Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN
Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang harus dihadapi oleh
negara-negara berkembang seperti halnya di Indonesia. Jumlah penduduk yang terus
meningkat tanpa diikuti pertambahan lapangan pekerjaan selalu menjadi pemicu
meningkatnya pengangguran.
Kondisi pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan
pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat,
sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal; dan
dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Permasalahan pengangguran dan setengah pengguran ini merupakan persoalan serius
karena dapat menyebabkan tingkat pendapatan Nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat
tidak mencapai potensi maksimal. Untuk itu perlu adanya upaya untuk menanggulangi
masalah ketenagakerjaan yang berkaitan dengan banyaknya jumlah pengangguran.
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan
kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan
peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk
meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta
peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan. Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak hak
dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi
atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan
tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.
Jika dibandingkan dengan hubungan antara seorang penjual dan pembeli barang atau
orang yang tukar menukar maka hubungan antara buruh dan majikan sangat berbeda sekali.
Orang yang jual barang bebas untuk memperjualbelikan barangnya, artinya seorang penjual
tidak dapat dipaksa untuk menjual barang yang dimilikinya kalu harga yang ditawarkan tidak
sesuai dengan kehendaknya. Demikian juga pembeli tidak dapat dipaksa untuk membeli suatu
barang jika harga barang yang diinginkan tidak sesuai dengan keinginannya.
Dalam hubungan antara buruh dan majikan, secara yuridis buruh adalah bebas karena
prinsip Negara kita tidak seorang pun boleh diperbudak, maupun diperhamba. Semua bentuk

dan jenis perbudakan, peruluruan dan perhambaan dilarang, tetapi secara sosiologis buruh itu
tidak bebas sebagai orang yang yidak mempunyai bekal hidup yang lain selain tenaganya dan
kadang-kadang terpaksa untuk menerima hubungan kerja dengan majikan meskipun
memberatkan bagi buruh itu sendiri, lebih-lebih saat sekarang ini dengan banyaknya jumlah
tenaga kerja yang tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia.
Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hakhak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh serta pada saat
yang bersamaan dapat mewujudkan kondusif bagi pengembangan dunia usaha.

BAB II
PEMBAHASAN

Tenaga kerja merupakan modal bagi pembangunan, jumlah dan komposisi tenaga
kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi.
Investor yang datang ke sektor ini adalah investor yang berbisnis dengan memanfaatkan
potensi sumber daya alam kita, bukan karena sumber yang melimpah. Mengandalkan secara
terus menerus industry ke sektor padat karya manufaktur hanya membuat buruh Indonesia
merasa seperti duduk diatas ancaman bom waktu.
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai ketenagakerjaan, yang
dimaksud dengan ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja
pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Sehingga hukum Ketenagakerjaan
dapat diartikan sebagai peraturan-peraturan yang mengatur tenaga kerja pada waktu sebelum,
selama, dan sesudah masa kerja. Sedangkan Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan yang berguna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun masyarakat.
Minimnya perlindungan hukum dan rendahnya upah merupakan salah satu masalah
dalam ketenagakerjaan kita. Melalui Undang-Undang Ketenagakerjaan seharusnya para
pekerja akan terlindungi secara hukum, mulai dari jaminan negara memberikan pekerjaan
yang layak, melindunginya di tempat kerja (kesehatan dan keselamatan kerja serta upah yang
layak) sampai dengan pemberian jaminan sosial setelah pensiun. Sekalipun Undang-Undang
Ketenagakerjaan bagus, tetapi buruh tetap memerlukan kehadiran serikat buruh untuk
pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). PKB adalah sebuah dokumen perjanjian
bersama antara majikan dan buruh yang berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Hanya melalui serikat buruhlah bukan melalui LSM ataupun Partai Politik bisa berunding
untuk mendapatkan hak-hak tambahan (di luar ketentuan UU) untuk menambah
kesejahteraan mereka. Pemerintah harus merubah sistem jaminan sosial ketenagakerjaan,
sehingga buruh korban PHK dan buruh pensiunan akan mendapat tunjangan layak dari
Jamsostek. Pemerintah dilarang mengambil keuntungan apapun dari Jamsostek, bahkan
sebaliknya. Pemerintah yang bertanggung jawab, harus memberikan kontribusi setiap tahun
sehingga buruh dapat hidup layak. Dengan sistem Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang baik
akan mengurangi kriminalitas sosial.

Pembangunan Ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan.


Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum, dan sesudah
masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan
masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara
lain mencakup pengembangan sumber daya manusia, peningkatan produktivitas, dan daya
saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan
tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial.
Pembinaan hubungan industrial sebagai bagian dari pembangunan ketenagakerjaan
harus diarahkan untuk terus mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan
berkeadilan. Untuk itu, pengakuan dan penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia
sebagaimana yang dituangkan dalam TAP MPR Nomor XVII / MPR/ 1998 harus diwujudkan.
Dalam bidang ketenagakerjaan, ketetapan MPR ini merupakan tonggak utama dalam
menegakkan demokrasi di tempat kerja. Penegakkan demokrasi di tempat kerja diharapkan
dapat mendorong partisipasi yang optimal dari seluruh tenaga kerja dan pekerja atau buruh
Indonesia untuk membangun negara Indonesia yang di cita-citakan. Beberapa peraturan
perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang berlaku selama ini, termasuk sebagian
yang merupakan produk kolonial, menempatkan pekerja pada posisi yang kurang
menguntungkan dalam pelayanan penempatan tenaga kerja dan sistem hubungan industrial
yang menonjolkan perbedaan kedudukan dan kepentingan sehingga dipandang sudah tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini dan tuntutan masa yang akan datang.
Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan untuk :
1. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi
2. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai
dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah
3. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan
4. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya

Masalah ketenagakerjaan Indonesia saat ini berangkat dari 4 soal besar, yaitu :
1.
2.
3.
4.

Tingginya jumlah pengangguran missal


Rendahnya tingkat pendidikan guru
Minimnya perlindungan hokum
Upah kurang layak

STUDI KASUS

Seorang HR di sebuah perusahaan Garmen bercerita bahwa ia merekrut beberapa


orang karyawan harian lepas untuk menyelesaikan order dari luar, akhirnya semua
pekerja harian lepas tersebut dihentikan, namun tidak disangka orang-orang tersebut
menolak dan meminta uang jasa. Kebetulan salah seorang yang memiliki sifat agak
memberontak dan sedikit mengerti hukum ketenagakerjaan karena pernah ikut serikat
pekerja melakukan protes dan berasumsi bahwa di mata hukum mereka sama dengan
permanen dan dia melaporkan hal ini ke Depnaker setempat, akhirnya dilakukan mediasi,
dalam mediasi tersebut dipertanyakan mana perjanjian kerja harian lepasnya?Mana bukti
dia dibayar secara harian?
Ujung-ujungnya ketika diberikan bukti pembayaran ditanya lagi mana pembayaran
Jamsosteknya?Bukti potongan dan setoran pajaknya mana?Beberapa terdapat exceeding
working hours diatas 3 jam melanggar dan tidak dibayar, dan seterusnya. Akhirnya
Depnaker memberikan anjuran kepada pekerja untuk menerima tapi juga menganjurkan
kepada pengusaha untuk memberi sedikit uang jasa karena alasannya karyawan tertipu
dijanjikan sebagai karyawan normal nyatanya hanya pekerja harian lepas (itupun tidak
ada bukti tertulis), selain itu juga ada kabar burung bahwa merekapun meminta uang
alakadarnya.
Dari kasus diatas dapat dilihat bahwa tanpa perjanjian kerja sangat riskan sekali
karena hubungan antara pekerja dan pengusaha menjadi terbuka, kedua belah pihak bisa
saling memanfaatkan. Dalam regulasi tenaga kerja kita memiliki beberapa hak harian
lepas yang harus dipenuhi semacam THR/ Jamsostek/ Kesehatan yang jarang dipenuhi
pengusaha, selain itu kadang juga pengusaha membiarkan harian lepas bekerja lebih dari
3 bulan dan tanpa benefit apapun. Hal ini akan sangat melemahkan posisi pengusaha
dalam kasus menjadi memakan waktu dan tenaga yang seharusnya berjalan sesuai
rencana.
Kasus diatas tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal ke 50
tentang Hubungan Kerja dan Pasal 86 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja

BAB III

PENUTUP

Efek domino dari masalah ketenagakerjaan adalah pengangguran akan menimbulkan


dampak yang negatif bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Dampak negatif
dari pengangguran adalah beragamnya tindakan kriminal, makin banyaknya jumlah anak
jalanan, pengemis, pengamen, perdagangan anak, dan sebagainya sudah menjadi patologi
sosial atau kuman penyakit sosial yang menyebar bagaikan virus yang sulit diberantas.
Oleh karena itu perlu dilakukannya sebuah langkah-langkah serius baik dalam sisi
pemerintah maupun tenaga kerja itu sendiri dan tentunya kesediaan pihak perusahaan.
Pihak pemerintah berfungsi sebagai pengawas dan regulator sekaligus fasilitator kedua
pihak perusahaan dan pekerja untuk tidak saling merugikan. Pihak pekerja seharusnya
untuk berusaha terus meningkatkan kompetensi dirinya sehingga lebih meiliki daya tawar
yang lebih tinggi terhadap perusahaan dan bukannya hanya bergantung pada perlindungan
pemerintah. Dan terakhir itikad baik dari perusahaan supaya tidak meilhat pekerja sebagai
faktor biaya melainkan sebuah asset terpeting perusahaan, sehigga perusahaan dapat
memaksimalkan nilai perusahaan itu sendiri.

ETIKA BISNIS

Oleh :
Nadira Laraswati Gamal 111310084
Niluh Ayu Claudia K

111310086

Oriza Farda

111310089

Reza Renaldo

111310091

Sekar Harumni Putri M 111310097

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MA CHUNG
2015

Anda mungkin juga menyukai