Anda di halaman 1dari 19

Laporan Investigasi Kasus Pelanggaran K3 di PT.

EMBEE PLUMBON TEXTILE


Cirebon – Jawa Barat.
 

Oleh : Dhitia Moelya Pratama

Program Coordinator LION INDONESIA

Plumbon, Cirebon, 23 – 24 Maret 2012

Pendahuluan
 

EMBEE PLUMBON TEXTILE CIREBON, merupakan perusahaan yang bergerak di bidang


produksi pemintalan benang, dan pembuatan bahan mentah kain. PT. EMBEE PLUMBON
TEXTILE CIREBON atau lebih dikenal dengan sebutan PT. EMBEE terletak di pinggir jalan
raya Bandung – Cirebon, Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Indonesia.

Pabrik PT. EMBEE CIREBON terdiri dari lima gedung, yang biasa disebut Embee 1, Embee
2, s/d Embee 5. Kelima gedung pabrik tersebut merupakan pusat operasional produksi dari
PT. EMBEE, mulai dari pemintalan, pembuatan kain, workshop, sampai dengan pengepakan.
PT. EMBEE memiliki kurang lebih 1500 orang karyawan. Pabrik ini didirikan berdasarkan
akta pendirian no 87, Notaris Agus Madjid, SH. Jakarta tanggal 22 Juli 1998, yang
sebelumnya adalah PT. Koprima pada tahun 1992. Awalnya PT. EMBEE hanya satu
bangunan, seiring berkembangnya perusahaan, sampai  dengan hari ini sudah ada lima
gedung pabrik yang berdiri megah di PT. EMBEE. Pabrik ini sendiri merupakan milik
pengusaha dari India, meski seluruh karyawan adalah orang Indonesia dan mayoritas
masyarakat sekitar, tetapi  untuk di pihak manajemen dan superviser serta tenaga ahli,
sebagian besar nya adalah orang India.

EMBEE PLUMBON TEXTILE CIREBON  memiliki organisasi pekerja atau buruh yang
berafiliasi dengan Serikat Pekerja Nasional atau SPN. Dari  laporan serikat tingkat pabrik, 
pada periode pertengahan tahun 2011 sampai dengan awal tahun 2012, telah terjadi beberapa
kasus kecelakaan kerja di PT. EMBEE PLUMBON TEXTILE-CIREBON. Berdasarkan
laporan ini LION Indonesia bekerja sama dengan DPD SPN Jawa Barat, melakukan
investigasi kasus K3, ke PT. EMBEE PLUMBON TEXTILE CIREBON.

KONDISI KERJA DAN KESELAMATAN KERJA PT. EMBEE PLUMBON


TEXTILE CIREBON.
Berdasarkan inventaris kasus dari Pak Adim yang merupakan Ketua serikat tingkat pabrik
saat ini, telah terjadi beberapa kasus kecelakaan kerja yang terjadi di PT EMBEE, mulai dari
kasus kecelakaan kerja ringan yang ringan, yang mengakibatkan luka yang parah, cacat
permanen, sampai dengan mengakibatkan kematian.

Beragam kecelakaan kerja yang terjadi PT. EMBEE ditangani oleh pihak perusahaan dan di
rujuk ke Rumah Sakit MITRA PLUMBON. Rumah sakit ini dipilih perusahaan karena RS
MITRA PLUMBON memiliki kerja sama dengan JAMSOSTEK. Masalah biaya penanganan
kasus kecelakaan kerja, perusahaan menyerahkan sepenuhnya pada JAMSOSTEK. sehingga
setiap korban kecelakaan kerja yang terjadi, akan dirawat sesuai anggunan plafon
JAMSOSTEK, atau sebesar 20 Juta Rupiah per kasus per korban. Apabila masih kurang, PT.
EMBEE menganjurkan pihak korban untuk memenuhi  kekurangan biaya itu sendiri terlebih
dahulu. Nanti baru kwitansi nya akan di klaim-kan ke perusahaan.

Untuk masalah kompensasi kecelakaan kerja sendiri, menurut Pak Adim, sampai saat ini PT.
EMBEE tidak pernah memberikan hitungan kompensasi yang jelas dari perusahaan kepada
korban kecelakaan kerja.  Selama ini Bentuk santunan yang diterima oleh korban adalah
santunan kecelakaan kerja dari JAMSOSTEK.

Kasus  lain yang sering terjadi di PT. EMBEE adalah  kondisi karyawan yang mengalami
sakit akibat gangguan kejiwaan atau mental. Indikasi ini terlihat saat ada beberpa kejadian,
dimana karyawan PT. EMBEE yang tiba-tiba bertingkah laku aneh  pada saat bekerja seperti
teriak-teriak tanpa sebab yang jelas. Ada juga karyawan yang tiba-tiba seperti kesurupan.
Menurut Pak Adim hal ini sering terjadi, karena pihak manajemen PT. EMBEE sering kali
meminta karyawan yang belum sembuh benar dari sakit, untuk langsung masuk bekerja.
Keadaan ini membuat kondisi fisik dan mental karyawan yang belum sembuh menjadi
semakin parah.

