i
Kata Pengantar
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang
berjudul [judul laporan].
Kami menyadari, bahwa laporan Makalah yang kami buat ini masih jauh dari
kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi
di masa mendatang.
Semoga Makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B.Tujuan...............................................................................................................2
BAB II KAJIAN PUSAKA......................................................................................2
A. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) ………………..…………………….3
BAB III METODE PEMBAHASAN.......................................................................8
A. Metode Literatur…………………………………………………………………….8
B. Metode Diskusi……………………………………………………………………..8
C. Objek Pembahasan………………………………………….………………….....8
BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………………………..…..9
A. Devinisi…………………...................................................................................9
B. Proses Pembuatan…………………………………………………..…………10
C. Potensi Bahaya Kecelakaan Kerja Pada Industri Tekstil PT. EMBEE..……11
BAB V PENUTUP………..…………………………………………………………..28
A. Kesimpulan………………………………………………………………………28
B. Saran……………………………………………………………………………..28
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….29
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan sektor industri saat ini merupakan salah satu andalan
dalam pembangunan nasional Indonesia yang berdampak positif terhadap
penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan dan pemerataan
pembangunan. Disisi lain kegiatan industri dalam proses produksinya
selalu disertai faktor-faktor yang mengandung resiko bahaya dengan
terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat kerja.
Setiap ancaman terhadap keselamatan dan kesehatan kerja harus
dicegah. Karena ancaman seperti itu akan membawa kerugian baik material,
moril maupun waktu terutama terhadap kesejahteraan tenaga kerja dan
keluarganya. Lebih-lebih perlu disadari bahwa pencegahan terhadap bahaya
tersebut jauh lebih baik dari pada menunggu sampai kecelakaan terjadi yang
biasanya memerlukan biaya yang lebih besar untuk penanganan dan
pemberian kompensasinya.
Mengingat kegiatan sektor industri tidak terlepas dengan pengg
unaan teknologi maju yang dapat berdampak terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja terutama masalah penyakit akibat kerja. Selain itu masih
banyak perusahaan yang belum melaksanakan ketentuan-ketentuan yang
mengarah kepencegahan penyakit
akibat kerja, hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian, waktu d
an memerlukan biaya yang tinggi. Dari pihak pekerja sendiri disamping
pengertian
dan pengetahuan masih terbatas, ada sebagian dari mereka masih
segan menggunakan alat pelindung atau mematuhi aturan yang sebenarnya.
Oleh karena itu masalah keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat
dilakukan sendiri-sendiri tetapi harus
dilakukan secara terpadu yang melibatkan berbagai pihak baik pemer
intah, perusahaan, tenaga kerja serta organisasi lainnya. Seperti studi kasus
yang kita ambil dari salah satu perusahaan tekstil di Indonesia yaitu EMBEE
PLUMBON TEXTILE CIREBON, merupakan perusahaan yang bergerak di
1
bidang produksi pemintalan benang, dan pembuatan bahan mentah kain. PT.
EMBEE PLUMBON TEXTILE CIREBON atau lebih dikenal dengan sebutan PT.
EMBEE terletak di pinggir jalan raya Bandung – Cirebon, Kecamatan Plumbon,
Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Indonesia.
Pabrik PT. EMBEE CIREBON terdiri dari lima gedung, yang biasa disebut
Embee 1, Embee 2, s/d Embee 5. Kelima gedung pabrik tersebut merupakan
pusat operasional produksi dari PT. EMBEE, mulai dari pemintalan, pembuatan
kain, workshop, sampai dengan pengepakan. PT. EMBEE memiliki kurang lebih
1500 orang karyawan. Pabrik ini didirikan berdasarkan akta pendirian no 87,
Notaris Agus Madjid, SH. Jakarta tanggal 22 Juli 1998, yang sebelumnya
adalah PT. Koprima pada tahun 1992. Awalnya PT. EMBEE hanya satu
bangunan, seiring berkembangnya perusahaan, sampai dengan hari ini sudah
ada lima gedung pabrik yang berdiri megah di PT. EMBEE. Pabrik ini sendiri
merupakan milik pengusaha dari India, meski seluruh karyawan adalah orang
Indonesia dan mayoritas masyarakat sekitar, tetapi untuk di pihak manajemen
dan superviser serta tenaga ahli, sebagian besar nya adalah orang India.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui bahaya kecelakaan kerja dan dampak pada industri tekstil
pemintalan benang.
