KELOMPOK 8
Indah Ramadhanty 44116010072
Putu Candra Guna 44117010020
Muhammad Falyan Juril 44117010053
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Analisis Tema Fantasi ini hingga selesai.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dari berbagai sumber yang
mempermudah dan memperlancar penyusunan dengan harapan dapat merangkum
pengetahuan dan memberikan manfaat maupun inspirasi kepada pembaca.
Tim Penulis
Kelompok 8
2|Page
Daftar isi
BAB I
BAB II
Pembahasan
1.1 Sejarah teori konvergensi ........................................................................ 5
1.2 Pengaruh dan konsep dasar teori konvergensi simbolik ......................... 6
A. Fantasy theme ( Tema fantasi) ........................................................... 7
B. Fantasy type ( Tipe fantasi ) ............................................................... 9
C. Rhetorical visions ( Visi retoris ) ..................................................... 10
1.3 Asumsi dasar teori konvergensi ............................................................ 11
1.4 Tujuan dan fungsi teori konvergensi simbolik ...................................... 12
1.5 Aplikasi teori konvergensi simbolik dalam kehidupan sehari-hari ....... 12
A. Dalam bidang seni ............................................................................ 13
B. Dalam bidang politik ........................................................................ 13
C. Dalam bidang pendidikan ................................................................. 13
1.6 Perspektif paradigma teori konvergensi simbolik menurut Little jhon,
Mulyana, Ghiffin, Tradisi komunikasi dan metode penelitian ..................... 14
A. Perspektif Little Jhon........................................................................ 15
B. Perspektif Mulyana........................................................................... 15
C. Perspektif Ghriffin ............................................................................ 15
BAB III
Kesimpulan ...................................................................................................... 17
Daftar pustaka ................................................................................................. 18
3|Page
BAB I
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
4|Page
BAB II
PEMBAHASAN
Robert Bales pada tahun 1950-an tentang komunikasi dalam suatu kelompok kecil.
dalam proses penelitian tersebut Bales menemukan kenyataan yang menarik dimana
adanya kecenderungan dari anggota kelompok menjadi dramatis dan berbagi cerita,
tindakan retoris masyarakat dalam skala yang lebih luas dari sekedar proses
Borman inilah yang pada akhirnya memunculkan teori konvergensi simbolik. Teori
ini pertama kali disampaikan oleh Ernest Bormann dalam tulisannya yang berjudul
“Fantasies and Rethorical Vision: The Rethorical Critism of Social Reality” yang
diterbitkan dalam Quarterly Journal of Speech 1972. Borman juga menulis banyak
5|Page
Theme Analysis (FTA) yang berfokus pada kohesivitas dan budaya kelompok,
kampanye politik. Tulisan Borman yang secara khusus membahas SCT adalah
kelompok yang menghasilkan hadirnya makna, motif dan juga persamaan bersama.
semacam makna, motif untuk bertindak bagi orang-orang dalam kelompok tersebut.
Menurut Ernest Brooman kata lain untuk proses konvergensi simbolik adalah
tema fantasi. Tema fantasi adalah pesan yang didramatisi seperti permainan kata-kata,
individu akan saling berbagi fantasi karena kesamaan pengalaman atau karena orang
individu ini dapat berasal dari orang-orang yang sudah lama saling mengenal dan
berinteraksi ataupun bisa juga dari orang-orang yang baru saling kenal, lalu saling
konvergensi simbolik.
6|Page
Bormann (1985, dikutip dalam Suryadi:2010) menyatakan bahwa SCT
merupakan homo narrans, yaitu makhluk yang saling bertukar cerita atau narasi
(Zeep,2003, Venus, 2007, dikutip dalam Suryadi, 2010) menjelaskan bahwa Homo
Teori ini menjelaskan bahwa solidaritas dan kohesifitas kelompok dapat tercapai
melalui kecakapan bersama dalam membaca dan menafsirkan berbagai macam tanda,
kode, dan teks budaya yang dapat mengarahkan pada terbentuknya realitas bersama
(shared reality).1
Bormann (Hirokawa dan Pole, 1986 dalam venus, 2007, dalam Suryadi,2010)
menyatakan bahwa SCT merupakan teori umum (general theory) yang membahas
berimplikasi pada hadirnnya makna, motif, dan perasaan bersama. Suryadi (2010)
1
Bormann E. G., 1975, Discussion and Group Methods (2nd ed.), Harper & Row, New York.
2
1986, Symbolic Convergence Theory and Communication in Group Deci- sionmaking, Newbury
Park, Sage, CA.
