Anda di halaman 1dari 14

TEORI KONVERGENSI SIMBOLIK

Dibuat dan diajukan untuk melengkapi tugas mata kuliah

Komunikasi Kelompok 01

Dosen Pengampu:

Zakirah Azman, M.HSc

Di susun :

WAHYU NURYANTI 2210102010031

ZUCHRA AZIZI 2210102010076

MURZIYATI 2210102010027

ANDRY RAHMAYANI 2210102010012

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLIITIK

UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH

2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang


telah melimpahkan Rahmat dan karunia-nya , sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah komunikasi
organisasi dengan judul “ Teori Konvergensi Simbolik”.

Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW beserta


keluarganya. Yang mana merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni
Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling
besar bagi seluruh alam semesta.

Kami anggota kelompok 4 mengucapkan terima kasih kepada Ibu Zakirah Azman,
M.HSc selaku dosen mata kuliah Komunikasi Kelompok yang telah membantu
kami dalam mengerjakan penulisan makalah ini. Selain itu kami juga sadar adanya
kekurangan dalam makalah ini baik dari penulisan dan batasnya ilmu pengetahuan
kami tentang materi tersebut.

Oleh sebab itu, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam makalah
ini terdapat kekurangan. Di akhir kami berharap makalah ini dapat berguna dan
mempermudah orang mendapatkan ilmu.

Banda Aceh,18 Oktober 2023

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG ........................................................................................1


1.2 RUMUSAN MASALAH ...................................................................................2
1.3 TUJUAN ............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3

2.1 PENGERTIAN TEORI KONVERGENSI SIMBOLIK ....................................3

2.2 TEORI KONVERGENSI SIMBOLIK MENURUT AHLI ...............................3

2.3 METODE TEORI KONVERGENSI SIMBOLIK ............................................4

2.4 FUNGSI DAN TUJUAN KONVERGENSI SIMBOLIK ................................8

BAB III PENUTUP ..............................................................................................10

3.1 KESIMPULAN ................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemunculan Symbolic Convergence Theory (CST) atau dalam bahasa
Indonesia menjadi Teori Konvergensi Simbolik (TKS) diilhami dari riset Robert
Bales mengenai komunikasi dalam kelompok-kelompok kecil. Pada penelitian
yang dilakukan tahun 1950-an tersebut, Bales sebenarnya memfokuskan
penyelidikannya pada perilaku anggota kelompok. Namun dalam proses
tersebut, Bales menemukan kenyataan lain yang menarik minatnya. Yakni,
adanya kecenderungan anggota-anggota kelompok menjadi dramatis dan
berbagi cerita, ketika kelompok mengalami ketegangan.
Menurut Bales (Kidd, 2004; Venus, 2007) cerita-cerita tersebut diantaranya
meliputi lelucon, kisah, ritual, perumpamaan atau permainan kata-kata, yang
ternyata memiliki fungsi penting dalam mengurangi ketegangan kelompok
(tension release), bahkan mampu meningkatkan kesolidan kelompok. Robert
Bales menyebutnya fenomena Fantasy Theme yang muncul ketika individu
menjadi tegang dan menjadi dramatis dan berbagi cerita. Tema ini merupakan
bagian dari tema yang lebih luas dan rumit yang disebut visi retoris. Tema ini
intinya sebuah tinjauan bagaimana sesuatu itu terjadi, sedang dan akan terjadi.
Tema dan visi terdiri dari orang atau karakter. Memiliki alur cerita sebagai aksi
atau pengembangan dari cerita itu. Adegannya adalah kumpulan pergaulan
socialkultural.
Agen pendukung sebagai sumber yang mensyahkan cerita itu.(Littlejohn,
2002) Ernest Bormann (Littlejohn, 1996) meminjam gagasan tersebut untuk
direplikasi ke dalam tindakan retoris masyarakat dalam skala yang lebih luas
dari sekedar proses komunikasi kelompok kecil. Penelitian-penelitian Bormann
secara intensif sepanjang tahun 1970-an lantas bermuara pada munculnya Teori
Konvergensi Simbolik.
Teori konvergensi simbolik didasarkan pada gagasan bahwa para anggota
dalam kelompok harus bertukar fantasi dalam rangka untuk membentuk
kelompok yang kohesif. Dalam teori ini, sebuah fantasi tidak merujuk pada
cerita-cerita fiktif atau keinginan erotis. Fantasi adalah cerita atau lelucon yang
mengandung atau mengungkapkan emosi. Fantasi meliputi peristiwa dari
seorang anggota kelompok di masa lalu, atau peristiwa yang mungkin terjadi di
masa depan.
Fantasi tidak mencakup komunikasi yang berfokus pada apa yang terjadi di
dalam kelompok. Sebagai contoh, Bob adalah anggota dari sebuah tim di sebuah
biro iklan dan menampilkan ide untuk kemungkinan iklan. Bob tidak
mengungkapkan sebuah fantasi, karena ia membahas pekerjaan yang sedang
ditangani. Namun, jika Bob mengakui bahwa ia pergi berbelanja setelah pulang
kerja untuk membeli sepeda anaknya untuk ulang tahunnya yang ketujuh, maka
ia telah mengungkapkan fantasi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahannya
dalam makalah ini yaitu:

