Anda di halaman 1dari 27

R.

Lisa Suryani: Aspek-aspek yang Mempengaruhi Masalah Permukiman di Perkotaan, 2005


USU Repository2006
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Permasalahan...........................................................................................1
1.3 Maksud dan Tujuan..............................................................................................2
BAB II STUDI LITERATUR
2.1 Definisi.................................................................................................................3
2.2 Fungsi Rumah Bagi Manusia...............................................................................4
2.3 Ciri-ciri Hakiki Permukiman Manusia................................................................5
BAB III PERMUKIMAN KOTA DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK
3.1. Aspek Fisik........................................................................................................6
3.1.1. Tipologi Bangunan.........................................................................................6
3.1.2. Lahan / tanah...................................................................................................8
3.1.3. Prasarana/sarana Lingkungan.........................................................................9
3.2. Aspek Teknis.....................................................................................................11
3.2.1. Struktur Tata Ruang Kota...............................................................................11
3.2.2. Kelembagaan..................................................................................................14
3.3. Aspek Ekonomi..................................................................................................15
3.3.1. Harga Rumah..........................................................................................15
3.3.2. Nilai Rumah............................................................................................17
3.3.3. Pasar Perumahan.....................................................................................17
3.3.4. Perkembangan Perumahan Ditinjau Dari Ekonomi Daerah…...............21
3.4. Aspek Sosial Budaya.......................................................22
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah perumahan menjadi masalah yang sangat penting bagi setiap individu karena
individu akan selalu tinggal dalam suatu masyarakat, maka dalam setiap masyarakat akan
terdapat rumah-rumah yang menampung kebutuhan manusia. Dilihat dari proses pemukiman,
rumah merupakan sarana pengaman bagi manusia, pemberi ketentraman hidup dan sebagai
pusat kegiatan berbudaya. Dalam fungsinya sebagai alat pengaman diri, rumah tidak
dimaksudkan untuk pelindung yang menutup diri penghuninya seperti sebuah benteng, tetapi
pelindung yang justru juga harus membuka diri dan menyatu sebagai bagian dari
lingkungannya.
Perumahan dan pemukiman selain merupakan kebutuhan dasar manusia juga mempunyai
fungsi yang strategis dalam perannya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya,
dan peningkatan kualitas generasi yang akan datang serta merupakan pengaktualisasian jati
diri. Terwujudnya kesejahteraan rakyat dapat ditandai dengan meningkatnya kualitas
kehidupan yang layak dan bermartabat melalui pemenuhan kebutuhan papannya. Dengan
demikian upaya menempatkan bidang perumahan dan pemukiman sebagai salah satu sektor
prioritas dalam pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya adalah sangat strategis.

1.2 Permasalahan

Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah:


• Bagaimana gambaran aspek fisik, teknis, sosial budaya, dan ekonomi di kawasan
yang akan dikaji?
• Sejauhmana aspek-aspek tersebut mempengaruhi morfologi kawasan pemukiman di
perkotaan?

R.Lisa Suryani: Aspek-aspek yang Mempengaruhi Masalah Permukiman di Perkotaan, 2005


USU Repository2006
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penyusunan tulisan ini adalah untuk menguraikan beberapa aspek yang
mempengaruhi berbagai masalah permukiman di perkotaan.
Tujuan dari penyusunan tulisan ini adalah untuk menggambarkan permasalahan
permukiman di perkotaan yang mungkin timbul dalam proses perencanaan dan
perancangannya sejalan dengan perkembangan kotanya.
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Definisi
Dalam pengertian sebagaimana tersebut dalazn UU No. 4 Tahun 1992, terhadap rumah
mengandung hal-hal berikut :
a. Mewadahi berlangsungnya kehidupan manusia sebagai individu maupun sebagai
kelompok, serta melindunginya dari berbagai hal yang tidak diinginkan terjadi;
b. Sarana bersosialisasi sebagai kelompok individu terkecil dalam masyarakat, termasuk di
dalamnya kegiatan pembentukan watak serta pembinaan keluarga (kelompok individu
terkecil);
c. Sarana awal pembentukan watak, kehidupan dan penghidupan keluarga dalam lingkungan
yang sangat terbatas.
- Dibatasi oleh ruang rumah, yang ditinggali bersama oleh sekelompok individu dan
terikat oleh ikatan keluarga.
- Dibatasi oleh aturan yang berlaku dan disepakati untuk diberlakukan di dalam
lingkungan rumah, yang membatasi perilaku dan kegiatan setiap individu yang
menjadi anggotanya.
- Ada pembatasan dan pembagian ruang dengan fungsi-fungsi tertentu, sehingga dalam
beraktivitas setiap individu tidak tergantung atau menganggu individu anggota
keluarga lainnya.
- Ada struktur yang paling sederhana di dalamnya dengan satu kepala keluarga dan
individu lainnya sebagai anggota.

