Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ETIKA PUBLIC RELATION

(SIKAP, PERILAKU PRAKTISI PUBLIC RELATION,


HUBUNGAN DENGAN PERS)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Public Relation
Dosen Pengampu : Subiyantoro S.Sos M.Si

Disusun oleh:
Kelompok 6
1. Alfiananda Fahriansyah (223101002)
2. Hanifah Kurnia Dewi (223101011)
3. Imelda Ayu Vinantari (223101013)
4. Nadya Febi Kharisma (223101020)

JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS


PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS
POLITEKNIK NEGERI MADIUN
TAHUN AJARAN 2023/2024
Kata Pengantar
Segala puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat,
rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, hingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“ETIKA PUBLIC RELATION (SIKAP, PERILAKU PRAKTISI PUBLIC RELATION,
HUBUNGAN DENGAN PERS)” dalam tugas mata kuliah Public Relation. Kami
sepenuhnya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai
informasi seperti buku dan media massa berdasarkan kaitannya dengan Public Relation.
Maka, tak lupa kami ucapkan terima kasih banyak kepada dosenpembimbing untuk mata
kuliah Public Relation, Bapak Subiyantoro S.Sos M.Si. karena atas bantuan beliau kami dapat
menyelesaikan makalah ini.

Kami sadar bahwa masih ada kekurangan dan kesalahan dalam tulisan serta proses
penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kami memohon maaf sebesar-besarnya. Akhir kata,
semoga makalah yang sederhana ini dapat membawa manfaat serta pengetahuan bagi kita
semua.

Madiun, 10 Oktober 2023

Tim Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pada tahun 1998, Effendy menyebutkan istilah etika mempunyai dua


pengertian, secara luas dan secara sempit. Secara luas, dilihat dari istilah bahasa
Inggris yakni ethics. Secara etimologi berasal dari bahasa Yunani ethica yang berarti
cabang filsafat mengenai nilai-nilai dalam ikatannya dengan perilaku manusia, apakah
tindakannya itu benar atau salah, baik atau buruk; dengan kata lain itu benar atau
salah, baik atau buruk, dengan kata lain etika adalah filasafat moral yang
menunjukkan bagaimana seseorang harus bertindak.
Etika dalam pengertian sempit atau dalam bahasa Inggris ethic (tanpa”s”)
secara etimologis berasal dari bahasa Latin “ethicus” atau bahasa Yunani “ethicos”
yang berarti himpunan asas-asas nilai atau moral. Pendapat Kenneth E. Andersen,
yang disitir Effendy (1998), mendefinisikan etika sebagai suatu studi tentang nilai-
nilai dan landasan bagi penerapannya. Ia bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan
mengenai apa itu kebaikan atau keburukan dan bagaimana seharusnya. Ia
menyebutkan pula istilah-istilah etika (ethics, ethic), etis (ethical) moralitas dan moral
acapkali dipergunakan secara tertukar sehingga membingungkan. Tetapi etika hanya
berkaitan dengan tingkah laku atau perbuatan, suatu tindakan yang dilakukan secara
sengaja dalam keadaan sadar, sehingga patut dihukum.
Bagaimana jenis hukuman dan berat tidaknya hukuman yang dikenakan
bergantung pada tindakan yang dilakukan. Banyak perbuatan manusia yang dilakukan
dengan sengaja atau atas kehendaknya, seperti mencangkul kebun, membersihkan
mobil, mendirikan rumah, atau membunuh seseorang yang direncanakan. Dalam
kasus pembunuhan, penilaian terhadap perbuatan seperti itu bergantung apakah
direncanakan atau tidak. Itu semua berkaitan dengan hukuman yang dijatuhkan
kepada si pembunuh tersebut. Tetapi etika tidak membuat seorang menjadi baik,
menunjukkan kepadanya baik buruknya perbuatan itu. Meskipun demikian, etika turut
mempengaruhi seseorang untuk berperilaku baik dalam arti kata melakukan
kewajiban sebagaimana mestinya dan menjauhi larangan sebagaimana seharusnya.
Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis,
yaitu sama halnya dengan berbicara moral. Manusia disebut etis, ialah manusia secara
utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas
keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani
dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya.
Termasuk didalamnya membahas nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan
etika (Keraf, 1991 : 23).
Kata etiket adalah berkaitan dengan nilai sopan santun, tata krama dalam
pergaulan formal. Persamaannya adalah mengenai perilaku manusia secara normatif
yang etis. Artinya memberikan pedoman atau norma-norma tertentu yaitu bagaimana
seharusnya seseorang itu melakukan perbuatan dan tidak melakukan perbuatan dan
tidak melakukan sesuatu perbuatan.
Pengertian etiket menurut pendapat ahli yaitu merupakan kumpulan tata cara
dan sikap baik dalam pergaulan antar manusia yang beradab. Pendapat lain berkaitan
dengan etiket adalah tata aturan sopan santun yang disetujui oleh masyarakat tertentu
dan menjadi norma serta panutan dalam bertingkah laku sebagai anggota masyarakat
yang baik dan menyenangkan.
Menurut K. Bertens, dalam buku berjudul Etika, 1994 Penerbit Gramedia
Jakarta, selain ada persamaannya, ada empat perbedaan antara etika dan etiket yaitu
secara umumnya sebagai berikut:
 Etika adalah niat. Apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai
pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya. Etiket adalah
menetapkan cara, untuk melakukan perbuatan benar sesuai dengan yang
diharapkan.
 Etika adalah nurani (bathiniah). Bagaimana harus bersikap etis dan baik
yang sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya. Etiket adalah formalitas
(lahiriah), tampak dari sikap luarnya penuh dengan sopan santun dan
kebaikan.
 Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau
perbuatan baik mendapat pujian dan yang salah harus mendapat sanksi.
 Etiket bersifat relatif, yaitu yang dianggap tidak sopan dalam suatu
kebudayaan daerah tertentu, tetapi belum tentu di daerah lainnya.
 Etika berlakunya tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang
hadir. Etiket hanya berlaku, jika ada orang lain yang hadir, dan jika tidak
ada orang lain maka etiket itu tidak berlaku.
Manfaat etika dan etiket dalam PR sebagai landasan dan pedoman dalam
melakukan pekerjaan, karena pekerjaan PR yang berhubungan dengan tanggung
jawab moral.

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian etika.
2. Mengetahui pengertian public relations secara umum.
3. Untuk mengetahui etika apa saja yang ada dalam kegiatan public relations.
4. Mengetahui prinsip-prinsip etika dalam public relations.
5. Mengetahui hubungan etika dengan citra (image) dalam public relations.
6. Perihal etiket serta hubungannya dengan public relations.
7. Etika dalam kegiatan public relations.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika
Pengertian etika (etimologi) berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang
berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat
dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu mos dan
dalam bentuk jamaknya mores, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup
seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan) dan menghindari hal-
hal tindakan yang buruk.
Etika dan moral hampir sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari -hari
terdapat perbedaan. Moral atau moralitas digunakan untuk penilaian perbuatan yang
dilakukan, sedangkan etika digunakan untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang
berlaku. Istilah lain yang identic dengan etika adalah sebagai berikut:
a. Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan dasar-dasar, prinsip, aturan hidup
(sila) yang lebih baik (su).
b. Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.

