Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS TEMA FANTASI

KELOMPOK 8
Indah Ramadhanty 44116010072
Putu Candra Guna 44117010020
Muhammad Falyan Juril 44117010053

PROGRAM STUDI BROADCASTING


FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2019
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Analisis Tema Fantasi ini hingga selesai.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dari berbagai sumber yang
mempermudah dan memperlancar penyusunan dengan harapan dapat merangkum
pengetahuan dan memberikan manfaat maupun inspirasi kepada pembaca.

Karena keterbatasan pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan


dalam makalah ini, dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa, untuk itu kami
berharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.

Jakarta, 14 Oktober 2019

Tim Penulis
Kelompok 8

2|Page
Daftar isi
BAB I

A. Latar belakang masalah ........................................................................... 4


B. Rumusan masalah.................................................................................... 4
C. Tujuan ..................................................................................................... 4

BAB II
Pembahasan
1.1 Sejarah teori konvergensi ........................................................................ 5
1.2 Pengaruh dan konsep dasar teori konvergensi simbolik ......................... 6
A. Fantasy theme ( Tema fantasi) ........................................................... 7
B. Fantasy type ( Tipe fantasi ) ............................................................... 9
C. Rhetorical visions ( Visi retoris ) ..................................................... 10
1.3 Asumsi dasar teori konvergensi ............................................................ 11
1.4 Tujuan dan fungsi teori konvergensi simbolik ...................................... 12
1.5 Aplikasi teori konvergensi simbolik dalam kehidupan sehari-hari ....... 12
A. Dalam bidang seni ............................................................................ 13
B. Dalam bidang politik ........................................................................ 13
C. Dalam bidang pendidikan ................................................................. 13
1.6 Perspektif paradigma teori konvergensi simbolik menurut Little jhon,
Mulyana, Ghiffin, Tradisi komunikasi dan metode penelitian ..................... 14
A. Perspektif Little Jhon........................................................................ 15
B. Perspektif Mulyana........................................................................... 15
C. Perspektif Ghriffin ............................................................................ 15
BAB III
Kesimpulan ...................................................................................................... 17
Daftar pustaka ................................................................................................. 18

3|Page
BAB I
A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan pemahaman konvergensi simbolik di atas, Cragan dan Shields


(1981:200- 201) mengidentifikasi empat konsep dasar dari teori sosial konvergensi
ini yang meliputi; (1) Tema Fantasi (Fantasy Theme): Tema fantasi adalah istilah
utama dalam teori konvergensi sosial. Tema fantasi bertindak sebagai distributor dari
isyarat simbolik (symbolic cue), tipe fantasi, dan saga; (2) Isyarat simbolik (Symbolik
Cue)þ: isyarat simbolik dibuat dari kode, kata, frase, slogan, bahkan tanda-tanda
nonverbal atau gerak tubuh; (3) Tipe Fantasi (Fantasy Type):Tipe fantasi adalah
pengulang tema fantasi; (4) Saga: saga adalah ungkapan-ungkapan yang sering
diceritakan

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah sebagai berikut:


1. Apakah pengertian dan konsep dari teori konvergensi simbolik?
2. Bagaimana sejarah dari teori konvergensi simbolik?
3. Apakah Asumsi dasar dari teori konvergensi simbolik?
4. Tujuan dan fungsi dari teori konvergensi simbolik?
5. Apakah pengertian fantasi?
6. Bagaimana aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari?
7. Bagaimana perspektif paradigma teori konvergensi simbolik menurut Little
Jhon, Mulyana, Griffin, Tradisi Komunikasi, dan Metode penelitian yang
digunakan?

C. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memahami teori

konvergensi simbolik, aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.

4|Page
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Sejarah teori konvergensi simbolik

Teori konvergensi simbolik (symbolic convergence theory) diilhami dari riset

Robert Bales pada tahun 1950-an tentang komunikasi dalam suatu kelompok kecil.