7|Page
Dalam teori ini, Borman (1990, dalam Suryadi, 2010) mengartikan istilah
konvergensi (convergence) sebagai suatu cara dimana dunia simbolik pribadi dari dua
atau lebih individu saling bertemu, saling mendekati satu sama lain, atau kemudian
manusia untuk untuk menafsirkan dan memaknai berbagai lambang, tanda, kejadian
yang sedang dialami, atau tindakan yang dilakukan manusia (Bormann,1986, dalam
Suryadi, 2010). Berkaitan dengan hal tersebut, Bormann juga menyatakan bahwa
manusia adalah symbol users yang berarti manusia menggunakan simbol dalam
meeting of mind (Infante, et.al., 1993, dalam Suryadi, 2010) dimana orang-orang
mulai bergerak kearah penggunaan sistem simbol yang sama. Rasa saling pengertian
yang terjadi di dalam kelompok akan menjadi dasar terciptanya kesadaran bersama,
2010).3
sebagai metode untuk mengaplikasikan teori ini. Konsep “fantasi” dijadikan sebagai
kata kunci dalam teori ini. Ada beberapa istilah yang perlu dipahami untuk
8|Page
Borman (dalam Suryadi, 2010) megartikan tema fantasi sebagai sebagai isi
Miller (2002 dalam Suryadi, 2010) menjelaskan tema fantasi sebagai dramatisasi
pesan yang berupa lelucon, analogi, permainan kata, cerita, dan sebagainya yang
Dramatisasi pesan tidak terjadi dalam konteks tugas atau pekerjaan yang
tengah dihadapi atau peristiwa yang berorientasi pada “saat ini dan di sini”.
luar kelompok atau membicarakan peristiwa yang sama yang dialami anggota
kelompok pada masa lalu. Dramatisasi pesan juga terjadi ketika anggota kelompok
Bormann mengartikan tipe fantasi sebagi tema-tema fantasi yang berulang dan
dibicarakan pada situasi yang lain, dengan karakter yang lain, dan latar belakang yang
lain, namun dalam alur cerita yang sama. Jika kerangka narasi sama, tetapi tokoh,
karakter, atau settingnya berbeda, maka tema tersebut dapat dikelompokkan dalam
satu jenis fantasi yang sama. Sedangkan, jika terdapat beberapa tema fantasi atau
Menurut Trenholm (1986 dalam Venus, 2007 dalam Suryadi, 2010), tipe
fantasi adalah kerangka narasi yang bersifat umum yang terkait dengan pertanyaan
atau masalah tertentu. Mereka yang telah berinteraksi lama akan mengembangkan
9|Page
semacam symbolic cue atau petunjuk simbolis yang biasanya telah dipahami bersama
oleh suatu anggota kelompok yang pada akhirnya akan menjadi inside joke di dalam
kelompok tersebut.
Bormann mengartikan tipe fantasi sebagi tema-tema fantasi yang berulang dan
dibicarakan pada situasi yang lain, dengan karakter yang lain, dan latar belakang yang
lain, namun dalam alur cerita yang sama. Jika kerangka narasi sama, tetapi tokoh,
karakter, atau settingnya berbeda, maka tema tersebut dapat dikelompokkan dalam
satu jenis fantasi yang sama. Sedangkan, jika terdapat beberapa tema fantasi atau
Menurut Trenholm (1986 dalam Venus, 2007 dalam Suryadi, 2010), tipe
fantasi adalah kerangka narasi yang bersifat umum yang terkait dengan pertanyaan
atau masalah tertentu. Mereka yang telah berinteraksi lama akan mengembangkan
semacam symbolic cue atau petunjuk simbolis yang biasanya telah dipahami bersama
oleh suatu anggota kelompok yang pada akhirnya akan menjadi inside joke di dalam
kelompok tersebut.
Tema-tema fantasi yang telah berkembang dan melebar keluar dari kelompok
yang mengembangkan fantasi tersebut pada awalnya akan berkembang menjadi visi
10 | P a g e
retosis. Perkembangan fantasi tersebut akan menjadi fantasi masyarakat luas dan
Dalam setiap analisis fantasi atau visi retoris yang lebih luas, selalu terdapat
empat elemen pokok, yaitu: (1) tokoh-tokoh yang terlibat (dramatic personae atau
character); (2) Alur cerita (plot line); (3) latar (scene); dan (4) agen penentu
tiga aspek utama yang membentuk teori SCT, yaitu: (1) penemuan dan penataan
kesadaran kelompok muncul, berlanjut, menurun, dan pada akhirnya menghilang, (3)
berbagi fantasi.
