Oleh :
Kelompok 6
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan
Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan yang berjudul
“Kinerja dan Penilaian Prestasi Kerja”. Selama pelaksanaan penyusunan laporan ini, penulis
mendapat banyak masukan dan bimbingan dari dosen pengampu mata kuliah Aspek Hukum
Pembangunan. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dosen Ir. Gede
Astawa Diputra, MT.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, terdapat banyak
kekurangan baik dari segi penggunaan kata dan bahasa, maupun dari isi laporan. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang telah membaca
laporan ini. Akhir kata penulis memohon maaf jika ada kesalahan dalam penyusunan laporan
ini, semoga laporan ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Penulis
ii
Daftar isi
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
pelatihan dan pengembangan karyawan yang bersangkutan. Seharusnya
penilaian kinerja tidak saja mengevaluasi kinerja karyawan, tetapi juga
mengembangkan dan memotivasi karyawan. Sebaiknya karyawan yang dinilai
harus mengetahui bidang prestasi yang dinilai, diberi kesempatan untuk menilai
dirinya sendiri, bahkan mempertemukan hasil penilaiannya itu dengan penilai.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Selain itu, penilaian kinerja diartikan pula sebagai sebuah mekanisme yang baik
untuk mengendalikankaryawan. Instrumen penilaian kinerja dapat digunakan untuk
mereview kinerja, peringkat kinerja, penilaian karyawan dan sekaligus evaluasi
karyawan sehingga dapat diketahui mana karyawan yang mampu melaksanakan
pekerjaan secara baik, efisien, efektif, dan produktif sesuai tujuan perusahaan.
3
Penilaian prestasi kerja menurut Utomo, Tri Widodo W. adalah proses untuk
mengukur prestasi kerja pegawai berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan,
dengan cara membandingkan sasaran (hasil kerjanya) dengan persyaratan deskripsi
pekerjaan yaitu standar pekerjaan yang telah ditetapkan selama periode tertentu.
Standar kerja tersebut dapat dibuat baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
4
2.2 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja mempunyai beberapa tujuan dan manfaat bagi organisasi dan
pegawai yang dinilai, yaitu:
5
2.3 Elemen Penilaian Kinerja
6
pekerjaan dan lain sebagainya. Data-data tersebut dikumpulkan dan
dianalisa apakah ada perbedaan antara standar kinerja dengan kinerja aktual.
Tantangan dalam Penilaian Kinerja
1. Rating Scales
Menilai kinerja pegawai dengan menggunakan skala untuk mengukur
faktor-faktor kinerja (performance factor). Misalnya dalam mengukur
tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai. Skala yang digunakan adalah
1 sampai 5, yaitu 1 adalah yang terburuk dan 5 adalah yang terbaik. Jika
tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai tersebut biasa saja, maka ia
diberi nilai 3 atau 4 dan begitu seterusnya untuk menilai faktor-faktor
kinerja lainnya.
2. Critical Incidents
Evaluator mencatat mengenai apa saja perilaku/pencapaian terbaik dan
terburuk (extremely good or bad behaviour) pegawai. Dalam metode ini,
penilai harus menyimpan catatan tertulis tentang tindakan-tindakan atau
prilaku kerja yang sangat positif (high favorable) dan perilaku kerja yang
sangat negatif (high unfavorable) selama periode penilaian.
3. Essay
Evaluator menulis deskripsi mengenai kekuatan dan kelemahan
karyawan, kinerjanya pada masa lalu, potensinya dan memberikan saran-
saran untuk pengembangan pekerja tersebut. Metode ini cenderung lebih
memusatkan perhatian pada perilaku ekstrim dalam tugas-tugas karyawan
daripada pekerjaan atau kinerja rutin yang mereka lakukan dari hari ke
7
hari. Penilaian seperti ini sangat tergantung kepada kemampuan menulis
seorang penilai.
4. Work standard
Metode ini membandingkan kinerja setiap karyawan dengan standar
yang telah ditetapkan sebelumnya atau dengan tingkat keluaran yang
diharapkan. Standar mencerminkan keluaran normal dari seorang pekerja
yang berprestasi rata-rata, yang bekerja pada kecepatan atau kondisi normal.
Agar standar ini dianggap objektif, para pekerja harus memahami secara
jelas bagaimana standar yang ditetapkan.
5. Ranking
Penilai menempatkan seluruh pekerja dalam satu kelompok sesuai
dengan peringkat yang disusun berdasarkan kinerja secara keseluruhan.
Contohnya, pekerja terbaik dalam satu bagian diberi peringkat paling tinggi
dan pekerja yang paling buruk prestasinya diletakkan di peringkat paling
bawah. Kesulitan terjadi bila pekerja menunjukkan prestasi yang hampir
sama atau sebanding.
6. Forced distribution
Penilai harus “memasukkan” individu dari kelompok kerja ke dalam
sejumlah kategori yang serupa dengan sebuah distribusi frekuensi normal.
Contoh para pekerja yang termasuk ke dalam 10 persen terbaik ditempatkan
ke dalam kategori tertinggi, 20 persen terbaik sesudahnya ke dalam kategori
berikutnya, 40 persen berikutnya ke dalam kategori menengah, 20 persen
sesudahnya ke dalam kategori berikutnya, dan 10 persen sisanya ke dalam
kategori terendah. Bila sebuah departemen memiliki pekerja yang
semuanya berprestasi istimewa, atasan “dipaksa” untuk memutuskan siapa
yang harus dimasukan ke dalam kategori yang lebih rendah.
7. Behaviourally Anchored Rating Scales (BARS)
Evaluator menilai pegawai berdasarkan beberapa jenis perilaku kerja
yang mencerminkan dimensi kinerja dan membuat skalanya. Misalnya
penilaian pelayanan pelanggan. Bila pegawai bagian pelayanan pelanggan
tidak menerima tip dari pelanggan, ia diberi skala 4 yang berarti kinerja
lumayan. Bila pegawai itu membantu pelanggan yang kesulitan atau
8
kebingungan, ia diberi skala 7 yang berarti kinerjanya memuaskan, dan
seterusnya. Metode ini mendeskripsikan perilaku yang diharapkan sesuai
dengan tingkat kinerja yang diharapkan.
1. Kurangnya objektivitas
Salah satu kelemahan metode penilain kinerja tradisional adalah
kurangnya objektivitas. Dalam metode rating scale, misalnya, faktor-faktor
yang lazim digunakan seperti sikap, loyalitas dan kepribadian adalah faktor-
faktor yang sulit diukur. Penggunaan faktor-faktor yang terkait dengan
pekerjaan (job related factors) dapat meningkatkan objektivitas.
2. Bias “Hallo error”
Bias “Hallo error” terjadi bila penilai mempersepsikan satu faktor
sebagai kriteria yang paling penting dan memberikan penilaian umum baik
atau buruk berdasarkan faktor tunggal ini.
3. Terlalu “longggar” / terlalu “ketat”
Penilai terlalu “longggar” (leniency) kecenderungan memberi nilai
tinggi kepada yang tidak berhak, penilai memberi nilai lebih tinggi dari
seharusnya. Penilai terlalu “ketat” (strictness) terlalu kritis atas kinerja
seorang pekerja (terlalu “ketat” dalam memberikan nilai). Penilaian yang
terlalu ketat biasanya terjadi bila manajer tidak mempunyai definisi atau
batasan yang akurat tentang berbagai faktor penilaian.
4. Kecenderungan memberikan nilai tengah
Kecenderungan memberi nilai tengah (Central tendency), terjadi bila
pekerja di beri nilai rata-rata secara tidak tepat atau di tengah-tengah skala
penilaian, Biasanya, penilai memberi nilai tengah karena ingin menghindari
kontroversi atau kritik.
5. Bias perilaku terbaru
Bias perilaku terbaru (recent behavior bias) , perilaku atau kinerja yang
paling akhir akan lebih mudah diingat daripada perilaku yang telah lama.
Penilai cenderung lebih banyak menilai kinerja yang tampak menjelang atau
9
pada saat proses penilaian dilakukan. Seharusnya penilaian kinerja
mencakup periode waktu tertentu.
6. Bias pribadi (stereotype)
Penyelia yang melakukan penilaian bisa saja memiliki bias yang
berkaiatan dengan karakteristik pribadi pekerja seperti suku, agama, gender
atau usia. Meskipun ada peraturan atau undang-undang yang melindugi
pekerja, diskriminasi tetap menjadi masalah dalam penilain kinerja.
Penilai sering tidak berhasil untuk meredam emosi dalam menilai prestasi kinerja
karyawan, hal ini menyebabkan penilaian menjadi bias. Bias adalah distorsi
pengukuran yang tidak akurat. Berbagai bentuk bias yang umum terjadi adalah :
1. Kendala hukum/legal
Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi tidak sah atau tidak legal.
Apapun format penilaian kinerja yang digunakan oleh departemen SDM
harus sah dan dapat dipercaya. Jika hal tersebu tidak dipenuhi, keputusan
penempatan mungkin ditentang sebab melanggar hukum ketenagakerjaan
atau hukum lainnya. Setiap terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan
yang berdamapak pada aspek hukum dapat berakibat negatif bagi
perusahaan, sehingga kemungkinan banyak karyawan melakukan
penuntutan perkara terkait dengan hasil penilaian kinerja.
2. Bisa oleh penilai
Bentuk-bentuk penilai yang umumnya terjadi adalah :
a. Hallo effect, terjadi ketika pendapat pribadi penilai mempengaruhi
pengukuran kinerja baik dalam arti positif maupun negatif. Sebagai
contoh seorang penilai bisa saja secara pribadi tidak menyenangi
karyawan tertentu, terlepas dari faktor-faktor penyebab
ketidaksenangannya itu. Dalam hal demikian, kecendrungan penilai
adalah memberikan penilaian negatif terhadap orang yang tidak
disenanginya itu, padahal sebenarnya apabila dinilai secara objektif,
karyawan yang dinilai seharusnya memperoleh penilaian positif.
Sebaliknya juga tidak mustahil terjadi seorang bawahan yang secara
10
pribadi disenangi oleh penilai memperoleh penilaian positif meskipun
sesungguhnya prestasi kerjanya rendah.
b. Kesalahan kecendrungan terpusat. Beberapa penilai tidak suka
menempatkan karyawan ke posisi ekstrim dalam arti ada karyawan yang
dinilai sangat positif atau sangat negatif. Penilaian sering dihidari karena
penilai harus menjelaskan kepada departemen SDM mengenai alasan
dari penilaian tersebut. Dapat dipastikan bahwa penilaian demikian
sangat tidak objektif karena yang berprestasi tinggi akan meras
diperlakukan tidak adil dan dirugikan, sedangkan yang berprestasi
rendah memperoleh penghargaan yang tidak wajar.
c. Penilai karena terlalu lunak dan terlalu keras, terjadi ketika penilai
cendrung begitu mudah dalam mengevaluasi kinerja karyawan. Penilai
melihat semua kinerja karyawannya bagus dan menilai dengan baik.
d. Penilai karena penyimpangan lintas budaya. Setiap penilai mempunyai
harapan tentang tingkah laku manusia yang didasarkan pada kulturnya.
Ketika seorang penilai diharuskan untuk menilai dari karyawan yang
berbeda kulturnya, mereka mungkin menerapkan budayanya terhadap
karyawan tersebut.
e. Prasangka pribadi, sikap tidak suka seorang penilai terhadap
sekelompok orang tertentu dapat mengaburkan hasil penilaian seorang
karyawan. Prasangka akan mengabaikan penilaian efektif dan dapat
melanggar hukum anti diskriminasi.
f. Pengaruh kesan terakhir. Ketika penilai diharuskan menilai kinerja
karyawan pada masa lampau, kadang-kadang penilai mempersepsikan
dengan tindakan karyawan pada saat ini yang sebetulnya tidak
berhubungan dengan kinerja masa lampau. Jadi kinerja karyawan dinilai
berdasarkan penampilan karyawan saat sekarang yang masih diingat
oleh penilai.
3. Mengurangi bias penilaian
Bias penilaian dapat dikurangi melalui standar penilaian dinyatakan secara
jelas, pelatihan, umpan balik, dan pemilihan teknik penilaian kinerja yang
sesuai. Pelatihan untuk penilai perlu melibatkan tiga hal berikut :
11
a. Penyimpangan dan penyebab mereka harus diterangkan.
b. Peran penilaian kinerja dalam pengambilan keputiusan terhadap
karyawan harus diterangkan untuk menjaga kenetralan dan objektivitas.
c. Dengan bantuan departemen SDM menemukan dan menggunakan tehnik
penilaian yang dipandang paling tepat, baik yang berorientasi pada
prestasi kerja di masa lalu maupun yang ditujukan kepada perusahaan di
masa datang.