Awalnya penelitian tersebut fokos terhadap prilaku anggota kelompok, namun di

dalam proses penelitian tersebut Bales menemukan kenyataan yang menarik dimana

adanya kecenderungan dari anggota kelompok menjadi dramatis dan berbagi cerita,

ketiga kelompok tersebut mengalami ketegangan. Robet Bales kemudian menyebut

fenomena tersebut dengan istilah Fantasy Theme.

Ernest Borman meminjam gagasan tersebut untuk direplikasi ke dalam

tindakan retoris masyarakat dalam skala yang lebih luas dari sekedar proses

komunikasi kelompok kecil. Borman mengembangkan teori tersebut dengan

kelompok mahasiswa dari Universitas Minnesota (1960-1970). Penelitian-penelitian

Borman inilah yang pada akhirnya memunculkan teori konvergensi simbolik. Teori

ini pertama kali disampaikan oleh Ernest Bormann dalam tulisannya yang berjudul

“Fantasies and Rethorical Vision: The Rethorical Critism of Social Reality” yang

diterbitkan dalam Quarterly Journal of Speech 1972. Borman juga menulis banyak

artikel dan melakukan banyak penelitian yang menggunakan Symbolic Convergence

Theory (SCT) sebagai landasan teorinya dengan menggunakan metode Fantasy

5|Page
Theme Analysis (FTA) yang berfokus pada kohesivitas dan budaya kelompok,

pengambilan keputusan dalam kelompok, penyanderaan, kartun politik hingga

kampanye politik. Tulisan Borman yang secara khusus membahas SCT adalah

“Symbolic Convergence Theory: A Communication Formulation”, yang dimuat di

dalam journal of communication pada tahun 1985.

1.2 Pengertian dan Konsep Dasar Teori Konvergensi Simbolik

Teori konvergensi simbolik dipelopori oleh Ernest Brooman, teori ini

menjelaskan tentang proses pertukaran pesan yang menimbulkan kesadaran

kelompok yang menghasilkan hadirnya makna, motif dan juga persamaan bersama.

Kesadaran kelompok yang terbangun dalam suatu kelompok dapat membangun

semacam makna, motif untuk bertindak bagi orang-orang dalam kelompok tersebut.

Menurut Ernest Brooman kata lain untuk proses konvergensi simbolik adalah

tema fantasi. Tema fantasi adalah pesan yang didramatisi seperti permainan kata-kata,

cerita,analogi, dan pidato yang menghidupkan interaksi dalam kelompok. Setiap

individu akan saling berbagi fantasi karena kesamaan pengalaman atau karena orang

yang mendramatisi pesan memiliki kemampuan retoris yang baik. Sekumpulan

individu ini dapat berasal dari orang-orang yang sudah lama saling mengenal dan

berinteraksi ataupun bisa juga dari orang-orang yang baru saling kenal, lalu saling

berinteraksi dan bertukar pengalaman yang sama sehingga menimbulkan proses

konvergensi simbolik.

6|Page
Bormann (1985, dikutip dalam Suryadi:2010) menyatakan bahwa SCT

dibangun dalam kerangka paradigma naratif yang meyakini bahwa manusia

merupakan homo narrans, yaitu makhluk yang saling bertukar cerita atau narasi

untuk menggambarkan pengalaman hidup dan realitas sosialnya. Vasquez

(Zeep,2003, Venus, 2007, dikutip dalam Suryadi, 2010) menjelaskan bahwa Homo

Narrans berprinsip dasar bahwa manusia merupakan “social Storyteller” yang

berbagi fantasi, membentuk kesadaran kelompok , dan menciptakan realitas sosial.