1. Apa yang dimaksud dengan teori konvergensi simbolik ?


2. Pengertian dari konvergensi simbolik ?
3. Apa saja ruang lingkup dari toeri konvergensi simbolik ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui makna dari teori konvergensi simbolik
2. Agar bisa mempelajari arti dari teori konvergensi simbolik

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Dari Teori Konvergensi Simbolik


Symbolic Convergence Theory (SCT) atau dalam bahasa Indonesia
menjadi Teori Konvergensi Simbolik (TKS) yang diilhami dari riset Robert
Bales mengenai komunikasi dalam kelompok-kelompok kecil. Kemudian
gagasan tersebut oleh Ernest Bormann direplikasi ke dalam tindakan retoris
masyarakat dalam skala yang lebih luas dari sekedar proses komunikasi
kelompok kecil.
Konvergensi (convergence) sebagai suatu cara dimana dunia simbolik
pribadi dari dua atau lebih individu saling bertemu, saling mendekati satu
sama lain, atau kemudian saling berhimpitan. Sedangkan istilah simbolik itu
sendiri terkait dengan kecenderungan manusia untuk memberikan
penafsiran dan menanamkan makna kepada berbagai lambang, tanda,
kejadian yang tengah dialami, atau bahkan tindakan yang dilakukan
manusia. Ernest Bormann menyatakan bahwa teori konvergensi simbolik
adalah teori umum yang mengupas tentang fenomena pertukaran pesan yang
memunculkan kesadaran kelompok yang beimplikasi pada hadirnya makna,
motif dan perasaan bersama (Hirokawa dan Pole, 1986: 219; Suryadi, 2010:
430).
Bormann (1990: 106 ; Suryadi, 2010:431) mengartikan istilah konvergensi
sebagai suatu cara dimana dunia simbolik pribadi dari dua atau lebih
individu menjadi saling bertemu, saling mendekati satu sama lain atau
kemudian saling berhimpitan. Sedangkan istilah simbolik sendiri terkait
dengan kecenderungan manusia untuk memberikan penafsiran dan
menanamkan makna kepada berbagai lambang, tanda, kejadian yang tengah
dialami, atau bahkan tindakan yang dilakukan manusia (Bormann,
1986:221; Suryadi, 2010:431). Konvergensi terjadi ketika beberapa orang
mengembangkan dunia simbolik pribadi mereka untuk saling melengkapi,

3
sehingga mereka memiliki dasar untuk menciptakan komunitas untuk
mendiskusikan pengalaman bersama, dan untuk menciptakan pemahaman
bersama (William, Benoit L. et. al, 2001:380-381; Arianto, 2012:3).

2.2 Teori Konvergensi Simbolik Menurut Ahli

1. Menurut Ernest Brooman


Menurut Ernest Brooman kata lain untuk proses konvergensi simbolik
adalah tema fantasi. Tema fantasi adalah pesan yang didramatisi seperti
permainan kata-kata, cerita,analogi, dan pidato yang menghidupkan
interaksi dalam kelompok. Setiap individu saling berbagi fantasi karena
kesamaan pengalaman atau orang mendramatisi pesan memiliki
kemampuan retoris yang baik.
2. William, Benoit L. et. Al

William, Benoit L. et. al. juga menyatakan bahwa konvergensi


simbolik terjadi ketika beberapa orang mengembangkan dunia simbolik
pribadi mereka untuk saling melengkapi, sehingga mereka memiliki
dasar untuk menciptakan komunitas untuk mendiskusikan pengalaman
bersama, dan untuk menciptakan pemahaman bersama. Teori
konvergensi simbolik banyak digunakan dalam penelitian untuk
mengupas fenomena pertukaran pesan yang memunculkan kesadaran
kelompok yang berimplikasi pada hadirnya makna, motif, dan juga
perasaan bersama.

2.3. Metode Teori Konvergensi Simbolik


Bormann menyebut metode untuk mengoperasionalkan teorinya
dengan istilah Fantasy Theme Analysis (FTA), sebagaimana konsep “
fantasi “ menjadi kata kunci dalam teori ini. Untuk memahami teori ini
perlu kita pahami istilah-istilah kunci dalam ATF, yaitu :

1. Fantasy Theme ( Tema Fantasi)

4
Bormann mendefinisikan tema fantasi sebagai isi pesan yang didramatisasi
hingga memicu rantai fantasi (the content of the dramatizing message that
sparks the fantasy chain). Menurut Miller (2002), fantasy theme (tema
fantasi), yang diartikan sebagai dramatisasi pesan, dapat berupa lelucon,
analogi, permainan kata, cerita, dan sebagainya, yang memompa semangat
berinteraksi.
Contoh Kasus : konflik yang muncul dalam pertemuan kelompok
mungkin dipandang sebagai peristiwa yang dramatis. Tapi ini bukan
dramatisasi pesan atau tema fantasi karena hal itu terjadi dalam
konteks "di sini sekarang Sementara ketika dalam kaitan tersebut
kita cerita tentang konflik yang pernah terjadi di masa lalu atau
bercerita tentang konflik dalam sebuah film, maka bisa
dikategorikan sebagai tema fantasi.

1. Fantasy Chain (rantai fantasi)


Secara harfiah, fantasy chain diartikan sebagi rantai fantasi. Maksudnya,
ketika pesan yang didramatisasi berhasil mendapat tanggapan dari
partisipan komunikasi , hingga meningkatkan intensitas dan kegairahan
partisipan dalam berbagi fantasi. Ketika fantasi yang berkembang, maka
terjadilah rantai fantasi. Ketika rantai fantasi tercipta, tempo percakapan
jadi meningkat, antusiasme partisipan muncul, dan timbul peningkatan
rasa empati dan umpanbalik di antara partisipan komunikasi.
Contoh Kasus : Daniel adalah seorang anggota tim di sebuah biro
iklan yang menampilkan ide untuk kemungkinan iklan. Daniel tidak
mengungkapkan sebuah fantasi, karena dia membahas pekerjaan
yang sedang ditangani. Namun etika Daniel mengakui bahwa
dirinya telah pergi berbelanja sepulang kerja dan membeli sebuah
sepeda untuk jangka waktu tertentu, maka secara tidak langsung
Daniel telah mengungkapkan fantasinketika Daniel menyebut
anaknya ulang tahun, maka khayalan reaksi berati telah menyala.
fantasi lain muncul tentang anak-anak. Beberapa anggota kelompok

5
lainnya mulai menambahkan bagaimana mereka harus menghadiri
pertandingan sepak bola putra mereka setelah bekerja. Suasana di
lingkungan kerja yang tadinya serius berubah menjadi
nyaman, bahkan energik.

2. Fantasy Type (Tipe Fantasi)


Bormann mengartikan konsep ini sebagai tema-tema fantasi yang
berulang dan dibicarakan pada situasi yang lain, dengan karakter yang
lain, dengan karakter yang lain, dan latar yang lain, namun dalam alur
cerita yang sama. Jika kerangka narasi (the narrative frame) sama, tetapi
tokoh, karakter, atau settingnya berbeda, maka tema tersebut dapat
dikelompokkan dalam satu jenis fantasi yang sama. Sementara, bila
terdapat beberapa tema fantasi, atau kerangka narasi yang berbeda, itu
berarti terdapat beberapa tipe fantasi.
Menurut Trenholm (1986 dalam Venus, 2007), tipe fantasi adalah
kerangka narasi bersifat umum yang terkait dengan pertanyaan atau
masalah tertentu. Mereka yang telah beinteraksi lama akan
mengembangkan semacam symbolic cue atau petunjuk simbolis yang
biasanya telah dipahami bersama. Symbolic cue biasanya menjadi inside
joke (lelucon yang hanya dipahami oleh orang-orang yang terlibat dalam
percakapan sebelumnya). Di kelas S2 komunikasi Angkatan 2008, Ketika
anda mengatakan ‘ Migran ‘ bisa jadi akan ditertawai ramai-ramai karena
bagi sebagian mahasiswa di kelas itu kata ‘ Migrain ‘ bukan sejenis
penyakit kepala sebelah.
Contoh Kasus : Mereka yang telah berinteraksi lama akan
mengembangkan semacamturat simbolu petunjuk simbolis yang
biasanya telah dipahami bersama Isyarat simboliasanya menjadi
guyonan (lelucon yang hanya dipahami oleh orang-orang yang
terlibat di dalamnya percakapan sebelumnya). Di kelas S2
Komunikasi Angkatan 2008, ketika ada yang mengatakan "migrain"

6
bisa jadi akan ditertawai ramai-ramai karena bagi sebagian siswa di
kelas itu, kata migrain bukan sejenis penyakit kepala sebelah.

3. Rhetorical Visions (Visi retoris)


Visi retoris diartikan sebagai “ sharing a fantasytheme and types uncross
under a wider community”. Di sini tema-tema fantasi itu telah
berkembang dan melebar keluar dari kelompok yang mengembangkan
fantasi tersebut pada awalnya. Karena perkembangan tersebut, maka
tema-tema fantasi itu menjadi fantasi mesyarakat luas dan membentuk
semacam rhetorical community (komunitas retoris). Salah satu contoh
yang dikemukakan Heisey and Trebing (1983, dalam Olufowote, 2006)
dalam konteks negarabangsa, dua visi retoris yang bertentangan dibahas
pada revolusi Shah Iran yang terjadi antara tahun 1978 sampai 1979. Visi
retoris sosial yang dikembangkan oleh Revolusi Putih Shah (faksi politik
penguasa) adalah perdamaian global yang salingbergantung dengan Barat
melalui kemajuan teknologi dan pertumbuhan masayarakat. Visi retoris
yang benar dari revolusioner Islam Ayatullah (faksi politik oposisi
penantang) didasarkan pada sikap bertentangan dengan Barat, ketaatan
pada Alkekuatan Islam dan membersihkannya dari kontaminasi nilai-nilai
Barat (westoxicity). Perang analogi utama itu (Cragan & Shields, 1981)
mencapai puncak dalam konfrontasi politik yang kemudian merubah
kesadaran masyarakat Iran.

Contoh Kasus : Pada tahun 2019 lalu, Indonesia pernahheboh


dengan tagar yang sedang tren, #2019GantiPresiden. Tagar tersebut
secara tidak langsung membangun sebuah pesantren ingin
ditanggapi oleh semua pihak sehingga menjadi kebiasaan. Dengan
adanya pemakaian tagar, secara efektif dan sistematis berhasil
menciptakan tema-temu fantasi yang kemudian menjadi kunjungan
retoris di kalangan masyarakat.

7
2.4 Fungsi dan Tujuan Teori Konvergensi Simbolik
➢ Fungsi Teori Konvergensi Simbolik
• Fungsi dari teori ini adalah menganalisa interaksi yang terjadi di
dalam skala kelompok kecil. Kelompok di sini dapat berupa
kelompok sosial, kelompok tugas, atau kelompok dalam sebuah
pergaulan.
• Ernest G Bormann dalam Communication and Organizations: an
intepretive approach (Putnam and Pacanowsky, 1983: 110)
menjelaskan konvergensi simbolik akan menghasilkan tema-tema
fantasi dramadrama besar yang panjang dan rumit dari sebuah cerita
yang dipaparkanvisiretorik.
• Sebuah visi retorik merupakan sebuah pandangan berbagi,
bagaimana sesuatu terjadi dan apakah mungkin terjadi? Bentuk
impian merupakan asumsi pengetahuan kelompok yang didasarkan
pada penciptaan strukturasi penguasaan realitas.
• Tema-tema fantasi dan visi retorik terdiri atas karakter-karakter,alur
cerita, skenario dan sanksi dari agen (induk organisasi).Karakter
dapat berupa pahlawan,penjahat,atau hanya tokoh pelengkap saja.
Alur cerita adalah aksi atau pengembangan cerita, sedangkan
skenarionya merupakan latar setting-an, termasuk lokasi pelengkap
dalam lingkungan sosiokultural.
• Sanksi agen adalah sumber yang melegitimasi cerita dan menjadi
otoritas pada kredibilitas cerita. Biasanya unsur ini diarahkan pada
kepercayaan yang bersifat dogma. Sanksi agen biasanya berupa
komitmen pada keadilan, demokrasi, bahkan agama.
• Stephen W Littlejohn dan Foss dalam Theories of Human
Communication menambahkan bahwa cerita atau tema- tema
fantasi diciptakan melalui interaksi simbolik dalam kelompok kecil
dan kemudian dihubungkan dari satu orang ke orang lain dan dari
satu kelompok ke kelompok lain untuk menciptakan sebuah
pandangan dunia yang terbagi (2008:165).

8
• Dalam konvergensi simbolik dibutuhkan adanya visi retorik, saga,
dan consciousness sustaining
➢ Tujuan Konvergensi Simbolik
• Fungsi dari teori ini adalah menganalisa interaksi yang terjadi di
dalam skala kelompok kecil. Kelompok di sini dapat berupa
kelompok sosial, kelompok tugas, atau kelompok dalam sebuah
pergaulan. Secara proses, teori ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana proses terbentuknya sense of community dan group
consciousness dalam sebuah kelompok.
• Teori ini memiliki anggapan dasar bahwa setiap anggota kelompok
melakukan pertukaran fantasi dalam rangka membentuk kelompok
yang kohesif. Dengan saling bertukar fantasi tersebut bisa memicu
terjadinya interaksi kelompok yang baik.
• Fantasi yang dimaksudkan di sini bisa berupa ide-ide, cerita,
gurauan, dan lain-lain yang mengungkapkan emosi atau
mengandung emosi.
• Fantasi bisa meliputi peristiwa di masa lalu atau yang akan terjadi,
namun fantasi tidak termasuk pada komunikasi yang berfokus pada
kegiatan yang terjadi dalam kelompok tersebut.

9
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan dalam makalah teori konvergensi simbolik adalah bahwa


fenomena konvergensi simbolik adalah proses di mana berbagai bentuk
media, seperti televisi, internet, dan media sosial, semakin saling
memengaruhi dan mengadopsi elemen-elemen simbolik yang serupa. Ini
menciptakan kesamaan dalam penyampaian pesan dan makna antara
berbagai bentuk media. Konvergensi simbolik memiliki dampak signifikan
pada budaya dan komunikasi masa kini, memungkinkan berbagai platform
media untuk saling melengkapi dan memperkuat pesan yang disampaikan.
Selain itu, konvergensi simbolik juga mencerminkan perubahan dalam
konsumsi media dan interaksi sosial dalam masyarakat kontemporer. Ini
adalah fenomena yang terus berkembang dan akan terus mempengaruhi cara
kita berkomunikasi dan mengonsumsi informasi di masa depan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Oro , E. P., Andu , P. A., & Liliweri, Y. K. (2010). Konvergensi Simbolik Dalam
Membangun Kohevisitas Kelompok. Jurnal Communio, 1507-1522..
Suryadi, I. (2010). Teori Konvergensi Simbolik. JURNAL ACADEMICA Fisip
Untad, 427-435.
Z. Hidayat, M. M. (2014). Teori Konvergensi Simbolik. Teori Komunikasi-1, Sesi
06, 1-6.

11

Anda mungkin juga menyukai