Keterbatasan berperilaku dan berkegiatan dalam rumah ini perlu diberlakukan agar
dicapai keteraturan, kenyamanan dan keamanan dalam rumah. Aturan ini seringkali
karena alasan kultur/budaya berbeda antara satu keluarga dengan keluarga lainnya.
Pemukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung
baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan, yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan human dan tempat kegiatan yang mendukung
perkehidupan dan penghidupan.
2.2 Fungsi Rumah Bagi Manusia
Rumah menciptakan kondisi tertentu dalam kehidupan manusia. Bermukim pada
hakekatnya adalah hidup bersama. Sehingga dapat dikatakan bahwa rumah menunjukkan
fungsi-fungsi tertentu.
Fungsi pertama, rumah menunjukkan tempat tinggal. Orang yang bermukim berarti
tinggal di satu tempat. Secara fisis orang dikatakan bertempat tinggal, apabila ia telah
menemukan lingkungan alamnya yang cocok baginya serta mempunyai peralatan yang ia
butuhkan untuk bertempat tinggal. Oleh karena itulah maka rumah disebut ‘mansion’ atau
‘mansio’, suatu pengertian yang menunjukkan manusia tinggal secara menetap. Bermukim
pada dasarnya adalah ‘demeurer’ yang pada intinya mengacu kepada adanya ketengan
(innerlijkheid, innerlichkeit). Ketenangan ruang (spasial) dalam rumah membawa pula
ketenangan rohani bagi manusia. Dengan kata lain dapat diuraikan sebagai berikut.
Pemukiman pada hakekatnya adalah menciptakan ruang hidup manusia.l
Fungsi kedua ialah bahwa rumah merupakan mediasi antara manusia dan dunia. Dengan
mediasi ini terjadilah suatu dialektik antara manusia dan dunianya. Dari keramaian dunia
manusia menarik dirinya ke dalam rumahnya dan tinggal dalam suasana ketenangannya.
Namun penarikan diri ini tetap bersifat intensional, artinya dengan kerja dan karyanya.
Dengan hasil kerjanya itu ia kembali lagi ke rumahnya untuk menemukan ketenangan batin.
Dengan demikian terjadilah mediasi yang berkesinambungan dan dialektik yang membawa
kemajuan serta peningkatan dalam mutu hidup manusia.
Sebagai fungsi ketiga, rumah merupakan arsenal, di mana manusia mendapat
kekuatannya kembali. Karya yang dilakukannya sebagai ungkapan dialektik antara manusia
dan dunianya suatu ketika akan melelahkan dan menghabiskan energi. Penguatan kembali
dilaksanakan baik dalam arti fisis, maupun dalam arti rohani. Dalam rumah manusia makan,
minum, dan tidur untuk memperoleh kembali kekuatan dan
1
Soerjanto P. dalam Budihardjo, Eko. (1998), hlm. 138-139.
kesegaran. Dalam rumah pula manusia mendapatkan pendidikan dan pembentukan mental
sebagai perkayaan kehidupan budayanya.

2.3 Ciri-ciri Hakiki Pemukiman Manusia

Dengan singkat dapat disebutkan beberapa ciri hakiki yang secara intrinsik menandai
perumahan manusia. Ciri-ciri hakiki itu adalah sebagai berikut:2
• Rumah memberikan keamanan; manusia adalah makhluk rohani dan jasmani. Sebagai
keutuhan pribadi yang jasmani ia membutuhkan pengamanan bagi badannya. Tempat
berteduh untuk menghindari teriknya panas matahari, dinginnya air hujan dan
kepengapan udara polusi. Rumah harus menjaga kesehatan badan.
• Rumah memberikan ketenangan hidup; dunia dalam jaman dewasa ini dipenuhi oleh
keramaian dan hiruk pikuk yang memekakkan telinga. Kesibukan dan keramaian itu
dapat menimbulkan ketegangan patologis. Bahkan zaman teknologi yang begitu maju
justru merupakan ancaman yang meresahkan, karena manusia di situ merasa dirampas
dari ketenangan dan kepribadiannya. Rumah seharusnya menunjukkan manfaatnya untuk
tempat memperoleh ketenangan jasmani dan rohani. Rumah adalah tempat rekoleksi
kekuatan.
• Rumah memberikan kemesraan dan kehangatan hidup; manusia adalah makhluk yang
menuju kepada kemandiriannya dan ingin menemukan dirinya. Di sini rumah mampu
memberikan wahana yang ideal dan suasana yang mampu mendorong penemuan dirinya
itu.
• Rumah memberikan kebebasan; kegiatan-kegiatan budaya itu sendiri merupakan proses
pembebasan manusia. Karya manusia pada hakekatnya adalah langkah-langkah menuju
kepada penemuan diri yang otentik (memerangi kemunafikan). Rumah memberikan
kondisi kepada pencapaian kebebasan psikologis dan sosial.

2
Soerjanto P. dalam Budihardjo, Eko. (1998), hlm. 140-141.

R.Lisa Suryani: Aspek-aspek yang Mempengaruhi Masalah Permukiman di Perkotaan, 2005


USU Repository2006
BAB III
PERMUKIMAN KOTA DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK

3.1. Aspek Fisik


3.1.1. Tipologi Bangunan

Tipologi bangunan tempat tinggal dapat dilihat pada penjelasan berikut di bawah ini:

a. Rumah Tunggal (Detached House)


• Rumah yang berdiri sendiri pada persilnya dan terpisah dari rumah di sebelahnya.
• Tipe besar dengan luas persil di atas 400 m2

Gambar: Bentuk Detached House

b. Rumah Koppel (Semi-Delached House)


• Rumah yang umumnya berada pada 1 (satu) persil
• Terdiri dari 1 (satu) bangunan dengan 2 (dua) unit rumah tinggal, dimana atapnya
menjadi satu.
• Dari segi kepemilikan rumah biasanya satu persil dibagi menjadi dua kepemilikan
sehingga masing-masing unit rumah mempunyai kepemilikan sendiri.

6
Gambar: Bentuk Semi-Detached House

c. Rumah Deret (Row House)


• Suatu jenis hunian yang bangunan/unit rumahnya menempel satu dengan lainnya
• Pada umumnya berderet maksimal 6 (enam) unit
• Rumah dengan type kecil dengan luas persil di bawah 200 m2 .

Gambar: Bentuk Row House (site plan)

d. Rumah Type Maisonette


• Rumah tinggal yang terdiri dari 2 lantai, bias berupa 1 unit tersendiri, bisa juga
berderet dan dapat juga berada pada satu massa besar.
• Umumnya lantai satu dimanfaatkan untuk kegiatan umum seperti ruang tamu, ruang
keluarga, dapur, dan lain-lain. Lantai dua dimanfaatkan untuk kegiatan pribadi seperti
ruang tidur.