2. Untuk mengetahui dampak penyakit yang timbul dari bahaya kecelakaan
kerja pada industri pemintalan benang.
3. Untuk mengetahui cara pencegahan dan penanggulangan dari bahaya dan
dampak penyakit terhadap tenaga kerja industri tekstil pemintalan benang
2
BAB II
KAJIAN PUTAKA
A. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
a. Pengertian K3
Kesehatan kerja (Health) adalah suatu keadaan seorang pekerja yang
terbebas dari gangguan fisik dan mental sebagai akibat pengaruh interaksi
pekerjaan dan lingkungannya (Kuswana, 2014). Kesehatan kerja adalah
spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar
pekerja/masyarakat memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik
fisik, atau mental maupun sosial dengan usahausaha preventif dan kuratif
terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor
pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Keselamatan kerja (Safety) suatu keadaan yang aman dan selamat dari
penderitaan dan kerusakan serta kerugian di tempat kerja, baik pada saat
memakai alat, bahan, mesin-mesin dalam proses pengolahan, teknik
pengepakan, penyimpanan, maupun menjaga dan mengamankan tempat serta
lingkungan kerja (Kuswana, 2014).
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk
menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya
baik fisik, mental maupun emosi terhadap pekerja, Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta
b. Konsep K3
3
seorangpun di dunia ini yang menginginkan terjadinya kecelakaan.
Keselamatan kerja sangat bergantung pada jenis, bentuk dan lingkungan
dimana pekerjaan itu dilaksanakan.
c. Ruang Lingkup K3
d. Tujuan K3
4
e. Hazard
1) Bahaya fisik
Bahaya fisik adalah yang paling umum dan akan hadir di sebagian besar
tempat kerja pada satu waktu tertentu. Hal itu termasuk kondisi tidak aman
yang dapat menyebabkan cedera, penyakit dan kematian. Bahaya ini biasanya
paling mudah diidentifikasi tempatnya, tetapi sering terabaikan karena sudah
dipandang akrab dengan situasi demikian. Bahaya fisik sering dikaitkan dengan
sumber energi yang tidak terkendali seperti kinetik, listrik, pneumatik dan
hidrolik. Contoh bahaya fisik antara lain: kondisi permukaan lantai basah dan
licin; penyimpanan benda di lantai sembarangan; tata letak kerja area yang
tidak tepat; permukaan lantai yang tidak rata; postur tubuh canggung; desain
stasiun kerja yang kurang cocok; kondisi pencahayaan; suhu ekstrem; bekerja
pada ruang terbatas Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Bahaya kimia adalah zat yang memiliki karateristik dan efek, dapat
membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia. Bahaya kimia mencakup
paparan dapat berupa, antara lain: penyimpanan bahan kimia; bahan yang
mudah terbakar.
3) Bahaya Biologis
5
keselamatan manusia. Bahaya biologis mencakup paparan, antara lain: darah
atau cairan tubuh lain atau jaringan; jamur, bakteri dan virus.
4) Bahaya Ergonomi
Bahaya ergonomi terjadi ketika jenis pekerjaan, posisi tubuh, dan kondisi kerja
meletakkan beban pada tubuh. Penyebabnya paling sulit untuk diidentifikasi
secara langsung karena kita tidak selalu segera melihat ketegangan pada tubuh
atau bahaya-bahaya ini saat melakukan. Bahaya ergonomi meliputi, antara lain:
redup; tempat kerja tidak tepat dan tidak disesuaikan dengan tubuh pekerja;
postur tubuh yang kurang memadai; mengulangi gerakan yang sama berulang-
ulang.
5) Bahaya Psikologis
6
3) I (Implementasi), lingkup implementasi adalah upaya pencapaian pemenuhan
peraturan perundangan yang berlaku dalam bentuk undang-undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri dan Surat Edaran.
Ketiga aspek tersebut harus dijalankan secara paralel agar kinerja aspek
K3 di lapangan bisa berjalan. Dan bila dilakukan dengan cara yang benar maka
kinerja K3 akan meningkat (Somad, 2013).
7
BAB III
METODE PEMBAHASAN
B. Metode Diskusi yaitu, melakukan diskusi dan konsultasi dengan pihak terkait
dengan penyusunan tugas makalah..
