Anda di halaman 1dari 40

RESUME PSIKOLOGI KOMUNIKASI

“SISTEM KOMUNIKASI INTERPERSONAL”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Komunikasi


Program Studi Psikologi Islam Fakultas Psikologi

Disusun Oleh :

Kelompok 3

1. Deska Srinadillah 1710901007


2. Indah Lestari 1710901017
3. Amelia Utami 1720901036
4. M. Raka Ramadhan 1720901052
5. Amrina Asharita 1730901072
6. Resti Nopiana 1730901099
7. M. Ghozali 1730901090

Dosen : Sarah Afifah, S.Psi,. M.A

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

TAHUN 2020
A. PERSEPSI INTERPERSONAL
Persepsi bukan hanya sekedar rekaman peristiwa atau objek karena terdapat
beberapa pengaruh seperti pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional
dan latar belakang budaya menentukan interpretasi kita pada sensasi. Bila objek atau
peristiwa di dunia luar disebut dengan distal stimuli dan persepsi kita tentang stimulu
disebut dengan percept, maka persepsi tidak selalu sama dengan diztal stimulus. Proses
subjekyif yang secara aktif menafsirkan stimulus disebu sebagai construtive process
yakni proses yang meliputi faktor biologis dan sosiopsikologis individu pelaku persepsi.
Pada tahun 1950-an di kalangan psikologi sosial timbul aliran baru yang
meneliti faktor-fakor sosial seperti pengaruh interpersonal, nilai-nilai kultural dan
harapan-harapan yang dipelajari secara sosial pada persepsi individu bukan saja
terhadap objek-objek mati, tetapi juga pada objek-objek sosial. Lahirlah persepsi sosial
yang didefinisikan sebagai “the role of socially generated influences on the basic
processes of perception” (McDavid & Harari, 1968). Kini, persepsi sosial memeroleh
konotasi baru sebagai proses memersepsikan objek-objek dan peristiwa-peristiwa sosial.
Untuk tidak mengaburkan istilah dan menggarisbawahi manusia sebagai objek persepsi,
dikenal kan lah istilah persepsi interpersonal.
Ada empat perbedaan antara persepsi objek dengan persepsi interpersonal yaitu:
1) Pada persepsi objek, stimulus yang ditangkap oleh indera kita melalui benda-
benda fisik, gelombang, cahaya, gelombang suara, temperatur dan sebagainya.
Pada persepsi interpersonal, stimulus mungkin sampai ke kita melalui lambang-
lambang verbal atau grafis yang disampaikan oleh pihak ketiga.
2) Apabila kita menanggapi objek, kita hanya menanggapi sifat-sifat batiniah
objek tersebut. Beda halnya dengan persepsi interpersonal yang mana kita
mencoba memahami apa yang tidak tampak oleh panca indera kita, tidak hanya
melihat perilakunya tetapi juga melihat mengapa ia berprilaku seperti itu.
Bukan hanya memahami tindakan tetapi juga motif tindakan tersebut. Itulah
mengapa persepsi interpersonal lebih suling ketimbang persepsi objek.
3) Ketika mempersepsikan sebuah objek, objek tidak bereaksi kepada kita dan kita
pun tidak memberikan reaksi emosional padanya. Dalam persepsi interpersonal,
faktor-faktor personal dan karakteristik orang yang ditanggapi serta hubungan
anda dengan orang tersebut menyebabkan persepi interpersonal sangat
cenderung keliru.
4) Objek relatif tetap tetapi manusia berubah-ubah. Anehnya betapapun sulitnya
kita mempersepsikan orang lain, manusia masih bisa berhasil dalam memahami
orang lain. Buktinya, kita masih dapat bergaul dengan mereka, dapat
berkomunikasi dengan mereka dan masih dapat memprediksi perilaku mereka.
1. Pengaruh Faktor-Faktor Situsional Pada Persepsi Interpersonal
a) Deskripsi Verbal
Pada eksperimen yang dilakukan oleh Asch membagikan daftar A dan B
menjadi dua kelompok yaitu :
Daftar stimuli A Daftar Stimuli B
Cerdas Cerdas
Terampil Terampil
Rajin rajin
Hangat dingin
Teguh teguh
Praktis praktis
Waspada waspada

Kedua daftar tersebut sama, kecuali yang keempat. Tanggapan terhadap


A positif : orang yag memiliki sifat-sifat itu dianggap murah hati, bahagia dan
berkelakuan baik. Tanggapan terhadap B negatif, orang yang memiliki sifat-
sifat B dianggap pelit, tidak bahagia dan kurang popular. Kata-kata hangat dan
dingin telah mewarnai seluruh kesan kita. Kata-kata ini merupakan central
organizing trait. Menurut teori ini, ada kata-kata tertentu yang mengarahkan
seluruh penilaian kita terhadap orang lain.
b) Petunjuk Proksemik
Prosemik adalah studi tentang penggunaan jarak dalam menyampaikan
pesan, istilah ini diperkenalkan oleh antropolog interkultural Edward T.Hall.
Hall membagi jarak kedalam empat corak yaitu jarak publik, jarak sosial, jarak
personal dan jarak akrab. Pertama, Hall menyimpulkan keakraban seseorang
dengan orang lain dari jarak mereka, seperi yang kita amati. Kedua, erat
kaitannya dengan yang pertama, kita menanggapi sifat-sifat orang lain dari cara
orang itu membuat jarak dengan kita. Ketiga, cara orang mengatur ruang
memengaruhi persepsi kita tentang orang tersebut. Jadi kita menganggap orang
lain berdasarkan jarak yang dibuat orang itu dengan orang lain atau jarak yang
dibuat orang itu dengan kita.
c) Petunjuk Kinesik
Dalam bahasa Indonesia, kita mempunyai beberapa ungkapan yang
mencerminkan persepsi kita tentang orang lain dari gerakan tubuhnya, seperti
membusungkan dada (sombong), berdiri tegak (berani), bertopang dagu (sedih)
dan lain sebagainya. Beberapa penelitian telah membuktikan persepsi yang
cermat tentang sifat-sifat orang dari pengamatan petunjuk kinesik. Petunjuk
kinesik merupakan suatu hal yang begitu penting karena petunjuk kinesik
adalah yang paling sukar untuk dikendalikan secara sadar oleh orang yang
menjadi stimulus.
d) Petunjuk Wajah
Petunjuk wajah juga menimbulkan persepsi yang dapat diandalkan,
diantara petunjuk nonverbal, petunjuk facial adalah yang paling penting dalam
mengenali perasaan persona stimuli. Ahli komunikasi nonverbal Dala G.
Leatherd (1976) menulis : “wajah sudah lama menjadi sumber informasi dalam
komunikasi interpersonal. Inilah alat yang sangat penting dalam menyampaikan
makna......”. Walaupun petunjuk wajah dapat mengungkapkan emosi, tidak
semua orang mempersepsi emosi itu dengan cermat, ada yang sensitif dalam
mempersepsikan petunjuk wajah dan ada juga yang tidak. Ahli Psikolog sosial
sudah menemukan ukuran kecermatan persepsi wajah itu dengan tes yang
disebut FMST (Facial meaning sensitivity test) (tes kepekaan makna wajah),
dengan tes ini, kepekaan kita menangkap emosi pada wajah orang lain dapat
dinilai skornya.
e) Petunjuk Paralinguistik
Paralinguistik ialah bagaimana cara orang mengucapkan lambang-
lambang verbal. Jadi, jika petunjuk verbal menunjukkan aoa yang diucapkan,
petunjuk paralinguistik mencerminkan bagaimana mengucapkannya. Ini
meliputi tinggi-rendahnya suara, tempo bicara, gaya verbal (dialek) dan
interaksi (perilaku ketika melakukan komunikasi atau obrolan).
f) Petunjuk Artifaktual
Petunjuk artifaktual meliputi segala macam penampilan mulai dari
potongan tubuh, kosmetik yang dipakai, baju, tas, pangkat dan atribut-atribut
lainnya. Misalnya mungkin anda pernah berjumpa dengan seseorang, lalu anda
pikir orang itu cerdas dan periang, atau tiba-tiba anda merasa benci pada orang
tersebut., tanpa menyadari sebab-sebabnya. Ini kemungkinan besar terjadi
reaksi anda terhadap penampilannya, walaupun terjadi lewat alam bawah sadar.
Karena pada umumnya kita memiliki steorotip gambaran kaku, yang tidak
berubah-ubah serta tidak benar tentang penampilan tertentu, apalagi kalau
steorotip ini diperkokoh dengan pengalaman-pengalaman masa lalu. Istilah lain
saat terjadinya interaksi sosial sering adanya hallo effect seperti bila kita
mengetahui bahwa seseorang memiliki satu sifat, kita beranggapan bahwa ia
memiliki sifat-sifat tertentu. Bila kita sudah menyenangi seseorang, maka kita
cenderung melihat sifat-sifat baik pada orang itu ataupun sebaliknya.

2. Pengaruh Faktor-Faktor Personal Pada Persepsi Interpersonal


Persepsi interpersonal besar pengaruhnya, bukan saja pada komunikasi
interpersonal tetapi juga pada hubungan interpersonal. Oleh karena itu, kecermatan
persepsi interpersonal akan sangat berguna untuk meningkatkan kualitas
komunikasi interpersonal.
a) Pengalaman
Pengalaman akan bertambah melalui rangkaian peristiwa yang pernah
kita hadapi dan pengalaman juga memengaruhi proses kecermatan persepsi.
b) Motivasi
Motif personal lainnya yang memengaruhi persepsi interpersonal
adalah kebutuhan untuk mempercayai dunia yang adil. Menurut Lerner, kita
perlu mempercayai bahwa dunia ini diatur secara adil, setiap orang
memeroleh apa yang layak diperolehnya. Misalnya jika kita melihat orang
yang sukses, kita cenderung menanggapinya sebagai orang yang memiliki
karakteristik yang baik. Kepada orang yang gagal, seringkali kita
limpahkan segala dosa, orang yang celaka, orang yang miskin ataupun
orang yang malas. Jelas, motif dunia adil ini sering kali mendistorsi
persepsi kita.
c) Kepribadian
Dalam psikoanalisis, dikenal dengan istilah proyeksi sebagai salah satu
cara pertahanan ego. Proyeksi adalah mengeksternalisasikan pengalaman
subjektif secara tidak sadar. Pada persepsi interpersonal, orang mengenakan
pada orang lain sifat-sifat yang ada pada dirinya, yang tidak di senanginya.
Pada tahun 1950 an, sekelompok peneliti di Universitas California di
Berkeley melakukan penelitian tentang kepribadian otoriter (Brunswile,
dkk., 1950). Kepribadian otoriter adalah sindrom kerpibadian yang ditandai
oleh ketegaran berpegang pada nilai-nilai konvensional, hasrat berkuasa
yang tinggi, kelakuan dalam hubungan interpersonal, kecenderungan
melemparkan tanggung jawab pada sesuatu di luar dirinya dan
memproyeksikan sebab-sebab dari peristiwa yang tidak menyenangkan
pada kekuatan di luar dirinya.