1. Standar kinerja
Sistem penilaian memerlukan standar kinerja yang mencerminkan seberapa
jauh keberhasilan sebuah pekerjaan telah dicapai. Agar efektif standar perlu
berhubungan dengan hasil yang diinginkan dari tiap pekerjaan. Idealnya
penilaian setiap kinerja karyawan harus didasarkan pada kinerja nyata dari
unsur yang kritis yang diidentifikasi melalui analisis pekerjaan.
2. Ukuran kinerja
Evaluasi kinerja juga memerlukan ukuran/standar kinerja yang dapat
diandalkan yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja. Agar terjadi
penilaian yang kritis dalam menentukan kinerja, ukuran yang handal juga
hendaknya dapat dibandingkan dengan cara lain dengan standar yang sama
untuk mencapai kesimpulan sama tentang kinerja sehingga dapat menambah
reabilitas sistem penilaian. Sistem penilaian prestasi kinerja yang baik sangat
tergantung pada persiapan yang benar-benar baik dan memenuhi sayarat-
syarat sbb :
Praktis. Keterkaitan langsung dengan pekerjaan seseorang adalah bahwa
penilaian ditujukan pada perilaku dan sikap yang menentukan
keberhasilan menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu.
12
Kejelasan standar. Standar adalah merupakan tolak ukur seorang dalam
melaksanakan pekerjaannya.
Kriteria yang objektif. Kriteria yang dimaksud adalah berupa ukuran-
ukuran yang memenuhi persyarata seperti mudah digunakan, handal, dan
memberikan informasi tentang prilaku kritikal yang menentukan
keberhasilan dalam melaksanakan pekerjaan. Syarat-syarat yang harus
dipenuhi :
1. Reliability, ukuran kinerja harus konsisten.
2. Relevance, ukuran kinerja harus dihubungkan dengan output riil dari
suatu kegiatan yang secara logika itu mungkin.
3. Sensitivity, bebrapa ukuran harus mampu mencerminkan perbedaan
antara penampilan nilai tinggi dan rendah.
4. Practicuality, kriteria harus dapat diukur dan kekuranagn
pengumpulan data tidak terlalu menggangu atau tidak in-efisien.
13
5. Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan : sama seperti kelompok staf,
namun melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau departemen
SDM yang bertindak sebagai peninjau yang independen.
Membawa satu pikiran yang tetap ke dalam satu penilaian lintas sektor
yang besar.
6. Penilaian oleh bawahan dan sejawat.
Mungkin terlalu subjektif.
Mungkin digunakan sebagai tambahan pada metode penilaian yang lain.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penilaian prestasi kerja merupakan suatu hal yang sangat penting untuk
dilakukan dalam suatu perusahaan, hal ini selain untuk dapat digunakan sebagai
perbaikan kinerja juga masih banyak kegunaan lainnya yang didapatkan dari
penilaian kinerja tersebut diantaranya : posisi tawar, perbaikan kinerja,
penyesuaian kompensasi, keputusan penempatan, pelatihan dan
pengembangan, perencanaan dan pengembangan karier, evaluasi proses
staffing, definisi proses penempatan karyawan, ketidakakuratan informasi,
kesalahan dalam merancang pekerjaan, kesempatan kerja yang adil, mengatasi
tantangan-tantangan eksternal, elemen-elemen pokok sisitem penilaian kinerja
dan umpan balik ke SDM, hal ini tentunya akan dapat dicapai apabila dengan
menggunakan berbagai metode dalam penilaian prestasi kerja dinataranya :
(1) metode penilaian yang beroreientasi pada masa lalu dan (2)metode penilaian
yang berorientasi pada masa depan. Namun dalam penggunaan metode-metode
ini tentunya terdapat banyak sekali faktor-faktor yang dapat menghambat dalam
penilaian prestasi kerja seperti : (1) kendala hukum, (2) bias oleh penilai dan (3)
mengurangi bias penilaian. Sehingga dalam menentukan metode yang akan
diterapkan dalam penilaian prestasi kerja karyawan perlu untuk dilakukannya
pertimbangan yang sangat matang untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
15
DAFTAR PUSTAKA
Hasibuan, Melayu. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara
Sutrisno, Edy. 2009.Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
16