8
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Definisi
Kesehatan kerja merupakan spesialisasi dalam Ilmu
Kesehatan/Kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar para pekerja
atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setingi-
tingginya, baik fisik, mental, maupun sosial, dengan usaha-
usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit- penyakit/gangguan-
gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor-faktor
pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-
penyakit umum
Menurut Dainur, kesehatan kerja adalah upaya perusahaan unt
uk mempersiapkan, memelihara serta tindakan lainnya dalam rangka
pengadaan serta penggunaan tenaga kerja dengan kesehatan baik fisik, mental
maupun sosial yang maksimal, sehingga dapat berproduksi secara maksimal
pula (Dainur,1992).
Sedangkan definisi lain menyatakan bahwa kesehatan kerja merupakan
aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu tempat (perusahaan, pabrik,
kantor, dan sebagainya) dan menjadi pasien dari kesehatan kerja ialah
masyarakat pekerja dengan masyarakat di sekitar perusahaan tersebut. Apabila
didalam kesehatan masyarakat
ciri pokoknya adalah upaya preventif (pencegahan penyakit) dan
promotif (peningkatan kesehatan), maka dalam kesehatan kerja, kedua hal
tersebut menjadi ciri pokok (Notoatmojo, 1997)
Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan
baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu
tinggi
dalam penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perek
ayasaan
industri. Dengan demikian, industri merupakan bagian dari proses pro
duksi. Bahan-bahan industri diambil secara langsung maupun tidak langsung,
kemudian
9
diolah, sehingga menghasilkan barang yang bernilai lebih bagi masya
rakat. Kegiatan proses produksi dalam industri itu disebut dengan perindustrian.
Dari
definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manu
faktur (manufacturing).
Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut:
1) Industri tekstil, misalnya: benang, kain, dan pakaian jadi.
2) Industri alat listrik dan logam, misalnya: kipas angin, lemari es, dan mesin
jahit, televisi, dan radio.
3) Industri kimia, misalnya: sabun, pasta gigi, sampho, tinta, plastik,
obat-obatan, dan pipa.
4) Industri pangan, misalnya: minyak goreng, terigu, gula, teh, kopi, garam dan
makanan kemasan.
5) Industri bahan bangunan dan umum, misalnya: kayu gergajian, kayu lapis,
dan marmer
Tekstil adalah material fleksibel yang terbuat dari tenunan benang. Tekstil
dibentuk dengan cara penyulaman, penjahitan, pengikatan, dan cara pressing.
Istilah tekstil dalam pemakaiannya sehari-hari sering disamakan dengan istilah
kain. Namun ada sedikit perbedaan antara dua istilah ini, tekstil dapat
digunakan untuk menyebut bahan apapun yang terbuat dari tenunan benang,
sedangkan kain merupakan hasil jadinya, yang sudah bisa digunakan.
B. Proses Pembuatan
Sebelum kapas diproses pada mesin blowing, terlebih dahulu k
apas dikeluarkan dari gudang, kemudian kapas yang masih dalam keadaan
terbungkus dan terikat, di bawa ke Bill Store untuk dibuka dan dilepaskan
ikatannya agar kapas kembali ke dalam bentuk semula dan dibiarkan untuk
diangin-anginkan selama ±24 jam. Kemudian kapas yang dibuat lap lalu
dikerjakan pada mesin carding, lap akan mengalami pembersihan, pemisahan,
penarikan dengan mesin pre drawing untuk dapat dibuat sliver, selanjutnya
10
dikerjakan pada mesin yang lebih rata seratnya, dengan jalan 8 sliver dijadikan
sliver ditarik diantara rol-rol.
Selanjutnya dikerjakan pada mesin lap former untuk dibuat lap yaitu 8
sliver dimasukkan pada mesin ini. Dengan ditarik agar seratnya searah panjang
dan pendek terpisah maka lap dikerjakan pada mesin lap pendek akan
terkumpul menjadi kotoran, sedang serat panjang dibuat silver yang terdiri serat
panjang saja. Serat silver yang dapat diproses kembali untuk dijadikan benang
carded dengan nomor 15 dan 35 atau sebagai campuran untuk membuat
benang-benang carded dengan No.30 S dan 40 S.