3. Proses pembentukan kesan


a. Stereotyping
Robert Rosenthal dan Leonore Jacobson (1968) ingin meneliti
pengaruh ekspenktasi guru terhadap prestasi murid. Apakah murid
yang diduga cerdas aka lebih berhasil? Mereka meneliti murid-murid
SD. Tes kecerdasan diberikan kepada para murid. Kemudian, nama-
nama diduga akan membuat prestasi intelektual yang menonjol
disampaikan kepada para guru (sebetulnya, nama-nama itu dicomot
secara random saja; tidak ada perbedaan berarti di antara mereka).
Ternyata, anak-anak yang diharapkan cersas menunjukan pre1stasi
akademis yang jauh menonjol dari pada orang lain. Para peneliti
menjelaskan; mungkin guru memberikan perhatian yang lebih besar
kepada mereka, lebih mendorong dan membantu; mungkin mereka
mengkomunikasikan secara verbal atau nonoverbal persepsi mereka
kepada murid-murid tersebut; mungkin persepsi guru itu tertangkap
oleh murid-murid itu dan memperbaiki konsep dirinya.
Kita melihat peristiwa itu di sisi lain. Ketika guru menghadapi
murid-muridnya yang bermacam-macam, ia akan mengelompokkan
mereka pada konsep-konsep tertentu: cerdas, bodoh, cantik, jelek,
rajin, atau malas. Penggunaan konsep ini menyederhanakan begitu
banyak stimulus yang diterimanya. Namun, begitu anak-anak itu
diberi kategori cerdas, persepsi guruterhadapnya akan konsisten.
Semua sifat anak cerdas akan dikenakan kepada mereka. Inilah yang
disebut stereotyping.
Menurut psikologi kognitif, pengalaman-pengalaman baru akan
dimasukan pada “laci” kategori yang ada dalam memori kita,
berdasarkan kesamaannya dengan pengalaman masa lalu. Bersama
itu, semua sifat yang ada pada kategori pengalama itu dikenakan
pada pengalaman baru. Dengan cara seperti ini, orang memeroleh
informasi tambahan dengan segara, sehingga membantu dalam
mengambil keputusan yang cepat atau dalam meramalkan peristiwa.
Katakanlah, anda berjumpa dengan orang asing yang bernama
Manfres. Segera anda kategorikan dia sebagai orang Barat. Anda
segera membentuk kesan bahwa ia orang yang tepat waktu, berbicara
terus terang, memiliki keteramplan teknologis dan … menganut free
sex. Kesan-kesan ini muncul, karena begitulah penjelasan tentang
sifat orang Barat dalam gudang memori anda.
Stereotyping ini mungkin yang menjelakan terjadinya primacy
effect dan halo effect yang sudah kita jelaskan di muka. Primacy
effect secara sederhana menunjukan bahwa kesan pertama amat
menentukan; karena kesan itulah yang menentukan kategori. Begitu,
pula, halo effect. Persona stimuli yang sudah kita senangi telah
mempunyai kategori tertentu yang positif, dan pada kategori itu
sudha disimpan semua sifat yang baik.
Ada penelitian yang lucu dan menarik. Harari dan McDavid
(1973) meminta guru-guru yang berpengalaman untuk menilai
serangkaian karangan siswa kelas lima; satu karangan yang sama
diberinama pengarang yang berbeda satu kelompok nama-nama yang
dianggap bagus (David, Michael, Keren, dan Lisa), kelompok lain
nama-nama dianggap yang dianggap jelek (Elmer, Hubert, Bertha,
Adelle). Walaupun karagan yang sama diberi nama yang berbeda
untuk guru yang lainan, karangan yang dibuat oleh nama-nama yang
menarik diberi nilai lebih tinggi daripada karangan dengan nama-
nama jelek. Kita tidak bermaksud menyatakan bahwa bila anda gagal
dalam studi. Anda perlu mengganti nama. Ini hanya menunjukan
betapa nama sebagai label kategori memengaruhi persepsi. Kalau
Shakespeare katanya, “what is in name?” kita menjawab oh, banyak
sekali!
b. Implicit Personality Theory
Memberikan kategori berarti membuat konsep. Konsep
“makanan” mengelompokan donat, pisang, nasi, dan biscuit dalam
kategori yang sama . konsep “bersahabat” meliputi konsep-konsep
ramah, suka menolong, toleransi, dan sebagainya. Di sini, kita
mempunyai asumsi bahwa orang ramah pasti suka
menolong,toleransi, dan tidak akan mencemoohkan kita. Setiap orang
mempunyai konsep tersendiri tentang sifat-sifat apa, berkaitan
dengan sifat-sifat apa.
Konsepsi ini merupakan teori yang dipergunakan orang ketika
membentuk kesan tentang orang lain. Teori ini tidak pernah
dinyatakan, karena itu disebut implicit personality theory. Dalam
kehidupan sehari-hari, kita semua psikolog amatir, lengkap dengan
berbagai teori kepribadian. Suatu hari anda menemukan pembantu
anda sedang sembayang, anda menduga ia pasti jujur, saleh, bermoral
tinggi. Teori anda benar, sebab anda penjujung atau gereja yang tidak
saleh dan tidak bermoral.
c. Atribusi
Atribusi adalah proses menyimpulkan motif, maksud, dan
karakteristik orang lain dengan melihat pada perilakunya yang
tampak (Baron dan Bryne, 1979:56). Atribusi boleh juga ditunjukan
pada diri sendiri (self attribution), tetapi di sini kita hanya
membicarakan atribusi pada orang lain. Atribusi merupakan masalah
yang cukup popular pada dasawarsa terahir di kalangan psikologi
sosial, dan agak menggeser fokus pembentukan dan perubahan sikap.
Secara garis besar ada dua macam atribusi; atribusi kausalitas dan
atribusi kejujuran.
Fritz Heider (1958) adalah yang pertama menelaah atribusi
kausalitas. Menurut Heider, bila kita mengamati perilaku sosial,
pertama-tama kita menentukan dahulu apa yang menyebabkannya:
faktor situasi sosial atau personal dalam teori atribusi lazim
disebutkan kausalitas eksternal dan kausalitas internal (Jones dan
Nisbett, 1972). Menurut Jones dan Nisbett, kita dapat memahami
motif persona stimuli dengan memperhatikan dua hal. Pertama, kita
memfokuskan perhatian pada perilaku yang hanya memungkinkan
satu atau sedikit penyebab. Kedua, kita memusatkan pada perilaku
yang menyimpangdari pola perilaku yang biasa.
Dicontohkan dengan (Goldstein,1980:140). Dalam suatu ruangan
kelas, kita dapat menduga berbagai perilaku mahasiswa: menghadap
kedepan dan menulis catatan kuliah; menghadap kedepan tapi
mengobrol dengan rekan yang duduk disebelah; menghadap ke depan
sambil membaca Koran; menghadap kedepan sambil tidur; atau
membelakang. Semua perilaku tersebut mempunyai keungkinan yang
berbeda-beda. Mengahadap kedepan sambil membuat catatan itu hal
yang paling mungkin terjadi. Ini hal yang paling sulit dijelakan,
karena berbagai penyebab dapat diduga ; mungkin ia ingin belajar,
ingin lulus ujian, takut beasiswanya dicabut, malu pada dosen, atau
tunduk pada norma-norma sosial. Dua hal yang pertama adalah
penyebab internal, tiga terakhir adalah penyebab eksternal.
Beberapa peneliti lain menghubungkan proses atribusi dengan
status pesona stimuli. Thibault dan Riecken (1955) melakukan
ekperimen dengan dua kelompok mahasiswa menyakinkan secara
persuasive dua orang konfederat (kawan penelitian yang menyamar)
tentang donor darah. Kelompok pertama meyakinkan seseorang yang
diberitahu sebagai dosen bergelar doktor; kelompok kedua, seseorang
veteran mahasiswa tingkat akhir pertama. Kedua konfederat berhasil
mengikuti anjuran. Subjek-subjek eksperimen kemudian disuruh
menjelaskan apakah konfederat itu mengikuti anjuran karena persuasi
yang dilakukan, atau karena karakteristik orang itu (ia memang ingin
menyumbang darah). Kausalitas internal ternyata lebih banyak pada
konfederat berstatus tinggi. Yang berstatus rendah dianggap
menyumbang karena pengaruh persuasi.
Yang lebih terkenal, sebenarnya teori atribusi dari Harold Kelley (1972, 1973).
Menurut Kelley, kita menyimpulkan kausalitas internal atau eksternal dengan
memperhatikan tiga hal : consensus,-apakah orang lain bertindak sama seperti
penanggap konsistansi apakah penanggap bertindak sama pada situasi lain dan kekhasan
(distinctiveness) apakah orang itu bertindak yang sama pada situasi lain, atau hanya
situasi ini saja. Menurut teori Kelley, bila ketiga hal itu tinggi, orang akan melakukan
atribusi kausalitas eksternal. Mislanya Rudi bertengkar dengan seorang dosen, begitu
juga dengan dosen yang lain (konsesus tinggi), Rudi pernah juga bertengkar dengan
dosen itu sebelumnya (konsistensi tinggi), Rudi tidak pernah bertengkar dengan dosen
lain (kekhasan tinggi). Anda akan menyimpulkan Rudi marah karena ulah dosen, bukan
watak Rudi.

Sekarang bagaimana kita dapat menyimpulkan bahwa persona stimulus jujur


atau munafik (atrubusi kejujuran / atribution of honesty)? Menurut Robert A. Baron dan
Donn Byrne (1979:7071), kita akan memperhatikan dua hal : satu, sejauh mana
pernyataan orang itu menyimpang dari pendapat yang popular dna diterima orang,
kedua, sejauh mana orang itu memeroleh keuntungan dari kita dengan pernyataannya
itu. Penelitian terdahulu telah membuktikan kebenaran teori di atas.

Makin besar jarak antara pendapat personal stimuli dengan pendapat umum,
makin percaya kita bahwa ia jujur (Eisinger dan Millis,1968: Jones et al., 1971). Kita
kurang percaya kepada orang yang mengeluarkan pernyataan yang menguntungkan
dirinya. Kita tidak yakin pada salesmen tentang dagangannya, sebab ia memang
mencari keutungan. Kita yakin kwan kita jujur bila ia menyatakan pendapat yang
sebetulnya akan merugikan dia.