Ada juga kejadian dimana salah seorang karyawan PT. EMBEE yang mengalami gangguan
mental di tempat kerja, di-PHK oleh pabrik dengan alasan medis. Tetapi tidak diberikan
rujukan ke Rumah Sakit. Pernyataan Pak Adim ini dibenarkan oleh Sekjen beliau di SPN
Pabrik, Pak Dakina. Beliau mengatakan bahwa, kondisi manajemen PT. EMBEE memang
sangat ketat dalam hal peraturan dan pencapaian target produksi  di dalam Pabrik. Hal ini
yang menyebabkan banyak karyawan yang tidak nyaman dalam bekerja. Efeknya karyawan
jadi banyak yang tertekan dan stress.

1. EMBEE PLUMBON TEXTILE CIREBON sampai dengan saat ini sudah memiliki
lima gedung pabrik. Namun menurut Pak Adim, jumlah peralatan keselamatan kerja
yang ada di pabrik, hanya bekas pengadaan dari alat keselamatan di gedung pertama.
Alat-alat keselamatan seperti google (kaca mata) tidak pernah ditambah, malah sudah
banyak yang rusak.
 

KONDISI SERIKAT PEKERJA SPN TINGKAT PABRIK DI PT. EMBEE


PLUMBON TEXTILE CIREBON
 

Pak Adim baru kurang lebih satu tahun belakangan menjabat sebagai ketua SPN di tingkatan
pabrik PT. EMBEE. Beliau sendiri banyak bercerita tentang keadaan suka maupun duka yang
terjadi di serikat, selama beliau menjabat.

Hal-hal yang beliau lakukan sampai saat ini adalah berusaha untuk mengiventarisir masalah
dan kasus-kasus kecelakaan kerja yang terjadi di tingkatan pabrik. Setiap terjadi kecelakaan
kerja, Pak Adim sebagai ketua SPN langsung memberikan laporan serta kronologis peristiwa,
kepada DPC SPN Cirebon dan Disnaker Cirebon, selambat-lambatnya satu jam setelah
kejadian terjadi.

Sampai saat ini bentuk Advokasi rutin yang dilakukan serikat kepada korban kecelakaan
adalah menyampaikan informasi seputar prosedural asuransi serta kompensasi yang diterima
oleh korban kecelakaan kerja dari JAMSOSTEK. Sedangkan Advokasi dalam bentuk lain nya
sering terhambat, karena pihak keluarga korban kecelakaan kerja seringkali merasa ketakutan
apabila kasusnya hendak ditangani oleh serikat.

Kasus-kasus kecelakaan kerja yang terjadi PT. EMBEE lansung ditangani oleh pihak
manajemen pabrik. Ada satu orang yang biasanya mengurus permasalahan kecelakaan kerja
dan peraturan-peraturan di perusahaan. Orang itu bernama Pak Agung. Jadi segala macam hal
yang terjadi berkaitan dengan kecelakaan kerja, ditangani oleh Pak Agung ini. Pak Agung
juga yang meminta para keluarga korban untuk tidak membahas permasalahan yang
berhubungan dengan perusahaan kepada pihak lain. Keluarga korban cukup berurusan
dengan pihak manajemen saja. Hal ini yang membuat keluarga korban ketakutan untuk
mengadvokasi permasalahannya dengan serikat.

Pengurus SPN tingkat pabrik yang mendampingi Pak Adim, ada 9 orang. Tapi saat ini hanya
tinggal 7 orang, karena 2 orang nya sudah tidak lagi bekerja di PT. EMBEE (pindah kerja).
Untuk koordinasi dengan DPC SPN Cirebon sendiri, Pak Adim menyampaikan bahwa tidak
ada jadwal koordinasi yang jelas antara pengurus SPN pabrik dengan DPC SPN Cirebon.

KELUHAN SERIKAT TERHADAP KEBIJAKAN PABRIK


 
Beberapa keluhan lainnya yang disampaikan oleh Pak Adim selaku ketua Serikat diantarnya
adalah masalah sepatu pembagian dari pabrik.  Dari informasi Pak Adim, menurut Undang-
undang, pabrik berkewajiban untuk memberikan dua pasang sepatu setiap tahun, diawal
tahunnya (bulan januari) kepada setiap pekerja. Namun berdasarkan pengakuan Pak Adim,
selama sepuluh tahun terakhir ini, PT. EMBEE hanya memberikan 1 pasang setiap tahunnya,
dan tidak diawal tahun. Tahun ini sendiri sepatu baru dibagikan kepada pekerja di akhir bulan
maret. Bahkan tahun kemarin sepatu yang dibagikan, kekecilan bagi seluruh pekerja,
sehingga tidak terpakai. Saat hal ini coba ditanyakan ke pihak manajemen, manajemen
memberi penjelasan bahwa satu pasang saja belum tentu dipakai. Memang ada kondisi
dimana sebagian pekerja tidak memakai sepatu pembagian, karena lebih nyamna memakai
sepatu beli sendiri. Tapi juga tidak bisa dipungkiri bahwasanya banyak juga pekerja pabrik
yang sangat membutuhkan sepatu pembagian ini.