Selain tiga aspek utama tersebut, Borman juga menyebutkan dua asumsi
pokok yang mendasari teori SCT. Pertama adalah realitas diciptakan melalui
11 | P a g e
melalui pengaitan kata-kata yang digunakan dengan pengalaman hidup atau
pengetahuam yang diperoleh. Kedua adalah makna individual terhadap simbol dapat
menurut teori ini dipandang sebagai susunan narasi atau cerita yang menerangkan
epistemologis teori SCT, yaitu: (1) makna, emosi dan motif bertindak ada pada isi
pesan yang dinyatakan dengan jelas, (2) realitas diciptakan secara simbolik, (3) rantai
fantasi menciptakan konvergensi simbolik dalam bentuk dramatistik, (4) analisis tema
fantasi adalah metode pokok dalam menangkap realitas simbolik, (5) tema fantasi
dapat terjadi dalam berbagai wacana yang dikembangkan, dan (6) terdapat tiga visi
Tujuan dari teori SCT ini adalah berusaha menerangkan bagaimana orang–
orang secara kolektif membangun kesadaran simbolik bersama melalui suatu proses
kemudian menyediakan semacam makna, emosi dan motif untuk bertindak bagi
12 | P a g e
Adapun fungsi dari teori SCT ini adalah untuk mengurangi ketegangan di
terlibat di dalam suatu kelompok, dan menbentuk rantai fantasi yang kohesif.
antarpribadi, kelompok, organisasi, publik, maupun massa. Sementara jika dilihat dari
Karya sastra, musik, dan film mampu menciptakan tama fantasi yang dapat
membuai para peminatnya dan menciptakan fantasi pada para pemirsa, pendengar,
dan pembaca.
fantasi yang kemudian menjadi visi retoris seperti “sesuatu” “cetar membahana” atau
“bye”.
13 | P a g e
Dalam bidang politik, misalnya menjelang pemilihan presiden Indonesia
retoris di masyarakat luas sepeti “garuda merah”, “aku rapopo”, “macan asia”, “salam
Ketika guru sedang mengajar di kelas, guru akan memberikan lelucon atau
tema fantasi untuk mencairkan suasana kelas. Lelucon atau tema fantasi yang
diberikan oleh guru secara terus menerus akan membentuk rantai fantasi di dalam
Little Jhon mengelompokkan teori menjadi dua, yaitu: teori umum (general
theory) dan teori kontekstual (contextual theory). Teori umum terdiri dari teori-teori:
14 | P a g e
kritis dan interpretif. Sedangkan teori kontekstual terdiri dari teori-teori: komunikasi
Teori SCT ini menurut perspektif paradigmanya Little Jhon dalam kelompok
teori umum termasuk kedalam teori fungsional dan struktural, serta konvensional dan
Pada saat interaksi berlangsung dalam suatu kelompok, orang-orang dalam kelompok
tersebut secara kolektif membangun kesadaran simbolik bersama melalui suatu proses
yang ada didalam suatu kelompok yang sudah saling mengenal sehingga terciptalah
realitas simbolik bersama, realitas tersebut disebarkan lagi oleh seseorang ke dalam
suatu kelompok lain sehingga konvergensi dapat muncul bukan hanya dalam
kelompok kecil yang sudah saling mengenal, tetapi juga dapat terjadi dalam
kelompok yang lebih besar. Tema-tema fantasi yang sudah membentuk realitas
media massa.
b. Perspektif Mulyana
5
Littlejohn, Stphen W, dan Foss A. Keren, 2006(a), Theories of Human Communication, Wadsworth,
Belmont.
15 | P a g e
Menurut Mulyana SCT dapat masuk kedalam perspektif paradigma objektif
c. Perspektif Griffin
1 2 3 4 5
*
Symbolic Convergence Theory
Menurut Griffin teori SCT ini masuk kedalam ranah abu-abu, yaitu nomor 3
diantara objektif dan subjektif. Hal ini sama dengan perspektif Mulyana.
6
Mulyana, Deddy & Solatun, 2007, Metode Penelitian Komunikasi (Contoh-Contoh Penelitian
Kualitatif dengan Pendekatan Praktis), Rosdakarya, Bandung.
16 | P a g e
BAB III
KESIMPULAN
Konvergensi terjadi selau antara dua orang atau lebih. Model tersebut
fantasi (fantasy theme analysis) dapat digunakan untuk membedah konstruksi makna
dalam tataran interpersonal, kelompok, organisasi, dan media massa. Bahkan analisis
tema fantasi juga dapat dipadukan dengan teori lain sebagai bagian dari metodologi.
Teori konvergensi simbolis menjadi teori utama dalam penelitian ini dengan
didukung oleh teori akomodasi komunikasi untuk menjelaskan relasi dalam tataran
perilaku.
17 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Mulyana, Deddy & Solatun, 2007, Metode
Bormann E. G., 1975, Discussion and Group Methods (2nd ed.), Harper & Row, New
York.
18 | P a g e