4. Proses Pengelolaan Kesan (Impression Management)


Kesulitan persepsi karena persona stimuli berusaha menampilkan
petunjuk tertentu untuk menimbulkan kesan tertentu pada diri penanggap.
Erving Goffman menyebutkan proses ini pengelolaan kesan (impression
management). Kita sudah megetahui orang lain menilai kita berdasarkan
petunjuk-petunjuk yang kita berikan; dan dari penilaian itu mereka
memperlakukan kita. Bila mereka menilai kita berstatus rendah, kita tidak
mendapatkan pelayanan istimewa. Bila kita dianggap bodoh mereka akan
mengetaur kita. Untuk itu, kita secara sengaja menampilkan diri kita (self
presention) seperti yang kita kehendaki.
Peralatan lengkap yang kita gunakan untuk menampilkan diri ini disebut
front. Front terdiri atas panggung (setting), penampilan (appearance), dna
gaya tingkah laku (manner). Panggung adalah rangkaian peralatan ruang dan
benda yang kita gunakan. Penampilan berarti menggunakan petunjuk
artifaktual. Kita memakai dasi, kemeja, dan minyak wangi. And aingin
memberikan kesan bahwa anda gadis masa kini yang tidak oerlu diragukan.
Gaya bertingkah laku menunjukan kita berjalan, duduk, berbicara,
memandang,dan sebagainya.

5. Pengaruh Persepsi Interpersonal Pada Komunikasi Interpersonal


Sudah jelas bahwa perilaku kita dalam komunikasi interpersonal amat
bergantung pada persepsi interpersonal. Bila anda diberitahu bahwa dosen
anda yang baru galak dan tidak senang dikritik, anda akan berhati-hati dalam
mengajukan pertanyaan. Kelley, tokoh atribusi, pernah melakukan
eksperimen pada mahasiswa ekonomi di Massachusets Institute Of
Technology. Mereka diberitahu dosennya berasal dari luar kota, dan untuk
kepentingan fakultas mereka diminta menilai dosen itu. Kepada satu
kelompok disampaikan biografi ringkas tentang disen seperti ini :
“Orang yang mengenalnya menilainya sebagai orang yang hangat, rajin
kritis, praktis, dan teguh pendirian”. Kelompok lain, biografinya itu
menyatakan “Orang yang mengenalnya menilainya sebagai orang yang agak
dingin, rajin kritis, praktis, dan teguh pendirian”.
Selain menduga dosen yang dilukiskan hangat menyampaikan kuliah
dengan baik, bersifat ramah dan menyenangkan, pada kelompok pertama, 56
persen mahasiswa terlibat dalam diskusi, pada kelompok kedua, hanya
diberikan bahwa dosen itu agak dingin, hanya 32 persen mahasiswa yang
terlibat dalam diskusi. Pada kenyataannya, seperti telah diuraikan di muka,
persepsi orang seringkali tidak cermat. Bila kedua belah pihak menanggapi
orang lain secara cermat, terjadilah kegagalan komunikasi (communication
breakdowns).
Kegagalan komunkasi ini dapat diperbaiki bila orang menyadari bahwa
persepsinya mungkin salah. Komunikasi interpersonal kita akan menjadi
lebih baikbila kita mengetahui persepsi kita bersifat subjektif dan cenderung
kleiru. Persepsi kita tentang orang lain cenderung stabil, sedangkan persona
stimuli adalah manusia yang telah berubah. Persepsi interpersonal juga akan
memengaruhi koumunikate. Bila orang berperilaku sesuai dengan persepsi
orang lain terhadap dirinya, terjadilah apa yang tekah disebutkan self
fulfilling prophecy (ramalan yang dipenuhi sendiri).

B. KONSEP DIRI
Menurut Charles Horton Cooley, kita akan melakukannya dengan
membayangkan diri kita sebagai orang lain; dala benak kita Cooley
menyebutkan gejala ini looking glass self (diri cermin); seakan akan kita
menaruh cermin di depan kita. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita
tampak pada orang lain, kita melihat sekilas diri kita seperti dalam cermin, kita
merasa wajah kita jelek. Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain
menilai penampilan kita, kita berpikir mereka menganngap kita tidak menarik.
Ketiga, kita mengalami persaaan bangga atau kecewa, orang mungkin merasa
sedih atau malu (Vander Zanden, 1975:79).
Konsep diri adalah gambaran dan penilaian diri kita. Konsep diri
merupakan tema utama psikologi humanistic, William James membedakan
antara “the I” dari yang sadar dan “The Me”. Pada psikologi sosial
dikembangkan oleh Charles Horton Cooley (1864-1929), Georgen Herbert
(1863-1931), dan memuncak oleh Herbert Blumner. Psiklogi sosial
ditenggelamkan oleh Behaviorisme. Pada tahun 1943, konsep diri dihidupkan
kembali oleh Gordon E. Allport. Pada teori motivasi Abraham Maslow
(1967,1970) dan Carl Rogers (1970) konsep diri yang muncul dengan tema
Psikologi Humanistik.
William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai “those physical,
social, and psychological perpeptions of ourselves that toe have derived from
experiences and our interaction with others” (1974:40). Jadi, konsep diri adalah
pandangan dan persaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh
bersifat psikologi, sosial, dan fisis. Konsep diri bukan hanya deskriptif, tetapi
juga penilaian anda tentang diri anda. Jadi konsep diri meliputi apa yang anda
pikirkan dan apa yang anda rasakan tentang diri anda. Oleh karena itu, Anita
Taylor at al. mendefinisikan konsep diri sebagai “all you think and fell about
you, the entire complex of beliefs and attitudes you hold about yourself”
(1977:98).
Ada dua konsep diri: komponen kognitif dan komponen afektif. Boleh
jadi komponen kognitif anda berupa, “saya ini orang bodoh,” dan komponen
kognitif anda berkata “saya senang diri anda bodoh; ini lebih baik bagi saya.”
Boleh jadi komponen kognitifnya seperti tadi, tapi komponen afektifnya
berbunyi, “saya malu sekali karena menjadi orang bodoh.” Dalam psikologi
sosial, komponen kognitif disebut citra diri (self image), dan komponen afektif
disebut harga diri (self esteem). Keduanya, menurut William D. Brooks dan
Philip Emmert (1976:45), berpengaruh besar pada pola komunikasi
interpersonal.
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi Konsep Diri
a. Orang lain
Gabriel Marcel, filosof eksistensialis, yang mencoba menjawab misteri
keberadaan, The Mystery of Being, menulis tentang peranan orang lain dalam
memahami diri kita, “The fact is that we can understand ourselves by starting
from the other or from others, and only by strating from them.” Kita mengenal
diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Bagaimana anda menilai
diri saya, akan membentuk konsep diri saya.
Harry statck Sullivan (1953) menejelaskan bahwa jika kita diterima
orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan
cenderung bersikap hormat dna menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang lain
selalu meremehkan kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita akan
cenderung tidak akan menyenangi diri kita. S. Frank Miyamoto dan Sanford M.
Dornbusch (1956) mencoba mengorelasikan penilaian orang lain terhadap
dirinya sendiri dengan skala lima angka dari yang paling jelek sampai yang
paling jelek sampai yang paling baik. Yang dinilai adalah kecerdasan,
kepercayaan diri, daya tarik fisik, dan kesukaan orang lain pada dirinya.
Dengan skala yang sama mereka juga menilai orang lain. Ternyata, orang-
orang yang dinali baik oleh orang lain,cenderung memilih skor tinggi untuk
dirinya. Artinya, harga dirinya sesuai dengan penilaian orang lainterhadap
dirinya.
Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri
kita. Yang paling berpengaruh adalah orang yang paling dekat dengan kita.
George Herbert Mead (1934) menyebutkan mereka significant others orang
lain yang sangat penting. Ketika kita masih kecil, mereka adalah orang tua kita,
saudara-saudara kita, dan orang yang tinggal dirumah kita. Richard Dewey dan
W.J. Humber (1966:105) menamainya affective others orang lain yang dengan
kita mempunhyai ikatan emosi. Dari merekalah kita secara perlahan
membentuk konsep diri. Senyum, pujian, pelukan menyebabkan kita menilai
secara positif. Cemoohan, hardikan menyebabkan sifat negatif. Ketika kita
tumbuh dewasa, kita mencoba menghimpun penilaian semua orang yang
pernah berhubungan dengan kita. Pandangan diri anda tentang keseluruhan
pandangan orang lainterhadap anda disebut generalized other. Konsep ini
berasa dari George Herbert Mead. Memandang diri kita seperti orang-orang
lain memandnagnya, berarti mencoba menempatkan diri kita sebagai orang
lain.

b. Kelompok rujukan (reference Group)


Dalam pergaulan bermasyarakat, kita menjadi anggota berbagai anggota
kelompok. Setiap kelompok mempunyai norma-norma tertentu, ada
kelompok yang secara emosional mengikat kita dan berpengaruh terhadap
konsep diri kita. Ini disebut kelompok rujukan. Dengan melihat kelompok ini,
orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri
kelompoknya.
2) Pengaruh Konsep Diri Pada Komunikasi Interpersonal
a. Nubuat yang Dipenuhi Sendiri
Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
komunikasi interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sedapat
mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seorang mahasiswa menganggap
dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara
teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari kuliah dengan sungguh-
sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik. Kecenderungan
untuk bertingkah laku sesuai dengan konsep diri disebut sebagai nubuat yang
dipenuhi sendiri. Bila Anda berpikir Anda orang bodoh, Anda akan benar-
benar menjadi orang bodoh. Bila Anda merasa memiliki kemampuan untuk
mengatasi persoalan, maka persoalan apa pun yang Anda hadapi pada akhirnya
dapat Anda atasi.
Sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas
konsep diri Anda; positif atau negatif. Menurut William D. Brooks dan Philip
Emmert (1976:42-43) ada empat tanda orang yang memiliki konsep diri yang
negatif. Pertama, ia peka pada kritik. Orang ini sangat tidak tahan kritik yang
diterimanya, dan mudah marah atau naik pitam. Kedua, orang yang memiliki
konsep diri negatif, responsif sekali terhadap pujian. Buat orang-orang seperti
in, segala macam embel-embel yang menunjang harga dirinya menjadi pusat
perhatianya. Bersamaan dengan kesenangannya terhadap pujian, mereka pun
bersikap hiperkritis terhadap orang lain. Ia selalu mengeluh, mencela, atau
meremehkan apa pun dan siapa pun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup
mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain. Inilah
sifat yang ketiga, Sikap hiperkritis.
Keempat, orang yang konsep dirinya negatif, cenderung merasa tidak
disenangi orang lain. Ia merasa tidak diperhatikan. Karena itulah ia bereaksi
pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan
dan keakraban persahabatan. Ia tidak akan pernah mempersalahkan dirinya,
tetapi akan menganggap dirinya sebagai korban dari sistem sosial yang tidak
beres. Kelima, orang yang konsep dirinya negatif, bersikap pesimis terhadap
kompetisi seperti terungkap dalam keenggananya untuk bersaing dengan orang
lain dalam membuat prestasi. Ia menganggap tidak akan berdaya melawan
persaingan yang merugikan dirinya. Sebaliknya, orang yang memiliki konsep
diri positif ditandai dengan lima hal:
1) Ia yakin akan kemampuanya mengatasi masalah
2) Ia merasa setara dengan orang lain
3) Ia menerima pujian tanpa rasa malu
4) Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,
keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya di setujui masyarakat;
5) Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan
aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha
mengubahnya.

