Anda di halaman 1dari 19

Tugas Permukiman 1 & 2

DIBUAT OLEH

MUH. NAZAR

P3B119033

PROGRAM PENDIDIKAN VOKASI


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
TUGAS 1
A. KASIBA dan LISIBA
1. Pengertian Kasiba dan Lisiba

UU No.4 tahun 1992 menyatakan bahwa Kawasan siap bangun adalah sebidang tanah
yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala
besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun lebih yang pelaksanaannya dilakukan
secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder
prasarana lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah Tingkat II dan memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan prasarana
dan sarana lingkungan.Khusus untuk daerah khusus Ibu Kota Jakarta, rencana tata ruang
lingkungannya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

LISIBA adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari Kasiba yang telah
dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan
persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan
lingkungan untuk membangun kaveling tanah matang. Selain itu, terdapat pula Lingkungan
Siap Bangun yang Berdiri Sendiri, selanjutnya disebut Lisiba yang Berdiri Sendiri, adalah
Lisiba yang bukan merupakan bagian dari Kasiba, yang dikelilingi oleh lingkungan
perumahan yang sudah terbangun atau dikelilingi oleh kawasan dengan fungsi-fungsi lain.
Dalam rangka peningkatan mutu kehidupan dan kesejahteraan bagi setiap keluarga Indonesia,
pembangunan perumahan dan permukiman sebagai bagian dari pembangunan nasional perlu
terus ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu, terarah, berencana, dan
berkesinambungan.

2. Tujuan Kasiba dan Lisiba

a. Kasiba/Lisiba adalah alat untuk pengembagan ekonomi lokal dan alat bagi
perkembangan kota

b. Kasiba/Lisiba adalah alat bagi penyediaan prasarana dan sarana yang memenuhi
pembakuan pelayanan serta sesuai dengan rencana tata ruang wilayah

c. Kasiba/Lisiba alat untuk penyediaan kavling tanah matang beserta rumah dengan pola
hunian yang berimbang, terencana dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat

d. Kasiba/Lisiba adalah alat untuk pengendali harga tanah


Gambar 1.Ilustrasi kawasan permukiman baru serta kasiba dan lisiba

3. Kriteria kasiba/Lisiba

a. Penyelenggaraan meliputi :

1) Pembentukan panitia penetapan lokasi

2) Pembentukan Badan Pengelola

3) Perolehan tanah

4) Perencanaan dan pengawasan pembangunan

5) Penertiban dan pengawasan pembangunan

b. Kasiba untuk membangun 3000-10.000 unit

c. Lisiba untuk membangun 1000-3000 unit

d. Penyelenggara Lisiba yaitu badan usaha Pembangunan Permukiman yang dilakukan


melalui kompetisi Persyaratan Kasiba dilengkapi jaringan primer dan sekunder
prasarana lingkungan
4. Kriteria Lisiba Berdiri Sendiri
a. Lisiba BS untuk membangun 1000-2000 unit
b. Penyelenggara Lisiba BS yaitu badan usaha pembangunan Perkim atau masyarakat
pemilik tanah dengan penunjukan oleh Kepala Daerah
c. Lokasi Lisiba BS ditetapkan dalam kawasan permukiman yang bukan dalam skala
besar pada kawasan perkotaan/kawasan tertentu yang terletak dalam 1
Kabupaten/Kota
d. Persyaratan dan standar perencanaan Lisiba BS :
1) Persyaratan prasarana lingkungan dalam Lisiba BS
2) Persyaratan sarana lingkungan dalam Lisiba BS
3) Persyaratan utilitas umum dalam Lisiba BS

B. Undang-undang mengenai KASIBA dan LISIBA


1. Berdasarkan UU No 1 Tahun 2011, tujuan dari dibangunnya perumahan dan
kawasan permukiman antara lain:
a. Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman
b. Mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk
yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan
permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan
kepentingan
c. Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan
perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di
kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan;
d. Memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan
dan kawasan permukiman;
e. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya;
f. Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam

lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan

berkelanjutan.
2. UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal 2
Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan dengan berasaskan:
a. kesejahteraan;
b. keadilan dan pemerataan;
c. kenasionalan;
d. keefisienan dan kemanfaatan;
e. keterjangkauan dan kemudahan;
f. kemandirian dan kebersamaan;
g. kemitraan;
h. keserasian dan keseimbangan;
i. keterpaduan;
j. kesehatan;
k. kelestarian dan keberlanjutan; dan
l. keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang Kasiba dan Lisiba BS


