DIBUAT OLEH
MUH. NAZAR
P3B119033
UU No.4 tahun 1992 menyatakan bahwa Kawasan siap bangun adalah sebidang tanah
yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala
besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun lebih yang pelaksanaannya dilakukan
secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder
prasarana lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah Tingkat II dan memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan prasarana
dan sarana lingkungan.Khusus untuk daerah khusus Ibu Kota Jakarta, rencana tata ruang
lingkungannya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
LISIBA adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari Kasiba yang telah
dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan
persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan
lingkungan untuk membangun kaveling tanah matang. Selain itu, terdapat pula Lingkungan
Siap Bangun yang Berdiri Sendiri, selanjutnya disebut Lisiba yang Berdiri Sendiri, adalah
Lisiba yang bukan merupakan bagian dari Kasiba, yang dikelilingi oleh lingkungan
perumahan yang sudah terbangun atau dikelilingi oleh kawasan dengan fungsi-fungsi lain.
Dalam rangka peningkatan mutu kehidupan dan kesejahteraan bagi setiap keluarga Indonesia,
pembangunan perumahan dan permukiman sebagai bagian dari pembangunan nasional perlu
terus ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu, terarah, berencana, dan
berkesinambungan.
a. Kasiba/Lisiba adalah alat untuk pengembagan ekonomi lokal dan alat bagi
perkembangan kota
b. Kasiba/Lisiba adalah alat bagi penyediaan prasarana dan sarana yang memenuhi
pembakuan pelayanan serta sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
c. Kasiba/Lisiba alat untuk penyediaan kavling tanah matang beserta rumah dengan pola
hunian yang berimbang, terencana dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat
3. Kriteria kasiba/Lisiba
a. Penyelenggaraan meliputi :
3) Perolehan tanah
berkelanjutan.
2. UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal 2
Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan dengan berasaskan:
a. kesejahteraan;
b. keadilan dan pemerataan;
c. kenasionalan;
d. keefisienan dan kemanfaatan;
e. keterjangkauan dan kemudahan;
f. kemandirian dan kebersamaan;
g. kemitraan;
h. keserasian dan keseimbangan;
i. keterpaduan;
j. kesehatan;
k. kelestarian dan keberlanjutan; dan
l. keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan.
a. Setiap Kasiba harus dilengkapi dengan fasilitas pendidikan sesuai dengan jumlah
penduduk yang dilayani.
b. Setiap Kasiba harus dilengkapi dengan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan
jumlah penduduk yang dilayani.
c. Setiap Kasiba harus dilengkapi dengan fasilitas perbelanjaan sesuai dengan jumlah
penduduk yang dilayani.
d. Setiap Kasiba harus dilengkapi dengan fasilitas tempat peribadatan sesuai dengan agama
yang dipeluk para penghuninya dan jumlah pemeluk dari masing-masing agama.
e. Setiap Kasiba harus dilengkapi dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dimana RTH
tersebut dapat digunakan sebagai penyeimbang lingkungan antara kawasan terbangun
dan tidak terbangun, selain itu juga berfungsi sebagai sarana olah raga, rekreasi,
pemakaman umum dan mitigasi jika terjadi gempa dan kebakaran.
a. Kajian pertumbuhan penduduk baik yang alamiah maupun migrasi mengacu pada
data Badan Pusat Statistik (BPS).
b. Kebutuhan rumah dapat didekati dengan melihat selisih antara jumlah rumah yang
ada dengan jumlah Kepala Keluarga yang ada.
c. Lokasi Kasiba harus berada pada kawasan permukiman menurut rencana tata ruang
wilayah Kabupaten / Kota.
f. Calon lokasi Kasiba bukan / tidak merupakan tanah sengketa atau berpotensi
sengketa.
h. Lokasi Kasiba yang akan ditetapkan mencakup lokasi yang belum terbangun yang
mampu menampung sekurang-kurangnya 3.000 (tiga ribu) unit
i. Lokasi Kasiba bagi tanah yang sudah ada permukimannya, akan merupakan integrasi
antara pembangunan baru dan yang sudah ada sehingga seluruhnya menampung
sekurangkurangnya 3.000 (tiga ribu) unit.