b. Membuka Diri
Pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang
sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita.
Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat pada kenyataan. Hubungan
antara konsep diri dan membuka diri dapat dijelaskan dengan Johari (Josept Luft &
Harry Ingham) Window, dalam Johari Window diungkapkan tingkat keterbukaan dan
tingkat kesadaran tentang diri kita.Untuk membuat Johari Window, gambarlah segi
empat dengan garis tengah yang membelah jendela itu menjadi dua bagian. Sebelah atas
jendela menunjukkan aspek diri kita yang diketahui orang lain- public self. Sebelah
bawah adalah aspek diri yang tidak diketahui orang lain- private self. Bila jendela kita
belah ke bawah, sebelah kiri adalah aspek diri yang kita ketahui, dan sebelah kanan
adalah aspek diri yang tidak kita ketahui.
Kamar pertama disebut daerah terbuka (open area), meliputi perilaku dan
motivasi yang kita ketahui dan diketahui orang lain. Pada daerah inilah, kita sering
melakukan pengelolaan kesan yang sudah kita bicarakan. Kita berusaha menampilkan
diri kita dalam bentuk topeng. Anda benci kepada atasan Anda, tetapi Anda berusaha
menunjukkan sikap ramah kepadanya. Ketika ia meminta maaf telah menyinggung
anda, Anda menjawab, “Aah, tidak ada apa-apa kok, pak!” gejolak hati Anda,
kejengkelan Anda pada dia, diri yang Anda tutup-tutupi, adalah daerah tersembunyi
(hidden area).
Orang yang rendah diri berusaha jual tampang, menyakinkan orang lain tentang
keunggulan dirinya, dan merendahkan orang lain. Ia tidak menyadarinya, tapi orang
lain mengetahuinya. Ini termasuk daerah buta (blind area). Tentu ada diri kita yang
sebenarnya, yang hanya Allah yang tahu. Ini daerah tidak dikenal (uknown area).
Makin baik Anda mengetahui seseorang, makin akrab hubungan anda dengan dia,
makin lebar daerah terbuka jendela anda.
c. Percaya Diri (Self Confidence)
Keinginan untuk menutupi diri, selain karena konsep diri yang negatif timbul
dari kurangnya kepercayaan kepada kemampuan sendiri. Orang yang tidak menyenangi
dirinya merasa bahwa dirinya tidak akan mampu mengatasi persoalan. Orang yang
kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi.
Ia takut orang lain akan mengejeknya atau menyalahkanya. Ketakutan untuk melakukan
komunikasi dikenal sebagai communication apprehension. orang yang aprehensif
dalam komunikasi, akan menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin
berkomunikasi, dan hanya akan bicara apabila terdesak saja. tentu tidak semua
aprehensi komunikasi disebabkan kurangnya percaya diri; tetapi di antara berbagai
faktor, percaya diri adalah yang paling menentukan.
d. Selektivitas
“Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri
mempengaruhi kepada pesan apa Anda bersedia membuka diri, bagaimana kita
mempersepsi pesan itu, dan apa yang kita ingat,”tulis Anita Taylor et al. (1977:112).
Bila Anda merasa diri sebagai muslim yang baik, Anda akan banyak menghadiri
pengajian, atau membeli buku-buku agama. Bila anda merasa sebagai pemeluk Katholik
yang taat, tentu Anda rajin ke gereja, mendengarkan khotbah keagamaan, dan membeli
buku-buku Katholik. Inilah terpaan selektif. Kalau konsep diri Anda negatif, Anda
cenderung mempersepsi hanya reaksi-reaksi yang negatif pada diri Anda. Bila Anda
merasa diri sebagai orang bodoh, Anda tidak akan memperhatikan penghargaan orang
pada karya-karya anda. Sebaliknya, Anda memperbesar kritik orang pada Anda. Ini
pengaruh konsep diri pada persepsi selektif. Kita ingin menambahkan satu lagi:
penyandian selektif (selective en-coding). Penyandian adalah proses penyusunan
lambang-lambang sebagai terjemahan dari apa yang ada dalam pikiran kita.
C. ATRAKSI INTERPERSONAL
Dean C. Barlund, ahli komunikasi interpersonal, menulis,”Mengetahui
garis-garis atraksi dan penghindaran dalam sistem sosial artinya mampu
meramalkan dari mana pesan akan muncul, kepada siapa pesan itu akan
mengalir, dan lebih-lebih lagi bagaimana pesan diterima.” (Barlund, 1968:72)
dengan bahasa sederhana, ini berarti, dengan mengetahui siapa tertarik kepada
siapa atau siapa yang menghindari siapa, kita dapat meramalkan arus
komunikasi interpersonal yang akan terjadi. Makin tertarik kita kepada
seseorang, makin besar kecenderungan kita berkomunikasi dengan dia.
Kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang, kita sebut
sebagai atraksi interpersonal (Atraksi berasal dari bahasa latin attrahere-ad:
menuju; trahere; menarik). Karena pentingnya peranan atraksi interpersonal,
kita ingin membicarakan faktor-faktor yang menyebabkan mengapa persona
stimuli menarik kita.
1. Faktor-Faktor Personal yang Mempengaruhi Atraksi Interpersonal
a. Kesamaan Karakteristik Personal
Orang yang memiliki kesamaan dalam nilai-nilai, sikap, keyakinan,
tingkat sosioekonomis, agama, ideologis, cenderung saling menyukai. Menurut
teori Cognitive Consistency dari Fritz Heider, manusia selalu berusaha mencapai
konsistensi dalam sikap dan perilakunya. Kata Heider,”... kita cenderung
menyukai orang,kita ingin mereka memilih sikap yang sama dengan kita, dan
jika kita menyukai orang, kita ingin mereka memilih sikap yang sama dengan
kita.” Ditambahkan Don Bryne (1971) menunjukkan hubungan linear antara
atraksi dengan kesamaan, dengan menggunakan teori peneguhan dari
Behaviourisme. Persepsi tentang adanya kesamaan mendatangkan ganjaran, dan
perbedaan tidak mengenakkan.
b. Tekanan Emosional ( Stress)
Bila orang berada dalam keadaan yang mencemaskannya atau harus
memikul tekanan emosional, ia akan menginginkan kehadiran orang lain.
Stanley Schachter (1959) membuktikan pernyataan di atas dengan sebuah
eksperimen. Ia mengumpulkan dua kelompok mahasiswi. Kepada kelompok
pertama diberitahukan bahwa mereka akan menjadi subjek eksperimen yang
meneliti efek kejutan listrik yang sangat menyakitkan. Kepada kelompok dua
diberitahukan bahwa mereka hanya akan mendapat kejutan ringan saja. Schaster
menemukan di antara subjek pada kelompok pertama(kelompok yang tingkat
kecemasannya tinggi), 63 persen ingin menunggu bersama orang lain, dan di
antara subjek pada kelompok kedua hanya 33 persen yang memerlukan sahabat.
Schachter menyimpulkan bahwa situasi penimbul cemas (anxiety-producing
situations) meningkatkan kebutuhan akan kasih sayang.
c. Harga diri yang rendah
Menurut kesimpulan Walster, bila harga diri direndahkan, hasrat afiliasi (
bergabung dengan orang lain) bertambah, dan ia makin responsif untuk
menerima kasih-sayang orang lain. Dengan kata lain, orang yang rendah diri
cenderung mudah mencintai orang lain (Tubss dan Moss, 1974)
d. Isolasi Sosial
Manusia adalah makhluk sosial- itu sudah diketahui banyak orang,
manusia mungkin tahan hidup terasing beberapa waktu, tetapi tidak untuk
waktu yang lama. Isolasi sosial adalah pengalaman yang tidak enak. Bagi
yang terisolasi-narapidana, petugas di rimba, atau penghuni pulau terpencil-
kehadiran manusia merupakan kebahagiaan, maka dalam konteks isolasi
sosial, kecenderungan untuk menyenangi orang lain bertambah. Gain- Loss
Theory, Elliot Aronson (1972) mengembangkan Gain-Loss Theory (teori
untung-rugi) untuk menjelaskan atraksi interpersonal. Menurut teori ini,
pertambahan perilaku yang menyenangkan dari orang lain akan berdampak
positif pada diri kita.

2. Faktor - Faktor Situasional yang Memengaruhi Atraksi Interpersonal

a. Daya Tarik Fisik ( Physical Attractiveness )

Kita telah menceritakan penelitian Dion , Berscheid , dan Walster (1972) tentang
penilaian orang pada wajah yang cantik. Mereka cenderung dinilai akan lebih berhasil
dalam hidupnya , dan dianggap me miliki sifat - sifat yang baik. Walaupun apa yang
disebut cantik belum disepakati , kata sebagian orang relatif, ada orang - orang yang
disepakati banyak orang sebagai cantik atau tampan. Agak sukar misalnya. untuk
menemukan orang yang menganggap jelek pada Lidya Kandou Sherley Malinton ,
Meriam Bellina , Robby Sugara , atau Roy Marten .

Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa daya tarik fisik sering menjadi
penyebab utama atraksi personal Kita senang pada orang - orang yang tampan atau
cantik. Mereka pada gilirannya sangat mudah memeroleh simpati dan perhatian orang.
Di sini kita ceritakan sedikit penelitian Harold Sigall dan Elliott Aronson. Mereka
menyuruh seorang wanita mewawancarai beberapa orang mahasiswa. Pada kelompok
yang satu, ia muncul sebagai wanita cantik (karena memang ia cantik). Pada kelompok
yang lain, ia menampak kan diri sebagai wanita jelek (dengan make up yang berhasil).
Setelah wawancara, subjek diberi penilaian tentang dirinya ada yang baik, ada yang
jelek. Menarik sekali, ketika ia tampak sebagai wanita cantik, penilaian baik yang
diberikannya menyebabkan subjek - subjek sangat menyenanginya dan penilaian jelek
membuat mereka membencinya. Ini tidak terjadi ketika wanita itu tampak jelek,
Aronson menyimpulkan “Berbahagialah orang - orang yang cantik , karena mereka
akan disenangi orang”.