7
Gambar: Bentuk Maissonette (site plan)

e. Apartemen
• Adalah sebuah bangunan bertingkat banyak dan terdiri dari unit-unit hunian.
• Bertingkat rendah maksimal 4 lantai dan bertingkat tinggi > 8 lantai
• Ada beberapa jenis istilah untuk tipe bangunan rumah tinggal seperti ini. Biasanya
dibedakan atas kelompok penghuninya seperti rumah susun atau flat untuk kelompok
penghuni masyarakat menengah ke bawah dan apartemen atau kondominium untuk
kelompok penghuni masyarakat menengah ke atas.

Gambar: Bentuk Apartemen (site plan)


f. Ruko ( Rumah Toko) / Shop Houses
• Termasuk pada rumah deret hanya dibedakan dari fungsi bangunan yaitu fungsi
hunian dan fungsi niaga
• Jumlah tingkat 2 - 4 lantai
• Umumnya berada pada pusat-pusat kegiatan
3.1.2. Lahan / tanah
a. Perkotaan
Pertnasalahan tanah di perkotaan selalu berkaitan dengan :

8
• Pertambahan populasi yang pesat
• Urbanisasi
• Keterbatasan lahan menyebabkan harga tanah tinggi

Beberapa kelompok yang mencoba bertahan dengan bermukim di pusat kota akan
membangun rumah tinggal di lokasi tanah-tanah liar seperti daerah pinggiran sungai,
di sepanjang rel kereta api, ruang-ruang terbuka kota yang mengakibatkan tumbuhnya
permukiman kumuh di perkotaan.

b. Pedesaan
Peruntukan lahan di pedesaan terdiri dari :
• Tanah ( sawah, pekarangan, tegalan/hutan dan perumahan ). Keempat aspek ini
berfungsi sebagai sumber pangan dan industri
• Sumber Air ( keperluan domestik pengairan ). Berfungsi sebagai sumber
hidrologis
• Tanaman dan hewan (potensi tanaman pokok dan dagang). Berfungsi sebagai
sumber vegetasi dan protein

3.1.3. Prasarana/sarana Lingkungan


Menurut Undang Undang Republik Indonesia No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan
dan Permukiman dikatakan bahwa :
“Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan
dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya”

Melihat pertumbuhan kota masa kini, di samping masalah sosio ekonomi (antara lain
lapangan kerja), terdapat masalah kesehatan lingkungan yang menyangkut permukiman dan
perumahan yaitu :

9
a. Penyediaan sarana dan pengawasan kualitas air bersih.
Masih belum tersedianya kualitas air bersih untuk semua penduduk. Bahkan sebagian
kecil penduduk masih mendapatkan air bersih dengan tingkat Water of Questionable
Safety.
b. Pembuangan sampah dan air limbah
Pembuangan sampah di kota pada umumnya belum memadai karena kurangnya fasilitas
angkutan, makin terbatasnya tempat pembuangan, kurangnya biaya, sistem pengangkutan
dan pembuangan yang belum saniter dan kurangnya kesadaran masyarakat . Pembuangan
air limbah baik yang berasal dari rumah tangga maupun industri, di samping sarana
pembuangannya yang terbatas juga cara pembuangannya yang terbuka begitu saja.
Kualitas air limbah terutama yang berasal dari industri, masih banyak yang kualitasnya di
atas ambang batas yang diperkenankan menurut peraturan yang ada , oleh karenanya tidak
jarang timbul keluhan masyarakat karena pencemaran yang terjadi.
c. Penyediaan sarana pembuangan kotoran
Diperkirakan penduduk daerah pedesaan yang menggunakan jamban saniter tidak lebih
dari 25%, selebihnya membuang kotoran ke sungai, empang, kebun dan cara-cara lain
yang tidak saniter. Di daerah perkotaan, angka penduduk yang menggunakan jamban
lebih tinggi, namun di banyak kota , pembuangan kotoran dari jamban tersebut disalurkan
ke septic tank atau sumur penampungan sebagian bahkan langsung ke sungai atau badan-
badan air lainnya. Pencemaran air dan tanah makin hari makin parah, sehingga penyakit
perut dan cacing masih tetap tinggal meskipun telah dikeluarkan biaya cukup besar untuk
peningkatan penyediaan air bersih.
d. Penyediaan fasilitas dan pelayanan umum
Masalah ini pada dasarnya berpangkal pada ketidak seimbangan antara jumlah penduduk
yang semakin meningkat dengan kemampuan pengelolaan kota, ditambah dengan
kurangnya kesadaran masyarakat sendiri akan hubungan antara kesehatan lingkungan
dengan kesehatan dirinya sendiri.

10
Sehubungan dengan pembangunan perumahan, The Committee on the Hygiene of
Housing of the American Public Health Association telah menyarankan persyaratan pokok
suatu rumah sehat adalah sebagai berikut :
• Harus memenuhi kebutuhan fisiologis; yang meliputi suhu optimal di dalam rumah,
pencahayaan, perlindungan terhadap kebisingan, ventilasi yang baik, serta tersedianya
ruangan untuk latihan dan bermain anak-anak
• Harus memenuhi kebutuhan psikologis; yang meliputi jaminan “privacy” yang cukup,
kesempatan dan kebebasan untuk kehidupan keluarga secara normal, hubungan yang
serasi antara orang tua dan anak, terpenuhinya persyaratan sopan santun pergaulan dan
sebagainya
• Dapat memberikan perlindungan terhadap penularan penyakit dan pencemaran; yang
meliputi tersedianya penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan, adanya fasilitas
pembuangan air kotoran, tersedia fasilitas untuk menyimpan makanan, terhindar dari
serangga atau hama-hama lain yang mungkin dapat berperan dalam penyebaran penyakit
dan sebagainya
• Dapat memberikan perlindungan / pencegahan terhadap bahaya kecelakaan dalam rumah;
yang meliputi konstruksi yang kuat, dapat menghindarkan bahaya kebakaran, pencegahan
kemungkinan kecelakaan jatuh atau kecelakaan mekanis lainnya.
Melihat pertumbuhan kota masa kini, di samping masalah sosial ekonomi, (antara
lain lapangan kerja), terdapat masalah kesehatan lingkungan yang menyangkut pemukiman
dan perumahan yaitu :
 Penyediaan sarana dan pengawasan kualitas air bersih
 Pembuangan sampah dan air limbah
 Penyediaan sarana pembuangan kotoran
 Penyediaan fasilitas dan pelayanan umum, serta pencemaran air dan udara
3.2. Aspek Teknis
3.2.1. Struktur Tata Ruang Kota
Konsep pemahaman terhadap ruang perkotaan dapat berbeda, namun selalu
dibutuhkan untuk mengintegrasikan watak regional tertentu di dalam perancangan perkotaan.
Pemahaman itu tidak hanya terbatas pada keragaman rupa aksitektur pribumi,
11
R.Lisa Suryani: Aspek-aspek yang Mempengaruhi Masalah Permukiman di Perkotaan, 2005
USU Repository2006
tetapi konsep watak regional yang membutuhkan pemahaman sikap terhadap ruang perkotaan
yang lebih luas dengan melibatkan semua implikasi lingkungan yang sejati berdasarkan
prinsip-prinsip ekologi setempat (Markus Zahnd, hlm 221).
Pembangunan perumahan dan permukiman tidak bersusun harus mengikuti Kawasan
Perkotaan atau Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten, terdiri dari:

