang tidak tepat.
Dalam konteks ini ada gunanya di sini kita membagi respons ke dalam dua
kelompok: konfirmasi dan diskonfirmasi (Tubbs dan Moss, 1974 : 259 298). Konfirmasi
menurut Sieburg dan Larson adalah "any behavior that causes another person to value
himself more". Sebaliknya diskonfirrnasi adalah "behavior that cause a person to value
himself less". Konfirmasi akan memperteguh hubungan interpersonal, sedangkan
diskonfirmasi akan merusakkannya. Bayangkanlah, pada suatu hari menonton film
bersama saya. Usai menonton, Anda memberi komentar, "Merriam Belina bermain baik
sekali." Berbagai respons dapat saya berikan. Saya mungkin berkata "Saya setuiu ia
memang bintang yang terbaik saat ini,” atau, "Aneh benar engkau ini. Dalam film itu,
justru Merriam bermain jelek sekali. "Respons pertama adalah konfirmasi dan respons
kedua adalah diskonfirmasi. Respons yang termasuk konfirmasi dan diskonfirmasi
dijelaskan di bawah:
Konfirmasi
Diskonfirmasi
Walaupun kita dapat menyimpulkan bahwa jika empat faktor di atas tidak ada,
hubungan interpersonal akan diakhiri, penelitian tentang pemutusan hubungan masih
jarang sekali dilakukan. Bahkan menurut Brooks dan Ernmert, “there is almost no
research literature on this topic" Walaupun demikian, kita dapat mengambil R.D, Nye
(1973) dalam bukunya conflict among humans. Nye menyebutkan lima sumber konflik:
(1) kompetisi salah satu pihak berusaha memeroleh sesuatu dengan mengorbankan
orang lain; misalnya menunjukkan kelebihan dalam bidang tertentu dengan
merendahkan orang lain; (2) dominasi salah satu pihak berusaha mengendalikan pihak
lain sehingga orang itu merasakan hak-haknya dilanggar; (3) kegagalan masing-masing
berusaha menyalahkan yang lain apabila tujuan bersama tidak tercapai; (4) provokasi
salah satu pihak terus-menerus berbuat sesuatu yang ia ketahui menyinggung perasaan
yang lain: (5) perbedaan nilai kedua pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai yang mereka
anut.
3. Faktor-Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Interpersonal dalam
Komunikasi Interpersonal
Pola-pola komunikasi interpersonal mempunyai efek yang berlainan
pada hubungan interpersonal. Tidak benar anggapan orang bahwa makin
sering orang melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain, makin
baik hubungan mereka. Yang meniadi soal bukanlah berapa kali komunikasi
dilakukan. Akan tetapi, bagaimana komunikasi itu dilakukan.
a. Percaya (trust)
Mengapa saya takut mengatakan kepada Anda siapa saya? Mungkin karena saya
takut bila saya menceritakan diri saya anda tidak akan menyenangi saya. Ini
menunjukkan tidak adanya unsur percaya. Saya ingin disenangi Anda dan takut
kehilangan simpati (unsur pertama: risiko), dan saya sadar bahwa simpati itu
bergantung kepada Anda (unsur kedua). Saya tidak yakin bahwa Anda akan menyukai
saya bila saya membuka diri saya, Di sini "Percaya" tidak ada karena unsur ketiga tidak
ada.
1) Karakteristik dan maksud orang lain. Orang akan menaruh kepercayaan kepada
Seorang yang dianggap memiliki kemampuan, keterampilan, atau pengalaman dalam
bidang tertentu. Kita percaya kepada dokter dalam urusan kesehatan, tetapi tidak
percaya padanya dalam urusan agarna. Erat kaitannya dengan faktor keahlian adalah
faktor reputasi atau reliabilitas. Orang yang memiliki reliabilitas berarti dapat
diandalkan, dapat diduga, jujur, dan konsisten. Kita akan menaruh kepercayaan kepada
orang seperti itu. Akhirnya sikap percaya kita dipengaruhi oleh persepsi kita pada
maksud orang lain dalam hubungannya dengan maksud kita. Kita akan percaya pada
orang yang mempunyai maksud sama dengan kita.
3) Sifat dan kualitas komunikasi. Bila komunikasi bersifat terbuka. bila maksud dan
tujuan sudah jelas, bila ekspektasi sudah dinyatakan, maka akan tumbuh sikap percaya.
Sikap percaya berkembang apabila setiap komunikan lainnya berlaku jujur.
Tentu saja sikap ini dibentuk berdasarkan pengalamanan komunikan. Oleh karena itu,
sikap percaya berubah-ubah bergantung kepada komunikan yang dihadapi. saya
mungkin percaya pada Polisi B karena pengalaman saya mendapat bantuannya pada
waktu yang lalu; tetapi saya masih tetap tidak percaya pada polisi-polisi yang lain.
Selain pengalaman, ada tiga faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya atau
mengembangkan komunikasi yang di dasarkan pada sikap saling percaya: menerima„
empati, dan kejujuran.
1. Karakteristik dan maksud orang lain. Orang akan menaruh kepecayaan pada
orang yang dianggap memiliki kemampuan, keterampilan, atau pengalaman
dalam bidang tertentu .
2. Hubunga kekuasaan. Percaya tumbuh apabila orang-orang mempunyai
kekuasaan terhadap orang lain.
3. Sifat dan kualitas komunikasi. Bila komunikasi bersifat terbuka, bila maksud
dan tujuan sudah jelas, nila ekspektasi sudah di nyatakan , maka akan tumbuh
sikap percaya.
Menerima tidaklah berarti menyetujui semua perilaku orang lain atau rela
menunggu akibat-akibat perilakunya. Menerima berarti tidak menilai pribadi orang
berdasarkan perilakunya yang tidak kita senangi. Empati adalah faktor kedua yang
menumbuhkan sikap percaya pada pada diri orang lain. Definisi terakhir dikontraskan
dengan pengertian simapti. Dalam simpati, kita menempatkan diri secara imajinatif pada
posisi orang lain. Bila saya melihat Anda menangis karena kehilangan kekasih Anda,
saya mencoba membayangkan perasaan saya bila saya juga kehilangan kekasih. Dalam
empati, kita tidak menempatkan diri kita pada posisi orang lain ; kita ikut serta secara
emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain.
Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi.
Orang bersikap defensif bila ia tidak menerima, tidak jujur dan tidak empatis. Sudah
jelas, dengan sikap defensif komunikasi interpersonal akan gagal karena orang defensif
akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi
komunikasi ketimbang memahami pesan orang lain . komunikasi defensif dapat terjadi
karena faktor-faktor personal (ketakutan, kecemasan. Harga diri yang rendah,
pengalaman defensif dan sebagainya) atau faktor-faktor situasional.
Sikap Terbuka