Beberapa penelitian lain mengungkapkan bahwa karangan orang yang


dipandang cantik dinilai lebih baik daripada karangan serupa yang dibuat oleh orang
yang dipandang jelek (Landy dan Sigall, 1974). Orang cantik atau tampan juga lebih
efektif dalam mempenga ruhi pendapat orang lain (Harai, Naccari, dan Fatoullah, 1974),
dan biasanya diperlakukan lebih sopan (Sroufe, Choikin, Cook & Freeman, 1977). Jadi,
tidak salahlah kalau pengusaha menggunakan wanita wanita cantik bukan saja untuk
promosi dan iklan, tetapi juga untuk menjadi petugas hubungan masyarakat.

b. Ganjaran ( Reward )

Kita menyenangi orang yang memberikan ganjaran kepada kita . Ganjaran itu
berupa bantuan, dorongan moral, pujian atau hal - hal yang meningkatkan harga diri
kita. Kita akan menyukai orang yang me nyukai kita ; kita akan menyenangi orang yang
memuji kita. Menurut teori pertukaran sosial (social exchange theory) interaksi sosial
adalah semacam transaksi dagang. Kita akan melanjutkan interaksi bila laba lebih
banyak dari biaya. Atraksi, dengan demikian, timbul pada interaksi yang banyak
mendatangkan laba. Bila pergaulan saya dengan Anda sangat menyenangkan, sangat
menguntungkan dari segi psikol ogis atau ekonomi , kita akan saling menyenangi.
(Thibault dan Kelley , 1959 ; Homans , 1974 ; Lott dan Lott , 1974) .

c. Familiarity

Familiarity artinya sering kita lihat atau sudah kita kenal dengan baik. Prinsip
familiarity dicerminkan dalam peribahasa Indonesia, “Kalau tak kenal maka tak
sayang”. Robert B. Zajonc (1968) memperlihatkan foto wajah pada subjek
eksperimennya. Ia menemukan makin sering subjek melihat wajah tertentu, ia makin
menyukainya. Penelitian ini kemudian melahirkan hipotesis " more exposure " (terpaan
saja) Hipotesis ini dipakai sebagai landasan ilmiah akan pentingnya repetisi pesan
dalam memengaruhi pendapat dan sikap.

d. Kedekatan

(Proximity) hrat kaitannya dengan familiarity adalah kedekatan. Orang cender


ung menyenangi mereka yang tempat tinggalnya berdekatan. Persahabatan lebih mudah
tumbuh di antara tetangga yang berdekatan (Whyte , 1956) atau di antara mahasiswa
yang duduk berdampingan (Byrne dan Bueffier, 1955). Mungkin dipertanyakan apakah
karena saling menyukai orang berdekatan atau karena berdekatan orang saling
menyukai. Keduanya benar. Bahwa orang yang berdekatan tempatnya saling menyukai
sering dianggap hal yang biasa. Dari segi psikologis , ini hal yang luar biasa bagaimana
tempat yang kelihatannya netral mampu mempengaruhi tatanan psikologis manusia. Ini
berarti, kita juga dapat memanipulasikan tempat atau desain arsitektural untuk
menciptakan persahabatan dan simpati .

e. Kemampuan (Competence)

Kita cenderung menyenangi orang - orang yang memiliki kemampuan lebih


tinggi dari pada kita atau lebih berhasil dalam kehidupannya. Pemain - pemain
bulutangkis dipuja orang ketika mereka berhasil mengalahkan lawannya dan dicaci -
maki ketika mereka gagal. Orang orang yang sukses dalam bidang apa pun profesional
atau non profesional umumnya mendapat simpati orang banyak . Walaupun demikian,
seperti faktor - faktor atraksi lainnya, ada beberapa situasi ketika kemampuan tidak
menimbulkan atraksi interpersonal. Aronson (1972) menemukan dalam penelitian yang
dilakukannya, bahwa orang yang paling disenangi adalah orang yang memiliki
kemampuan tinggi, tetapi menunjukkan beberapa kelemahan. Ia menciptakan empat
kondisi eksperimental :

( 1 ) orang yang memiliki kemampuan tinggi dan berbuat salah

( 2 ) berkemampuan tinggi tapi tidak berbuat salah

( 3 ) orang yang memiliki kemampuan rata - rata dan berbuat salah

( 4 ) orang yang berkemampuan rata - rata dan tidak berbuat salah. Orang yang
pertama dinilai paling menarik dan orang ketiga dinilai paling tidak
menarik. Orang yang sempurna tanpa kesalahan adalah yang kedua dalam hal
daya tarik. Dan orang biasa yang tidak berbuat salah, menduduki urutan
ketiga. Jadi, jika Anda cerdas, tampan dan serba bisa, usahakanlah supaya Anda
jangan terlalu sempurna, tunjukkan kelemahan Anda. Sebab, kalau Anda
sempurna betul, Anda bukan " man " lagi , tapi “superman".

2. Pengaruh Atraksi Interpersonal pada Komunikasi Interpersonal

Penafsiran Pesan dan Penilaian

Sudah diketahui bahwa pendapat dan penilaian kita tentang orang lain
tidak semata - mata berdasarkan pertimbangan rasional. Kita juga makhluk
emosional. Oleh karena itu, ketika kita menyenangi seseorang, kita juga
cenderung melihat segala hal yang berkaitan dengan dia secara positif.
Sebaliknya, jika kita membencinya kita cenderung melihat karakteristiknya
secara negatif. Komunikator yang dipandang menarik karena kesamaan,
kedekatan, daya tarik fisik lebih efektif dalam memengaruhi perubahan pendapat
dan sikap. Beberapa penelitian mencoba menghubungkan apa yang dipilih
dalam mulu dengan kesukaan pada calon anggota kongres di Amerika Serikat.
Kesamaan sikap antara pemilih dengan calon apalagi ditambah daya tarik fisik
calon merupakan prediktor (peramal) yang sangat tepat untuk meramalkan pilihan orang
dalam Pemilu. Efran dan Patterson (1974), misalnya menemukan bahwa calon yang
menarik secara fisik memeroleh tiga kali suara lebih banyak dari pada calon yang tidak
menarik. Atraksi tidak saja memengaruhi keputusan kita dalam bidang politik, tetapi
juga menentukan pola komunikasi interpersonal.

Efektivitas Komunikasi

Komunikasi interpersonal dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi


merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Bila Anda berkumpul dalam satu
kelompok yang memiliki kesamaan dengan Anda, Anda akan menyenangi mereka.
Komunikasi pun berlangsung lebih santai, gembira dan terbuka . Berkumpul dengan
orang - orang yang Anda benci akan membuat Anda tegang, resah dan tidak enak. Anda
akan menutup diri dan menghindari komunikasi dan ingin segera mengakhiri
komunikasi.

Bila keadaan seperti ini, yang sudah dibuktikan oleh Wolosin (1975), kita
perluas pada situasi komunikasi lainnya, kita dapat menyatakan bahwa komunikasi akan
lebih efektif bila para komunikan saling menyukai. Dalam pendidikan, atraksi
interpersonal telah diteliti pengaruhnya terhadap prestasi akademis. Lott dan Lott (1966)
menemukan bahwa murid - murid belajar bahasa Spanyol lebih cepat bila bekerja sama
dengan orang - orang yang mereka senangi. Nelson dan Meadow (1971) membuktikan
dengan eksperimen bahwa pasangan mahasiswa yang mempunyai sikap yang sama
membuat prestasi yang baik dalam mengerjakan tugas - tugas dibandingkan dengan
pasangan yang mempunyai sikap yang berlainan.

D. HUBUNGAN INTERPERSONAL

komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang


baik. Kegagalan komunikasi sekunder terjadi, bila isi pesan kita dipahami, tetapi
hubungan di antara komunikan menjadi rusak. " Komunikasi interpersonal yang
efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal barangkali yang
paling penting, " tulis Anita Taylor et al (1977 : 187 ) . " Banyak penyebab dari
rintangan komunikasi berakibat kecil saja bila ada hubungan baik di antara
komunikan. Sebaliknya, pesan yang paling jelas , paling tegas , dan paling
cermat tidak dapat menghindari kegagalan, jika terjadi hubungan yang jelek."
Setiap kali kita melakukan komunikasi, kita bukan hanya sekadar
menyampaikan isi pesan, kita juga menentukan kadar hubun gan interpersonal
bukan hanya menentukan " content " tetapi juga " relationship ". Perhatikan
kalimat - kalimat di bawah ini . Isinya sama : menanyakan nama Anda, tetapi
kadar hubungan interpersonal di dalamnya berbeda .

Sebutkan nama kamu !

Siapa nama Anda ?

Bolehkah saya tahu siapa nama Bapak ?

Sudi kiranya Bapak berkenan menyebutkan nama Bapak !

Kalimat-kalimat yang Anda gunakan, sekali lagi bukan hanya


menyampaikan isi tetapi juga mendefinisikan hubungan interpersonal. Pandangan
bahwa komunikasi mendefinisikan hubungan interpersonal telah dikemukakan Ruesch
dan Bateson (1951) pada tahun 1950 - an. Gagasan ini dipopulerkan di kalangan
komunikasi oleh Wau lawick, Beavin dan Jackson ( 1967 ) dengan buku mereka
Pragmatics of Human Communication. Mereka melahirkan istilah baru untuk
menunjukkan aspek hubungan dari pesan komunikasi ini metakomunikasi. Perlahan-
lahan studi komunikasi interpersonal bergeser dari isi pesan pada aspek relasional. Ada
yang menyebutkan fokus ini sebagai paradigma baru dalam penelitian komunikasi.
(Memahami proses komunikasi interpersonal menuntut pemahaman hubungan
simbiosis antara komunikasi dengan perkembangan relasional : Komunikasi
memengaruhi perkembangan relasional dan pada gilirannya (secara serentak),
perkembangan relasional mempengaruhi sifat komunikasi antara pihak - pihak yang
terlibat dalam hubungan tersebut). Para psikolog pun mulai menaruh minat yang besar
pada hubungan interpersonal seperti tampak pada tulisan Gordon W. Alport (1960) ,
Erich Fromm (1962), Martin Buber (1975), Carl Rogers (1951). Semua mewakili
mazhab Psikologi Humanistik. Belakangan Arnold P. Goldstein (1975)
mengembangkan apa yang disebut sebagai " relationship - enchancement methods "
(metode peningkatan hubungan) dalam psikoterapi, la merumuskan metode ini dengan
tiga prinsip Makin baik hubungan interpersonal (1) makin terbuka pasien
mengungkapkan perasaannya (2) makin cenderung ia meneliti perasaannya secara
mendalam beserta penolongnya (psikolog) dan (3) makin cenderung ia mendengar
dengan penuh perhatian dan bertindak atas nasihat yang diberikan penolongnya. Dari
segi psikologi komunikasi. kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan
interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat
persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya sehingga makin efektif komunikasi
yang berlangsung di antara komunikan .

Karena pentingnya hubungan interpersonal ini, kita akan membicarakan


beberapa teori tentang hubungan interpersonal. Teori - teori ini memberikan perspektif
untuk memandang proses hubungan in terpersonal dan memberikan penjelasan tentang
faktor - faktor yang memengaruhi hubungan interpersonal. Selanjutnya kita akan
membicarakan tahap - tahap hubungan interpersonal dan tiga faktor dalam komunikasi
interpersonal yang menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik : Percaya ( trust ) ,
sikap suportif ( supportivenes ) dan sikap terbuka ( open mindedness ) .