1. Rumah sederhana.
2. Rumah menengah.
3. Rumah mewah.
Persyaratan pembangunan perumahan dan permukiman tidak bersusun:
1. Pembangunan perumahan sederhana tidak bersusun harus mengikuti Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum No. 20/KPTS/1986 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan
Sederhana Tidak Bersusun dan peraturan perubahannya.
2. Pernbangunan rumah sangat sederhana harus memenuhi Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 54/PRT/1991 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sangat
Sederhana dan peraturan perubahannya.
3. Pembangunan rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah wajib menerapkan
ketentuan lingkungan hunian yang berimbang sesuai dengan Surat Keputusan Bersama
Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Perumahan Rakyat No. 648-
384 Tahun 1992, No. 739/KPTS/1992 dan No 09/KPTS/1992 dan Keputusan Menteri
Negara Perumahan Rakyat selaku Ketua Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian
Pernbangunan Perumahan dan Permukiman Nasional No. 04/KPTS/BKP4N/1995 tentang
Ketentuan Lebih Lanjut Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri
Pekerjaan Umum dan Menteri Negara Perumahan Rakyat.
4. Bangunan rumah tidak bersusun yang belum selesai dibangun, dapat dijual dengan syarat
harus memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Negara
Perumahan Rakyat No. 09/KPTS/ M/1995 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Rumah.
Persaingan dapat terjadi antara berbagai peruntukan tanah; persaingan antara kebutuhan
tanah untuk industri, perkantoran, jalan-jalan umum, taman, dan pemukiman manusia sendiri.
Persaingan ini tidak saja timbul karena luas tanah yang terbatas, tetapi juga karena orang
cenderung memilih lokasi yang terdekat ke pusat-pusat kegiatan kota, di mana fasilitas-
fasilitas kota (jalan, telepon, dan sebagainya) tersedia.
Persaingan ini kemudian juga menjadi penentu corak konflik-konflik pertanahan di
kota besar. Dalam kota besar ditemukan konflik antara pemerintah kota dan sebagian warga
kota, khususnya dalam peruntukan tanah, konflik antara kepentingan ekonomi dan
kepentingan sosial, juga antara kepentingan umum dan kepentingan perorangan – di
samping tentu saja konflik antar orang sendiri.
Persaingan ini untuk sebagian juga mendorong naiknya harga tanah di kota besar,
makin dekat ke pusat kedekatan dan fasilitas kota, makin mahal pula harganya. Soal harga ini
pada gilirannya menjadi sumber konflik pula, khususnya dalam penentuan ganti rugi dalam
hal terjadi pembebasan tanah.
Dalam usaha menjembatani dan mencari penyelesaian adil dari konflik-konflik
(conflict management) inilah kita akan banyak bertemu dengan aspek-aspek hukum dari soal
pertanahan dan pemukiman di kota besar.
Tidak saja untuk mencegah konflik-konflik itu menjadi semakin tajam karena tidak
ditemukan pemecahan yang dianggap pasti dan adil, tetapi juga untuk menyalurkan konflik-
konflik itu dalam suatu “aturan bermain” yang sehat dan terbyuka bagi pihak yang terlibat
dalam konflik itu untuk mencari pemecahan yang dirasakan adil (rechtsvaardigheid).
Tetapi aturan hukum tidak hanya diperlukan kalau terjadi konflik. Aturan hukum juga
diperlukan untuk memberikan semacam rasa kepastian dan patokan yang biasa dipegang
(rechtszerheid) oleh masyarakat.
1. Azas Kepentingan Umum Dalam Soal Pemukiman
Ada satu masalah besar yang menggoda pikiran dan karena itu selalu menimbulkan
tanda tanya, yaitu apakah benar ada “kepentingan umum” yang terlibat dalam penentuan
suatu lokasi tanah sebagai daerah pemukiman. Dengan menyatakan bahwa lokasi yang
ditunjuk sebagai daerah pemukiman adalah untuk “kepentingan umum”, maka secara
hukum bisa dilakukan pembebasan tanah dari pemilik semula, tentu saja dengan penggantian
kerugian.
Pembebasan tanah untuk kepentingan pembuatan jalan, sekolah, puskesmas, misalnya,
tentu saja akan segera dimengerti sebagai pembebasan untuk kepentingan umum. Tetapi agak
berbeda misalnya, jika yang akan dibangun di bekas tanah yang dibebaskan itu adalah pasar
atau pusat perbelanjaan (shopping center). Dalam hal pasar, seringkali harus dipertanyakan,
apakah pembangunan pasar itu benar-benar nyata keperluannnya, ataukah hanya objekan
dagang untuk berjual beli kios. Demikian juga halnya dalam pembangunan pusat
perbelanjaan yang super mewah, rakyat kecil pemilik tanah tentu akan bertanya, apakah
kepentingannya terwakili dalam toko yang barang-barangnya bukan konsumsi mereka.
Demikian juga halnya dalam soal pemukiman. Tidak setiap pemukiman bisa dianggap
sebagai “kepentingan umum”. Pemukiman untuk segolongan kecil anggota masyarakat,
proyek rumah-rumah mewah misalnya, bukanlah sebagai kepentingan umum. Maka uarus
benar-benar diperhatikan apakah pembebasan lahan tersebut benar-benar untuk kepentingan
umum.
2. Pembebasan Tanah Dan Perundingan Ganti Rugi
Apa yang kini biasa dilakukan dengan pembebasan tanah secara hukum dikenal sebagai
pencabutan hak atas tanah. Pasal 18 UUPA menyatakan bahwa pencabutan hak atas tanah itu
memang dimungkinkan, dengan syarat-syarat :
• Pencabutan itu dilakukan untuk kepentingan bersama / umum, termasuk kepentingan
bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat.
• Pencabutan hak itu hanya dapat dilakukan dengan pemberian ganti rugi yang layak,
• Pencabutan hak itu dilakukan menurut cara yang diatur undang-undang
Dengan melihat kembali beberapa aspek bukum dan segi-segi yang rawan dari persoalan
tanah ini, hendaknya dalam soal pengadaan pemukiman meninjau skala prioritas. Mana
yang lebib bersifat melayani kepentingan rakyat banyak, apalagi lapisan yang terbawah
dari masyarakat harus didahulukan. Untuk masyarakat tersebut dalih “kepentingan
umum” bisa dan layak digunakan soal pembebasan tanah.
3.2.2. Kelembagaan
Lembaga-lembaga yang dibentuk Pemerintah dalam pengendalian pembangunan
perumahan belum berjalan sesuai yang diharapkan. Lembaga-lembaga itu adalah :

 BKP4N ( Badan Koordinasi Pengendalian pemhangunan Perumahan


dan Permukiman Nasional) ditingkat Pusat
 TP4D ( Tim Pembina Pembangunan Perumahan dan Permukiman di Daerah ) di
TingkatI
 BP4D (Badan Pengendali Pembangunan Perumahan dan Permukiman Daerah) di
Tingkat II.
 Perum Perumnas sebagai pionir pembangunan perumahan sederhana.
 Bank BTN sebagai penyalur kredit rumah ( KPR )
3.3 Aspek Ekonomi
3.3.1 Harga Rumah
Ada tiga komponen utama yang mempengaruhi harga per unit bangunan rumah tinggal.
Ketiga komponen itu adalah (Norma, 1977):
1. Harga tanah
Harga tanah merupakan prosentasi yang terbesar dari harga bangunan. Harga tanah setiap
tahunnya sejalan dengan bertambahnya waktu akan terus meningkat. Developer
perumahan biasanya memilih tanah yang harganya murah walaupun lokasi agak di
pinggiran kota. Dengan tujuan apabila tanah tersebut telah diolah menjadi kawasan
perumahan yang lengkap dengan sarana dan prasarana penghuninya, harga tanah yang
akan dijual dapat meningkat pesat. Dan dari sinilah biasanya developer mengumpulkan
profit yang sebesar-besarya.
Ada beberapa aspek yang mempengaruhi harga tanah yaitu :
• Lokasi.
Harga tanah akan ditentukan oleh lokasi tanah tersebut apakah berada di pusat kota,
pinggiran kota ataupun tanah di pedesaan. Demikian juga dengan sarana dan
prasarananya serta akses menuju lokasi tanah.
• Nilai tanah.
• Status tanah.
• Pengembangan kawasan.
Semakin lengkap utilitas yang ada, semakin tinggi harga tanah.
• Topografi.
• Peruntukan Lahan.
Kesemua aspek-aspek di atas yang akan menentukan harga tanah di suatu kawasan.
Apabila kesemua aspek sudah diperiksa, barulah harga tanah dapat ditentukan

2. Material/Bahan bangunan
Komponen material bangunan merupakan prosentasi terbesar kedua dari harga rumah.
Oleh karena itu diusahakan pemilihan material bangunan dengan memanfaatkan bahan
bangunan produksi dalam negeri. Di negara kita, bahan bangunan masih tergantung
dengan produksi luar negeri. Meskipun bahan tersebut sudah dibuat di dalam negeri,
tetapi masih ada komponen pembuatnya yang diimport dari luar negeri. Harga bahan
bangunan juga belum stabil tergantung dengan kondisi perekonomian negara. Seperti
pada waktu terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997, harga bahan bangunan rata-rata naik
hampir 30%. Semakin maju perindustrian negara kita, maka semua bahan bangunan dapat
diproduksi di dalam negeri. Terlebih lagi negara kita kaya dengan bahan-bahan alam yang
dapat dimanfaatkan.
3. Tenaga kerja dan Upah.
Di negara-negara maju, prosentasi upah tenaga kerja mempunyai prosentase yang sama
besarnya dengan harga bahan bangunan. Tetapi di Indonesia upah tenaga kerja masih
lebih murah. Semakin ahli tenaga kerjanya, maka semakin mahal pula upah kerjanya.
Biaya untuk membayar upah tenaga kerja berkisar antara 20% - 30% dari harga
bangunan. Kontraktor bangunan biasanya membayar upah tenaga kerja menurut
spesialisasi keahliannya. Seperti misalnya tukang batu, tukang besi, tukang kayu akan
lebih tinggi upahnya bila dibandingkan dengan tukang angkut biasa.
Ketiga komponen di atas adalah komponen-komponen yang menentukan harga bangunan
rumah tinggal. Ada komponen yang juga terdapat di dalamnya tetapi belum biasa
dipergunakan yaitu biaya disain/perancangan bangunan. Pada kota-kota besar dan proyek-
proyek berskala besar, komponen ini sudah diperhitungkan. Yaitu berkisar antara 1%-5%
dari harga bangunan. Tetapi pada proyek-proyek kecil, seperti renovasi rumah tinggal atau
bangunan rumah sederhana, biasanya biaya disain /perancangan bangunan tidak ada.
3.3.2 Nilai Rumah
Faktor lain yang harus diperhatikan adalah nilai rumah. Nilai tidak sama artinya dengan
harga rumah . Aspek-aspek yang mempengaruhi nilai suatu bangunan adalah sebagai
berikut:
1. Nilai dari kepemilikan unit bangunan.
Nilai ini selalu bertambah dari waktu ke waktu sehingga banyak orang yang melakukan
investasi uangnya dengan membeli rumah. Walaupun umur bangunan sudah tua tetapi
nilainya tetap bertambah.
2. Harga sewa bangunan.
Nilai bangunan akan terlihat dari harga sewanya. Harga sewa bangunan (apabila itu
rumah sewa) , akan terus bertambah dari waktu ke waktu.
3. Kualitas rumah.
Diukur dari fasilitas utilitas dan fisik bangunan. Pada bangunan-bangunan itu, biasanya
utilitas bangunan yang semakin menurun, sehingga perlu dilakukan renovasi untuk
memperbaiki kualitas bangunan. Tetapi ada juga bangunan rumah tinggal yang telah
berusia ratusan tahun tetapi masih terasa nyaman untuk dihuni.

3.3.3 Pasar Perumahan


Ada dua komponen utama yang menentukan pasar perumahan yaitu :
• jumlah unit rumah dan
• jumlah rumah tangga sebagai konsumen.
Yang menentukan jumlah unit rumah adalah :
• rumah yang sudah ada (eksisting )
• rumah yang baru di bangun.
Yang menentukan jumlah rumah tangga sebagai konsumen adalah :
• pendapatan setiap Rumah tangga, Prospek lokasi/daerah
• perbandingan harga hunian kontrak, sewa dan kost
• budaya 1 kk tinggal di dalam 1 unit rumah
Secara umum, pengadaan rumah di negara-negara berkembang berjalan sangat lambat,
jumlah kekurangan rumah di daerah perkotaan terutama bagi masyarakat berpenghasilan
rendah semakin bertambah besar akibat besarnya tingkat urbanisasi yang terjadi. Meskipun
pada kenyataannya perumahan yang diperlukan oleh masyarakat berpenghasilan rendah
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan golongan-golongan lain, sangat sederhana dan
biayanya sangat murah, memerlukan pemikiran dan penanganan secara khusus, karena
jumlahnya sangat banyak.
Menurut Turner, yang merujuk pada teori Maslow, terdapat kaitan antara kondisi
ekonomi seseorang dengan skala prioritas kebutuhan hidup dan prioritas kebutuhan
perumahan.3
Dalam menentukan priontas tentang rumah, seseorang atau sebuah keluarga yang
berpendapatan sangat rendah cenderung meletakkan prioritas utama pada lokasi rumah yang
berdekatan dengan tempat yang dapat memberikan kesempatan kerja.
Tanpa kesempatan kerja yang dapat menopang kebutuhan sehari-hari, sulit bagi mereka
untuk dapat mempertahankan hidupnya. Status pemilikan rumah dan lahan menempati
prioritas kedua, sedangkan bentuk maupun kualitas rumah prioritas yang terakhir. Yang
terpenting pada tahap ini adalah tersedianya rumah untuk berlindung dan istirahat dalam
upaya mempertahankan hidupnya.
Selanjutnya seiring dengan meningkatnya pendapatan, prioritas kebutuhan
perumahannya akan berubah pula. Status pemilikan rumah maupun lahan menjadi