Menurut Ki Hajar Dewantara (1962), etika ialah ilmu yang mempelajari segala
soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang
mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan
perasaan, sampai mengenai tujuan yang dapat merupakan perbuatan.
Menurut Austin Fogothey, dalam bukunya Rights and Reason Ethic (1953),
etika berhubungan dengan seluruh ilmu pengetahuan tentang manusia dan masyarakat
sebagai antropologi, psikologi, sosiologi, ekonomi, ilmu politik, dan hukum.
Perbedaan terletak pada aspek keharusan. Etika berbeda dengan teologi moral karena
bersandar pada kaidah-kaidah keagamaan, tetapi terbatas pada pengetahuan yang
dilahirkan tenaga manusia sendiri. Etika adalah ilmu pengetahuan normatif yang
praktis mengenai “kelakuan benar dan tidak benar” manusia dan dapat dimengerti
oleh akal murni.
Berkaitan dengan definisi atau pendapat para tokoh tersebut di atas tentang
etika, dapat ditarik suatu kesimpulan secara umum bahwa “etika merupakan
kumpulan tata cara dan sikap baik dalam pergaulan antar manusia yang beradab”.
Pendapat lain berkaitan dengan etiket adalah tata aturan sopan santun yang disetujui
oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta panutan dalam bertingkah laku
sebagai anggota masyarakat yang baik dan menyenangkan.

B. Etika Dalam Kegiatan Public Relations

Telah kita ketahui ciri hakiki manusia bukanlah dalam hal pengertian wujud
manusia (human being), melainkan proses rohaniah yang tertuju kepada kebahagiaan
yang menyangkut watak, sifat, perangai, kepribadian, tingkah laku dan lain-lain, serta
aspek-aspek yang menyangkut kejiwaan yang terdapat dalam diri manusia (Soekotjo,
1993:102).
Menurut Soekotjo (1993), karena itu dalam konteks hubungan di Indonesia,
yang baik terlebih lagi sebagai insan PR, maka akan tampak betapa pentingnya faktor
etika. Disebut orang penting karena sebelum melaksanakan hubungan manusia, sikap
etis harus tercermin terlebih dahulu pada diri seorang humas yang profesinya banyak
menyangkut hubungan manusia.
Terlebih lagi sebagai manusia Indonesia, yang sifat paternalistiknya masih
tampak di mana-mana, sikap etis seorang pemimpin terhadap bawahannya menjadi
sangat penting karena seorang pemimpin harus mencerminkan sikap seorang panutan
yang akan disegani oleh bawahan dan rekan-rekan sekerjanya. Aturan pertama dan
pokok dari segala etika: Do what you want from others do to you?.
Dalam hubungannya dengan kegiatan manajemen perusahaan sikap etislah
yang harus ditunjukkan seorang humas dalam profesinya sehari-hari. Seorang humas
harus menguasai etika-etika yang umum dan tidak umum antara lain:
1) Good communicator for internal and external public
2) Tidak terlepas dari faktor kejujuran (integrity) sebagai landasan utamanya
3) Memberikan kepada bawahan/karyawan adanya sense of belonging dan
sense of wanted pada perusahaannya (membuat mereka merasa
diakui/dibutuhkan)
4) Etika sehari-hari dalam berkomunikasi dan berinteraksi harus tetap dijaga
5) Menyampaikan informasi-informasi penting kepada anggota dan
kelompok yang berkepentingan
6) Menghormati prinsip-prinsip rasa hormat terhadap nilai-nilai manusia
7) Menguasai teknik dan cara penanggulangan kasus-kasus, sehingga dapat
memberikan keputusan, dan pertimbangan secara bijaksana
8) Mengenal batas-batas yang berdasarkan pada moralitas dalam profesinya
9) Penuh dedikasi dalam profesinya
10) Menaati kode etik humas