Serikat di dalam pabrik juga menangkap kesan bahwa pihak pabrik tidak terlalu support
dengan aktifitas serikat. Meskipun juga tidak ada indikasi dari perusahaan untuk mencekal
serikat. Kondisi ini yang menyebabkan keberadaan serikat tidak begitu muncul di dalam PT.
EMBEE. Sebelum kepengurusan Pak Adim dan teman-teman, keberadaan SPN di tingkat
pabrik  dirasa antara ada dan tiada oleh para pekerja PT. EMBEE. Sehingga pada masa
kepengurusan Pak Adim dan kawan-kawan, SPN tingkat pabrik masih mengalami krisis
kepercayaan di para pekerja PT. EMBEE.

Pihak Manajemen juga menunjukan kesan tidak suka, apabila pihak serikat pekerja
mengkritisi kebijakan manajemen, atau berkoordinasi dengan pihak di luar pabrik terhadap
permasalahan ketenaga kerjaan. Seperti berkoordinasi langsung dengan Disnaker ataupun
pihak JAMSOSTEK. Baru belakangan saja saat sering terjadi kecelakaan kerja yang beruntun
pihak manajemen baru mulai melunak dan mulai berkomunikasi dengan pihak serikat.

Untuk masalah pelatihan K3 juga, sudah hampir 10 tahun terakhir PT. EMBEE tidak
mengadakan pelatihan K3 di tingkat pabrik. PT. EMBEE juga tidak memberikan waktu untuk
serikat pekerja mengadakan pelatihan K3 di dalam pabrik. Kalaupun serikat ingin
mengadakan pelatihan, pabrik tidak memperbolehkan jika pelatihan di saat jam kerja.
Kembali lagi, baru belakangan saja, saat kecelakaan kerja terjadi beruntun pihak manajemen
PT. EMBEE, pada januari kemarin mengadakan pelatihan K3 di saat jam kerja.

Pak Adim juga mendapatkan pengakuan dari Dinas Tenaga Kerja Cirebon, pihak Manajemen
PT. EMBEE (Ibu Risma HRD) selalu telat dalam melaporkan kasus kecelakaan tenaga kerja
yang terjadi di PT. EMBEE kepada pihak Disnaker. Pihak JAMSOSTEK Cirebon juga
mengungkapkan kalau klaim kasus kecelakaan kerja terbanyak datang dari PT. EMBEE.

Permasalahan yang paling baru dan sedang terjadi di Pabrik adalah pemakaian tutup kepala
atau ciput bagi para pekerja perempuan di PT. EMBEE. Hal ini dimaksudkan untuk
penyeragaman penutup kepala bagi para pekerja permpuan. Namun yang disayangkan
pemakaian ciput ini di ikuti dengan peraturan pelarangan memakai jilbab. Karena sebelum
peraturan ini diterapkan ada beberapa kasus kecelakaan kerja yang terjadi di PT. EMBEE,
dimana jilbab yang terurai tersangkut mesin dan menyebabkan celaka pada si pemakainya,
bahkan sampai menimbulkan korban jiwa.

KELUHAN PEKERJA DAN SERIKAT BERKAITAN DENGAN JAMSOSTEK


 

Segala macam bentuk tunjangan sosial pekerja di PT. EMBEE diserahkan oleh pihak
manajemen untuk ditangani oleh PT JAMSOSTEK. Jadi perusahaan menyetorkan uang
jaminan dan data pekerja  mereka kepada JAMSOSTEK, sebagai data berbagai macam
tunjangan yang nanti nya akan diterima pekerja. Dari keterangan yang diterima oleh Pak
Adim, serikat pekerja merasa ada kejanggalan pada dana JAMSOSTEK yang diuruskan oleh
pihak perusahaan. Data gaji yang disetorkan oleh pihak perusahaan kepada JAMSOSTEK
adalah data gaji bersih (netto), bukan gaji kotor (bruto). Hal ini dianggap oleh pihak serikat
mengakibatkan berkurangnya tunjangan-tunjangan yang harus diterima oleh pihak pekerja.
 

Selain itu pihak pekerja juga merasakan plafon anggunan kecelakaan, 20 Juta per kasus, tidak
cukup untuk kecelakaan kerja yang besar. Sehingga hal ini merugikan pihak pekerja. Karena
tidak selalu pihak perusahaan mau menanggung biaya pengobatan dan perawatan di luar
anggunan plafon JAMSOSTEK. Dalam beberapa kasus yang terjadi PT. EMBEE,
pengobatan dan perawatan korban harus terhenti, karena plafon JAMSOSTEK. Jadi pihak
pekerja merasa bahwa jaminan JAMSOSTEK tidak menjamin mereka sampai sembuh, tapi
hanya sampai plafon anggunannya habis saja.

Pak Adim mengutarakan juga bahwasanya pihak perusahaan  hanya mementingkan kuota
produksi pabrik, tapi tidak memperhatikan faktor keselamatan kerja para karyawannya .