Teori ini menjelaskan bahwa solidaritas dan kohesifitas kelompok dapat tercapai

melalui kecakapan bersama dalam membaca dan menafsirkan berbagai macam tanda,

kode, dan teks budaya yang dapat mengarahkan pada terbentuknya realitas bersama

(shared reality).1

Bormann (Hirokawa dan Pole, 1986 dalam venus, 2007, dalam Suryadi,2010)

menyatakan bahwa SCT merupakan teori umum (general theory) yang membahas

fenomena pertukaran pesan yang akan memunculkan kesadaran kelompok hingga

berimplikasi pada hadirnnya makna, motif, dan perasaan bersama. Suryadi (2010)

menyimpulkan bahwa teori ini menjelaskan bagaimana orang-orang secara kolektif

membangun kesadaran simbolik bersama melalui pertukaran pesan.2

1
Bormann E. G., 1975, Discussion and Group Methods (2nd ed.), Harper & Row, New York.

2
1986, Symbolic Convergence Theory and Communication in Group Deci- sionmaking, Newbury
Park, Sage, CA.

7|Page
Dalam teori ini, Borman (1990, dalam Suryadi, 2010) mengartikan istilah

konvergensi (convergence) sebagai suatu cara dimana dunia simbolik pribadi dari dua

atau lebih individu saling bertemu, saling mendekati satu sama lain, atau kemudian

saling berhimpitan. Sedangkan istilah simbolik itu terkait dengan kecenderungan

manusia untuk untuk menafsirkan dan memaknai berbagai lambang, tanda, kejadian

yang sedang dialami, atau tindakan yang dilakukan manusia (Bormann,1986, dalam

Suryadi, 2010). Berkaitan dengan hal tersebut, Bormann juga menyatakan bahwa

manusia adalah symbol users yang berarti manusia menggunakan simbol dalam

komunikasi secara umum maupun dalam bercerita.

Pada saat kelompok berbagi simbol bersama akan mengakibatkan terjadinya

meeting of mind (Infante, et.al., 1993, dalam Suryadi, 2010) dimana orang-orang

mulai bergerak kearah penggunaan sistem simbol yang sama. Rasa saling pengertian

yang terjadi di dalam kelompok akan menjadi dasar terciptanya kesadaran bersama,

kesamaan pikiran, perasaan tentang hal-hal yang sedang diperbincangkan (Suryadi,

2010).3

Bormann (dalam Suryadi,2010) menggunakan Fantasy Theme Analysis (FTA)

sebagai metode untuk mengaplikasikan teori ini. Konsep “fantasi” dijadikan sebagai

kata kunci dalam teori ini. Ada beberapa istilah yang perlu dipahami untuk

memahami teori ini, yaitu:

A. Fantasy Theme (Tema Fantasi)

3 (Infante, et.al., 1993, dalam Suryadi, 2010)

8|Page
Borman (dalam Suryadi, 2010) megartikan tema fantasi sebagai sebagai isi

pesan yang di dramatisasi hingga menciptakan rantai fantasi. Sedangkan menurut

Miller (2002 dalam Suryadi, 2010) menjelaskan tema fantasi sebagai dramatisasi

pesan yang berupa lelucon, analogi, permainan kata, cerita, dan sebagainya yang

memompa semangat beinteraksi.

Dramatisasi pesan tidak terjadi dalam konteks tugas atau pekerjaan yang

tengah dihadapi atau peristiwa yang berorientasi pada “saat ini dan di sini”.

Dramatisasi pesan terjadi bila kelompok memperbincangkan peristiwa yang terjadi di

luar kelompok atau membicarakan peristiwa yang sama yang dialami anggota

kelompok pada masa lalu. Dramatisasi pesan juga terjadi ketika anggota kelompok

berbicara tentang hal-hal yang terkait dengan masa depan (Suryadi,2010).

B. Fantasy Type (Tipe Fantasi)

Bormann mengartikan tipe fantasi sebagi tema-tema fantasi yang berulang dan

dibicarakan pada situasi yang lain, dengan karakter yang lain, dan latar belakang yang

lain, namun dalam alur cerita yang sama. Jika kerangka narasi sama, tetapi tokoh,

karakter, atau settingnya berbeda, maka tema tersebut dapat dikelompokkan dalam

satu jenis fantasi yang sama. Sedangkan, jika terdapat beberapa tema fantasi atau

kerangka narasi yang berbeda, maka terdapat beberapa tipe fantasi.