Sliver hasil combing selanjutnya dikerjakan pada mesin drawing (I dan II)
untuk dibuat sliver yang baik karena sliver hasil combing merupakan bahan
baku untuk pembuatan benang halus dan ini diproses pada mesin speed frame.
Dengan sedikit ditarik dan dipilin akan menghasilkan sliver dengan ukuran lebih
kecil yang disebut roving. Roving ini hasil dari mesin speed frame
dibuat benang tunggal selanjutnya dapat diperdagangkan baik dalam bentuk
cone (pada mesin cone winder) atau benang double mesin quick traverse, hant
dan lain-lain.
Beragam kecelakaan kerja yang terjadi PT. EMBEE ditangani oleh pihak
perusahaan dan di rujuk ke Rumah Sakit MITRA PLUMBON. Rumah sakit ini
11
dipilih perusahaan karena RS MITRA PLUMBON memiliki kerja sama dengan
JAMSOSTEK. Masalah biaya penanganan kasus kecelakaan kerja, perusahaan
menyerahkan sepenuhnya pada JAMSOSTEK. sehingga setiap korban
kecelakaan kerja yang terjadi, akan dirawat sesuai anggunan plafon
JAMSOSTEK, atau sebesar 20 Juta Rupiah per kasus per korban. Apabila
masih kurang, PT. EMBEE menganjurkan pihak korban untuk
memenuhi kekurangan biaya itu sendiri terlebih dahulu. Nanti baru kwitansi nya
akan di klaim-kan ke perusahaan.
Kasus lain yang sering terjadi di PT. EMBEE adalah kondisi karyawan yang
mengalami sakit akibat gangguan kejiwaan atau mental. Indikasi ini terlihat saat
ada beberpa kejadian, dimana karyawan PT. EMBEE yang tiba-tiba bertingkah
laku aneh pada saat bekerja seperti teriak-teriak tanpa sebab yang jelas. Ada
juga karyawan yang tiba-tiba seperti kesurupan. Menurut Pak Adim hal ini
sering terjadi, karena pihak manajemen PT. EMBEE sering kali meminta
karyawan yang belum sembuh benar dari sakit, untuk langsung masuk bekerja.
Keadaan ini membuat kondisi fisik dan mental karyawan yang belum sembuh
menjadi semakin parah.
Ada juga kejadian dimana salah seorang karyawan PT. EMBEE yang
mengalami gangguan mental di tempat kerja, di-PHK oleh pabrik dengan
alasan medis. Tetapi tidak diberikan rujukan ke Rumah Sakit. Pernyataan Pak
Adim ini dibenarkan oleh Sekjen beliau di SPN Pabrik, Pak Dakina. Beliau
mengatakan bahwa, kondisi manajemen PT. EMBEE memang sangat ketat
dalam hal peraturan dan pencapaian target produksi di dalam Pabrik. Hal ini
yang menyebabkan banyak karyawan yang tidak nyaman dalam bekerja.
Efeknya karyawan jadi banyak yang tertekan dan stress.
12
Kasus-kasus kecelakaan kerja yang terjadi PT. EMBEE lansung ditangani oleh
pihak manajemen pabrik. Ada satu orang yang biasanya mengurus
permasalahan kecelakaan kerja dan peraturan-peraturan di perusahaan. Orang
itu bernama Pak Agung. Jadi segala macam hal yang terjadi berkaitan dengan
kecelakaan kerja, ditangani oleh Pak Agung ini. Pak Agung juga yang meminta
para keluarga korban untuk tidak membahas permasalahan yang berhubungan
dengan perusahaan kepada pihak lain. Keluarga korban cukup berurusan
dengan pihak manajemen saja. Hal ini yang membuat keluarga korban
ketakutan untuk mengadvokasi permasalahannya dengan serikat.
Pengurus SPN tingkat pabrik yang mendampingi Pak Adim, ada 9 orang. Tapi
saat ini hanya tinggal 7 orang, karena 2 orang nya sudah tidak lagi bekerja di
PT. EMBEE (pindah kerja). Untuk koordinasi dengan DPC SPN Cirebon sendiri,
Pak Adim menyampaikan bahwa tidak ada jadwal koordinasi yang jelas antara
pengurus SPN pabrik dengan DPC SPN Cirebon.