a. Kajian pertumbuhan penduduk baik yang alamiah maupun migrasi mengacu pada
data Badan Pusat Statistik (BPS).
b. Kebutuhan rumah dapat didekati dengan melihat selisih antara jumlah rumah yang
ada dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) yang ada.
c. Lokasi Lisiba harus berada pada kawasan permukiman menurut Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten / Kota.
f. Calon lokasi Lisiba Yang Berdiri Sendiri bukan/tidak merupakan tanah sengketa
atau berpotensi sengketa.
g. Dalam menentukan urutan prioritas calon-calon lokasi Lisiba yang Berdiri Sendiri,
pertimbangan utama sekurang-kurangnya adalah strategi pengembangan wilayah,
biaya terendah untuk pengadaan prasarana dan utilitas, berdekatan dengan tempat
kerja atau lokasi investasi yang mampu menampung tenaga kerja.
h. Lokasi Lisiba Yang Berdiri Sendiri yang akan ditetapkan mencakup lokasi yang
belum terbangun yang mampu menampung sekurang-kurangnya 1.000 unit.
i. Lokasi Lisiba Yang Berdiri Sendiri bagi tanah yang sudah ada permukimannya, akan
merupakan integrasi antara pembangunan baru dan yang sudah ada sehingga
seluruhnya menampung sekurang-kurangnya 1.000 unit.
a. Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, atau badan lain yang
dibentuk oleh Pemerintah, yang ditugasi untuk menyelenggarakan pengelolaan
Kasiba.
b. Dalam hal tidak ada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah
yang berminat untuk mengelola Kasiba, Bupati/Walikota dapat :
1) membentuk Badan lain yang ditugasi untuk pengelolaan Kasiba yang
selanjutnya dapat dikukuhkan menjadi BUMD bidang perumahan dan
permukiman dan memberikan informasinya kepada DPRD.
1. Kependudukan
d. Klasifikasikota.
Struktur penduduk menurut umur dan jenis kelamin. Dari data ini dibuat piramida
penduduk sehingga perkembangan/kebutuhan suatu kotadapat direncanakan sebelumnya.
Pada dasarnya kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk dibagi luas wilayah. Kepadatan
bruto (gross density) yaitu jumlah penduduk didalam suatu wilayah dibagi luas wilayah
tersebut lepas daripada peruntukan tanah tersebut. Melihat kondisikota–kotadan pola keluarga
diIndonesiadigunakan kepadatan rumah per HA, pada wilayah perumahan, dimana :
kepadatan rumah per HA = jumlah semua rumah didalam suatu wilayah dibagi luas wilayah
lepas daripada peruntukan tanah tersebut. Untuk lingkungan perumahan sedang, kepadatan
rumah tidak kurang dari 40 rumah/HA (dengan luas kaveling antara 90 – 200 m2).
Secara umum kota kota di Indonesia berpola radial sehingga seluruh aktifitas kota
terkonsentrasi di pusat kota ,kurangnya penyebaran fungsi penggunaan lahan ,banyak
menyebabkan masalah perkotaan seperti kemacetn ,penyebaran penduduk yang tidak merata.
a. Sosial ekonomi
Jumlah penduduk yang tinggi yang tidak dibarengi dengan lapangan kerja yang cukup
hanya akan menimbulkan masalah kriminalitas. Orang yang tidak mempunyai pekerjaan bisa
saja beralih menjadi criminal. Sebagai contoh, di kota-kota besar, banyak orang yang tidak
mendapatkan pekerjaan yang mencukupi kebutuhannya. Mereka pun mencari nafkah dengan
menjadi seorang kriminal seperti pencopet, perampok,dan sebagainya. Bukan hanya itu, dari
segi sosial ekonomi, jumlah pertumbuhan penduduk yang tinggi yang tidak dibarengi dengan
pendistribusian fasilitas yang merata akan mendorong terjadinya urbanisasi yang pada
akhirnya akan memunculkan kelas sosial baru di masyarakat Ibukota. Adanya perumahan
kumuh adalah contih konkrit dari masalah ini.
c. Lingkungan Hidup
Jumlah penduduk harus berbanding lurus dengan luas pemukiman. Masalah terjadi ketika
lahan untuk pemukiman tidak cukup lagi untuk menampung banyaknya penduduk. Untuk
mengatasi masalah ini, penduduk pun mengubah lahan pertanian atau hutan menjadi areal
pemukiman baru. Masalah tidak sampai di situ saja. Membuka lahan pertanian atau hutan
menjadi lahan pertanian justrus menimbulkan masalah lingkungan. Lahan pertanian atau
hutan yang di sulap menjadi areal pemukiman mengakibatkan hilangnya daerah resapan air.
Sebab, lahan yang semula jadi resapan air kini di poles dengan semen dan beton. Sehingga air
tidak dapat meresap. Banjir pun tidak terhindarkan. Selain itu, ketika membuka hutan
menjadi areal pemukiman, penduduk biasanya membakar hutan tersebut. sebagai akibatnya
timbullah polusi udara yang disebabkan oleh hutan yang terbakar. Hal ini tidak hanya
menjadi masalah domestic bagi satu Negara. Tetapi juga menjadi masalah bagi Negara lain.
Sebab, akibat dari tindakan ini juga dirasakan oleh Negara lain.
TUGAS 2
1. Pengertian Rumah Sederhana
Pengertian Rumah Sederhana menurut peraturan Pemerintah adalah rumah yang tidak
bersusun dengan luas lantai bangunan tidak lebih dari 70m2 yang dibangun di atas tanah
dengan luas kavling 54-200m2. Tentu saja jika diteruskan akan disertakan juga ongkos
pembangunannya yang tidak boleh melebihi harga satuan per m2 untuk pembangunan rumah
dinas yang sudah ditentukan Pemerintah. Dibawah tipe Rumah Sederhana ternyata ada tipe
Rumah Sederhana Tipe Kecil dengan luas bangunan 21-36m2 serta harus disertai kamar
mandi dan WC juga ruang serbaguna.
Cipta Karya Rumah tidak bersusun dengan luas lantai bangunan maksimum
36 m2 dan sekurang – kurangnya memiliki kamar mandi dengan wc, dan ruang
serba guna dengan biaya pembangunan per m2 sekitar setengah dari biaya
pembangunan per m2 tertinggi untuk rumah sederhana Selengkapnya
4. Detached (rumah tunggal)
Rumah yang berdiri sendiri dan memiliki jarak antara rumah satu dengan yang lainnya
serta berdiri di atas lahan yang lebih besar dari ukuran bangunan. Contoh : cottage,
bungalow, villa dan mansion
5. Semi Detached (rumah kopel)
Rumah tunggal yang disekat sama besar antara kiri dan kanan bangunan.
6. Row House (rumah deret)
Rumah yang menempel dengan rumah lainnya pada sisi kanan dan kiri bangunan.
Berasal dari rumah berlantai dua tradisional yang dibangun di lahan yang sempit. Fungsi
dasar tempat tinggal seperti ruang tamu, ruang makan, dapur dan kamar kecil berada pada
lantai dasar.
7. Apartemen
Bangunan hunian bertingkat tinggi, biasanya diperuntukan bagi masyarakat menengah
ke atas dengan beragam fasilitas yang menyediakan kemewahan seperti perbelanjaan, tempat
bermain, fasilitas kebugaran dan lain-lain. Apartemen biasanya di b angun di pusat kota atau
pusat bisnis.
8. Cluster
Kelompok perumahan yang dibangun secara berkelompok pada suatu lingkungan dan
bentuk bangunan dibangun serasi satu dengan lainnya, memiliki type yang sama dan
disediakan fasilitas umum yang dibangun khusus untuk penghuninya.
9. Rumah Susun
Bangunan gedung yang disusun bertingkat hingga 4 lantai dan dibangun disebuah
lingkungan yang bagianbagiannya distrukturkan sesuai fungsi