PANDANGAN HUKUM UNTUK KASUS K3 PT. EMBEE


 

Peraturan Perundang-undangan yang mengatur masalah ketenaga kerjaan yang berlaku di


Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Dasar 1945.


2. Undang-Undamg nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 1998 Tentang Tata Cara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan Pasal 3 dan Pasal 4.
3. Undang-Undang nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
4. Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
5. Peraturan Pemerintah No 84 Tahun 2010 pasal 2.
Berdasarkan dari undang-undang yang ada di atas, dilakukan analisa hukum secara umum
terhadap kondisi permasalahan K3 yang terjadi di PT. EMBEE. Berikut ini adalah beberapa
analisa hukum menurut  Undang-Undang nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja :

 
1. Identifikasi Ruang Lingkup Tempat Kerja, Ruang Lingkup Pasal 2 ayat (1)
 

Tempat Kerja di darat Wila


TERPENUHI TERPENUHI TER
 

Berdasarkan dari hal yang ada di atas, PT. EMBEE adalah sebuah perusahaan yang
menjadi tempat kerja, yang ada di darat, dan berada di dalam wilayah kuasa hukum
Republik Indonesia, maka PT.EMBEE berdasarkan dengan konteks yang ada diatas
merupakan sebuah perusahaan yang terindentifikasi memilki tuang lingkup tempat kerja
sesuai dengan UU no 1 th 1970 tentang keselamatan kerja. Dan harus patuh serta mengikuti
undang-undang tersebut.
 

2. Identifikasi Ruang Lingkup Tempat Kerja Ruang Lingkup Pasal 2 ayat (2) huruf a
 

Alat perkakas, peralatan, atau ins


Dibuat, dicoba, dipakai,         atau dipergunakan mesin
yang berbahaya
TERPENUHI TERPENUHI
 

Berdasarkan hal tersebut juga bahwa kondisi kerja dan keadaan tempat kerja yang ada di PT.
EMBEE mempergunakan mesin, alat perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahya dan
dapat menimbulkan kecelakaan, sehingga tempat kerja di PT. EMBEE harus mengikuti
peraturan perundang-undangan yang ada dan diatur dalam UU no 1 th 1970 Keselamatan
Kerja dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia no 03 th 1998 Tentang Tata
Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan Pasal 3 dan Pasal 4.
 

Dan peraturan berikutnya yang memiliki keterkaitan adalah, UU no 3 th 1992 tentang


Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), uu no 13 th 2003 tentang ketenagakerjaan, dan
peraturan pemerintah no 84 th 2010 pasal 2.

 
Pada tabel berikut kita akan lihat hubungan antara peraturan ketenaga kerjaan yang ada di
Indonesia berdasarkan undang-undang yang ada dan berlaku di negara ini dengan sanksi yang
tersedia dan diatur didalam undang-undang.

3. Identifikasi Mengenai sanksi terhadap pengusaha mengenai kasus K3

UU No nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Undang-U


UU No 1 Tahun 1970
Sosial Tenaga Kerja Ketenagak
TIDAK ADA TIDAK ADA TIDAK A
 

Diatas dapat dilihat bahwa hampir disetiap perundang-undangan yang mengatur tentang
ketenaga kerjaan, tidak diatur secara tegas permasalahan sanksi yang akan diterima apabila
terjadi pelanggaran, atau terjadi kecelakaan kerja pada perusahaan yang masuk ke dalam
ruang lingkup perundang-undangan tersebut. Dengn ini diasumsikan bahwa undang-undang
ketenaga kerjaan yang ada di Indonesia tidak melakukan perlindungan yang berarti bagi para
pekerja. Undang-undang yang ada lebih memprioritaskna kepentingan pengusaha.

Belum lagi untuk permasalahan keselamatan kerja, undang-undang yang masih digunakan
adalah undang-undang yang diterbitkan pada tahun 1970. Yang dengan tahun ini, undang-
undang tersebut telah berusia 42 tahun, tanpa ada revisi perundang-udangan yang berarti.
Begitu juga dengan undang-undang JAMSOSTEK th 1992, sudah 20 tahun usianya, dan
dirasa sudah banyak pasal dan ayat yang tidak relevan dengan kondisi ketenaga kerjaan pada
hari ini.

REKOMENDASI RENCANA TINDAK LANJUT KEPADA SERIKAT


1. Pengawasan Ketenaga kerjaan (vide Undang-Undang nomor 13 tahun 2003, Undang-
Undang nomor1 tahun 1970, Undang-Undang nomor 3 tahun 1992).
2. Pelaporan Kecelakaan Kerja.
3. Pelatihan Kecelakaan Kerja.
4. Mendorong pengawasan dari dinas tenaga kerja.
5. Penguatan Serikat/ konsolidasi penguatan internal serikat.
6. Mendorong pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
7. Pemeriksaan perlengkapan kerja berdasarkan standar prosedur dan keselamatan kerja.
8. Investigasi mengenai unit kesehatan di pabrik
9. Komparasi mengenai korban kecelakaan kerja antara data perusahaan, serikat pekerja
dan dinas ketenagakerjaan.
10. Advokasi ke dinas ketenagakerjaan setempat.
 