13
(Anita Menunjukan Alat Bantu Tangan Palsu yang terpasang di Lengan nya)
14
Anita terhenti setelah dua bulan berjalan. Hal ini dikarenakan karena plafon
JAMSOSTEK Anita sebesar 20 juta rupiah telah habis. Perawatan terhenti
menyisakan 1 sesi terapi yang belum dilalui dari 4 sesi yang seharusnya.
Meskipun dokter menyatakan sudah sembuh, tetapi Anita mesti mengeluh
kesakitan di tangannya saat perawatannya di hentikan.
Setelah sesi rawat jalan dan terapinya berakhir, Anita dan keluarga melakukan
proses pembuatan alat bantu (tangan palsu) di Rumah Sakit OP, Solo. Semua
biaya perawatan tangan Anita dari JAMSOSTEK, dengan total sebagai berikut :
Saat ini Anita telah kembali bekerja di PT. EMBEE. Setelah lukanya benar-
benar sembuh dan sesi terapinya menyatakan Anita telah kembali bisa
beraktifitas, Anita mengajukan kembali lamaran untuk bekerja di PT. EMBEE.
Anita pun diterima kembali oleh PT. EMBEE dan ditempatkan di bagian cleaner
dan gudang. Pekerjaanya adalah menyemprot dan mengecat benang dan
menempel stiker. Biasanya adalah pekerjaan yang dilakukan oleh wanita yang
sedang hamil di pabrik. Anita telah kembali bekerja di pabrik, mulai dari bulan
November sampai dengan sekarang.
15
Kasusnya Anita telah di advokasi lebih lanjut oleh serikat pekerja, dengan
tuntutan :
2. Kejadian Kedua
Widaryanto, Laki-laki kelahiran 21 April 1976, warga Desa Pasanggrahan, Kec.
Plumbon, Kab. Cirebon, Mengalami kecelakaan kerja pada hari selasa tanggal
20 Desember 2011 di Spinning 1, Embee 1, pabrik PT. EMBEE PLUMBON
TEXTILE CIREBON. Kecelakaan di alami saat memperbaiki kelahar mesin
drawing no 12. Kelahar pecah, serpihan besi bearing masuk ke mata. Ukuran
besi yang bersarang di mata panjangnya 10mm, lebarnya 5mm, dan tebalnya
3mm. Besi tersebut bersarang di rongga mata selama lebih kurang 70 hari,
sebelum akhir nya terdeteksi dan dikeluarkan lewat operasi.
16
(Foto: Widaryanto dan Mata kanannya yang terluka)
Pagi hari itu Widaryanto masuk kerja seperti biasa. Saat tiba di pabrik,
Widaryanto diminta oleh superviser-nya yang orang India, Mr. Sheekar, untuk
memperbaiki, mesin drawing nomor 10, spinning 1, di gedung pabrik Embee 1.
Setelah mesin diturunkan dan dibongkar ternyata ditemukan lah bahwa yang
harus diperbaiki itu adalah klahar atau bearing dari mesin tersebut. Memang
seharusnya semua pengerjaan mesin dilakukan di workshop pabrik. Tapi
karena tidak semua pekerjaan bisa dilakukan di workshop, mengingat masalah
waktu dan tingkat urgential dari mesin tersebut, terlebih lagi Widaryanto disuruh
oleh Mr. Sheekar, maka dia memilih untuk mengerjakan bearing itu ditempat.
Atas inisiatif nya, Widaryanto langsung mengambil palu dan tatahan untuk
membongkar bearing tersebut dari as sumbu nya. Saat dia memukul bearing,
satu pukulan, dua pukulan, pukulan ketiga, tiba-tiba seperti ada sesuatu benda
yang menyambar mata kanan Widaryanto, ia langsung terkapar kesakitan,
17
seketika semua gelap. Rekan-rekan kerjanya dan pihak manajemen PT.
EMBEE langsung membawa Widaryanto ke RS MITRA PLUMBON.
Pihak keluarga kembali bingung, mau biaya operasi dari mana. Operasi
membutuhkan biaya kurang lebih 15 juta, diluar akomodasi, obat, dan
perawatan. Sementara plafon JAMSOSTEK sudah hampir habis. Widaryanto
18
mencoba menghubungi pihak pabrik, lewat Pak Agung. Manajemen pabrik
malah menyarankan untuk Widaryanto menutupi keurangan itu sendiri terlebih
dahulu, nanti kalau sudah beres operasinya, baru coba di klaim-kan ke bagian
keuangan PT. EMBEE. Pihak manajemen tidak memberikan jawaban yang
memuaskan. Tapi demi kebaikan dirinya, setelah pinjam sana dan
sini, berangkatlah Widaryanto untuk dioperasi di RS Mata Cicendo Bandung.
Widaryanto di operasi oleh dr. Iwan, dokter spesialis retina di RS Mata Cicendo
Bandung.
Alhamdulillah operasi berjalan dengan lancar, benda yang ada di dalam rongga
mata Widaryanto berhasil dikeluarkan. Ternyata yang bersarang di dalam
rongga mata itu adalah serpihan besi bearing dengan dimensi panjang 10mm,
lebar 5mm, dan tebal 3mm. Benda itu bersarang di dalam mata Widaryanto
selama kurang lebih 70 hari.
Untuk kekurangan biaya operasi mata nya, pihak pabrik telah mengganti biaya
tersebut kepada pihak keluarga Widaryanto. Tetapi masih belum jelas status
dari penggantian tersebut, apakah bentuk tanggung jawab dari PT. EMBEE,
atau malah berbentuk pinjaman. Jadi pihak keluarga masih memiliki rasa
ketakutan kalo sewaktu-waktu dana ini ditagih oleh PT. EMBEE. Satu hal lagi
yang disesalkan oleh keluarga, selama proses berobat dan operasi mata
Widaryanto di RS Mata Cicendo Bandung, tidak ada pihak Manajemen PT.
EMBEE yang mendampingi, bahkan pihak keluarga sampai pernah kesulitan
untuk mencari transportasi dari Cirebon ke Bandung. Hal ini mengakibatkan
pihak keluarga merasa tidak diperhatikan oleh manajemen PT. EMBEE dalam
kasus kecelakaan kerja yang menimpa Widaryanto.
19
3. Kejadian Ketiga
Sayeni, Perempuan kelahiran 7 Maret 1988, Karyawati PT. EMBEE, Telah
meninggal karena kerudung yang terjerat putaran mesin dari depan. Sayeni
meninggal pada hari rabu, 28 Desember 2011, pukul 17:30. Meningal karena
kecelakaan kerja di mesin spinning no 12, spindel 300, di gedung Embee IV.
Pada saat kecelakaan kerja terjadi Sayeni baru sembuh dari sakit diare. Dan
baru saja melangsungkan pesta pernikahan 2 minggu sebelumnya.
4. Kejadian Keempat
20
5. Kejadian Kelima
Jahid Karyawan PT. EMBEE PLUMBON TEXTILE ini mengalami kecelakaan
kerja pada hari rabu, 18 Januari 2012, pukul 15:30 di gedung pabrik Embee V.
Tangan kanan dekat nadi sobek dalam. Dilarikan ke RS MITRA PLUMBON.
Mendapatkan 4 jahitan luar dan 8 jahitan dalam.
Kasus kecelakaan kerja Jahid, paling sedikit informasinya yang diterima oleh
penulis.
21
- Sikap dan sistem kerja
- Cara dan sistem keja
2 Mesin jahit, obras, bordir - Ukuran Meja Kerja
- Kursi duduk
- Sikap dan sistem kerja
- Cara dan sistem keja
3 Seterika - Ukuran Meja Kerja
- Kursi duduk
- Sikap/ cara kerja
- Kesesuaian sikap/sistem kerja
4 Packing - Kegiatan angkat junjung
- Sikap dan cara kerja
- Ruang gerak
Faktor penyebab ;
Faktor Manusia
Permasalahan yang terjadi pada faktor manusia meliputi faktor
manajerial, dan faktor tenaga kerja. Permasalahannya dapat merupakan:
a. Manajemen:
· Pemahaman yang kurang tentang hiperkes dan keselamaatan kerja
· Tidak melaksanakan teknik-teknik hiperkes dan keselamatan kerja
· Tidak menyediakan alat proteksi/pelindung diri
b. Tenaga kerja:
· Tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan K3
· Tidak mengenakan alat proteksi yang telah disediakan
· Tidak memiliki naluri cara kerja sehat
· Tingkat pengetahuan terhadap perkembangan teknologi industri.
·
Faktor Lingkungan Kerja
di Perusahaan Industri Tekstil antara lain:
1) Penerangan yang kurang mengakibatkan kesalahan pewarnaan.
2) Iklim kerja mengakibatkan lelah kerja para pekerja.
22
3) Debu mengakibatkan gangguan pernafasan dan kerusakan mata.
4) Uap mengakibatkan suhu panas.
5) Formaldehyde mengakibatkan timbulnya limbah B3.
D. Dampak Penyakit yang timbul dari Bahaya Kecelakaan Kerja pada Industri
Tekstil Pemintalan Benang
Byssinosis adalah penyakit tergolong pneumoconiosis yang
penyebabnya terutama debu kapas kepada pekerja-pekerja dalam industri
textil. Penyakit ini berkaitan erat dengan pekerjaan blowing dan carding. Tetapi
terdapat pula pada pekerjaan-pekerjaan lainnya. bahkan dari permulaan proses
(pembuangan biji
kapas) sampai kepada proses akhir (penenunan). Masa inkubasi rata
-rata terpendek adalah 5 tahun bagi para pekerja pada blowing dan carding.
Bagi pekerja lainnya lebih dari waktu 5 tahun (Suma’mur. 1993).
23
Berdasarkan SK Presiden No.22 tahun 1993, disebutkan berbagai
macam penyakit yang timbul karena hubungan kerja yaitu :
1) Pneumoconiosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentuk jaringan
parut,yang silikonsnya merupakan factor utama penyebab cacat dan kematian
2) Penyakit paru dan saluran pernafasan (broncopulmoner) yang disebabkan
oleh debu logam keras.
3) Penyakit paru dan saluran pernafasan (broncopulmoner) yang disebabkan
oleh debu kapas vlas, henep, dan sisal (bissinosis).
4) Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitivisasi dan
zat perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan
5) Aliveolitis alergika yang disebabkan oleh factor dari luar sebagai akibat dari
penghirupan debu organik.
6) Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaannya yan
g beracun.
7) Penyakit yang disebabkan kadmium atau persenyawaannya yang beracun.
8) Penyakit yang disebabkan faktor atau persenyawaanya yang beracun
9) Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang
beracun.
10) Penyakit yang disebabkan oleh: mangan, arsen, raksa, timbal,
fluor,benzena, derivat halogen,derivat nitro,dan amina dari benzena at
au homolognya yang beracun.
E. Pencegahan dari bahaya dan dampak terhadap tenaga kerja industri tekstil
pemintalan benang
ü Upaya-upaya pencegahan dalam keselamatan kerja dengan menggunakan
APD.
Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Administra
tion, pesonal protective equipment atau alat pelindung diri (APD) didefinisikan
sebagai alat
yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang
diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik
yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya.
24
Dalam hirarki bahaya (hazard) control atau pengendalian bahay
a, penggunaan alat pelindung diri merupakan metode
pengendali bahaya paling akhir. Artinya, sebelum memutuskan untuk
menggunakan APD, metode-metode lain harus dilalui terlebih dahulu, dengan
melakukan upaya optimal agar bahaya atau hazard bisa dihilangkan atau paling
tidak dikurangi.
Adapun hirarki pengendalian bahaya di tempat kerja, termasuk di pabrik
kimia adalah sebagai berikut:
1. Elimination, merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya.
2. Reduction, mengupayakan agar tingkat bahaya bisa dikurangi.
3. Engineering control, artinya bahaya diisolasi agar tidak kontak deng
an pekerja.
4. Administrative control, artinya bahaya dikendalikan dengan menerapk
an instruksi kerja atau penjadualan kerja untuk mengurangi paparan terhadap
bahaya.
5. Personal protective equipment, artinya pekerja dilindungi dari bahaya dengan
menggunakan alat pelindung diri.
25
4. Pernapasan
a. Sumber bahaya: debu, uap, gas, kekurangan oksigen (oxygen defiency).
b. APD: respirator, breathing apparatus
5. Tubuh
a. Sumber bahaya: suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 85 dB.
b. APD: ear plug, ear muff, canal caps.
6. Tangan dan Lengan.
a. Sumber bahaya: temperatur ekstrim, benda tajam, tertimpa benda berat,
sengatan listrik, bahan kimia, infeksi kulit.
b. APD: sarung tangan (gloves), armlets, mitts.
7. Kaki
a. Sumber bahaya: lantai licin, lantai basah, benda tajam, benda jatuh, cipratan
bahan kimia dan logam cair, aberasi.
b. APD: safety shoes, safety boots, legging, spat.
Penanggulangan lain :
1. Perlu lebih ditingkatkan lagi kualitas kerja dalam mengupayakan kesehatan
dan keselamatan kerja yang sudah ada.
2. Penataan ruangan harus lebih diperhatikan menjadi lebih baik, supaya para
karyawan lebih leluasa dalam melakukan pekerjaannya. Bengkel kerja utama
industri jika memungkinkan dipindahkan ke tempat yang khusus disediakan
26
untuk kegiatan industri, setidaknya diusahakan pembagian tempat pengolahan
khusus yang bersekat dan masing-masing disendirikan sehingga ruang gerak
menjadi luas.
3. Untuk menghindari sakit akibat kerja pekerja perlu melakukan olahraga yang
teratur, dan setidaknya banyak bergerak dari pekerjaan yang biasa dilakukan,
contoh apabila biasanya duduk sesekali berdiri dan berjalan agar gerakan dan
posisi kerja para karyawan menjadi lebih bervariasi dan tidak monotonis.
4. Sebaiknya untuk pembuangan atau penimbunan sementara limbah
disediakan lahan kosong tersendiri, atau setidaknya menempatkannya dalam
karung, bak, atau lubang khusus sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan
dan dari segi tata ruang pun menjadi lebih luas dan enak untuk dipandang.
5. Perusahaan (dalam hal ini industri kecil) yang belum mendapat tempat di
organisasi Pukesmas maka hendaknya dimasukkan secara struktural k
edalam organisasi tersebut. Sehingga industri ini akan lebih terayomi dalam hal
pelayanan kesehatannya yang paripurna (promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif), yang dalam hal ini ditekankan pada ruang lingkup kedokteran
industrinya. Misalnya petugas kesehatan mengunjungi tempat-tempat industri
secara rutin guna menilai kesehatan kerja di perusahaan-perusahaan rumah
tangga.
27
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada proses pemintalan. limbah debu kapas paling banyak didapat
pada proses blowing, carding dan. Limbah aktual pada pekerjaan blowing dan
carding masing-masing sebesar 3.5% dan 2.5%
sedangkan tingkat kebisingan speed frame sebesar > 85 dB.
Penyakit yang akan timbul adalah Byssinosis (penyakit tergolon
g pneumoconiosis) yang berasal dari limbah debu kapas kepada pekerja-
pekerja dalam industri tekstil. Pencengahan dengan menggunakan APD (alat
pelindung diri) seperti: memakai safety glasses, ear plung, ear muff, respirator
dan lain-lain.
Pencegahan yang lain dapat di lakukan dengan pemeliharaan rumah
tangga yang baik di perusahaan tekstil sehingga debu kapas sangat sedikit di
udara,pembersihan mesin carding sebaiknya dengan pompa hampa u
dara, membersihkan lantai dengan sapu tidak baik, ventilasi umum dengan
sistim hisap,
pemeriksaan kesehatan pekerja sebelum bekerja dan pemeriksaan ke
sehatan secara berkala, rotasi pekerja yang telah terpapar debu kapas ke
tempat yang tidak berbahaya.
B. Saran
1. Memutuskan jenis alat pelindung diri yang harus kita gunakan, lakukan
terlebih dahulu hazard identification (identifikasi bahaya).
2. Tinjau ulang setiap aspek dari pekerjaan, agar potensi bahaya bisa kita
identifikasi.
3. Perlu penegakan disiplin karyawan terhadap pemakaian alat pelindung diri
terutama masker dan sumbat telinga.
4. Perlu adanya penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan bidang
kesehatan dan keselamatan kerja, dan keterampilan para pekerja.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. http://usfinitengky.blogspot.com/2010/kesehatan-kerja-higiene-
2. file:///C:/Users/Nazar/Downloads/Documents/Chapter%202.doc.pdf
3. https://bocahkampus.com/contoh-kata-pengantar
4. https://docplayer.info/47475544-Bab-iii-metode-pembahasan.html
5. file:///C:/Users/Downloads/Documents/kupdf.net_makalah-k3-pada-industri-
tekstil.pdf
29