Etika Kehumasan atau Etika Profesi Humas merupakan bagian dari bidang
etika khusus atau etika terapan yang menyangkut dimensi sosial, khususnya bidang
profesi (Etika Profesi Humas). Kegiatan Humas atau profesi Humas (Public Relations
Professional), baik secara kelembagaan atau dalam struktur organisasi (PR by
Function) maupun individual sebagai penyandang profesional Humas (PRO by
Professional) berfungsi untuk menghadapi dan mengantisipasi tantangan ke depan,
yaitu pergeseran system pemerintahan otokratik menuju sistem reformasi yang lebih
demokratik dalam era globalisasi yang ditandai dengan munculnya kebebasan pers,
mengeluarkan pendapat, opini dan berekspresi yang lebih terbuka, serta kemampuan
untuk berkompetitif dalam persaingan dan pasar bebas, khususnya di bidang jasa
teknologi informasi dan bisnis lainnya yang mampu menerobos (penetration) batas-
batas wilayah suatu Negara (borderless), dan sehingga dampaknya sulit dibendung
oleh negara lain sebagai target sasarannya.
Etika dalam industri PR juga dapat dikatakan dengan etika sosial. Etika sosial
adalah menyangkutkan hubungan manusia yang mempunyai sikap kritis terhadap
setiap pandangan-pandangan dunia dan ideologi-ideologi maupun tanggung jawab
umat manusia terhadap lingkungan hidup. Dalam pengertian etika sosial ini juga
berkaitan dengan etika profesi, etika profesi adalah aturan-aturan yang berkaitan
dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga
banyak orang yang bekerja tetap dan sesuai, tetapi dengan keahlian saja yang
diperoleh dari pendidikan dan kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi
perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan
antara teori dan penerapan dalam praktek.

C. Prinsip-prinsip Etika Profesi Public Relations

Tuntutan profesional sangat erat dengan suatu kode etik setiap profesi. Kode
etik itu berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi. Di
sini akan dikemukakan empat prinsip etika profesi yang paling kurang berlaku untuk
semua profesi pada umumnya. Tentu saja prinsip-prinsip etika pada umumnya yang
berlaku bagi semua orang, juga berlaku bagi profesional sejauh mereka adalah
manusia (Kerap, 1998:44).
Menurut Kerap, ada 4 prinsip etika profesi dalam Public Relation, yaitu :
1) Prinsip tanggung jawab adalah salah satu prinsip bagi kaum profesional.
Bahkan sedemikian pokoknya sehingga seakan tidak harus lagi
dikatakan. Karena, sebagaimana diuraikan di atas, orang yang profesional
sudah dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab.
2) Prinsip kedua adalah prinsip keadilan.
Prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam
menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan tertentu,
khususnya orang yang dilayaninya dalam rangka profesinya.
3) Prinsip ketiga adalah prinsip otonomi.
Ini lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan
profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya
menjalankan profesinya. Sebenarnya ini merupakan konsekuensi dari
hakikat profesi itu sendiri. Hanya saja prinsip otonomi ini punya batas-
batasnya juga.
4) Prinsip integritas moral.

Berdasarkan hakikat ciri-ciri profesi di atas, terlihat jelas bahwa


orang yang profesional juga orang yang punya integritas pribadi atau
moral yang tinggi. Karena itu punya komitmen pribadi untuk menjaga
keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan orang lain atau
masyarakat.