1. Teori - Teori Hubungan Interpersonal

Ada sejumlah model untuk menganalisis hubungan interpersonal tetapi dengan


mengikuti ikhtisar dari Goleman dan Hammen (1974 : 224-231) kita akan menyebutkan
empat buah model (1) model pertukaran sosial (social exchange model), (2) model
peranan (role model), (3) model permainan (the " games people play ") dan (4) model
interaksional (interactional model).

Model Pertukaran Sosial

Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang


Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharap kan sesuatu yang memenuhi
kebutuhannya, Thibault dan Kelley, dua orang pemuka utama dari model ini,
menyimpulkan model pertukaran sosial sebagai berikut, " Asumsi dasar yang mendasari
seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan
tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan
ditinjau dari segi ganjaran dan biaya . " Ganjaran biaya , laba , dan tingkat perbandingan
merupakan empat konsep po kok dalam teori ini. Ganjaran ialah setiap akibat yang
dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan Ganjaran berupa uang,
penerimaan sosial atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya . Nilai suatu ganjaran
berbeda beda antara seseorang dengan yang lain dan berlainan antara waktu yang satu
dengan waktu yang lain. Buat orang kaya , mungkin penerimaan sosial (social
approval) lebih berharga dari pada uang. Buat si miskin , hubungan interpersonal yang
dapat men gatasi kesulitan ekonominya lebih memberikan ganjaran daripada hubungan
yang menambah pengetahuan.

Biaya adalah akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu hubungan.
Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan dan keruntuhan harga diri dan
kondisi kondisi lain yang dapat menghabiskan sumber kekayaan individu atau dapat
menimbulkan efek efek yang tidak menyenangkan. Seperti ganjaran, biaya pun berubah
ubah sesuai dengan waktu dan orang yang terlibat di dalamnya. Hasil atau laba adalah
ganjaran dikurangi biaya. Bila seorang individu merasa, dalam suatu hubungan
interpersonal, bahwa ia tidak memeroleh laba sama sekali ia akan mencari hubungan
lain yang mendatangkan laba. Misalnya, Anda mempunyai kawan yang pelit dan
bodoh. Anda banyak membantunya, tetapi hanya sekadar supaya persahabatan dengan
dia tidak putus. Bantuan Anda (biaya) ternyata lebih besar daripada nilai persahabatan
(ganjaran) yang Anda terima. Menurut teori pertukaran sosial , hubungan Anda dengan
sahabat pelit itu mudah sekali retak dan digantikan dengan hubungan baru dengan orang
lain .

Tingkat perbandingan menunjukkan ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai


kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang. Ukuran baku ini dapat
berupa pengalaman individu pada masa lalu atau alternatif hubungan lain yang terbuka
baginya. Bila pada masa lalu, seorang individu mengalami hubungan interpersonal yang
memuaskan, tingkat perbandingannya turun. Bila seorang gadis pernah berhubungan
dengan kawan pria dalam hubungan yang bahagia, ia akan mengukur ganjaran
hubungan interpersonal dengan kawan pria lain berdasarkan pengalamannya dengan
kawan pria terdahulu. Makin bahagia ia pada hubungan interpersonal sebelumnya.
makin tinggi tingkat perbandingannya berarti - makin sukar la memeroleh hubungan
interpersonal yang memuaskannya .

Model Peranan

Bila model pertukaran sosial memandang hubungan interpersonal sebagai


transaksi dagang, model peranan melihatnya sebagai panggung sandiwara. Di sini setiap
orang harus memainkan peranannya Sesuai dengan naskah yang telah dibuat
masyarakat. Hubungan interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertindak
sesuai dengan ekspedisi peranan (role expectation) dan tuntutan peranan (roet demands)
memiliki keterampilan peranan (role skills) dan terhindar dari konflik peranan dan
kerancuan peranan.

Ekspektasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan hal yang berkaitan
dengan posisi tertentu dalam kelompok. Guru di harapkan berperan sebagai pendidik
yang bermoral dan menjadi contoh yang baik bagi murid muridnya. Jenderal diharapkan
berperan sebagai pembina tentara yang berani dan tegas. Suami diharapkan mencintai
dan menghormati istrinya. Guru yang berbuat jahat, jenderal yang takut kecoak, suami
yang memperbudak istrinya tidak memenuhi ekspektasi peranan. Tuntutan peranan
adalah desakan sosial yang memaksa individu untuk memenuhi peranan yang telah
dibebankan kepadanya. Desakan sosial dapat berwujud sebagai sanksi sosial dan
dikenakan bila individu menyimpang dari peranannya. Dalam hubungan interpersonal,
desakan halus atau kasar dikenakan pada orang lain agar ia melaksanakan peranannya.

Keterampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu ; kadang


kadang disebut juga kompetensi sosial (social competence) . Di sini, sering dibedakan
antara keterampilan kognitif dan keterampilan tindakan keterampilan kognitif
menunjukkan kemam puan individu untuk memersepsi apa yang diharapkan orang lain
dari dirinya ekspektasi peranan. Keterampilan tindakan menunjukkan kemampuan
melaksanakan peranan sesuai dengan harapan harapan ini. Dalam kerangka kompetensi
sosial , keterampilan peranan juga tampak pada kemampuan "menangkap" umpan balik
dari orang lain sehingga dapat menyesuaikan pelaksanaan peranan sesuai dengan
harapan orang lain. Hubungan interpersonal amat bergantung pada kompetensi sosial.
Konflik peranan terjadi bila individu tidak sanggup memperte mukan berbagai
tuntutan peranan yang kontradiktif, misalnya seorang bapak yang berperan juga sebagai
polisi untuk menangani perkara anaknya atau wanita muda yang memainkan peranan
istri, ibu dan pengacara sekaligus atau bila individu merasa bahwa ekspektasi peranan
tidak sesuai dengan nilai nilai yang dianutnya dan konsep diri yang dimilikinya. Agak
dekat dengan konflik peranan ialah kerancuan peranan. Ini terjadi jika individu
berhadapan dengan situasi ketika ekspektasi peranan tidak jelas baginya .

Model Permainan

Model ini berasal dari psikiater Erie Berne (1964, 1972) yang menceritakannya
dalam buku Games People Play. Analisisnya kemudian dikenal sebagai analisis
transaksional, Dalam model ini, orang-orang berhubungan dalam bermacam macam
permainan, yang mendasari permainan ini adalah tiga bagian kepribadian manusia
seperti orang tua, orang dewasa, dan anak (Parent, Adult, Child). Orang tua adalah
aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang kita terima dari orang tua
kita atau orang yang kita anggap orang tua kita. Orang dewasa adalah bagian
kepribadian yang mengolah informasi secara rasional, sesuai dengan situasi, dan
biasanya berkenaan dengan masalah masalah penting yang memerlukan pengambilan
keputusan secara sadar. Anak adalah unsur kepribadian yang diambil dari perasaan dan
pengalaman kanak kanak dan mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas, dan
kesenangan.

Dalam hubungan interpersonal, kita menampilkan salah satu aspek kepribadian


kita (Orang tua, Orang dewasa, Anak), dan orang lain membalasnya dengan salah satu
aspek tersebut juga. Misalkan, suatu hari saya sakit; saya demam dan ingin meminta
perhatian istri pada penderitaan saya (Ini kepribadian Anak). Istri saya menyadari rasa
sakit saya, dan ia mau merawat saya seperti seorang ibu (Ini kepribadian Orang tua).
Hubungan interpersonal saya akan berlangsung baik. Transaksi yang terjadi bersifat
komplementer. Bila istri saya tidak begitu menghiraukan penyakit saya dan memberi
saran, "Pergilah ke dokter. Aku sudah bilang Engkau kecapaian," yang terjadi adalah
transaksi silang (Anak dibalas dengan Orang dewasa).
Model Interaksional

Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai Suatu sistem. Setiap


sistem memiliki sifat-sifat struktural, integratif, dan medan. Semua sistem, terdiri atas
subsistem-subsistem yang Saling bergantung dan bertindak bersama sebagai satu
kesatuan. Untuk memahami sistem, kita harus melihat struktur. Selanjutnya, semua
sistem mempunyai kecenderungan untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan.
Bila ekuilibrium sistern terganggu, segera akan diambil tindakannya. Dalam
mempertahankan ekuilibrium, sistem dan subsistem harus melakukan transaksi yang
tepat dengan lingkungannya.

Hubungan interpersonal dapat dipandang sebagai sistem dengan sifat-sifatnya.


Untuk menganalisanya kita harus melihat pada karakteristik individu individu yang
terlibat, sifat sifat kelompok, dan sifat sifat lingkungan. Setiap hubungan interpersonal
harus dilihat dari tujuan Bersama, metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan
peranan, serta permainan yang dilakukan. Dengan singkat, model interaksional mencoba
menggabungkan model pertukaran, peranan, dan permainan.

2. Tahap-Tahap Hubungan Interpersonal

Apa pun teori hubungan interpersonal yang kita gunakan, kita akan melihat hal
yang sama: hubungan interpersonal melibatkan dan membentuk kedua belah pihak.
Ketika saya berhubungan dengan Anda, Anda bukan lagi Anda yang biasa; Anda
berubah karena pertermuan dengan saya. Saya pun berubah juga karena kehadiran
Anda. Tiga psikolog terkenal seperti R.D. Laing, H. Phillipson, A.R. Lee
mengungkapkannya seperti ini:

“When Peter meets Paul, Paul’s behavior becomes. Peters’s experience; Peter’s
behavior becomes Paul’s experience”

Saya dan anda berbagi pengalaman. Bila pengalaman ini menyenangkan, bila
permainan peranan berlangsung seperti yang kita harapkan, bila terjadi hubungan
komplementer, hubungan di antara kita akan di lanjutkan, dipertahankan, dan
diperkokoh. Sebaliknya bila hubungan saya dengan anda hanya menimbulkan
kepedihan, bila saya tidak tahu bagaimana saya harus bertindak di hadapan anda, bila
hubungan kita bersilang (menggunakan aspek orang dewasa, sedangkan anda melihat
saya sebagai orang tua pada anaknya) saya akan mengakhiri hubungan interpersonal
dengan anda, semua hubungan interpersonal harus berakhir; betapapun anda berusaha
mempertahankannya. Jadi, hubungan interpersonal berlangsung melewati tiga tahap:
pembentukan hubungan, peneguhan hubungan, dan pemutusan hubungan

Pembentukan Hubungan Interpersonal

Tahap ini sering disebut sebagai tahap perkenalan (acquaintance process) Kalau
perkenalan adalah proses penyampaian informasi. Beberapa orang penelifi seperti
Newcomb (1961), Berger (1973), Zunin (1972), dan Duck (1976) setelah menemukan
Hal-hal menarik dari proses perkenalan. Fase pertama, "fase kontak yang permulaan"
(initial contact phase), ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk "menangkap"
informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing pihak berusaha "menggali" secepatnya
identitas, sikap, dan nilai pihak yang lain. Bila ada kesamaan, mulailah dilakukan proses
mengungkapkan diri. Bila mereka merasa berbeda, mereka akan berusaha
menyembunyikan dirinya. Hubungan interpersonal mungkin diakhiri. Proses saling
menilik ini disebut Newcomb sebagai “reciprocal scanning” (saling menyelidik). Pada
tahap ini informasi yang dicari dan disampnikan umumnya berkisar mengenai data
demografis; usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga, dan sebagainya

Menurut Charles R. Berger (1973), informasi pada tahap perkenalan dapat


dikelompokkan pada tujuh kategori: (1) informasi demografis (2) sikap dan pendapat
tentang orang atau objek (3) rencana yang akan dating (4) kepribadian: misalnya,
"Bagaimana Anda menghadapi kenaikan harga sekarang ini?" (5) perilaku pada masa
lalu, misalnya. "Mengapa Anda sekolah di SMP Katholik?" (6) orang lain misalnya,
"Apakah Anda kenal dengan Arko Sukatendel?" (7) hobi dan minat.

Tidak selalu informasi itu Kita peroleh melalui komunikasi verbal. Kita juga
membentuk kesan dari petuniuk proksemik, Kinesik, paralinguistik, dan artifaktual.
Caranya ia mempertahankan jarak, gerak tangan dan lirikan matanya, intonasi suara,
dan pakaian yang dikenakannya akan membentuk kesan pertama, Kesan pertama ini
amat menentukan apakah hubungan interpersonal harus diakhiri atau diperteguh.
Menurut William Brooks dan Phillip Emmert, "Kesan pertama sangat menentukan;
karena itu, hal-hal yang pertama kelihatan hal yang menentukan kesan pertama menjadi
sangat penting. Para psikolog sosial menemukan bahwa fisik, apa yang diucapkan
pertama, apa yang dilakukan pertama menjadi penentu yang penting terhadap
pembentukan Citra pertama tentang orang itu."(Brooks dan Em-mert, 1976: 24)

Peneguhan Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah Untuk


memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal perubahan memerlukan tindakan
tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan (equilibrium). Ada empat faktor
yang amat penting dalam memelihara keseimbangan ini: keakraban. kontrol, respon
yang tepat, dan nada emosional yang tepat. Keakraban merupakan pemenuhan
kebutuhan akan kasih saying. Hubungan interpersonal akan terpelihara apabila kedua
belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan.

Menurut argyle Faktor yang kedua adalah kesepakatan tentang siapa yang akan
mengontrol siapa, dan bilamana. Jika dua orang mempunyai pendapat yang berbeda
sebelum mengambil kesirnpulan, siapakah yang harus berbicara lebih banyak, siapa
yang menentukan, siapakah yang dominan. Konflik terjadi umumnya bila masing
masing ingin berkuasa, atau tidak ada pihak yang mau mengalah. Faktor yang ketiga
adalah ketepatan respons; artinya, respons A harus diikuti oleh respons B yang sesuai.
Dalam percakapan. misalnya, pertanyaan harus disambut dengan jawaban. lelucon
dengan tertawa, permintaan keterangan dengan penjelasan. Respons ini bukan Saja
berkenaan dengan pesan-pesan verbal, tetapi juga pesan-pesan nonverbal. Jika
pembicaraan saya yang serius dijawab dengan main- main, ungkapan wajah yang
bersungguh-sungguh diterima dengan air muka yang menunjukkan sikap tidak percaya.
hubungan interpersonal mengalami keretakan. Ini berarti Anda memberikan respons
yang tidak tepat.

Dalam konteks ini ada gunanya di sini kita membagi respons ke dalam dua
kelompok: konfirmasi dan diskonfirmasi (Tubbs dan Moss, 1974 : 259 298). Konfirmasi
menurut Sieburg dan Larson adalah "any behavior that causes another person to value
himself more". Sebaliknya diskonfirrnasi adalah "behavior that cause a person to value
himself less". Konfirmasi akan memperteguh hubungan interpersonal, sedangkan
diskonfirmasi akan merusakkannya. Bayangkanlah, pada suatu hari menonton film
bersama saya. Usai menonton, Anda memberi komentar, "Merriam Belina bermain baik
sekali." Berbagai respons dapat saya berikan. Saya mungkin berkata "Saya setuiu ia
memang bintang yang terbaik saat ini,” atau, "Aneh benar engkau ini. Dalam film itu,
justru Merriam bermain jelek sekali. "Respons pertama adalah konfirmasi dan respons
kedua adalah diskonfirmasi. Respons yang termasuk konfirmasi dan diskonfirmasi
dijelaskan di bawah:

Konfirmasi

1. Pengakuan langsung (direct ackowledgement) Saya menerima pernyataan Anda dan


memberikan respons segera; misalnya, "Saya setuju. Anda benar."
2. Perasaan positif (posifive feeling): Saya mengungkapkan perasaan yang positif
terhadap apa yang sudah Anda katakan
3. Respons meminta keterangan (clarifying response): Saya meminta Anda
menerangkan isi pesan Anda; "Ceritakan lebih banyak tentang itu."
4. Respons setuju (agreeing response): Saya memperteguh apa yang telah Anda
katakan; misalnya, "Saya setuju ia memang bintang yang terbaik Saat ini."
5. Respons suportif (supportive response): Saya mengungkapkan pengertian,
dukungan, atau memperkuat Anda; misalnya, mengerti apa yang Anda rasakan."

Diskonfirmasi

1. Respons sekilas (tangential response): "Saya memberikan respons pada


pernyataan Anda, tetapi dengan segera mengalihkan pembicaraan; misalnya,
"Apakah film itu bagus?" "Lumayan. Jam berapa besok Anda harus saya
jemput?"
2. Respons impersonal (impersonal response): Saya memberikan komentar dengan
menggunakan kata ganti orang ketiga; misalnya, "Orang memang sering marah
diperlakukan seperti itu"
3. Respons kosong (impervious response): Saya tidak menghiraukan anda sama
sekali; tidak memberikan sambutan verbal atau non verbal.
4. Respons yang tidak relevan (irrelevan response): Seperti respon sekilas, saya
berusaha mengalihkan pembicaraan tanpa menghubungkan sama sekali dengan
pembicaraan Anda; misalnya, "Buku ini bagus," "Saya heran mengapa Rini
belum juga pulang" Menurut kamu, kira-kira ke mana ia?"
5. Respons interupsi (interrupting response): Saya memotong pembicaraan Anda
sebelum Anda selesai, dan mengambil alih pembicaraan
6. Respons rancu (incoherent response): Saya berbicara dengan kalimat-kalimat
yang kacau, rancu, atau tidak lengkap.
7. Respons kontradiktif (incongruous response): saya menyampaikan pesan verbal
yang bertentangan dengan pesan nonverbal misalnya, saya mengatakan dengan
bibir mencibir dan, suara yang merendahkan, "Memang, bagus betul
pendapatmu
Faktor keempat yang memelihara hubungan interpersonal adalah keserasian
suasana emosional ketika berlangsungnya komunikasi terjadi dua orang berinteraksi
dengan suasana emosional yang berbeda, tetapi interaksi itu tidak akan stabil. Besar
kemungkinan salah satu pihak mengakhiri interaksi atau mengubah suasana emosi. Bila
saya turut sedih ketika anda mengungakpkan penderitaan anda, saya menyamakan
suasana emosional saya dengan suasana emosional anada. Anda akan menganggap saya
“dingin”, bila saya menanggapi penderitaan anda dengan perasaan yang netral.

Pemutusan Hubungan Interpersonal

Walaupun kita dapat menyimpulkan bahwa jika empat faktor di atas tidak ada,
hubungan interpersonal akan diakhiri, penelitian tentang pemutusan hubungan masih
jarang sekali dilakukan. Bahkan menurut Brooks dan Ernmert, “there is almost no
research literature on this topic" Walaupun demikian, kita dapat mengambil R.D, Nye
(1973) dalam bukunya conflict among humans. Nye menyebutkan lima sumber konflik:
(1) kompetisi salah satu pihak berusaha memeroleh sesuatu dengan mengorbankan
orang lain; misalnya menunjukkan kelebihan dalam bidang tertentu dengan
merendahkan orang lain; (2) dominasi salah satu pihak berusaha mengendalikan pihak
lain sehingga orang itu merasakan hak-haknya dilanggar; (3) kegagalan masing-masing
berusaha menyalahkan yang lain apabila tujuan bersama tidak tercapai; (4) provokasi
salah satu pihak terus-menerus berbuat sesuatu yang ia ketahui menyinggung perasaan
yang lain: (5) perbedaan nilai kedua pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai yang mereka
anut.
3. Faktor-Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Interpersonal dalam
Komunikasi Interpersonal
Pola-pola komunikasi interpersonal mempunyai efek yang berlainan
pada hubungan interpersonal. Tidak benar anggapan orang bahwa makin
sering orang melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain, makin
baik hubungan mereka. Yang meniadi soal bukanlah berapa kali komunikasi
dilakukan. Akan tetapi, bagaimana komunikasi itu dilakukan.

a. Percaya (trust)

Di antara berbagai faktor yang memengaruhi komunikasi interpersonal, faktor


percaya adalah yang paling penting. Bila saya percaya kepada Anda. bila perilaku Anda
dapat saya duga. bila saya yakin anda tidak akan mengkhianati atau merugikan saya,
maka saya akan lebih banyak membuka diri saya kepada Anda. Sejak tahap yang
pertama dalam hubungan interpersonal (tahap perkenalan), sampai pada tahap kedua
(tahap peneguhan), "percaya" didefinisikan sebagai mengendalikan perulkau orang
untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam
situasi yang penuh risiko. Definisi ini menyebutkan tiga unsur percaya (1) ada situasi
yang menimbulkan risiko. Bila orang menaruh kepercayaan kepada seseorang, ia akan
menghadapi risiko. Risiko itu dapat berupa kerugian yang Anda alami. Bila tidak ada
risiko, percaya tidak diperlakukan; (2) orang yang menaruh kepercayaan kepada orang
lain berarti menyadari bahwa akibat-akibatnya bergantung pada perilaku orang lain; (3)
Orang yang yakin bahwa perilaku orang lain akan berakibat baik baginya.

Mengapa saya takut mengatakan kepada Anda siapa saya? Mungkin karena saya
takut bila saya menceritakan diri saya anda tidak akan menyenangi saya. Ini
menunjukkan tidak adanya unsur percaya. Saya ingin disenangi Anda dan takut
kehilangan simpati (unsur pertama: risiko), dan saya sadar bahwa simpati itu
bergantung kepada Anda (unsur kedua). Saya tidak yakin bahwa Anda akan menyukai
saya bila saya membuka diri saya, Di sini "Percaya" tidak ada karena unsur ketiga tidak
ada.