REKOMENDASI METODE PENYELESAIAN SECARA LITIGASI


Dalam kasus PT. EMBEE ini, pihak serikat dapat melakukan upaya hukum sebagai
berikut: Melakukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum. Hal ini diatur dalam Pasal 1365
BW

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut.”
 

Berdasarkan isi pasal tersebut, perbuatan melawan hukum ini  memuat ketentuan sebagai
berikut:

“Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan kerugian pada orang
lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti
kerugian”
 

Dari pasal tersebut dapat kita lihat bahwa untuk mencapai suatu hasil yang baik dalam
melakukan gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum maka harus dipenuhi syarat-
syarat atau unsur-unsur sebagai berikut :

1. Perbuatan yang melawan hukum, yaitu suatu perbuatan yang melanggar hak subyektif
orang lain atau yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat sendiri yang
telah diatur dalam undang-undang. Dengan perkataan lain melawan hukum ditafsirkan
sebagai melawan undang-undang.
2. EMBEE sebagai Perusahaan mempunyai kewajiban terhadap perlindungan
keselamatan dan kesehatan para Pekerja yang bekerja di Perusahaannya sebagaimana
diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang No 11 Tahun 1970 Tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, Undang-Undang No 13 Tahun 2003 pasal 86 dan Pasal 87.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan menunjukan bahwa sistem pengamanan dan
perlindungan terhadap pekerja di PT. EMBEE tidak sesuai dengan standar yang telah
ditentukan, hal tersebut juga diperkuat dengan adanya kecelakaan Kerja yang menimpa 5
pekerjanya di lingkungan Perusahaan. Hal tersebut menunjukan bahwa PT. EMBEE telah
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari PT. EMBEE yang
telah diatur dalam undang-undang. Maka, sudah jelas PT. EMBEE melakukan suatu
perbuatan yang melawan Undang-Undang.

2. Harus ada kesalahan, syarat kesalahan ini dapat diukur secara :


 Objektif yaitu dengan dibuktikan bahwa dalam keadaan seperti itu manusia yang
normal dapat menduga kemungkinan timbulnya akibat dan kemungkinan ini akan
mencegah manusia yang baik untuk berbuat atau tidak berbuat.
 Subjektif yaitu dengan dibuktikan bahwa apakah si pembuat berdasarkan keahlian
yang ia miliki dapat menduga akan akibat dari perbuatannya.
 

Berdasarkan syarat objektif, PT. EMBEE selaku perusahaan tidak memberikan standar
keselamatan dan pencegahan kecelakaan kerja bagi pekerjanya. PT. EMBEE sebagai
perusahaan yang bergerak di bidang tekstil, dimana di lingkungan kerjanya terdapat alat-alat
berat seperti mesin- mesin, cairan yang mengandung zat kimia, dan lainnya. Namun, hal ini
malah menjadi pembiaran yang dilakuan oleh pihak perusahaan.

3. Harus ada kerugian yang ditimbulkan. Dalam pengertian bahwa kerugian yang
disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa :
 Kerugian materiil, dimana kerugian materiil dapat terdiri dari kerugian yang nyata-
nyata diderita dan keuntungan yang seharunya diperoleh. Jadi pada umumnya diterima
bahwa si pembuat perbuatan melawan hukum harus mengganti kerugian tidak hanya
untuk kerugian yang nyata-nyata diderita, juga keuntungan yang seharusnya diperoleh.
 Kerugian idiil, dimana perbuatan melawan hukum pun dapat menimbulkan kerugian
yang bersifat idiil seperti ketakutan, sakit dan kehilangan kesenangan hidup.
 

Untuk menentukan luasnya kerugian yang harus diganti umumnya harus dilakukan dengan
menilai kerugian tersebut, untuk itu pada azasnya yang dirugikan harus sedapat mungkin
ditempatkan dalam keadaan seperti keadaan jika terjadi perbuatan melawan hukum. Pihak
yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi tidak hanya kerugian yang telah ia derita pada
waktu diajukan tuntutan akan tetapi juga apa yang ia akan derita pada waktu yang akan
datang.

4. Adanya hubungan causal antara perbuatan dan kerugian. Untuk memecahkan


hubungan causal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian, terdapat dua
teori yaitu :
 Condition sine qua non, dimana menurut teori ini orang yang melakukan perbuatan
melawan hukum selalu bertanggung jawab jika perbuatannyacondition sine qua
non  menimbulkan kerugian (yang dianggap sebagai sebab dari pada suatu perubahan
adalah semua syarat-syarat yang harus ada untuk timbulnya akibat).
 Adequate veroorzaking, dimana menurut teori ini si pembuat hanya bertanggung
jawab untuk kerugian yang selayaknya dapat diharapkan sebagai akibat dari pada
perbuatan melawan hukum.
 