D. Etika dan Citra (Image) Dalam Public Relations

Pentingnya pemahaman etika bagi para pejabat humas karena menyangkut


penampilan (profile) dalam rangka menciptakan dan membina citra (image)
organisasi yang diwakilinya.
Dua konsep penting dari humas tersebut diidentifikasikan oleh G.Sachs dalam
karyanya The Extent and Intention of PR/Information Activities sebagai berikut:
“Citra (image) adalah pengetahuan mengenai kita sikap-sikap terhadap kita yang
mempunyai kelompok-kelompok kepentingan yang berbeda. Penampilan (profile)
adalah pengetahuan mengenai suatu sikap terhadap kita yang kita inginkan
mempunyai ragam kelompok kepentingan”.
Penjelasan G. Sachs, yang disitir Effendy (1998), dapat disimak bahwa citra
adalah dunia sekeliling kita yang memandang kita. Penampilan adalah definisi kita
sendiri dari titik pandang mengenai kita. Sifat penampilan selalu berorientasi ke masa
depan, dan citra menimbulkan efek tertunda serta menjadi subyek berbagai kendala
dan gangguan. Sehubungan dengan informasi dan komunikasi itu, timbul beberapa
pertanyaan: informasi apa yang dikomunikasikannya, siapa yang
mengkomunikasikannya, siapa yang menjadikan sasaran komunikasinya, dan lain
sebagainya.
Dalam hubungannya dengan citra penampilan, tampak bahwa citra dan
penampilan tidak pernah serupa dan tidak pernah tepat. Citra menjadi sasaran faktor-
faktor yang sama sekali di luar kontrol kita. Mengenai faktor-faktor yang dapat kita
pengaruhi dan yang mempengaruhi citra kita, jelas bahwa kegiatan pengkomunikasian
informasi yaitu cara menyalurkan penampilan kita sangatlah penting karena
merupakan kebijakan informasi.
Citra dan penampilan dalam kaitannya dengan etika dan nilai-nilai moral
sudah disadari dan dipermasalahkan sejak lama, sejak humas dikonseptualisasikan,
lebih–lebih setelah didirikan International Public Relation Association (IPRA). IPRA
Code of Conduct, yaitu kode etik atau kode perilaku dari organisai humas
internasional itu, diterima dalam konvensinya di Venice pada bulan Mei 1961.
Berikut ini adalah ikhtisar dari kode etik tersebut.
1. Integritas pribadi dan profesional (standar moral yang tinggi), reputasi
yang sehat, ketaatan pada konstitusi dan kode IPRA.
2. Perilaku klien dan karyawan:
 Perlakuan yang adil terhadap klien dan karyawan.
 Tidak mewakili kepentingan yang berselisih bersaing tanpa
persetujuan.
 Menjaga kepercayaan klien dan karyawan.
 Tidak menerima upah, kecuali dari klien lain atau majikan lain.
 Menjaga kompensasi yang tergantung pada pencapaian suatu hasil
tertentu.
3. Perilaku terhadap publik dan media:
 Memperhatikan kepentingan umum dan harga diri seseorang
 Tidak merusak integritas media komunikasi
 Tidak menyebarkan secara sengaja informasi yang palsu atau
menyesatkan
 Memberikan gambaran yang dapat dipercaya mengenai organisasi
yang dilayani
 Tidak menciptakan atau menggunakan pengorganisasian palsu
untuk melayani kepentingan khusus atau kepentingan pribadi yang
tidak terbuka.
4. Perilaku terhadap teman sejawat:
 Tidak melukai secara sengaja reputasi profesional atau praktek
anggota lain.
 Tidak berupaya mengganti anggota lain dengan karyawannya atau
kliennya.
 Bekerja sama dengan anggota lain dalam menjunjung tinggi dan
melaksanakan kode etik ini.

E. Perihal Etiket Serta Hubungannya Dengan Public Relations

Istilah etiket sebagai terjemahan dari bahasa Perancis etiquette secara harfiah
berarti peringatan, secara maknawi menurut The Random House Dictionary of The
English Language, berarti persyaratan konvensional mengenai perilaku sosial
(conventional requirements as to social behavior). Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, etiket diartikan sebagai tata cara dalam masyarakat beradab dalam
memelihara hubungan baik antara sesama manusianya.
Definisi di atas menjelaskan bahwa etiket adalah peraturan, baik secara tidak
tertulis maupun tertulis, mengenai pergaulan hidup manusia dalam suatu masyarakat
yang beradab. Perkataan “beradab” menunjukkan bahwa seseorang merasa dirinya
beradab harus mengenal tata cara hidup dalam pergaulan dengan manusia lain.
Apabila ia tidak peduli akan etiket pergaulan, maka ia akan dinilai tidak beradab. Lalu
timbul pertanyaan, apakah yang dimaksud dengan beradab atau peradaban itu?
Peradaban atau sivilisasi (civilization), menurut kamus di atas berarti sebuah keadaan
masyarakat manusia yang maju yang telah mencapai taraf kebudayaan, ilmu
pengetahuan, industri, dan pemerintahan pada tingkat tinggi (an advance state of
human society, in which a high level of culture, science, industry, and government has
been reach).
Etiket berkaitan dengan tata cara pergaulan modern yang biasanya
dihubungkan dengan kehidupan bangsa barat yang memang telah mencapai taraf
kebudayaan, ilmu pengetahuan, industri, dan pemerintahan yang tinggi. Etiket dalam
hal tertentu berhubungan dengan etika, tetapi tidak selalu, sebab etika seperti telah
dijelaskan tadi berhubungan dengan penilaian benar atau salah dan baik atau buruk
yang dilakukan secara sengaja. Seorang yang berperilaku tidak etis dalam arti kata
tidak mempedulikan etika adalah menyinggung perasaan orang lain, kelompok lain,
atau bangsa lain, karena tindakannya dilakukan dengan sengaja. Seseorang yang tidak
tahu etiket tidak dapat dinilai tidak etis. Etiket berfungsi seseorang dinilai beradab
sebagaimana disinggung diatas. Demikianlah dalam pergaulan modern dikenal etiket
berpakaian, etiket makan, etiket minum, etiket bertamu, dan lain sebagainya.
Paparan di atas merupakan isyarat para pejabat humas betapa pentingnya etika
dan etiket bagi para pejabat humas dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, sebab
penampilannya menyangkut citra organisasi yang diwakilinya.
Kolonel William P. Nickols, Direktur Humas Angkatan Darat Amerika
Serikat, pernah menyajikan suatu ilustrasi yang sangat bagus kepada para tarunanya
mengenai pentingnya penjagaan citra organisasi yang menjadi tanggung jawab humas.
Dia berucap begini:
“ Humas adalah ibarat cermin yang Anda pegang di depan organisasi Anda,
sehingga Anda, organisasi yang Anda wakili, dan publik, dapat melihat segala sesuatu
yang tampak pada cermin tersebut. Jika cermin itu retak, kotor dan banyak goresan,
akan memantulkan gambaran atau citra yang rusak di wajah organisasi Anda yang
sebenarnya. Akan tetapi, apabila cermin itu bersih cemerlang akan memperlihatkan
wajah organisasi Anda yang sebenarnya pula, terang dan jelas. Misalkan pada wajah
organisasi Anda terdapat noda, apakah karena penampilan Anda, kebijaksanaan Anda,
atau kegiatan yang Anda lakukan, maka itu semua dengan mudah dapat menyentuh
perasaan publik Anda. Cermin yang cacat tidak akan dapat menunjukkan noda-noda
tadi. Dan Anda, demikian pula organisasi Anda dan publik Anda tidak akan
mengetahui kesalahan-kesalahan yang terjadi. Sebaliknya cermin yang utuh
cemerlang akan membangkitkan perhatian untuk segera menghilangkan noda-noda
tersebut.”
Jadi humas diibaratkan cermin, dan yang bertugas memelihara dan
bertanggung jawab atas kebersihan itu adalah pejabat humas beserta staf yang
dipimpinnya dengan cara senantiasa menjaga etika dan etiket dalam pergaulan hidup
sehari-hari, baik dengan publik internal maupun eksternal.

F. Etika Dalam Kegiatan Public Relations


Sebenarnya setiap kegiatan yang dilakukan oleh PR officer harus beretika
karena tujuan umum dari berbagai kegiatan PR adalah cara menciptakan hubungan
harmonis antara organisasi/perusahaan yang diwakilinya dengan publiknya atau
stakeholder. Hasil yang diinginkan yaitu terciptanya citra positif (good image),
kemauan baik (good will), saling menghargai (mutual appreciation), saling timbul
pengertian (mutual understanding), toleransi (tolerance) antara kedua belah pihak.
Jadi program kerja etika PR dilaksanakan melalui berbagai kegiatan yang diantaranya
adalah :
 Special event
 Social marketing public relations
 Marketing public relations
 Press and media relationship
 Business communication public relations
 Advertising public relations
 Crisis management and complaint handling public relations
 Public relations writing
 Public relations campaign
Kegiatan PR tersebut bukanlah pekerjaan yang sangat mudah, akan tetapi
harus dikelola secara profesional dan serius serta penuh konsentrasi, karena berkaitan
dengan kemampuan PR dalam manajemen teknis dan sebagai keterampilan manajerial
agar dapat mencapai tujuan atau sasaran sesuai dengan rencana yang diharapkan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai