Anda di halaman 1dari 4

TEORI KONVERGENSI SIMBOLIK

Bormann menyatakan bahwa teori konvergensi simbolik adalah teori


umum yang mengupas tentang fenomena pertukaran pesan yang
memunculkan kesadaran kelompok yang berimplikasi pada hadirnya makna,
motif dan perasaan bersama (Hirokawa dan Pole, 1986:219; Suryadi,
2010:430). Bormann (1990:106 ; Suryadi, 2010:431) mengartikan istilah
konvergensi (convergence) sebagai suatu cara dimana dunia simbolik pribadi
dari dua atau lebih individu menjadi saling bertemu, saling mendekati satu
sama lain atau kemudian saling berhimpitan. Sedangkan istilah simbolik
sendiri terkait dengan kecenderungan manusia untuk memberikan penafsiran
dan menanamkan makna kepada berbagai lambang, tanda, kejadian yang
tengah dialami, atau bahkan tindakan yang dilakukan manusia (Bormann,
1986:221; Suryadi, 2010:431). Konvergensi terjadi ketika masing-masing
atau beberapa orang mengembangkan dunia simbolik pribadi mereka untuk
saling melengkapi, sehingga mereka memiliki dasar untuk menciptakan
komunitas, untuk mendiskusikan pengalaman bersama, dan untuk
menciptakan pemahaman bersama (William, Benoit L. et. al, 2001:380-381;
Arianto, 2012:3).

Menurut Johan F Cragan, konvergensi simbolik tidak hanya dapat


digunakan pada kelompok kecil, namun juga pada kepentingan publik, massa
bahkan komunikasi politik. (Cragan, John F, 1998: 95). Borman menyatakan
ada dua asumsi mengenai Teori Konvergensi ini, yaitu:

- Pertama, sebuah realitas tercipta dikarenakan adanya komunikasi.


Komunikasi menciptakan sebuah realitas yang diperoleh melalui
pengalaman dan pengetahuan dan disampaikan melalui kata-kata.
- Kedua, sebuah makna individu mengenai suatu simbol dapat
menciptakan sebuah konvergensi (penyatuan) sehingga menjadi
sebuah realitas yang diyakini bersama.
Sebuah realitas dalam teori ini dipandang sebagai suatu hal berisikan suatu
susunan cerita yang menerangkan bagaimana suatu hal dapat dipercayai
oleh orang-orang didalamnya.

Teori ini kerap digunakan pada komunikasi kelompok, seperti aktivitas


pembuatan keputusan dalam kelompok, budaya kelompok, identitas dan
identifikasi kelompok hingga peneguhan kohesivitas kelompok (Wilson dan
Hanna, 1993; Frey dan Poole, 1999).

Borman mengatakan Teori Konvergensi Simbolik adalah Tema


Fantasi. Ada empat konsep analisis Tema Fantasi , yaitu:

1. Fantasi Tema Borman mendefinisikan sebagai sebuah isi pesan yang


didramatisasi hingga memicu rantai fantasi. Bisa juga sikatakan
sebagai dramatisasi pesan, seperti lelucon, analogi, permainan kata,
cerita, dll.
2. Rantai Fantasi, maksudnya adalah pesan yang didramatisasi
mendapatkan tanggapan dari partisipan hingga meningkatkan
kegairahan partisipan untuk berbagi fantasi lainnya juga. Disaat fantasi
tersebut mulai berkembang, disitulah dinamakan rantai fantasi dengan
berkembangnya fantasi, maka meningkat pula rasa antusias, empati,
dan umpan balik dari partisipan komunikasi.
3. Tipe Fantasi, maksud dari konsep ini adalah tema-tema yang dibahas
secara berulang dan dibacarakan pada situasi lain dengan karakter,
latar yang lain. Namun memiliki alur cerita yang sama. Jika kerangka
narasi (the narrative frame) sama, tetapi tokoh, karakter, atau settingn
ya berbeda, maka tema tersebut dapat dikelompokkan dalam satu
jenis fantasi yang sama. Sementara, bila terdapat beberapa tema
fantasi, atau kerangka narasi yang berbeda, itu berarti terdapat
beberapa tipe fantasi
4. Visi Retoris, pada konsep ini tema-tema tadi sudah mengalami
perkembangan dan melebar keluar dari sebuah kelompok yang
mengembangkan fantasi tersebut pada awalnya. Karena sebuah
perkembangannya, maka fantasi tersebut menjadi sebuah fantasi
masyarakat luas dan terbentuk menjadi komunitas retoris.

Jhon F Cragan (1998:99) membagi anatomi proses konvergensi


simbolik ke dalam lima hirarki yang masing-masing saling berhubungan.
Prosese tersebut, yaitu:

1. Struktur pesan (message structure)


 Berisi dramatis personae, scene, plotline, dan sanksi agen
2. Struktur dinamik (dynamic structure)
 Berisi righteous master analogue, social master analogue dan
pragmatic master analogue
3. Struktur komunikator (communicator structure)
 Berisi fantasizers, rhetorical community dan communication style
4. Struktur media (medium structure)
 Berisi groupsharing dan public sharing
5. Struktur evaluatif (evaluative structure)
 Berisi kesadaran kelompok bersama (shared group
consciousness), reality link, fantasy theme artistry

Fungsi dari teori ini adalah menganalisa interaksi yang terjadi di dalam
skala kelompok. Kelompok di sini dapat berupa kelompok sosial, kelompok
tugas, atau kelompok dalam sebuah pergaulan, bahkan sebuah organisasi.
Secara proses, teori ini bertujuan mengetahui bagaimana proses
terbentuknya sense of community dan group consciousness dalam sebuah
kelompok.
DAFTAR PUSTAKA

Suryadi, Israwati. 2010. ―Teori Konvergensi Simbolik‖. Jurnal Academica


Fisip Untad. Volume 2, Nomor 2. Edisi Oktober 2010, Palu.

HERYANTO, G. G. (2015). Konvergensi Simbolik Di Media Online: Studi


Perbicangan Netizens Tentang Polemik Kasus Century Di Era
Pemerintahan Sby-Boediono. Communication, 6(2), 172–196.
https://doi.org/10.36080/comm.v6i2.43

Nuryani, N., Hadisiwi, P., & Karimah, K. El. (2016). Pola Komunikasi Guru
Pada Siswa Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Menengah Kejuruan
Inklusi. Jurnal Kajian Komunikasi, 4(2), 154–171.
https://doi.org/10.24198/jkk.vvol4n2.4

Oro, E. P., Andung, P. A., & Liliweri, Y. K. N. (2020). Konvergensi Simbolik


Dalam Membangun Kohesivitas Kelompok. Jurnal Communio : Jurnal
Jurusan Ilmu Komunikasi, 9(1), 1507–1522.
https://doi.org/10.35508/jikom.v9i1.2286

Elsakina, R. F., & Yohana, N. (2016). Konvergensi Simbolik dalam


Komunikasi Kelompok Komunitas Stand Up Indo Pekanbaru (Doctoral
dissertation, Riau University)

Anda mungkin juga menyukai