Terdapat hubungan kausal jika kerugian menurut aturan pengalaman secara layak merupakan
akibat yang dapat diharapkan akan timbul dari perbuatan melawan hukum.

LAPORAN INVENTARISIR KASUS DARI SPN TINGKAT PABRIK


 

1. Kejadian Pertama
Anita Yuniarti , Perempuan kelahiran Cirebon, 29 Mei 1989, warga Desa Serang, Kec.
Kalangenan, Kab. Cirebon. Mengalami kecelakaan kerja, pada hari minggu, tanggal 31 Juli
2011, pukul  03:00 WIB, di PT. EMBEE PLUMBON TEXTILE CIREBON, SPG IV.
Pergelangan tangan kegulung mesin pemintal sampai putus. Tangan diamputasi sampai
seukuran tiga jari sebelum siku di Rumah Sakit MITRA PLUMBON.

(Anita Menunjukan Alat Bantu Tangan Palsu yang terpasang di Lengan nya)
 

Kronologis Peristiwa dari Korban :


Dini hari itu Anita yang bekerja di bagian Blowing carding sedang mengumpulkan kapas
yang dicabik-cabik oleh mesin. Tiba-tiba mesin terhenti. Hal ini biasanya terjadi saat kapas
yang terlalu banyak menggumpal, sehingga menghambat putaran mesin. Anita berinisiatif
untuk mengambil gumpalan kapas yang diduga menahan mesin. Namun ternyata mesin masih
menyala, dan langsung menggulung tangan Anita sampai hancur.

Anita langsung lemas mengetahui tangannya di gulung mesin, ia langsung diarikan oleh
rekan-rekan kerjanya dan pihak manajemen ke Rumah Sakit MITRA PLUMBON. Di RS
MITRA, Anita langsung ditangani UGD Rumah Sakit. Langsung di operasi dan di amputasi.
Setelah itu Anita di rawat inap di Rumah Sakit, lebih kurang selama 1 minggu. Sekeluarnya
dari rumah sakit, Anita kontrol 1 X seminggu, rawat jalan dari RS MITRA selama dua bulan.
Perawatan Anita terhenti setelah dua bulan berjalan. Hal ini dikarenakan karena plafon
JAMSOSTEK Anita sebesar 20 juta rupiah telah habis. Perawatan terhenti menyisakan 1 sesi
terapi yang belum dilalui dari 4 sesi yang seharusnya. Meskipun dokter menyatakan sudah
sembuh, tetapi Anita mesti mengeluh kesakitan di tangannya saat perawatannya di hentikan.

Setelah sesi rawat jalan dan terapinya berakhir, Anita dan keluarga melakukan proses
pembuatan alat bantu (tangan palsu) di Rumah Sakit OP, Solo. Semua biaya perawatan
tangan Anita dari JAMSOSTEK, dengan total sebagai berikut :

 Plafon Kasus kecelakaan kerja sebesar 20 Juta Rupiah/kasus.


 Plafon pembuatan tangan palsu sebesar 1,4 Juta Rupiah (Anita menghabiskan 10 Juta
Rupiah dengan Akomodasi).
 Santunan Cacat permanen dari JAMSOSTEK sebesar 25 Juta Rupiah (dipergunakan
oleh Anita dan keluarga untuk menutupi biaya kekurangan pemasangan alat bantu).
Sementara dari PT. EMBEE Anita tidak mendapatkan dana kompensasi atas kecelakaan kerja
yang dialaminya. Semua biaya perawatan dan pengobatan Anita hanya lewat JAMSOSTEK.
Pabrik hanya pernah memberikan biaya ganti perawatan sebesar 200 ribu Rupiah.

Saat ini Anita telah kembali bekerja di PT. EMBEE. Setelah lukanya benar-benar sembuh
dan sesi terapinya menyatakan Anita telah kembali bisa beraktifitas, Anita mengajukan
kembali lamaran untuk bekerja di PT. EMBEE. Anita pun diterima kembali oleh PT. EMBEE
dan ditempatkan di bagian cleaner dan gudang. Pekerjaanya adalah menyemprot dan
mengecat benang dan menempel stiker. Biasanya adalah pekerjaan yang dilakukan oleh
wanita yang sedang hamil di pabrik. Anita telah kembali bekerja di pabrik, mulai dari bulan
November sampai dengan sekarang.

Saat diwawancara Anita menyampaikan harapannya terhadap PT. EMBEE. Anita berharap
kedepannya apabila ada kecelakaan kerja yang terjadi ditangani PT. EMBEE harus ditangani
secara lebih cepat dan lebih baik.

Kasusnya Anita telah di advokasi lebih lanjut oleh serikat pekerja, dengan tuntutan :

 Supaya PT. EMBEE memberikan santunan yang pantas.


 Supaya JAMSOSTEK memberikan hak-haknya sesuai aturan yang berlaku.
 Supaya Disnaker memeriksa standar keselamatan kerja di PT. EMBEE.
 Supaya DPRD Cirebon mengawasi kerja Disnaker.
 Supaya Media menyebarkan berita ini.
 

2. Kejadian Kedua
Widaryanto, Laki-laki kelahiran 21 April 1976, warga Desa Pasanggrahan, Kec. Plumbon,
Kab. Cirebon, Mengalami kecelakaan kerja pada hari selasa tanggal 20 Desember 2011 di
Spinning 1, Embee 1, pabrik PT. EMBEE PLUMBON TEXTILE CIREBON. Kecelakaan di
alami saat memperbaiki kelahar mesin drawing no 12. Kelahar pecah, serpihan besi bearing
masuk ke mata. Ukuran besi yang bersarang di mata panjangnya 10mm, lebarnya 5mm, dan
tebalnya 3mm. Besi tersebut bersarang di rongga mata selama lebih kurang 70 hari, sebelum
akhir nya terdeteksi dan dikeluarkan lewat operasi.

(Foto : Serpihan Besi yang Bersarang Selama 70 hari di rongga mata Widaryanto)

 
(Foto: Widaryanto dan Mata kanannya yang terluka)

Kronologis peristiwa dari korban :

Pagi hari itu Widaryanto masuk kerja seperti biasa. Saat tiba di pabrik, Widaryanto diminta
oleh superviser-nya yang orang India, Mr. Sheekar, untuk memperbaiki, mesin drawing
nomor 10, spinning 1, di gedung pabrik Embee 1. Setelah mesin diturunkan dan dibongkar
ternyata ditemukan lah bahwa yang harus diperbaiki itu adalah klahar atau bearing dari mesin
tersebut. Memang seharusnya semua pengerjaan mesin dilakukan di workshop pabrik. Tapi
karena tidak semua pekerjaan bisa dilakukan di workshop, mengingat masalah waktu dan
tingkat urgential dari mesin tersebut, terlebih lagi Widaryanto disuruh oleh Mr. Sheekar,
maka dia memilih untuk mengerjakan bearing itu ditempat.

Atas inisiatif nya, Widaryanto langsung mengambil palu dan tatahan untuk membongkar
bearing tersebut dari as sumbu nya. Saat dia memukul bearing, satu pukulan, dua pukulan,
pukulan ketiga, tiba-tiba seperti ada sesuatu benda yang menyambar mata kanan Widaryanto,
ia langsung terkapar kesakitan, seketika semua gelap. Rekan-rekan kerjanya dan pihak
manajemen PT. EMBEE langsung membawa Widaryanto ke RS MITRA PLUMBON.

Pihak Rumah sakit tidak sanggup menangani kasus Widaryanto, karena keterbatasan alat.
Sehingga Widaryanto di rujuk ke RS Cermai Cirebon. Ternyata masalah yang sama
ditemukan disini, bahwa RS Cermai tidak sanggup menangani kasus ini. Akhirnya RS
Cermai memberi rujukan ke RS Gunung Jati Cirebon. Di RS Gunung Jati Widaryanto
ditangani oleh dr. Kholik, bagian Spesialis Operasi Mata. Disini belum diketahui apa yang
sebenarnya terjadi, tapi yang pasti keputusan RS adalah retina mata robek, dan harus dijahit,
agar air mata tidak keluar terus.

Setelah itu Widaryanto di rawat inap di RS. Setelah pulang ke rumah, Widaryanto masih
beristirahat di rumah. Namun masih terasa sangat sakit di mata. Satu bulan lebih berlalu, tapi
sakit di mata Widaryanto tak kunjung berkurang. Akhirnya Widaryanto menanyakan kembali
kondisi mata nya ke RS gunung Jati. Dr. Kholik tidak berani memberi keputusan diagnosa
tentang mata Widaryanto, beliau memberi saran agar Widaryanto memeriksakan mata nya ke
RS Mata Cicendo Bandung.
Widaryanto dan pihak keluarga kebingungan karena harus melakukan pengobatan di
Bandung. Bingung soal biaya. Tapi demi kesehatan matanya, mau tidak mau, Widaryanto dan
keluarga berangkat ke bandung untuk memeriksa mata Widaryanto. Di RS Cicendo
Widaryanto menjalani pemeriksaan lebih lengkap, mulai dari rontgen sampai dengan CT
scan. Setelah diperiksa lebih lanjut oleh dokter spesialis bagian retina dr. Erwin, ternyata
ditemukan masih ada potongan besi di dalam rongga mata Widaryanto. Dokter memberikan
pilihan, mau dioperasi, agar benda tersebut dikeluarkan, atau tidak dioperasi dengan resiko
yang tidak bisa diprediksi. Tidak bisa tidak, mata Widaryanto harus dioperasi.

Pihak keluarga kembali bingung, mau biaya operasi dari mana. Operasi membutuhkan biaya
kurang lebih 15 juta, diluar akomodasi, obat, dan perawatan. Sementara plafon JAMSOSTEK
sudah hampir habis. Widaryanto mencoba menghubungi pihak pabrik, lewat Pak Agung.
Manajemen pabrik malah menyarankan untuk Widaryanto menutupi keurangan itu sendiri
terlebih dahulu, nanti kalau sudah beres operasinya, baru coba di klaim-kan ke bagian
keuangan PT. EMBEE. Pihak manajemen tidak memberikan jawaban yang memuaskan. Tapi
demi kebaikan dirinya, setelah pinjam sana dan sini, berangkatlah Widaryanto untuk
dioperasi di RS Mata Cicendo Bandung. Widaryanto di operasi oleh dr. Iwan, dokter spesialis
retina di RS Mata Cicendo Bandung.

Alhamdulillah operasi berjalan dengan lancar, benda yang ada di dalam rongga mata
Widaryanto berhasil dikeluarkan. Ternyata yang bersarang di dalam rongga mata itu adalah
serpihan besi bearing dengan dimensi  panjang 10mm, lebar 5mm, dan tebal 3mm. Benda itu
bersarang di dalam mata Widaryanto selama kurang lebih 70 hari.

Sekarang Widaryanto masih dalam tahap penyembuhan, tidak jelas apakah mata nya dapat
melihat lagi atau tidak. Meskipun begitu masih ada sedikit harapan dari Widaryanto agar
matanya sembuh kembali. Begitu juga dengan masalah biaya tentu korban berharap akan
adanya kompensasi dari pihak pabrik dan JAMSOSTEK terkait kecelakaan yang
menimpanya. Meskipun kepastian tersebut, menunggu kepastian kondisi mata Widaryanto.

Untuk kekurangan biaya operasi mata nya, pihak pabrik telah mengganti biaya tersebut
kepada pihak keluarga Widaryanto. Tetapi masih belum jelas status dari penggantian
tersebut, apakah bentuk tanggung jawab dari PT. EMBEE, atau malah berbentuk pinjaman.
Jadi pihak keluarga masih memiliki rasa ketakutan kalo sewaktu-waktu dana ini ditagih oleh
PT. EMBEE.  Satu hal lagi yang disesalkan oleh keluarga, selama proses berobat dan operasi
mata Widaryanto di RS Mata Cicendo Bandung, tidak ada pihak Manajemen PT. EMBEE
yang mendampingi, bahkan pihak keluarga sampai pernah kesulitan untuk mencari
transportasi dari Cirebon ke Bandung. Hal ini mengakibatkan pihak keluarga merasa tidak
diperhatikan oleh manajemen PT. EMBEE dalam kasus kecelakaan kerja yang menimpa
Widaryanto.

3. Kejadian Ketiga
Sayeni, Perempuan kelahiran 7 Maret 1988, Karyawati PT. EMBEE, Telah meninggal karena
kerudung yang terjerat putaran mesin dari depan. Sayeni meninggal pada hari rabu, 28
Desember 2011, pukul 17:30. Meningal karena kecelakaan kerja di mesin spinning no 12,
spindel 300, di gedung Embee IV.

Dibawa ke Rumah Sakit MITRA PLUMBON. Dipulangkan ke desa Pesanggrahan, blok


Karang Anyar, kec. Plumbon, kab. Cirebon pada pukul 20:30. Selesai dikebumikan di
Pekuburan Pesanggrahan pukul 09:30 keesokan harinya.

Pada saat kecelakaan kerja terjadi Sayeni baru sembuh dari sakit diare. Dan baru saja
melangsungkan pesta pernikahan 2 minggu sebelumnya.

Pihak keluarga Sayeni mendapatkan santunan dari JAMSOSTEK, sebesar 52 Juta, dan
santunan dari pabrik sebesar 3 Juta rupiah. Pihak keluarga, terutama suami tidak terima
dengan kejadian ini, dan mengajukan tuntutan terhadap PT. EMBEE ke pengadilan. Saat
tulisan ini dibuat, kasus ini masih dalam proses persidangan.

4. Kejadian Keempat
Marwah Komaladewi, Perempuan, kelahiran 15 Oktober 1991, warga Desa Plumbon, Blok
Kemuning, Kec. Plumbon, Kab. Cirebon. Karyawan Training PT. EMBEE PLUMBON
TEXTILE ini mengalami kecelakaan kerja, pada hari jumat, 6 januari 2012, di mesin
spinning 12, di gedung pabrik Embee III. Kerudungnya terjerat seperti kasus Sayeni.
Mulutnya sobek, ditemukan pecahan dari dua gigi di tempak kejadian perkara. Jari-jari
tangan kanan ada yang remuk. Dilarikan ke RS MITRA PLUMBON, dirawat di ruang 125.
Pipi kiri mendapatkan 7 jahitan.
 

5. Kejadian Kelima
Jahid Karyawan PT. EMBEE PLUMBON TEXTILE ini mengalami kecelakaan kerja pada
hari rabu, 18 Januari 2012, pukul 15:30 di gedung pabrik Embee V. Tangan kanan dekat nadi
sobek dalam. Dilarikan ke RS MITRA PLUMBON. Mendapatkan 4 jahitan luar dan 8 jahitan
dalam.

Kasus kecelakaan kerja Jahid, paling sedikit informasinya yang diterima oleh penulis.

Anda mungkin juga menyukai