3
Panudju, Bambang (1999), hlm. 9.
prioritas utama, karena orang atau keluarga tersebut ingin mendapatkan kejelasan tentang
status kepemilikan rumahnya. Dengan demikian, mereka yakin bahwa tidak akan digusur,
sehingga mereka dapat bekerja dengan tenang untuk menaikkan pendapatannya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bagi masyarakat berpenghasilan rendah
dan sangat rendah, faktor jarak antara lokasi rumah dengan tempat kerja menempati prioritas
nomor satu dan rumah menjadi priontas kedua sedangkan faktor bentuk dan kualitas
bangunan tetap menempati prioritas yang paling rendah.
Dapat dikatakan kriteria perumahan yang dibutuhkan oleh masyarakat berpenghasilan
rendah, yaitu sebagai berikut :
• Lokasi tidak terlalu jauh dari tempat-tempat yang dapat memberikan pekerjaan bagi
buruh-buruh kasar atau tenaga tidak terampil
• Status kepemilikan lahan dan rumah jelas, sehingga tidak ada rasa ketakutan penghuni
untuk digusur
• Bentuk dan kualitas bangunan tidak perlu terlalu baik, tetapi cukup memenuhi fungsi
dasar yang diperlukan penghuninya
• Harga atau biaya pembangunan rumah harus sesuai dengan tingkat pendapatan mereka
Pengadaan perumahan kota dalam jumlah besar bagi masyarakat berpenghasilan rendah
di negara-negara berkembang merupakan persoalan yang cukup kompleks dan menghadapi
banyak kendala. Adapun kendalu-kendala tersebut secara garis besar dapat diuraikan sebagai
berikut :
• Kendala Pembiayaan; hampir seluruh negara berkembang memiliki kemampuan
ekonomi nasional yang rendah atau sangat rendah. Sebagian besar anggaran biaya
pemerintah yang tersedia untuk pembangunan dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang
menunjang perbaikan ekonomi seperti industri, pertanian, pengadaan infrastruktur,
pendidikan, dan sebagainya. Anggaran pemerintah untuk pengadaan perumahan
menempati prioritas yang rendah, dengan jumlah kecil. Selain itu pendapatan sebagian
besar penduduk di negara-negara berkembang begitu rendah, sehingga setelah dipakai
untuk membayar makanan, pakaian, keperluan sehari-hari dan lain-lain, hanya sedikit
sekali yang tersisa untuk keperluan rumah. Sementara itu
harga rumah terus meningkat sehingga pendapatan penduduk semakin jauh di bawah
harga rumah yang termurah sekalipun.
• Kendala Ketersediaan dan Harga Lahan; lahan untuk perumahan semakin sulit didapat
dan semakin mahal, di luar jangkauan sebagian besar anggota masyarakat. Meskipun
kebutuhan lahan sangat mendesak, terutama untuk pengadaan perumahan bagi
masyarakat berpenghasilan rendah, usaha-usaha positif dari pihak pemerintah di negara-
negara berkembang untuk mengatasi masalah tersebut belum terlihat nyata. Mereka
cenderung menolak kenyataan bahwa masyarakat berpenghasilan rendah memerlukan
lahan untuk perumahan dalam kota dan mengusahakan lahan untuk kepentingan mereka.4
• Kendala Ketersediaan Prasarana untuk Perumahan; ketersediaan prasarana untuk
perumahan seperti janngan air minum, pembuangan air limbah, pembuangan sampah dan
transportasi yang merupakan persyaratan penting bagi pembangunan perumahan.
Kurangnya pengembangan prasarana,terutama jalan dan air merupakan salah satu
penyebab utama sulitnya pengadaan lahan untuk perumahan di daerah perkotaan.
• Kendala Bahan Bangunan dan Peraturan Bangunan; banyak negara berkembang belum
mampu memproduksi bahan-bahan bangunan tertentu seperti semen, paku, seng
gelombang, dan lain-lain. Barang-barang tersebut masih perlu diimpor dari luar negeri,
sehingga harganya berada di luar jangkauan sebagian besar anggota masyarakat. Selain
itu, banyak standar dan peraturan-peraturan bangunan nasional di negara-negara
berkembang yang meniru negara-negara maju seperti Inggris, Jerman, atau Amerika
Serikat yang tidak sesuai dan terlalu tinggi standarnya bagi masyarakat negara-negara
berkembang. Kedua hal tersebut menyebabkan pengadaan rumah bagi atau oleh
masyarakat berpenghasilan rendah sulit untuk dilaksanakan.

Menurut Turner, peran pemerintah perlu dibedakan antara peran Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. Peran Pemerintah Daerah sebaiknya dibatasi pada pengelolaan sumber-
sumber dana, pengelolaan penggunaan lahan, pengadaan prasarana terutama air

4
Panudju, Bambang (1999), hlm. 14.
bersih dan kegiatan-kegiatan lain pada skala kota agar masyarakat dapat benar-benar
berperan serta dalam pengadaan perumahannya.
Instrumen untuk memecahkan masalah dan segi permintaan meliputi :
• Mengembangkan hak kepemilikan
• Membentuk sistem pendanaan dengan kredit
• Merasionalkan subsidi

Sedangkan instrumen untuk memecahkan masalah dari segi pengadaan meliputi:


• Menyediakan prasarana untuk lahan perumahan
• Mengatur lahan dan pembangunan rumah
• Mengorganisir industri bangunan

Karena Pemerintah Daerah adalah tingkat pemerintah yang paling dekat dengan
masyarakat, banyak negara-negara di Asia yang mendesentralisasikan beberapa kewenangan,
terutama dalam kegiatan-kegiatan pengadaan dan pengelolaan prasarana dan pelayanan kota
kepada Pemerintah Daerah. Dengan demikian jelas bahwa berbagai kegiatan yang berkaitan
dengan pengaturan, penyediaan lahan dan prasarana untuk keperluan pengadaan perumahan
menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.

3.3.4 Perkembangan Perumahan Ditinjau Dari Ekonomi Daerah

• Pemerintah daerah bekerja sama dengan pihak


• Lembaga keuangan pemerintah / swasta
• Perlu keselarasan antar besarnya investasi yang dilakukan dan penerimaan yang
diharapkan diperoleh
• Perlu adanya keterpaduan antara perencanaan, tahapan pembangunan, rencana
investasi dan proyeksi penerimaan, dengan harapan bahwa pada tingkat awal dengan
investasi sesedikit mungkin , penerimaan dari hasil usaha telah mulai terwujud.

21

R.Lisa Suryani: Aspek-aspek yang Mempengaruhi Masalah Permukiman di Perkotaan, 2005


USU Repository2006
3.4. Aspek Sosial Budaya
Menurut Rapoport ( 1977 ) yang menekankan bahwa latar belakang budaya manusia akan
berpengaruh terhadap prilaku seseorang. Pada dasarnya kerangka pendekatan ini
menganggap perlunya memperhatikan latar belakang budaya manusia seperti pandangan
hidup, dan peran yang dipilihnya di masyarakat. Selanjutnya cara hidup dan peran yang
dipilih seseorang akan menentukan system kegiatannya. Sistem kegiatan akan menentukan
macam dan wadah bagi kegiatan tersebut
Ada tiga aspek budaya yang mempengaruhi pembangunan . Ketiga aspek itu adalah
agama, adat istiadat dan aturan.
• Agama adalah kepercayaan yang dianut manusia
• Adat istiadat adalah norma budaya yang banyak dipengaruhi oleh tradisi dan suku bangsa
manusia itu sendiri
• Aturan adalah norma - norma yang berlaku di dalam kelompok masyarakat

Budaya masyarakat modern :


• Susunan dan corak masyarakat heterogen
• Kurang ketergantungan terhadap alam sekitar
• lnteraksi sempit, cenderung untuk bersifat individualistis, egois dan kompetitif
• Kehidupan rumah tangga tertutup, mementingkan privacy
• Kecenderungan mengagungkan kebendaan dan ketergantungan pada peralatan yang
modern
• Kemampuan berfikir relatif tinggi, menggunakan rasio dan logika

22
• Cepat menerima pengaruh dari luar
• Cenderung mencari nilai-nilai baru

Daerah perkotaan merupakan titik rawan terberat dalam dislokasi sosial, seperti terbukti
dari meningkatnya kejahatan di dalamnya, beratnya masalah pencemaran lingkungan yang
dihadapi, cepatnya perubahan yang terjadi dalam pola-pola demografisnya.
Daerah perkotaan, bagaimanapun juga akan mempakan konsentrasi penduduk terbesar
dikemudian hari, bila dibandingkan dengan daerah pedesaan. Secara sosiologis dapat
dikemukakan bahwa daerah perkotaan merupakan sumber pengembangan manusia atau,
sebaliknya, sumber kemungkinan konflik sosial, yang akan merubah seluruh kehidupan
bangsa, tergantung ke arah mana pola hubungan antar-lapisan masyarakat di dalamnya akan
berkembang.
Manusia dan alam lingkungannya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Keduanya saling berinteraksi. Interaksi mana akan berpengaruh pada tingkah laku manusia.
Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik, yaitu alam sekitar baik yang alamiah maupun
yang dibuat manusia, dan lingkungan sosial budaya. Melalui interaksinya dengan ketiga
lingkungannya ini barulah seorang manusia dapat disebut sebagai manusia yang lengkap.
Di kota-kota besar, migrasi ke atau dari tempat itu berlangsung secara massuf; puluhan
ribu jiwa setiap tahun, baik yang pindah secara tetap maupun yang bersifat musiman.
Sedangkan secara internal, perpindahan dari satu ke lain bagian kota besar terjadi secara
rutin, mengikuti jalur peningkatan sosial ekonomis. Pendatang baru (atau pendatang lama
yang tidak mengalami ‘peningkatan’) akan memasuki daerah-daerah sekitar stasiun kereta
api, lapangan terbang lama, terminal bus, pelabuhan dan pasar-pasar lama, membentuk
‘daerah-daerah rakyat’ dalam bentuk perkampungan dengan bangunan berderet secara rapat
dan berpenduduk sangat padat dan pada umumnya kawasan ini semakin lama kualitasnya
akan semakin menurun.
Penurunan kualitas kehidupan di kawasan perkampungan rakyat di tengah-tengah kota,
walaupun ada proyek perbaikan kampung, juga memaksa mereka yang tidak mampu
menanggung beban ekonomis pemeliharaan tingkat kualitas yang ada, untuk

23

R.Lisa Suryani: Aspek-aspek yang Mempengaruhi Masalah Permukiman di Perkotaan, 2005


USU Repository2006
berpindah ke tempat lain, umumnya ke pinggiran kota dan membentuk kawasan ‘rumah
petak’ yang paralel pola penyebarannya dengan penyebaran lapisan-lapisan lebih mampu ke
kawasan-kawasan mewah dan menengah baru di pinggiran kota pula.
Dan uraian di atas, maka rangkaian kebijaksanaan yang diambil dalam mengatasi
berbagai permasahalan sosiologis, minimal harus meliputi hal-hal berikut :
 penetapan areal (zona) perumahan murah di kawasan-kawasan rakyat yang sudah ada,
untuk diremajakan secara berangsur-angsur dengan sarana kredit yang memadai dari
pemerintah, dengan melarang sama sekali pembuatan rumah mewah dalam areal
tersebut;
 penetapan pola pembagian kapling yang memungkinkan dibangunnya rumah inti pada
tahap pertama, untuk disusul dengan perluasan bertahap bagi masing-masing rumah di
areal perumahan murah tersebut;
 penyediaan lembaga kemasyarakatan yang mendukung pola pengembangan seperti
itu, yang secara sosial-ekonomis berfungsi prakooperatif dan kooperatif untuk
mengembangkan kesejahteraan warga areal perumahan murah itu tanpa perlu
melakukan penggusuran atas mereka yan; terdesak kedudukuannya dan terbata
kemampuannya;
 penyediaan sarana pelayanan umum yang memadai, dengan jalan menangananinya
secara pemusatan-bergiliran (rotated concentrated efforts) dalam bentuk penanganan
menyeluruh secara bergiliran dari satu ke lain areal, yang harus dilandaskan kepada
pendekatan menjauhi penyediaan sarana minimal belaka (gang sempit, got dangkal,
dan sebagainya):
 dengan memainkan senjata berupa penyediaan kredit membuat rumah murah dapat
pula diterapkan standarisasi pola pembuatan dan pemeliharaan rumah-rumah yang ada
untuk tiap areal, dan juga standarisasi sarana pelayanan umum yang diperlukan;
 untuk memungkinkan partisipasi penuh dari pihak penduiduk diperlukan pembentukan
lembaga-lembaga swadaya masyarakat di tingkat lokal yang akan mengawasi agar
pola perencanaan dan rangkaian ketentuan yang sudah diputuskan tidak sampai
menyimpang dari acuan semula.

24

R.Lisa Suryani: Aspek-aspek yang Mempengaruhi Masalah Permukiman di Perkotaan, 2005


USU Repository2006
DAFTAR PUSTAKA

Budihardjo, E. (1997) Sejumlah Masalah Pemukiman Kota, Penerbit Alumni, Bandung.


Laurens, J.M (2004) Arsitektur dan Perilaku Manusia, Penerbit PT Grasindo, Jakarta.
Panudju, B. (1999) Pengadaan Perumahan Kota Dengan Peran Serta Masyarakat
Berpenghasilan Rendah, Penerbit Alumni, Bandung.
Syahrin, A. (2003) Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan
Permukiman Berkelanjutan, Pustaka Bangsa Press.
Zahnd, M. (1999) Perancangan Kota Terpadu, Penerbit Soegidjapranata University
Press

Anda mungkin juga menyukai