Menurut Trenholm (1986 dalam Venus, 2007 dalam Suryadi, 2010), tipe

fantasi adalah kerangka narasi yang bersifat umum yang terkait dengan pertanyaan

atau masalah tertentu. Mereka yang telah berinteraksi lama akan mengembangkan

9|Page
semacam symbolic cue atau petunjuk simbolis yang biasanya telah dipahami bersama

oleh suatu anggota kelompok yang pada akhirnya akan menjadi inside joke di dalam

kelompok tersebut.

C. Fantasy Type (Tipe Fantasi)

Bormann mengartikan tipe fantasi sebagi tema-tema fantasi yang berulang dan

dibicarakan pada situasi yang lain, dengan karakter yang lain, dan latar belakang yang

lain, namun dalam alur cerita yang sama. Jika kerangka narasi sama, tetapi tokoh,

karakter, atau settingnya berbeda, maka tema tersebut dapat dikelompokkan dalam

satu jenis fantasi yang sama. Sedangkan, jika terdapat beberapa tema fantasi atau

kerangka narasi yang berbeda, maka terdapat beberapa tipe fantasi.

Menurut Trenholm (1986 dalam Venus, 2007 dalam Suryadi, 2010), tipe

fantasi adalah kerangka narasi yang bersifat umum yang terkait dengan pertanyaan

atau masalah tertentu. Mereka yang telah berinteraksi lama akan mengembangkan

semacam symbolic cue atau petunjuk simbolis yang biasanya telah dipahami bersama

oleh suatu anggota kelompok yang pada akhirnya akan menjadi inside joke di dalam

kelompok tersebut.

D. Rhetorical Visions (Visi Retoris)

Tema-tema fantasi yang telah berkembang dan melebar keluar dari kelompok

yang mengembangkan fantasi tersebut pada awalnya akan berkembang menjadi visi

10 | P a g e
retosis. Perkembangan fantasi tersebut akan menjadi fantasi masyarakat luas dan

membentuk rhetorical community (komunitas retoris).

Dalam setiap analisis fantasi atau visi retoris yang lebih luas, selalu terdapat

empat elemen pokok, yaitu: (1) tokoh-tokoh yang terlibat (dramatic personae atau

character); (2) Alur cerita (plot line); (3) latar (scene); dan (4) agen penentu

kebenaran cerita (sanctioning agents).4

1.3 Asumsi Dasar Teori Konvergensi Simbolik

Dalam artikel Borman yang berjudul “Symbolic Convergence Theory: A

communication Formulation” (1985, dalam Suryadi, 2010) menyebutkan bahwa ada

tiga aspek utama yang membentuk teori SCT, yaitu: (1) penemuan dan penataan

bentuk dan pola komunikasi yang berulang yang mengindikasikan munculnya

kesadaran bersama dalam kelompok secara evolutif, (2) deskripsi tentang

kecenderungan dinamis dalam sistem komunikasi yang menerangkan mengapa

kesadaran kelompok muncul, berlanjut, menurun, dan pada akhirnya menghilang, (3)

faktor-faktor yang menerangkan mengapa orang-orang terlibat dalam tindakan

berbagi fantasi.

Selain tiga aspek utama tersebut, Borman juga menyebutkan dua asumsi

pokok yang mendasari teori SCT. Pertama adalah realitas diciptakan melalui

komunikasi. Dalam hal ini komunikasi komunikasi dapat menciptakan realitas


4 http://misterhusni.com/2018/04/23/teori-konvergensi-simbolik/

11 | P a g e
melalui pengaitan kata-kata yang digunakan dengan pengalaman hidup atau

pengetahuam yang diperoleh. Kedua adalah makna individual terhadap simbol dapat

mengalami penyatuan (konvergensi) sehingga menjadi realitas bersama. Realitas

menurut teori ini dipandang sebagai susunan narasi atau cerita yang menerangkan

bagaimana sesuatu harus dipercayai oleh orang-orang yang terlibat didalamnya.

Cerita tersebut awalnya dibincangkan dalam kelompok dan kemudian disebarkan ke

dalam kelompok yang lebih luas atau masyarakat.