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 171, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3892);

4. Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor


31/PERMEN/M/2006 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kawasan Siap
Bangun dan Lingkungan Siap Bangun Yang Berdiri Sendiri.
C. Fasilitas Penunjang
Fasilitas penunjang adalah bangunan perniagaan/ pembelanjaan yang tidak mencemari
lingkungan (ekonomi), (sosial budaya: bangunan pelayanan umum, pemerintahan,
pendidikan, kesehatan, peribadatan, rekreasi, dan olahraga, pemakaman, pertamanan).
Utilitas umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan.
Gambar 2.Pola Penataan Utilitas

Persyaratan utilitas umum lingkungan Kasiba sebagaimana disebut dalam pasal 65


adalah :
a. setiap Kasiba harus dilayani dengan air minum yang cukup memenuhi kebutuhan air
minum, yang dapat diambil dari sumber yang memenuhi syarat, seperti sistem perpipaan
dari PDAM, mata air dan air tanah;
b. setiap Kasiba harus dilayani listrik dengan kapasitas yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan penerangan jalan, rumah tangga dan kebutuhan listrik lainnya;
c. setiap Kasiba harus dilayani sambungan telepon;
d. setiap Kasiba harus dilengkapi dengan sistem pembuangan sampah yang terintegrasi
dengan sistem pembuangan sampah wilayah di kawasan sekitarnya;
e. setiap Kasiba harus dilengkapi dengan sistem pemadam kebakaran yang terintegrasi
dengan sistem perpipaan yang ada;
f. apabila telah tersedia sistem perpipaan gas maka setiap Kasiba perlu dilayani dengan
sistem perpipaan gas.

Persyaratan Sarana Lingkungan Dalam Kasiba adalah :

a. Setiap Kasiba harus dilengkapi dengan fasilitas pendidikan sesuai dengan jumlah
penduduk yang dilayani.

b. Setiap Kasiba harus dilengkapi dengan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan
jumlah penduduk yang dilayani.

c. Setiap Kasiba harus dilengkapi dengan fasilitas perbelanjaan sesuai dengan jumlah
penduduk yang dilayani.

d. Setiap Kasiba harus dilengkapi dengan fasilitas tempat peribadatan sesuai dengan agama
yang dipeluk para penghuninya dan jumlah pemeluk dari masing-masing agama.

e. Setiap Kasiba harus dilengkapi dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dimana RTH
tersebut dapat digunakan sebagai penyeimbang lingkungan antara kawasan terbangun
dan tidak terbangun, selain itu juga berfungsi sebagai sarana olah raga, rekreasi,
pemakaman umum dan mitigasi jika terjadi gempa dan kebakaran.

f. Setiap Kasiba harus dilengkapi dengan fasilitas Pemerintahan.

D. Persyaratan dan kriteria dalam pemilihan lokasi kasiba dan lisiba

1. Persyaratan Lokasi Kasiba

a. Kajian pertumbuhan penduduk baik yang alamiah maupun migrasi mengacu pada
data Badan Pusat Statistik (BPS).

b. Kebutuhan rumah dapat didekati dengan melihat selisih antara jumlah rumah yang
ada dengan jumlah Kepala Keluarga yang ada.

c. Lokasi Kasiba harus berada pada kawasan permukiman menurut rencana tata ruang
wilayah Kabupaten / Kota.

d. Seluruhnya terletak dalam wilayah satu daerah administratif.

e. Lokasi Kasiba dapat dikembangkan mengikuti kecenderungan perkembangan yang


ada tau untuk merangsang terjadinya pengembangan baru.

f. Calon lokasi Kasiba bukan / tidak merupakan tanah sengketa atau berpotensi
sengketa.

g. Dalam menentukan urutan prioritas calon-calon lokasi Kasiba, pertimbangan utama


sekurang kurangnya strategi pengembangan wilayah, biaya terendah untuk
pengadaan prasarana dan utilitas, berdekatan dengan tempat kerja atau lokasi
investasi yang mampu menampung tenaga kerja.

h. Lokasi Kasiba yang akan ditetapkan mencakup lokasi yang belum terbangun yang
mampu menampung sekurang-kurangnya 3.000 (tiga ribu) unit
i. Lokasi Kasiba bagi tanah yang sudah ada permukimannya, akan merupakan integrasi
antara pembangunan baru dan yang sudah ada sehingga seluruhnya menampung
sekurangkurangnya 3.000 (tiga ribu) unit.

2. Persyaratan Lokasi Lisiba yang Berdiri Sendiri

a. Kajian pertumbuhan penduduk baik yang alamiah maupun migrasi mengacu pada
data Badan Pusat Statistik (BPS).

b. Kebutuhan rumah dapat didekati dengan melihat selisih antara jumlah rumah yang
ada dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) yang ada.

c. Lokasi Lisiba harus berada pada kawasan permukiman menurut Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten / Kota.

d. Seluruhnya terletak dalam wilayah satu daerah administratif.

e. Lokasi Lisiba Yang Berdiri Sendiri dapat dikembangkan mengikuti kecenderungan


perkembangan yang ada atau untuk merangsang terjadinya pengembangan baru.

f. Calon lokasi Lisiba Yang Berdiri Sendiri bukan/tidak merupakan tanah sengketa
atau berpotensi sengketa.

g. Dalam menentukan urutan prioritas calon-calon lokasi Lisiba yang Berdiri Sendiri,
pertimbangan utama sekurang-kurangnya adalah strategi pengembangan wilayah,
biaya terendah untuk pengadaan prasarana dan utilitas, berdekatan dengan tempat
kerja atau lokasi investasi yang mampu menampung tenaga kerja.

h. Lokasi Lisiba Yang Berdiri Sendiri yang akan ditetapkan mencakup lokasi yang
belum terbangun yang mampu menampung sekurang-kurangnya 1.000 unit.

i. Lokasi Lisiba Yang Berdiri Sendiri bagi tanah yang sudah ada permukimannya, akan
merupakan integrasi antara pembangunan baru dan yang sudah ada sehingga
seluruhnya menampung sekurang-kurangnya 1.000 unit.

3. Kriteria Pemilihan Lokasi Kasiba dan Lisiba


a. arak tempuh lokasi menuju pusat kegiatan dan pelayanan selama kurang lebih 30
menit

b. Ketersediaan jalan penghubung dengan kawasan sekitarnya

c. Keadaan topografi lapangan datar

d. Daya dukung tanah untuk bangunan sesuai

e. Drainase alam baik

f. Kemudahan memperoleh air bersih

g. Kemudahan memperoleh sambungan listrik

h. Kemudahan memperoleh sambungan telepon

i. Kedekatan dengan fasilitas pendidikan tinggi

j. Kedekatan dengan fasilitas kesehatan

k. Kedekatan dengan pusat perbelanjaan

l. Kemungkinan pembuangan sampah.

m. Tidak merubah bentang alam, seperti mengurug situ, memotong


bukit/gunung,reklamasi rawa (termasuk rawa pantai).

n. Masyarakat yang akan menghuni Kasiba mempunyai karakter/budaya yang tidak


berlawanan dengan karakter/budaya masyarakat yang ada di sekitarnya.

o. Adanya perhitungan neraca pembiayaan penetapan Kasiba (usulan pengeluaran,


perkiraan penerimaan, cash flow)

4. Persyaratan Badan Pengelola Kasiba

a. Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, atau badan lain yang
dibentuk oleh Pemerintah, yang ditugasi untuk menyelenggarakan pengelolaan
Kasiba.

b. Dalam hal tidak ada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah
yang berminat untuk mengelola Kasiba, Bupati/Walikota dapat :
1) membentuk Badan lain yang ditugasi untuk pengelolaan Kasiba yang
selanjutnya dapat dikukuhkan menjadi BUMD bidang perumahan dan
permukiman dan memberikan informasinya kepada DPRD.

2) Menunjuk Kepala Bappeda untuk menjadi Ketua Badan Pengelola dengan


anggotaanggota.

3) Menunjuk Sekretaris Daerah sebagai Ketua Badan Pengelola, dengan anggota


terdiri dari unsur Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Permukiman, Tata
Kota, Pertanahan dan Dinas lain yang diperlukan serta Unsur yang Professional
di bidangnya.

4) Menunjuk Badan Usaha swasta untuk menjadi Badan Pengelola untuk


melaksanakan tugas pengelolaan yang bekerjasama dengan Pemerintah
Kabupaten/Kota.

c. Memiliki tenaga ahli yang telah tersertifikasi di bidang :

1) Manajemen real estat

2) Penyelenggaraan pembangunan prasarana lingkungan

3) Penyelenggaraan pembangunan sarana lingkungan

4) Penyelenggaraan pembangunan utilitas umum

5) Pembiayaan real estat

E. Hubungan Komponen Ruang Kasiba-Lisiba

1. Kependudukan

Data statistik penduduk merupakan bahan utama perencanaan sebuah kota.Oleh


karena sebuahkotadi samping sebagai wadah fisik dari penduduknya juga merupakan wadah
aspirasi masyarakat, maka sebuah kotadapat mencerminkan cita – cita penduduknya. Cara
terbaik untuk mendapatkan data – data menyeluruh dari penduduk adalah dengan sensus dan
dilakukan sekurang – kurangnya 10 tahun sekali.

Data – data statistik yang sangat dibutuhkan adalah :


a. Jumlah penduduk, untuk menentukan :

b. Luas kebutuhan ruang.

c. Besar dan jenis fasilitas dan pelayanan

d. Klasifikasikota.

Struktur penduduk menurut umur dan jenis kelamin. Dari data ini dibuat piramida
penduduk sehingga perkembangan/kebutuhan suatu kotadapat direncanakan sebelumnya.
Pada dasarnya kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk dibagi luas wilayah. Kepadatan
bruto (gross density) yaitu jumlah penduduk didalam suatu wilayah dibagi luas wilayah
tersebut lepas daripada peruntukan tanah tersebut. Melihat kondisikota–kotadan pola keluarga
diIndonesiadigunakan kepadatan rumah per HA, pada wilayah perumahan, dimana :
kepadatan rumah per HA = jumlah semua rumah didalam suatu wilayah dibagi luas wilayah
lepas daripada peruntukan tanah tersebut. Untuk lingkungan perumahan sedang, kepadatan
rumah tidak kurang dari 40 rumah/HA (dengan luas kaveling antara 90 – 200 m2).

Pertumbuhan dan perkembangan penduduk pada dasarnya disebabkan oleh :

a. Tingkat kesuburan penduduk (banyaknya kelahiran).

b. Tingkat kesehatan yang semakin tinggi (berkurangnya angka kematian).

c. Keluar masuknya penduduk dari dan keluarkota.

Pertumbuhan dan perkembangan penduduk akan menentukan :

a. Pertumbuhan dan perkembangan kotanya sendiri.

b. Pola pengaturankotadan kemungkinan perluasan.

c. Kemungkinan penyediaan lapangan pekerjaan.

d. Besaran jenis dan susunan fasilitas serta pelayanan.

2. Sarana dan Prasarana

a. Peningkatan kebutuhan air bersih


Dengan keterbatasan sumber air dan teknik pengelolaan air
bersih,penambahan kebutuhan air bersih untuk rumah tangga akibat pembangunan
baru kawasan perumahan harus bersaing dengan penggunaan air bersih oleh kegiatan
lainnya (industri,irigasi, perdagangan dan lain-lain).

b. Peningkatan Produksi limbah

Peningkatan limbah sejalan dengan peningkatan air bersih.Untuk


menanggulangi permasalahan diperlukan penanganan khusus untuk menurunkan
kadar pencemar dari limbah domestik maupun industri.

3. Tata guna lahan

a. Perubahan penggunaan lahan

Penggantian fungsi lahan karena adanya pembangunan perumahan


menyangkut kepemilikan yang dilanjutkan dengan adanya perubahan fungsi lahan
dari lahan non-pertanian ( tidak terbanguna) menjadi lahan perkotaan (lahan
terbangun).

b. Perubahan kuantitas dan kualitas air larian

Dengan bertambahnya daerah yang terbangun ,kualitas air larian akan


meningkat sehingga memperbesar fluktuasi air dibadan air.Hal ini merupakan potensi
timbulnya bagi genangan air hujan ditempat-tmempat yang lebih
rendah.Penanggulangan keadaan ini dilakukan melalui pengembangan sistem drainase
yang sesuai dengan kondisi daerah tangkapan air larian dari daerah hilir.

c. Perubahan keanekaragaman flora dan fauna

Perubahana lingkungan dari lingkungan alamiah kelingkungan binaan


menyebabkan terjadinya perubahan habitat bagi beberapa tumbuhan dan
binatang.Untuk memperkecilkan perubahan keseimbangan lingkungan ini dibeberapa
tempat diperlukan program-program lanskap mikro dan makro dengan menciptakan
taman pekarangan dan taman umum.
F. Penggunaan Lahan di Indonesia

Secara umum kota kota di Indonesia berpola radial sehingga seluruh aktifitas kota
terkonsentrasi di pusat kota ,kurangnya penyebaran fungsi penggunaan lahan ,banyak
menyebabkan masalah perkotaan seperti kemacetn ,penyebaran penduduk yang tidak merata.

Dampak negatif akibat penyebaran penduduk tidak merata:

a. Sosial ekonomi

Jumlah penduduk yang tinggi yang tidak dibarengi dengan lapangan kerja yang cukup
hanya akan menimbulkan masalah kriminalitas. Orang yang tidak mempunyai pekerjaan bisa
saja beralih menjadi criminal. Sebagai contoh, di kota-kota besar, banyak orang yang tidak
mendapatkan pekerjaan yang mencukupi kebutuhannya. Mereka pun mencari nafkah dengan
menjadi seorang kriminal seperti pencopet, perampok,dan sebagainya. Bukan hanya itu, dari
segi sosial ekonomi, jumlah pertumbuhan penduduk yang tinggi yang tidak dibarengi dengan
pendistribusian fasilitas yang merata akan mendorong terjadinya urbanisasi yang pada
akhirnya akan memunculkan kelas sosial baru di masyarakat Ibukota. Adanya perumahan
kumuh adalah contih konkrit dari masalah ini.

b. Pendidikan dan kesehatan

Pemerintah menginginkan penduduknya memenuhi standar kehidupan internasional.


Keinginan mereka itu diterjemahkan dengan membuat kebijakan-kebijakan yang dapat
memajukan masyarakatnya dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Namun, jika jumlah
penduduk pada suatu Negara melebihi batas normal. Maka kebijakan ini tidak dapat
dilaksanakan.Sebagian besar penduduk tidak akan mendapatkan layanan kesehatan dan
pendidikan yang memadai. Rendahnya kualitas pendidikan adalah salah satu faktor yang
menyebabkan suatu negara rendah akan sumber daya manusianya.

c. Lingkungan Hidup

Jumlah penduduk harus berbanding lurus dengan luas pemukiman. Masalah terjadi ketika
lahan untuk pemukiman tidak cukup lagi untuk menampung banyaknya penduduk. Untuk
mengatasi masalah ini, penduduk pun mengubah lahan pertanian atau hutan menjadi areal
pemukiman baru. Masalah tidak sampai di situ saja. Membuka lahan pertanian atau hutan
menjadi lahan pertanian justrus menimbulkan masalah lingkungan. Lahan pertanian atau
hutan yang di sulap menjadi areal pemukiman mengakibatkan hilangnya daerah resapan air.
Sebab, lahan yang semula jadi resapan air kini di poles dengan semen dan beton. Sehingga air
tidak dapat meresap. Banjir pun tidak terhindarkan. Selain itu, ketika membuka hutan
menjadi areal pemukiman, penduduk biasanya membakar hutan tersebut. sebagai akibatnya
timbullah polusi udara yang disebabkan oleh hutan yang terbakar. Hal ini tidak hanya
menjadi masalah domestic bagi satu Negara. Tetapi juga menjadi masalah bagi Negara lain.
Sebab, akibat dari tindakan ini juga dirasakan oleh Negara lain.
TUGAS 2
1. Pengertian Rumah Sederhana

Pengertian Rumah Sederhana menurut peraturan Pemerintah adalah rumah yang tidak
bersusun dengan luas lantai bangunan tidak lebih dari 70m2 yang dibangun di atas tanah
dengan luas kavling 54-200m2. Tentu saja jika diteruskan akan disertakan juga ongkos
pembangunannya yang tidak boleh melebihi harga satuan per m2 untuk pembangunan rumah
dinas yang sudah ditentukan Pemerintah. Dibawah tipe Rumah Sederhana ternyata ada tipe
Rumah Sederhana Tipe Kecil dengan luas bangunan 21-36m2 serta harus disertai kamar
mandi dan WC juga ruang serbaguna.

2. Pengertian Rumah Sederhana Sehat


Pengertian rumah sederhana sehat (RSH) mengacu pada Keputusan Menkeu No.
393/KMK.04/1996 beserta perubahan-perubahannya. Keputusan Menteri itu ditetapkan untuk
menentukan kriteria rumah yang mendapat fasilitas subsidi bunga dan uang muka dari
pemerintah. Dalam Kepmenkeu tersebut, yang dimaksud dengan Rumah Sangat Sederhana
(RSS) adalah rumah tidak bersusun dengan luas lantai bangunan tidak lebih dari 36m2 yg
dibangun diatas tanah kaveling tidak lebih dari 54m2. Sedangkan Rumah Sederhana (RS)
adalah rumah tidak susun dengan luas lantai bangunan tidak lebih dari 70m2 yang dibangun
diatas tanah dengan luas kaveling dari 54m2 sampai dengan 200m2; dan sepanjang nilai
penjualan untuk kedua tipe rumah tersebut tidak lebih dari Rp. 30.000.000,- Batas atas nilai
jual RS ini kemudian dinaikkan oleh pemerintah sesuai dengan tingkat perkembangan harga-
harga. Penentuan harga jual RS ini terkait dengan anggaran pemerintah yang perlu disediakan
sebagai subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Penerima subsidi adalah warga
masyarakat yang berpenghasilan kurang dari Rp. 2 juta per bulan.
Dengan SK Menkimpraswil No 24/2003 tentang Pengadaan Perumahan dan
Permukiman dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan, sebutan rumah sederhana dan
rumah sangat sederhana diganti menjadi rumah sederhana sehat (RSH). Kualitas RSH dan
permukimannya bervariasi. Namun rata-rata, setiap unit RSH dilengkapi dengan listrik 450
Watt, sumber air bersih, dan jamban. Permukiman RSH dilengkapi dengan jalan, saluran
pembuangan, tempat sampah, dsb. Sebagian RSH ada yang berlantai keramik, berdinding
bata merah atau tanpa diplester. Pada umumnya RSH yang ada di pasaran terdiri dari
berbagai tipe, seperti tipe 21, 27, 30, 36, 39, 45, dan 57. Luas tanah yang ditawarkan juga
bervariasi, mulai dari 55 m2, 60 m2, 72 m2, hingga 105 m2. Bagaimana ciri-ciri rumah
sederhana sehat diuraikan berikut ini
3. Pengertian Rumah Sangat Sederhana

Cipta Karya Rumah tidak bersusun dengan luas lantai bangunan maksimum
36 m2 dan sekurang – kurangnya memiliki kamar mandi dengan wc, dan ruang
serba guna dengan biaya pembangunan per m2 sekitar setengah dari biaya
pembangunan per m2 tertinggi untuk rumah sederhana Selengkapnya
4. Detached (rumah tunggal)
Rumah yang berdiri sendiri dan memiliki jarak antara rumah satu dengan yang lainnya
serta berdiri di atas lahan yang lebih besar dari ukuran bangunan. Contoh : cottage,
bungalow, villa dan mansion
5. Semi Detached (rumah kopel)
Rumah tunggal yang disekat sama besar antara kiri dan kanan bangunan.
6. Row House (rumah deret)
Rumah yang menempel dengan rumah lainnya pada sisi kanan dan kiri bangunan.
Berasal dari rumah berlantai dua tradisional yang dibangun di lahan yang sempit. Fungsi
dasar tempat tinggal seperti ruang tamu, ruang makan, dapur dan kamar kecil berada pada
lantai dasar.
7. Apartemen
Bangunan hunian bertingkat tinggi, biasanya diperuntukan bagi masyarakat menengah
ke atas dengan beragam fasilitas yang menyediakan kemewahan seperti perbelanjaan, tempat
bermain, fasilitas kebugaran dan lain-lain. Apartemen biasanya di b angun di pusat kota atau
pusat bisnis.
8. Cluster
Kelompok perumahan yang dibangun secara berkelompok pada suatu lingkungan dan
bentuk bangunan dibangun serasi satu dengan lainnya, memiliki type yang sama dan
disediakan fasilitas umum yang dibangun khusus untuk penghuninya.
9. Rumah Susun
Bangunan gedung yang disusun bertingkat hingga 4 lantai dan dibangun disebuah
lingkungan yang bagianbagiannya distrukturkan sesuai fungsi

Anda mungkin juga menyukai