Apakah untungnya kita percaya pada orang lain? Pertama, "percaya"


meningkatkan komunikasi interpersonal karena membuka saluran komunikasi,
memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi, serta memperluas peluang
komunikan untuk mencapai maksudnya. Jika Anda tidak mau mengungkapkan
bagaimana perasaan dan pikiran Anda, saya tidak akan mernahami siapakah Anda
sebenarnya. Persepsi interpersonal saya tentang diri Anda akan terganggu. Saya
mungkin mempunyai penafsiran yang salah tentang diri Anda. Tanpa percaya tidak akan
ada pengertian. Tanpa pengertian terjadi kegagalan komunikasi primer. Kedua,
hilangnya kepercayaan pada orang lain akan menghambat perkembangan hubungan
interpersonal yang akrab. Bila Anda merasa kawan Anda tidak jujur dan terbuka, Anda
pun akan memberikan respons yang sama. Akibatnya hubungan akan berlangsung
secara dangkal dan tidak mendalam. Keakraban hanya terjadi bila kita semua bersedia
untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran kita. Jelaslah, tanpa percaya akan tumbuh
kegagalan komunikasi sekunder.

Menurut Deustch (1958), harga diri dan otoritarianisme memengaruhi percaya.


Orang yang harga dirinya positif akan cenderung mempercayai orang lain, sebaliknya
orang yang mempunyai kepribadian otoriter cenderung sukar mempercayai orang lain.
Di samping faktor-faktor personal, ada lagi empat faktor yang berhubungan dengan
sikap percaya:

1) Karakteristik dan maksud orang lain. Orang akan menaruh kepercayaan kepada
Seorang yang dianggap memiliki kemampuan, keterampilan, atau pengalaman dalam
bidang tertentu. Kita percaya kepada dokter dalam urusan kesehatan, tetapi tidak
percaya padanya dalam urusan agarna. Erat kaitannya dengan faktor keahlian adalah
faktor reputasi atau reliabilitas. Orang yang memiliki reliabilitas berarti dapat
diandalkan, dapat diduga, jujur, dan konsisten. Kita akan menaruh kepercayaan kepada
orang seperti itu. Akhirnya sikap percaya kita dipengaruhi oleh persepsi kita pada
maksud orang lain dalam hubungannya dengan maksud kita. Kita akan percaya pada
orang yang mempunyai maksud sama dengan kita.

2) Hubungan kekuasaan. Percaya turnbuh apabila orang-orang mempunyai kekuasaan


terhadap orang lain. Bila saya tahu bahwa Anda akan patuh dan tunduk kepada saya,
saya akan mempercayai Anda.

3) Sifat dan kualitas komunikasi. Bila komunikasi bersifat terbuka. bila maksud dan
tujuan sudah jelas, bila ekspektasi sudah dinyatakan, maka akan tumbuh sikap percaya.
Sikap percaya berkembang apabila setiap komunikan lainnya berlaku jujur.
Tentu saja sikap ini dibentuk berdasarkan pengalamanan komunikan. Oleh karena itu,
sikap percaya berubah-ubah bergantung kepada komunikan yang dihadapi. saya
mungkin percaya pada Polisi B karena pengalaman saya mendapat bantuannya pada
waktu yang lalu; tetapi saya masih tetap tidak percaya pada polisi-polisi yang lain.
Selain pengalaman, ada tiga faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya atau
mengembangkan komunikasi yang di dasarkan pada sikap saling percaya: menerima„
empati, dan kejujuran.

Ada empat faktor yang berhubungan dengan sikap percaya :

1. Karakteristik dan maksud orang lain. Orang akan menaruh kepecayaan pada
orang yang dianggap memiliki kemampuan, keterampilan, atau pengalaman
dalam bidang tertentu .
2. Hubunga kekuasaan. Percaya tumbuh apabila orang-orang mempunyai
kekuasaan terhadap orang lain.
3. Sifat dan kualitas komunikasi. Bila komunikasi bersifat terbuka, bila maksud
dan tujuan sudah jelas, nila ekspektasi sudah di nyatakan , maka akan tumbuh
sikap percaya.

Menerima tidaklah berarti menyetujui semua perilaku orang lain atau rela
menunggu akibat-akibat perilakunya. Menerima berarti tidak menilai pribadi orang
berdasarkan perilakunya yang tidak kita senangi. Empati adalah faktor kedua yang
menumbuhkan sikap percaya pada pada diri orang lain. Definisi terakhir dikontraskan
dengan pengertian simapti. Dalam simpati, kita menempatkan diri secara imajinatif pada
posisi orang lain. Bila saya melihat Anda menangis karena kehilangan kekasih Anda,
saya mencoba membayangkan perasaan saya bila saya juga kehilangan kekasih. Dalam
empati, kita tidak menempatkan diri kita pada posisi orang lain ; kita ikut serta secara
emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain.

Kejujuran adalah faktor ketiga yang menumbuhkan sikap percaya. Menerima


dan empati mungkin saja dipersepsi salah oleh orang lain. Sikap menerima kita dapat
ditanggapi sebagai sikap tak acuh, dingin dan tidak bersahabat; empati dapat ditanggapi
sebagai pura-pura. Supaya ditanggapi sebenarnya, kita harus jujur mengungkapkan diri
kita kepada orang lain.
Sikap Suportif

Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi.
Orang bersikap defensif bila ia tidak menerima, tidak jujur dan tidak empatis. Sudah
jelas, dengan sikap defensif komunikasi interpersonal akan gagal karena orang defensif
akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi
komunikasi ketimbang memahami pesan orang lain . komunikasi defensif dapat terjadi
karena faktor-faktor personal (ketakutan, kecemasan. Harga diri yang rendah,
pengalaman defensif dan sebagainya) atau faktor-faktor situasional.

Perilaku Defensif dan Suportif dari Jack Gibb

Iklim Defensif Iklim Suportif


1. Evaluasi 1. Deskripsi
2. Kontrol 2.Orientasi Masalah
3. Strategi 3.Spontanitas
4. Netralitas 4.Empati
5. Superioritas 5.Persamaan
6. kepastian 6.Provisionalisme

1. Evaluasi dan Deskripsi


Evaluasi artinya penilaian terhadap orang lain; memuji atau mengecam.
Deskripsi artinya penyampaian perasaan dan persepsi Anda tanpa menilai.
2. Kontrol dan Orientasi Masalah
Perilaku kontrol artinya berusaha untuk mengubah hidup orang lain,
mengendalikan perilakunya, mengubah sikap, pendapat dan tindakannya.
Orientasi masalah sebaliknya adalah mengkomunikasikan keinginan untuk
bekerja sama mencari pemecahan masalah.
3. Strategi dan Spontanitas
Strategi adalah penggunaan tipuan-tipuan atau manipulasi untuk memengaruhi
orang lain. Spontanitas artinya sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif
yang terpendam.
4. Netralitas dan Empati.
Netralitas berarti sikap impersonal, melakukan orang lain tidak sebagai personal,
melainkan mununjukkan sikap tak acuh, tidak menghiraukan perasaan dan
pengalaman orang lain. Lawan netralitas ialah empati ( yang telah diuraikan
diatas). Tanpa empati orang seakan-akan “mesin” yang hampa perasaan dan
tanpa perhatian.
5. Superioritas dan Persamaan.
Superioritas artinya sikap menunjukkan Anda lebih tinggi atau lebih baik
daripada orang lain karena status, kekuasaan, kemampuan intelektual, kekayaan
atau kecantikan. Persamaan adalah sikap memperlakukan orang lain secara
horizontal dan demokratis.
6. Kepastian dan Provisionalisme.
Orang yang memiliki kepastian bersifat dogmatis, ingin menang sendiri dan
melihat pendapatnya sebagai kemenangan sendiri. Provisionalisme sebaliknya,
adalah kesediaan untuk meninjau kembali pendapat kita, untuk mengakui bahwa
pendapat manusia adalah tempat kesalahan, oleh karena itu wajar saja suatu
pendapat dapat berubah.

Sikap Terbuka

Sikap terbuka (open-mindedness) amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan


komunikasi interpesonal yang efektif.

Sikap Terbuka Sikap Tertutup


1. Menilai pesan secara objektif 1.Menilai pesan berdasarkan motif-motif
dengan menggunakan data dan pribadi.
keajegan logika.
2. Membedakan dengan mudah, 2.Berpikir simplistis, artinya berpikir
melihat nuansa, dsb. hitam-putih (tanpa nuansa).
3. Berorientasi pada isi. 3.bersandar lebih banyak pada sumber
pesan daripada isi pesan.
4. Mencari informasi dari berbagai 4.Mencari informasi tentang kepercayaan
sumber. orang lain dari sumbernya sendiri, bukan
dari sumber kepercayaan orang lain.
5. Lebih bersifat provisional dan 5.Secara kaku mempertahankan dan
bersedia mengubah memegang teguh sistem kepercayaannya.
kepercayaannya.
6. Mencari pengertian pesan yang 6.Menolak, mengabaikan, mendistorsi
tidak sesuai dengan rangkaian dan menolak pesan yang tidak konsisten
kepercayaannya. dengan sistem kepercayaannya.

1. Menilai pesan berdasarkan motif pribadi. Orang dogmatis tidak akan


memperhatikan logika suatu proposisi, ia lebih banyak melihat sejauh mana
propiosisi itu sesuai dengan dirinya. Orang dogmatis sukar menyesuaikan
dirinya dengan perubahan lingkungan.
2. Berpikir simplistis. Bagi orang dogmatis, dunia ini hanya hitam dan putih, tidak
ada kelabu. Ia tidak sanggup membedakan yang setengah benar setengah salah.
3. Berorientasi pada sumber. Bagi orang dogmatis, yang paling penting ialah siapa
yang berbicara, bukan apa yang dibicarakan.
4. Mencari informasi dari sumber sendiri. Orang-orang dogmatis hanya
memercayai sumber informasi mereka sendiri. Mereka tidak akan meneliti
tentang orang lain dari sumber yang lain.
5. Secara kaku mempertahankan dan membela sistem kepercayaannya. Berbeda
dengan orang yang terbuka yang menerima kepercayaannya secara provisional,
orang dogmatis menerima kepercayaannya secara mutlak. Orang dogmatis
kuatir, bila satu butir saja dari kepercayaannya yang berubah, ia akan kehilangan
seluruh dunianya.
6. Tidak mampu membiarkan inkonsistensi. Orang dogmatis tidak tahan hidup
dalam suasana inkonsisten. Ia menghindari kontradiksi atau benturan gagasan.
Informasi yang tidak konsisten dengan desakan dari dalam dirinya akan ditolak,
didistorsi atau tidak dihiraukan sama sekali.

Agar komunikasi interpersonal yang kita lakukan melahirkan hubungan


interpesonal yang efektif, dogmatis harus digantikan dengan sikap terbuka. Bersama-
sama dengan sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka mendorong timbulnya
saling pengertian, saling menghargai dan yang paling penting daling mengembangkan
kualitas hubungan interpersonal.

Anda mungkin juga menyukai