Borman (1986, dalam Suryadi, 2010) juga menyebutkan enam asumsi

epistemologis teori SCT, yaitu: (1) makna, emosi dan motif bertindak ada pada isi

pesan yang dinyatakan dengan jelas, (2) realitas diciptakan secara simbolik, (3) rantai

fantasi menciptakan konvergensi simbolik dalam bentuk dramatistik, (4) analisis tema

fantasi adalah metode pokok dalam menangkap realitas simbolik, (5) tema fantasi

dapat terjadi dalam berbagai wacana yang dikembangkan, dan (6) terdapat tiga visi

analog master, yaitu: Rigtheous, social, dan pragmatic.

1.4 Tujuan dan Fungsi Teori Konvergensi Simbolik

Tujuan dari teori SCT ini adalah berusaha menerangkan bagaimana orang–

orang secara kolektif membangun kesadaran simbolik bersama melalui suatu proses

pertukaran pesan. Kesadaran simbolik yang terbangun dalam proses tersebut

kemudian menyediakan semacam makna, emosi dan motif untuk bertindak bagi

orang-orang yang terlibat didalamnya.

12 | P a g e
Adapun fungsi dari teori SCT ini adalah untuk mengurangi ketegangan di

dalam suatu kelompok, menguatkan ikatan emosional antara orang-orang yang

terlibat di dalam suatu kelompok, dan menbentuk rantai fantasi yang kohesif.

1.5 Aplikasi Teori Konvergensi Simbolik dalam Kehidupan Sehari-hari

SCT merupakan teori yang dapat diterapkan dalam konteks komunikasi

antarpribadi, kelompok, organisasi, publik, maupun massa. Sementara jika dilihat dari

bidang spesialisasi komunikasi, teori ini dapat diterapkan di semua bidang

komunikasi, yaitu komunikasi keluarga, pendidikan, politik, seni dan pemasaran.

a. Dalam bidang seni

Karya sastra, musik, dan film mampu menciptakan tama fantasi yang dapat

membuai para peminatnya dan menciptakan fantasi pada para pemirsa, pendengar,

dan pembaca.

b. Dalam bidang hiburan (entertaiment)

Dalam dunia hiburan banyak selebritis yang menggunakan jargon untuk

menanbah eksistensi dirinya. Misalnya Sahrini berhasil menciptakan tema-tema

fantasi yang kemudian menjadi visi retoris seperti “sesuatu” “cetar membahana” atau

“bye”.

c. Dalam bidang politik

13 | P a g e
Dalam bidang politik, misalnya menjelang pemilihan presiden Indonesia

2014, masing-masing calon presiden atau pendukungnya menciptakan tema fantasi

untuk menambah eksistensi dririnya di masyarakat yang kemudian menjadi visi

retoris di masyarakat luas sepeti “garuda merah”, “aku rapopo”, “macan asia”, “salam

dua jari”, “Jokowi-JK adalah kita”, dll.

d. Dalam bidang pendidikan

Ketika guru sedang mengajar di kelas, guru akan memberikan lelucon atau

tema fantasi untuk mencairkan suasana kelas. Lelucon atau tema fantasi yang

diberikan oleh guru secara terus menerus akan membentuk rantai fantasi di dalam

kelas sehingga menimbulkan konvergensi makna yang pada akhirnya akan

menciptakan ikatan yang kohesive.

1.6 Perspektif Paradigma Teori Konvergensi Simbolik Menurut Little Jhon,

Mulyana, Griffin, Tradisi Komunikasi, dan Metode penelitian

a. Perspektif Little Jhon

Little Jhon mengelompokkan teori menjadi dua, yaitu: teori umum (general

theory) dan teori kontekstual (contextual theory). Teori umum terdiri dari teori-teori:

fungsional dan struktural, behavioral dan kognitif, konvensional dan interaksional,

14 | P a g e
kritis dan interpretif. Sedangkan teori kontekstual terdiri dari teori-teori: komunikasi

intrapribadi, antarpribadi, kelompok, organisasi, dan komunikasi massa.5

Teori SCT ini menurut perspektif paradigmanya Little Jhon dalam kelompok

teori umum termasuk kedalam teori fungsional dan struktural, serta konvensional dan

interaksional. Sedangkan dalam kelompok teori kontekstual, SCT ini termasuk

kedalam komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, dan kommunikasi massa.

Pada saat interaksi berlangsung dalam suatu kelompok, orang-orang dalam kelompok

tersebut secara kolektif membangun kesadaran simbolik bersama melalui suatu proses

pertukaran pesan (komunikasi). Pada awalnya interaksi tersebut terjadi antarindividu

yang ada didalam suatu kelompok yang sudah saling mengenal sehingga terciptalah

realitas simbolik bersama, realitas tersebut disebarkan lagi oleh seseorang ke dalam

suatu kelompok lain sehingga konvergensi dapat muncul bukan hanya dalam

kelompok kecil yang sudah saling mengenal, tetapi juga dapat terjadi dalam

kelompok yang lebih besar. Tema-tema fantasi yang sudah membentuk realitas

simbolik bersama tersebut menyebar ke masyarakat luas (massa), terutama melauli

media massa.

b. Perspektif Mulyana

5
Littlejohn, Stphen W, dan Foss A. Keren, 2006(a), Theories of Human Communication, Wadsworth,
Belmont.


15 | P a g e
Menurut Mulyana SCT dapat masuk kedalam perspektif paradigma objektif

maupun interpretif (subjektif).6

c. Perspektif Griffin

Nama Model Objektif Subjektif

1 2 3 4 5

*
Symbolic Convergence Theory

Menurut Griffin teori SCT ini masuk kedalam ranah abu-abu, yaitu nomor 3

diantara objektif dan subjektif. Hal ini sama dengan perspektif Mulyana.

6
Mulyana, Deddy & Solatun, 2007, Metode Penelitian Komunikasi (Contoh-Contoh Penelitian
Kualitatif dengan Pendekatan Praktis), Rosdakarya, Bandung.

16 | P a g e
BAB III

KESIMPULAN

Konvergensi terjadi selau antara dua orang atau lebih. Model tersebut

mengharuskan kita mempelajari hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan,

persamaan-persamaan dan perubahan-perubahan hubungan terhadap waktu.

Beberapa kajian yang berhasil ditelusuri di atas menunjukkan bahwa teori

konvergensi simbolis (symbolic convergence theory) dengan analisis tema

fantasi (fantasy theme analysis) dapat digunakan untuk membedah konstruksi makna

dalam tataran interpersonal, kelompok, organisasi, dan media massa. Bahkan analisis

tema fantasi juga dapat dipadukan dengan teori lain sebagai bagian dari metodologi.

Teori konvergensi simbolis menjadi teori utama dalam penelitian ini dengan

didukung oleh teori akomodasi komunikasi untuk menjelaskan relasi dalam tataran

perilaku.

17 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Mulyana, Deddy & Solatun, 2007, Metode

Penelitian Komunikasi (Contoh-Contoh Penelitian Kualitatif dengan Pende- katan


Praktis), Rosdakarya, Bandung.

Bormann E. G., 1975, Discussion and Group Methods (2nd ed.), Harper & Row, New
York.

1986, Symbolic Convergence Theory and Communication in Group Deci-


sionmaking, Newbury Park, Sage, CA.

(Infante, et.al., 1993, dalam Suryadi, 2010)

Littlejohn, Stphen W, dan Foss A. Keren, 2006(a), Theories of Human


Communication, Wadsworth, Belmont.


Mulyana, Deddy & Solatun, 2007, Metode Penelitian Komunikasi (Contoh-Contoh


Penelitian Kualitatif dengan Pende- katan Praktis), Rosdakarya, Bandung.

http://misterhusni.com/2018/04/23/teori-konvergensi-simbolik/ (diakses pada tanggal


14 Oktober 2019, pukul 17.58 WIB)

18 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai